Anda di halaman 1dari 46

PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.

)
DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI
DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS
DAN RETENSI PROTEIN

SKRIPSI
GIANT NOMAN PRACEKA

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Ringkasan

Giant Noman Praceka. D24103040. 2008. Pemberian Tepung Kencur (Kaemferia


galanga linn.) dalam Ransum Ayam Broiler Rendah Energi dan Protein
Terhadap Energi Metabolis dan Retensi Protein. Skripsi. Program Studi Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS.


Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, MSi.

Kualitas ransum dapat dilihat dari kandungan protein dan energinya. Untuk
mendapatkan kadar protein dan energi yang tinggi dalam ransum, dibutuhkan biaya
produksi yang cukup tinggi. Kencur merupakan salah satu jenis tanaman tradisional
Indonesia yang bisa digunakan sebagai tanaman obat. Tanaman ini bermanfaat untuk
menambah nafsu makan, menghilangkan pegal linu dan memperlancar aliran darah
serta saluran pencernaan. Hal ini dikarenakan pada kencur terdapat beberapa
senyawa aktif saponin, flavonoid, polifenoid dan minyak atsiri yang mempunyai
peranan yang spesifik. Senyawa aktif ini diharapkan dapat menstimulir pencernaan
protein dan energi pada ayam broiler dan menghentikan penggunaan antibiotik
sebagai pemacu pertumbuhan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur energi metabolis dan retensi
nitrogen pada ayam broiler dengan menggunakan ransum yang rendah energi dan
protein. Penelitian ini menggunakan 18 ekor ayam broiler yang berumur 35 hari.
Ransum yang digunakan yaitu ransum basal dengan kandungan energi metabolis dan
protein sebesar 2.800 kkal/kg dan 18 %, serta ransum kontrol dengan penambahan
tepung kencur pada berbagai taraf (0,3; 0,6; 0,9; dan 1,2%). Pengukuran energi
metabolis dan retensi nitrogen menggunakan metode Sibbald (1980) yang telah
dimodifikasi.
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah ekskresi energi, energi
metabolisme, konsumsi nitrogen, ekskresi nitrogen dan retensi nitrogen (daya cerna
protein). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisa sidik ragam
(Analysis of Variance/ ANOVA).
Penambahan tepung kencur memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
nilai retensi nitrogen, nilai Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni
(EMM), Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) dan nilai Energi
Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn). Nilai rataan retensi nitrogen pada
ternak yang diberi ransum dengan penambahan tepung kencur pada level 0; 0,3; 0,6;
0,9 dan 1,2% adalah 36,09; 37,34; 39,42; 42,53 dan 48,78 %. Rataan nilai EMSn
adalah 3.662,65 – 3.880,82 kkal/kg (%BK) dengan rasio EM/EB 0,82 – 0,86.

Kata-kata Kunci : tepung kencur, ransum basal, energi metabolis, retensi nitrogen
ABSTRACT

The Effects of Kaemferia galanga linn Supplementation in Low Dietary Energy


and Protein Broiler diets on Metabolizable Energy and Protein Retention
G. N. Praceka., D. M. Suci and W. Hermana

This experiment examined the effects of Kaemferia galanga linn


supplementation in low dietary protein and energy broiler diets. The treatment diets
containt 2,800 kcal ME/kg and 18% crude protein. Eighteen 35 days old broilers
with average body weight 1,448.21±182.87 g were used in this experiment. Fiveteen
broilers and three broilers were measure their metabolizable and endogenous
energy respectively. The treatment diets were P1 (control diet), P2 (P1 + 0. 3%
kaemferia galanga powder), P3 (P1 + 0. 6% kaemferia galanga powder), P4 (P1 + 0.
9% kaemferia galanga powder) and P5 (P1 + 1.2% kaemferia galanga powder). The
broilers were fasted for 24 hours and feed 2% (1.13 gram) from body weight by
force feeding while water was given ad libitum. The excretas were collected for 24
hours and then analyzed for moisture, crude protein and gross energy. The
metabolizable energy was measured by using Sibbald modification. A Completely
Randomized Design was used, with six treatments and three replications. Data were
analyzed by Variance and differences among treatments were examined with Duncan
test.
The result showed that the treatment was not significantly (P>0.05) influence
the nitrogen retention, Apparent Metabolizable Energy (AME), True Metabolizable
Energy (TME), Nitrogen Corrected Apparent Metabolizable Energy (AMEn), and
Nitrogen Corrected True Metabolizable Energy (TMEn). The nitrogen retention
values of P1, P2, P3, P4 and P5 were 36.09; 37.34; 39.42; 42.53 and 48.78 %.
AMEn values of P1, P2, P3, P4 and P5 were in the range of 3,662.65 - 3,880.82
kcal/kg (%DM) and ME/GE ratio 0.82-0.86.

