Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH INTERAKSI OBAT DIGOKSIN DENGAN

AMLODIPINE

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

NAMA : WILDA CITRA


NIM : DF.16.03.121
KELAS :B

STIKES BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO


PROGRAM STUDI DIII FARMASI
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’INTERAKSI OBAT’’ . makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas Mata Kuliah dari Interaksi Obat.
Adapun dengan makalah ini saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata Kuliah dan
teman teman seperjuangan yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya makalah ini dengan tepat
waktu.
Dalam proses penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna
maka dari itu kami sangat membutuhkan kiritikan maupun saran dari pembaca.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ....................................................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................. 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3

2.1 PENGERTIAN INTERAKSI OBAT.................................................................................................. 3

2.2 MEKANISME INTERAKSI OBAT .................................................................................................. 3

BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 13

3.1. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 13

3.2. SARAN ........................................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan.Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan obat
lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat lain tersebut
mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan (Ganiswara,
2000).
Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka mungkin
terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau memperlemah,
memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua.
Interaksi obat harus lebih diperhatikan, karena interaksi obat pada terapi obat dapat
menyebabkan kasus yang parah dan tingkat kerusakan kerusakan pada pasien, dengan demikian
jumlah dan tingkat keparahan kasus terjadinya interaksi obat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat b erubah karena kehadiran obat
lain,makanan, minuman, atau obat kimia lainnya. 1nteraksi obat dianggap penting
karena dapatmenguntungkan dan merugikan.
Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek
farmakokinetika obat dan interaksi yang mempengaruhi respons farmakodinamik obat. Interaksi
farmakikinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau
ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi di mana efek suatu obat diubah oleh obat
lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat
diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta mekanisme
farmakokinetika obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini akan bermanfaat dalam
melakukan upaya pencegahan terhadap efek merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi
obat (Quinn and Day, 1997).
Perubahan efek obat akibat interaksi obat sangat bervariasi diantara individu karena
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti dosis, kadar obat dalam darah, rute pemberian obat,
metabolisme obat, durasi terapi dan karakteristik pasien seperti umur, jenis kelamin, unsur
genetik dan kondisi kesehatan pasien (Fradgley, 2003). Tidak semua interaksi obat akan

1
bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat
yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian
seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat
interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya resiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam
pengobatan pasien.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud interaksi obat ?
2. Bagaimana interaksi obat dalam tubuh ?
3. Apa yang dimaksud farmakokinetik dan farmakodinamik obat ?
4. Bagaimana ADME obat ?
5. Bagaimana interaksi obat sukralfat dengan digoksin ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan interaksi obat.
2. Untuk mengetahui interaksi obat digoksin dengan amlodipine.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN INTERAKSI OBAT


Interaksi obat merupakan efek suatu obat yang disebabkan bila dua obat atau lebih
berinteraksi dan dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Hasilnya berupa
peningkatan atau penurunan efek yang dapat mempengaruhi outcome terapi pasien (Yasin et al.,
2005).Menurut Tatro (2006) interaksi obat dapat terjadi minimal melibatkan 2 jenis obat, yaitu :
a.Obat obyek, yaitu obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain.
b.Obat presipitan, yaitu obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau efek obat lain.
Efek dari kombinasi obat dapat bersifat additive atau meningkatkan efek dari satu lebih
obat, antagonis terhadap efek dari satu atau lebih obat maupun pengaruh-pengaruh lain terhadap
efek dari satu atau lebih obat. (Thanacoody,2012). Interaksi obat dianggap penting secara klinik
jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi.
(Setiawati,2007)

2.2 MEKANISME INTERAKSI OBAT


Berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan
aspek farmakokinetika obat dan interaksi yang mem pengaruhi respon farmakodinamik obat.
Beberapa interaksi obat yang dikenal merupakan kombinasi lebih dari satu mekanisme
(Fradgley, 2003).
Pengaruh Rekonsiliasi Obat..., Lila Bintarizki, Fakultas Farmasi UMP, 2016
a.Interaksi Farmakokinetik
Merupakan interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorbsi, distribusi,
biotransformasi atau eliminasi obat lain. Absorpsi dapat diubah jika obat pengubah pH atau
motilitas diberikan secara bersamaan, seperti yang tampak pada pengobatan antitukak atau
antidiare tertentu (tetrasiklin dan kation divalen, kolestiramin dan obat anion). Perubahan
distribusi dapat disebabkan oleh kompetisi untuk ikatan protein (ikatan obat sulfa dan bilirubin
pada albumin) atau pergeseran dari tempat ikatan-jaringan (digitalis dan pemblok kanal kalsium
atau kuinidin). Pada perubahan biotransformasi atau metabolisme, sebagai contoh induksi