Key words : kaemferia galanga powder, basal diet , metabolizable energy, nitrogen
retention
PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.)
DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI
DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS
DAN RETENSI PROTEIN

GIANT NOMAN PRACEKA


D24103040

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.)
DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI
DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS
DAN RETENSI PROTEIN

Oleh :
GIANT NOMAN PRACEKA
D24103040

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 02 Oktober 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Dwi Margi Suci, MS. Ir. Widya Hermana, MSi.


NIP. 131 671 592 NIP. 131 999 586

Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc Agr.


NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 04 April 1985 di Bandung, Jawa Barat.


Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Ir. Nara
Antriawibawa dan ibu Lina Mutiarawati.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Wening Sari Subang,
pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Cijambe Subang diselesaikan pada tahun
2000 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMU
Muhammadiyah 1 Bandung. Selama di SMU, Penulis aktif di beberapa organisasi
sekolah antara lain PRAMUKA (Praja Muda Karana), kesenian tradisional (degung
dan teater), IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) dan PMR (Palang Merah
Remaja).
Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003. Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di
Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode
2004-2005 dan 2005-2006 sebagai staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia
(PSDM) serta pernah mengikuti beberapa kepanitiaan kegiatan kampus serta sebagai
finalis PKM tingkat IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen mata kuliah
Aplikasi Komputer untuk Formulasi Ransum dan mata kuliah Teknologi Formulasi
Ransum pada tahun ajaran 2006/2007.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’alamin
Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta izin-Nya bagi Penulis untuk
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemberian Tepung Kencur (Kaemferia
galanga linn.) dalam Ransum Broiler Rendah Energi dan Protein terhadap Energi
Metabolis dan Retensi Protein”, yang disusun berdasarkan penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Mei dan April tahun 2006 di Laboratorium Ilmu Nutrisi
Ternak Unggas dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Tingginya harga bahan baku (raw materials) dari ransum ayam broiler
membuat output cost menjadi sangat tinggi, sehingga dapat menghambat
perkembangan dari peternak-peternak skala kecil dan menengah. Dengan
menurunkan kadar protein dan energi dalam ransum secara otomatis dapat menekan
biaya yang dikeluarkan untuk ransum.
Penambahan tepung kencur dalam ransum sebagai promotor penyerap nutrisi
pakan, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum yang
mengandung kadar protein dan energi yang rendah, sehingga ransum dengan protein
dan energi yang rendah dapat diserap dengan seefisien mungkin, dengan begitu dapat
menurunkan biaya yang dikeluarkan untuk ransum.
Penulis sangat mengharapkan semoga skripsi yang ditulis dapat bermanfaat
untuk Penulis dan semua pihak yang terkait, atas perhatiannya Penulis mengucapkan
terima kasih.
Bogor, Februari 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN.............................................................................................. ii
ABSTRAK................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................. 1
Perumusan Masalah ......................................................................... 2
Tujuan .............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA
Kencur.............................................................................................. 3
Tanaman Herbal .............................................................................. 5
Ayam Broiler ................................................................................... 6
Retensi Nitrogen .............................................................................. 7
Energi Metabolis.............................................................................. 9

METODE

Lokasi dan Waktu ............................................................................ 13


Materi............................................................................................... 13
Ternak .................................................................................. 13
Ransum ................................................................................ 13
Kandang dan Peralatan ........................................................ 14
Prosedur ........................................................................................... 14
Pembuatan Tepung Kencur.................................................. 14
Persiapan Kandang .............................................................. 15
Metode Pengukuran ............................................................. 15
Peubah yang Diukur ............................................................ 16
Rancangan Percobaan .......................................................... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN


Nutrisi Ransum Percobaan ............................................................. 19
Protein dan Energi Bruto Ekskreta ................................................. 20
Retensi Nitrogen .............................................................................. 22
Energi Metabolis.............................................................................. 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...................................................................................... 26
Saran ................................................................................................ 26

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 27


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28
LAMPIRAN................................................................................................. 31
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Retensi Nitrogen dari Beberapa Penelitian .................................. 9


2. Nilai EMSn dari Beberapa Penelitian ................................................... 11
3. Komposisi Ransum Kontrol................................................................... 13
4. Kandungan Nutrisi Ransum Kontrol ..................................................... 14
5. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian dan Rekomendasi SNI 1997 dalam
Direktorat Bina Produksi 1997 ............................................................. 19

6. Kandungan dan Ekskresi Protein serta Energi Bruto Ekskreta


dari Perlakuan ....................................................................................... 21

7. Konsumsi N, Ekskresi N dan Retensi N Setiap Perlakuan……………. 22

8. Nilai Energi Metabolis (Energi Metabolis Semu, Energi


MetabolisMurni, Energi Metabolis Semu terkoreksi Nitrogen, dan
Energi Metabolis Murni terkoreksi Nitrogen) dari ransum broiler
finisher yang diberi tepung
kencur……………………………………............................................ 24
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman

1. Daun dan Rimpang Kencur ..................................................................... 4


2. Skema Penggunaan dan Distribusi Energi............................................... 10
3. Alur Pembuatan Tepung Kencur ............................................................. 14
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Sidik Ragam Rataan Nilai Retensi Nitrogen (g)...................................... 38
2. Sidik Ragam Rataan Nilai Retensi Nitrogen (%) .................................... 38
3. Sidik Ragam Rataan Nilai Ekskresi Nitrogen (g).................................... 38
4. Sidik Ragam Rataan Nilai Ekskresi Nitrogen (%)................................... 39
5. Sidik Ragam Rataan Nilai EMS .............................................................. 39
6. Sidik Ragam Rataan Nilai EMM ............................................................. 39
7. Sidik Ragam Rataan Nilai EMSn. ........................................................... 40
8. Sidik Ragam Rataan Nilai EMMn ........................................................... 40
9. Protein dan Energi Bruto Ekskreta. ......................................................... 40
10. Sidik Ragam Rataan Protein Bahan Kering Ekskreta ........................... 41
11. Uji Lanjut Duncan Protein Bahan Kering Ekskreta .............................. 41
12. Sidik Ragam Rataan Ekskresi Energi ................................................... 41
13. Sidik Ragam Rataan Energi Bruto Ekskreta ......................................... 42
14. Uji Lanjut Duncan Energi Bruto Ekskreta ............................................ 42
15. Sidik Ragam Rataan Ekskresi Energi .................................................. 42
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial
untuk menghasilkan daging dan banyak menarik minat peternak untuk menjalani
bisnis ini, karena ayam broiler mempunyai karakteristik pertumbuhan yang cepat
dalam waktu yang singkat. Umur yang singkat tersebut menyebabkan perputaran
modal menjadi lebih cepat sehingga banyak yang terlibat dalam bisnis ayam broiler
terutama bila permintaan masyarakat akan daging meningkat.
Permasalahan yang sering dihadapi dalam peternakan adalah penyediaan
ransum, yaitu harga ransum yang dihasilkan mahal, karena bahan baku yang
berkualitas mempunyai harga yang cukup tinggi. Ransum mengambil porsi tempat
yang paling besar yaitu 70%-80% dari biaya pemeliharaan, sehingga pihak produsen
ransum mulai berpikir untuk beralih membuat ransum dengan kandungan protein dan
energi yang lebih minimal, tetapi ransum rendah protein dan energi di pasaran belum
memperlihatkan hasil yang memuaskan.
Protein dan energi dalam ransum yang berkurang, menyebabkan ketersediaan
zat nutrisi untuk berproduksi berkurang. Upaya untuk mengatasi hal ini dapat
dikurangi dengan menambahkan tepung kencur yang mempunyai kandungan
beberapa senyawa aktif seperti saponin, flavonoid, polifenoid dan minyak atsiri yang
diduga dapat meningkatkan efisiensi ransum. Penambahan tepung kencur tersebut
pada ransum yang berenergi dan protein rendah diharapkan dapat dicerna
semaksimal mungkin dalam saluran pencernaan ternak ayam broiler.
Kencur merupakan salah satu jenis tanaman tradisional Indonesia yang dapat
digunakan sebagai tanaman obat. Seluruh bagian tanaman kencur dapat digunakan
dalam bentuk segar atau dikeringkan. Tanaman ini bermanfaat untuk menambah
nafsu makan, menghilangkan pegal linu dan memperlancar aliran darah serta saluran
pencernaan. Hal ini dikarenakan pada kencur terdapat beberapa senyawa aktif seperti
saponin, flavonoid, polifenoid dan minyak atsiri yang mempunyai peranan yang
spesifik. Senyawa aktif ini diharapkan dapat menstimulir pencernaan pada ayam
broiler.
Perumusan Masalah
Biaya ransum memegang porsi terbesar untuk biaya pemeliharaan broiler.
Biaya yang dikeluarkan untuk ransum berbanding lurus dengan kandungan protein
dan energi yang digunakan dalam ransum, semakin tinggi protein dan energi yang
digunakan, maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan dalam pembuatan
ransum tersebut. Jika terjadi penurunan porsi energi dan protein dalam ransum akan
menyebabkan efisiensi ransum rendah.
Kencur merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang dipercaya
dapat meningkatkan metabolisme tubuh. Hal ini dikarenakan pada kencur terdapat
zat atau senyawa aktif yang terdiri dari saponin, flavonoid, polifenoid dan minyak
atsiri yang dalam mekanisme kerjanya akan mengurangi populasi bakteri patogen
pada saluran pencernaan dan meningkatkan populasi bakteri non patogen yang
berguna dalam proses penyerapan makanan.
Tepung kencur yang ditambahkan pada ransum ayam broiler rendah protein
dan energi, diharapkan dapat meningkatkan konsumsi, pertambahan bobot badan dan
menurunkan konversi ransum.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur energi metabolis dan retensi
nitrogen ransum ayam broiler yang rendah energi dan protein yang mengandung
tepung kencur.
TINJAUAN PUSTAKA