3
digambarkan dengan jelas oleh pengobatan antikonvulsan utama, yaitu fenitoin, karbamazepin
dan barbiturat, sedangkan inhibisi dapat ditimbulkan oleh antimikroba kuinolon, makrolida, dan
golongan azol. Pada perubahan ekskresi dapat pula dimodifikasi oleh obat pengubah pH urin,
seperti pada inhibitor karbonat anhidrase, atau mengubah jalur sekresi dan reabsorpsi, seperti
yang disebabkan oleh probenesid. Interaksi farmakokinetika secara umum menyebabkan
perubahan konsentrasi obat aktif atau metabolit dalam tubuh, yang memodifikasi respon
terapeutik yang diharapkan (Ashraf, 2012).
b.Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik terjadi antara obat-obat yang mempunyai efek samping yang
serupa atau berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh kompetisi pada reseptor yang sama atau
terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi farmakodinamik
dapat diekstrapolasi ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena
penggolongan obat memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya.
Disamping itu, kebanyakan efek farmakodinamik dapat diramalkan kejadiannya, karena itu dapat
dihindarkan bila dokter mengetahui mekanisme keja obat yang bersangkutan (Ganiswara, 1995).

1.DIGOKSIN
Digoksin merupakan obat untuk mengobati gagal jantung. Obat ini juga digunakan untuk
mengobati denyut jantung tidak teratur (fibrilasi atrium kronik). Mengobati denyut jantung yang
tidak teratur dapat menurunkan risiko darah menggumpal, efek yang dapat menurunkan risiko
terkena serangan jantung atau stroke. Digoxin adalah obat yang masuk golongan cardiac
glycoside. Obat ini bekerja pada mineral tertentu (natrium dan kalium) di dalam sel jantung.
Digoxin menurunkan ketegangan jantung dan membantu agar denyut jantung tetap normal,
teratur, dan kuat. Obat ini biasanya digunakan bersama dengan obat lain.
a.Struktur Kimia
Digoksin (digoxin) adalah salah satu jenis glikosida jantung yang diekstraksi dari
tanaman foxglove, Digitalis lanata. Digoksin memiliki rumus molekul C41H64O14 dengan bobot
molekul 780,938 g/mol. Rumus struktur digoksin adalah sebagai berikut:

4
Nama : 3ß, 5 ß , 12 ß )-3-[(O-2,6-dideoxy- ß -D-ribo- hexopyranosyl-(1?4)-O-2,6-
dideoxy- ß - D-ribo-hexopyranosyl-(1?4)-2,6-dideoxy- ß -D- ribo-exopyranosyl)oxy]-12,14-
dihydroxy-card-20(22)-enolide. C41H64O14
b.Indikasi
Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi).gagal jantung kongestif.
Takikardia supraventrikuler paroksismal. Inj: Gagal jantung dg fibrilasi atrium
c.Kontraindikasi
Takikardia ventrikular & fibrilasi ventrikular. Blok AV komplit & derajat 2. Henti sinus,
sinus bradikardia berlebihan.
d.Dosis
Digitalisasi cepat (24-36 jam) Dewasa 4-6 tab diikuti 1 tab stlh interval yg adekuat s/d
tercapai kompensasi. Anak 25 mcg.kg, ditingkatkan dengan interval s/d kompensasi tercapai.
Pemeliharaan: 10-20 mcg/kg/hr. Digitalisasi lambat (3-5 hari) 2-3 tab/hari dalam dosis terbagi.
Pemeliharaan: 1-3 tab/hr. Inj 0.5-1 mg/hr.
e.Efek samping
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah,
diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia intestinal ;
gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.
a.Farmakodinamik
Gagal jantung kongestif: menghambat pompa Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan
meningkatkan pertukaran natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium
intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular : Secara langsung
menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan periode refractory efektif dan menurunkan
konduksi kecepatn - efek inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan dan