Kencur (Kaemferia galanga Linn.)


Kencur memiliki nama botani Kaemferia galanga Linn. adalah salah satu
jenis empon-empon/tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan
(Zingiberaceae). Rimpang atau rizoma tanaman ini mengandung minyak atsiri dan
alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan (Wikipedia, 2007). Menurut Rukmana
(1994), tanaman kencur termasuk kedalam famili zingiberaceae dengan sistematika
sebagai berikut kingdom: Plantarum; divisi: Spermatophyta; sub divisi:
Angiospermae; kelas: Monocotyledone; ordo: Zingiberaceae; famili Zingiberaceae;
genus: Kaemferia dan spesies: Kaemferia galanga Linn.
Kencur dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda di berbagai daerah di
Indonesia misalnya kencur (Jakarta, Melayu, Minahasa, Jawa Tengah), cikur
(Sunda), kaciwer (Batak Karo), kapuk (Mentawai), kuncur (Timor), cokur
(Lampung), cangkor (Ambon), sogi (Gorom), cakue (Minangkabau), onegai (Buru),
sikor (Kalimantan Tenggara, Dayak), ceku (Bugis), kencor (Madura), cekuh (Bali),
soku (Bima), humapoto (Gorontalo), tukolo (Buol), ukap (Irian), soulo (Nusa
Tenggara), tadosi (Baree), cakuru (Makasar), soku (Pulau Roti), sukung (Kupang),
suha (Seram Timor) dan kehiro (Seram Selatan), (Heyne, 1987).
Kencur tumbuh hampir menutupi tanah, tidak mempunyai batang.
Rimpangnya bercabang-cabang serta berdesak-desakan. Akar tanaman berbentuk
gelondong yang kadang-kadang berumbi. Setiap tumbuhan berdaun 1-3 helai, tetapi
umumnya dua helai. Daun pendek bertangkai sepanjang 3-10 mm. Helaian daun
berbentuk jorong lebar hampir bundar. Pangkal hampir berbentuk jantung, ujung
lancip, permukaan bagian atas tidak berambut, sedang permukaan bagian bawah
berambut halus. Pinggir daun bergelombang, daun berwarna putih. Bunga
merupakan bunga majemuk. Pembungaan memiliki panjang empat cm dan
membawa 4-12 bunga.
Kelopak bunga berjumlah 2-3 buah, berbentuk tabung dengan panjang kurang
lebih tiga cm, tapi bergerigi. Tajuk bunga berwarna putih, berbentuk tabung, dengan
panjang 2,5-3 cm, ujung berbelah-belah berbentuk pita, panjang 2,4-3,0 cm dan lebar
1,5-3,0 mm. Gambar daun dan rimpang dari kencur dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Daun dan Rimpang Kencur