5
menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi dapat menurunkan
sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum konsentrasi digoksin yang lebih tinggi.
b.Farmakokinetik
Digoksin (digoxin) merupakan obat yang diindikasikan untuk penanganan masalah
ritme jantung dan gagal jantung kongestif. Dosis Digoksiin biasanya 0,01-0,02 mg/kg untuk
loading dose 0,125-0,25 mg/hari untuk maintenance, Digoksin adalah obat yang termasuk dalam
indeks terapi sempit, yang berarti bahwa variasi kecil dalam konsentrasi sehingga mengakibatkan
toksik atau sub konsentrasi terapetik. Untuk menjaga konsentrasi dalam rentang terapeutik
diperlukan bioavailabilitas yang konstan dan manajemen terhadap faktor yang mempengaruhi
bioavailibilitas. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi bioavibilitas adalah

 Sifat fisikokimia seperti ukuran partikel dan polimorfose


 bentuk sediaan obat
 jumlah obat yang masuk ke dalam darah
 cara pemberian
 keadaan fisiologis dan patologis yang bervariasi, dapat mempengaruhi bioavailibilitas
respon farmakologi, sensitivitas obat dan interaksi obat yang memerlukan tindakan yang sesuai
dalam pengelolaan dan pemantauan obat.
a.Absorbsi
 Administrasi obat diberikan secara oral tidak terkait dengan usia yang merubah fungsi
gastrointestinal.
 Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa faktor yang berkontribusi pada absorpsi
umumnya bukan pada perubahan fisiologis melainkan adanya berbagai penyakit penyerta.
 Pada orang tua sekresi asam lambung berkurang dan mengurangi keasaman (peningkatan pH)
yang dapat menunda disolusi obat oral.
b.Distribusi
 Distribusi obat pada orang tua bervariasi karena perubahan pada komposisi tubuh dan perfusi
organ penting (karena berkurangnya curah jantung dan peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer).
 Obat larut air (seperti digoksin) akan menunjukkan volume distribusi kecil, peningkatan
konsentrasi plasma dengan berkurangya total air tubuh.
 Volume distribusi sekitar 7,3 L/kg
 Konsentrasi plasma dari 1-2 µg/L batas range terapeutik dan untuk gagal jantung kongestif 0,5-1
µg/L
c.Metabolisme
 Penurunan 35-40 % perfusi hati pada orang tua memiliki dampak yang signifikan pada
pemberian obat ke hati dan digoksin tidak terlalu dipengaruhi oleh first pass metabolism atau
metabolisme hati.
d.Eliminasi
 Digoxin dieliminasi melalui ginjal.
 Penurunan fungsi ginjal dapat meningkatkan toksisitas terhadap digoksin karena merupakan
obat dengan indeks terapeutik yang sempit
 Waktu paruh 1,5-2 hari (36-44 jam)

6
2.AMLODIPINE
Amlodipine adalah obat calcium channel blockers untuk menurunkan tekanan darah
tinggi. Amlodipine bekerja melebarkan pembuluh darah sehingga darah dapat mengalir lebih
mudah. Obat ini dapat digunakan sebagai kombinasi dari obat lain untuk mengobati tekanan
darah tinggi atau digunakan mandiri. Menurunkan tekanan darah tinggi membantu mencegah
stroke, serangan jantung, dan masalah ginjal.
Amlodipine juga digunakan untuk mencegah beberapa jenis nyeri dada (angina). Obat ini
dapat membantu untuk meningkatkan kemampuan Anda untuk berolahraga dan menurunkan
frekuensi serangan angina. Obat ini tidak boleh digunakan untuk mengobati serangan nyeri dada
ketika kondisi tersebut terjadi. Gunakan obat lain (seperti nitrogliserin sublingual) untuk
meringankan serangan nyeri dada seperti yang diarahkan oleh dokter Anda.
a.Struktur kimia dan Rumus kimia

C2OH25CIN205,C6H6035
3-methyl5-methyl12-(2-aminoethoxymethyl)-4-(2-chlorophenyl)1.4 dihydro-6-methyllpyridine
3.5-dicarboxylate monobenzensulphonate.
b.INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

7
Amlodipin adalah obat tekanan darah tinggi (hipertensi). Obat ini adalah obat hipertensi yang
paling sering diresepkan di Indonesia setelah captopril. Terdapat banyak golongan obat
antihipertensi. Amlodipin termasuk ke dalam golongan obat penghambat kanal kalsium.