Menurut Rukmana (1994) kencur mempunyai daya adaptasi yang cukup


tinggi. Tanaman ini mampu tumbuh pada daerah yang mempunyai kondisi iklim
dengan curah hujan 1.500-4.000 mm/tahun, suhu udara 19-30 oC dan ketinggian
tempat 100-700 m dpl. Tanaman kencur membutuhkan naungan ringan untuk
pertumbuhan yang optimal karena bila tanaman yang monokultur, daunnya akan
melipat (menutup pada siang hari), tapi bila naungan terlalu berat (tempat
terlindungi) tanaman hanya akan menghasilkan daun saja.
Tanaman kencur menghendaki tanah yang subur, gembur, di tempat terbuka
dan sedikit ternaungi. Kencur dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik lempung
berpasir jenis mediteran coklat dan grumusol, tanah andosol dan latosol (Rukmana,
1994). Menurut Roemantyo dan Soekarman (1996) bahwa dari peta distribusi tipe
tanah di Jawa, diketahui kencur dapat tumbuh dengan baik di berbagai tipe tanah
yaitu : latosol, regosol, kombinasi antara latosol-andosol dan regosol-latosol.
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri yang mengandung kurang lebih 23
macam senyawa, 17 diantaranya merupakan senyawa aromatik, monoterpena dan
seskuiterpena. Zat kandungan minyak atsiri tersebut antara lain borneol, asam metil
psimarat, ester etil sinamat, penta dekana dan sinamil aldehida. Penelitian
menunjukkan bahwa rimpang kencur memiliki sifat sebagai analgenik (mengurangi
dan menghilangkan nyeri) yang disebabkan oleh senyawa seskuiterpena (Hargono,
1997). Cara kerja dari analgesik dengan mencegah rasa sensitisasi reseptor rasa sakit
terhadap rangsangan mekanik dan kimia pada sub kortikal pada hipotalamus dan
thalamus otak (Mycek et al., 2001). Zat lain yang terkandung didalamnya adalah
mineral sebanyak 13,73%, abu 7,61%, serat kasar 6,25% dan pati 4,14% yang
terkandung dalam bahan kering berkadar air 10% (Wikipedia, 2007).
Puastuti (2001), menyatakan bahwa temulawak dan kunyit mengandung
senyawa kurkuminoid yang dapat merangsang produksi dan sekresi cairan empedu
serta sekresi lipase pankrease ke dalam duodenum untuk penyerapan lemak serta
ekskresi kolesterol melalui feses. Temulawak, kencur dan kunyit yang terkandung
dalam jamu dapat meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan kemampuan
metabolisme tubuh ayam sehingga dapat mempengaruhi peningkatan pembentukan
daging. Hal yang sama dinyatakan oleh Hussain dan Chandrasekhara (1993), bahwa
pemberian ransum yang mengandung kurkumin pada tikus dan anjing mampu
meningkatkan sekresi cairan empedu dan pankreas serta ekresi kolesterol melalui
feses.
Kencur terutama dipakai sebagai rempah-rempah dalam pembuatan berbagai
macam makanan dan sebagai obat-obat (Heyne, 1987). Semua bagian kencur
bermanfaat, yaitu daun yang muda digunakan sebagai lalap dan akar segar kencur
sebagai obat telinga bernanah, tapi yang umum dipakai adalah rimpang yang
digunakan untuk menghilangkan ketombe, membunuh kutu kepala, menambah nafsu
makan, meluruhkan angin, sakit kepala, sakit pinggang, memperlancar peredaran
darah, obat berkumur, obat batuk, obat mual, obat bengkak dan obat bisul.
Pemanfaatan kencur sebagai tanaman obat dapat sebagai obat luar yang
dioleskan pada bagian sakit, yang bengkak dan rematik otot. Kencur yang dicampur
dengan beras, digunakan untuk menghilangkan keringat (Heyne,1987). Kandungan
kurkumin pada kencur juga mempunyai aktivitas biologis berspektrum luas, seperti
anti inflamasi, anti bakteri, dan anti oksidan. Kurkumin mempunyai rumus molekul
C22H22O6 dengan berat molekul 368,37 (Sidik et al., 1995).
Kencur juga digunakan sebagai obat dalam yakni jika digunakan melalui
kerongkongan. Rimpang kencur memiliki sifat sebagai stimulan, sehingga dapat
digunakan sebagai tonika yang berarti memberikan tambahan energi pada tubuh
(Hargono, 1997).