Selain untuk hipertensi, amlodipin juga diindikasikan untuk penyakit berikut:

1. Penyakit jantung koroner, dan


2. Nyeri dada (angina)
Amlodipin relatif aman dan tidak ada kontraindikasi khusus. Satu-satunya kondisi yang
tidak boleh obat ini diberikan ialah alergi (hipersensitivitas) terhadap amlodipin. Namun
amlodipin perlu pengawasan dokter bila diberikan pada kondisi berikut:
3. Gagal jantung akut;
4. Hipotensi yang disertai gejala seperti pingsan;
5. Bengkak pada kaki yang semakin bertambah;
6. Kelainan fungsi jantung (kardiomiopati hipertrofi);
7. Kelainan fungsi hati;

c. Efek Samping

Secara umum amlodipine tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya. Beberapa
efek samping yang perna dilaporkan ialah :

1. Bengkak (1,8-10,8%) :
Bengkak terutama ditemukan disisi kiri-kanan tulang kering kaki. Bengkak adalah
efek samping yang timbul. Sering kali bengkak pada kaki dikuatirkan pasien
sebagai tanda gagal jantung, namun sebenarnya merupakan efek samping dari
amlodipin.
2. Sakit kepala (7,3%)
3. Lemas (4,5%)
4. Pusing berputar (1,1-3,4%)
5. Mual (2,9%)
6. Nyeri perut(1,6%)

8
7. Mengantuk (1,4%)

d. amlodipin merupakan obat berbentuk tablet dengan sediaan dosis 2,5 mg , 5 mg, dan 10 mg.
amloddipin tersedia luas dalam bentuk obat generik maupun paten. Berbeda dengan captopril,
waktu mulai kerja amlodipin dalam tubuh lebih lama dari pada captopril tapi efeknya dapat
bertahan hingga 24 jam. Dengan demikian, amlodipin cukup diberikan 1 kali sehari, untuk terapi
hipertensi, pertama kali amlodipin diberikan dalam dosis 5 mg sehari, dosis kemudian
ditingkatkan sesuai respon tekanan darah dosis maksimum.

e. Farmakodinamik

Amlodipine merupakan golongan penghambat kanal kalsium generasi kedua dari kelas
1,4 dihidropiridin (DHP). DHP bekerja dengan mengikat situs yang dibentuk dari residu asam
amino pada dua segmen S6 yang berdekatan dan segmen S5 diantaranya dari kanal kalsium
bermuatan di sel otot polos dan jantung. Ikatan tersebut menyebabkan kanal kalsium
termodifikasi ke dalam kondisi inaktif tanpa mampu berkonduksi (nonconducting inactive state)
sehingga kanal kalsium di sel otot menjadi impermeabel terhadap masuknya ion kalsium.
Hambatan terhadap influks ion kalsium ekstraseluler tersebut menyebabkan terjadinya
vasodilatasi, penurunan kontraktilitas miokard, dan penurunan tahanan perifer.Amlodipine
memiliki afinitas lebih tinggi pada kanal kalsium yang terdepolarisasi. Sel otot polos vaskuler
memiliki potensial membran yang lebih terdepolarisasi dibandingkan sel otot jantung sehingga
efek fisiologis amlodipine lebih nyata di jaringan vaskuler dibandingkan di jaringan jantung[3-
5].

f. Farmakokinetik

Aspek farmakokinetik amlodipine mencakup aspek absorbsi, distribusi, metabolisme, dan


ekskresi obat.

9
a. Absorpsi

Amlodipine cepat diserap menyusul konsumsi oral dengan bioavailabilitas hingga


mencapai 64%. Konsentrasi amlodipine dalam plasma mencapai puncaknya 6-12 jam setelah
dikonsumsi setelah melalui metabolisme di hati.

Kadar plasma semakin meningkat dengan penggunaan amlodipine jangka panjang sehubungan
dengan masa paruh eliminasi yang panjang (35-48 jam) dan efek saturasi metabolisme hepatik.
Kadar plasma ini akan stabil setelah pemberian amlodipine secara rutin selama 7-8 hari.

b. Distribusi

Mengingat volume distribusinya yang besar (21,4±4,4 L/kg), amlodipine terdistribusi


masif ke kompartemen jaringan. 93-98% amlodipine dalam plasma terikat dengan protein.

c.Metabolisme

Amlodipine dimetabolisme di hati menjadi bentuk metabolit inaktifnya. Metabolit


amlodipine tidak memiliki aktivitas antagonis kalsium dan hanya sedikit bentuk obat asli yang
diekskresikan melalui urin.

d.Eskresi

Sebagian besar metabolit amlodipine (62% dosis yang dikonsumsi) diekskresikan melalui
urin dan sisanya melalui feses. Terkait besarnya proporsi metabolit yang diekskresikan melalui
urin, pada pasien usia lanjut, bersihan amlodipine dapat mengalami penurunan sehingga
diperlukan penyesuaian dosis [3,6,7].

10
2.3 INTERAKSI OBAT DIGOKSIN DENGAN AMLODIPIN

Digoksin dengan Amlodipin Interaksi terjadi pada proses ekskresi, dimana sekresi aktif
dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran P-glikoprotein
(P-gp). Amlodipin menghambat transporter membran P-glikoprotein (P-gp), sehingga
penghambatan ini menyebabkan digoksin yang diekskresi berkurang. Penurunan ekskresi
digoksin menyebabkan kadar digoksin di dalam darah meningkat.

11
12
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobatan.Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia
atau dengan obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia,
dan obat lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau
hampir bersamaan (Ganiswara, 2000).
Digoksin dengan Amlodipin Interaksi terjadi pada proses ekskresi, dimana sekresi
aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran P-
glikoprotein (P-gp). Amlodipin menghambat transporter membran P-glikoprotein (P-gp),
sehingga penghambatan ini menyebabkan digoksin yang diekskresi berkurang.
Penurunan ekskresi digoksin menyebabkan kadar digoksin di dalam darah meningkat.

3.2.SARAN
Sebaiknya kita lebih banyak mencari informasi tentang obat yang jika dikonsumsi
tidak dapat dikonsumsi secara bersamaan karena dapat menimbulkan efek samping yang
serius.

13
DAFTAR PUSTAKA

Laurence L.B., John S.L., Keith L.P. (2006). Goodman Gilman's The Pharmacological Basis Of
Therapeutics Eleventh Edition. New York. McGraw-Hill Companies. Marie, A.C. et al. (2008).
Pharmacotherapy Principles & Practice. New York. McGraw-Hill Companies. Djamhuri,
Dr.Agus. 1995.

Farmakologi Dengan Terapan Khusus Di Klinik Dan Perawatan. Jakarta: Hipokrates. Gan,
Sulistia. 1987. Farmakologi Dan Terapi Edisi Iii . Jakarta: FKUI. Katzung, Bertram G. 1998.

Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi Vi-Book I.. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mycek, Mary J. dkk. 2001.

Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 11. Jakarta: Widya Medika.. Syamsuir. 1994. Catatan
Kuliah Farmakologi Bagian 11. Jakarta: FKU Sriwijaya.

Ananchenko G, Novakovic J, Lewis J. Amlodipine Besylate. vol. 37. 1st ed. Elsevier Inc.; 2012.
doi:10.1016/B978-0-12-397220-0.00002-7

Tikhonov DB, Zhorov BS. Structural model for dihydropyridine binding to L-type calcium
channels. J Biol Chem 2009;284:19006–17. doi:10.1074/jbc.M109.011296

Zamponi GW, Striessnig J, Koschak A, Dolphin AC. The Physiology , Pathology , and
Pharmacology of Voltage-Gated Calcium Channels and Their Future Therapeutic Potential The
Physiology , Pathology , and Pharmacology of Voltage-Gated Calcium Channels and Their
Future Therapeutic Potential 2015;901758:821–70. doi:10.1124/pr.114.009654

Faulkner J, McGibney D, Chasseaud L, Perry J, Taylor I. The pharmacokinetics of amlodipine


in healthy volunteers after single intravenous and oral doses and after 14 repeated oral doses
given once daily. Br J Clin Pharmacol 1986;22:21–5. doi:10.1111/j.1365-2125.1986.tb02874.x

Meredith PA, Elliott HL. Clinical Pharmacokinetics of Amlodipine. Clin Pharmacokinet


1992;22:22–31. doi:10.2165/00003088-199222010-00003

14
15

Anda mungkin juga menyukai