Tanaman Herbal
Tanaman herbal yang bermanfaat banyak, sehingga membuat para ilmuwan
mencari dan menelaah, serta meneliti mengenai kandungan, khasiat dan segala
sesuatu yang terkait dengan tanaman herbal. Tanaman dengan ordo atau famili
Zingiberaceae pada umumnya mempunyai kandungan nutrien dan khasiat yang
sama. Kandungan kimia yang umum terkandung dalam tanaman tersebut adalah
minyak atsiri, pati, dan kurkumin.
Menurut Liang et al. (1985) komponen terpenting dari temulawak adalah
kurkuminoid dan minyak atsiri, kadar kurkuminoid dan minyak atsiri dalam tepung
temulawak adalah 3,16% dan 15,5%. Zat kurkumin yang terdapat didalamnya
mempunyai khasiat anti bakteri dan dapat merangsang dinding kantung empedu
untuk mengsekresi cairan empedu supaya kerja pencernaan lebih optimal dan cepat.
Purseglove et al. (1981) menyatakan bahwa kurkumin merupakan turunan dari
diferuloil metan yang tidak menguap pada pemanasan, disamping itu kurkumin
merupakan bis-fenolik yang berfungsi sebagai anti mikroba. Menurut Lukman dan
Silitonga (1985) temulawak (Curcuma xanthorhiza, Roxb) banyak digunakan
sebagai obat tradisional, mempunyai khasiat obat sebagai tonikum (obat kuat),
menyembuhkan TBC (Tuberculosis), gangguan pencernaan dan aliran seni,
memperlancar aliran darah dan cairan empedu yang tersumbat.
Tanaman herbal lain yang mempunyai khasiat yang sama dengan kencur
adalah kunyit (Curcuma domestica, Val). Kunyit memiliki kandungan berbagai
komponen kimia, antara lain kurkumin, minyak atsiri, pati, zat pahit, resin dan
beberapa mineral (Winarto, 2003). Kurkumin dalam kunyit lebih tinggi dari
temulawak. Kurkumin dapat meningkatkan nafsu makan karena kurkumin dapat
mempercepat pengosongan isi lambung, semakin tinggi taraf temulawak dalam
ransum, maka persentase karkas semakin meningkat (Damayanti, 2005).
Suwanto (1983) menyatakan bahwa kurkumin dapat menghambat bakteri
gram positif karena kurkumin sebagai senyawa fenolik yang memiliki sifat merusak
dan menembus dinding sel bakteri kemudian mengendapkan protein sel mikroba
sehingga merupakan racun bagi protoplasma.

Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan ayam yang telah mengalami seleksi genetik
(breeding) sebagai penghasil daging dengan pertumbuhan yang cepat sehingga waktu
pemeliharaan lebih singkat, pakan lebih efisien dan produksi daging tinggi
(Ensminger, 1991). Selain itu menurut Amrullah (2004) broiler adalah ayam yang
dikhususkan untuk produksi daging dengan pertumbuhan yang sangat cepat, dalam
kurun waktu 6-7 minggu ayam akan tumbuh 40-50 kali dari bobot awal dan pada
minggu-minggu terakhir, broiler tumbuh sebanyak 50-70 g per hari. Bobot hidup 2,1
kg dicapai pada umur enam minggu untuk ayam broiler jantan dan 1,7 kg untuk
ayam broiler betina pada tahun 1994, sedangkan pada tahun 1984 dicapai pada umur
tujuh minggu pada program pemberian ransum yang sama (National Research
Council, 1994).
Scott et al. (1982) merekomendasikan tiga periode pemeliharaan ayam broiler
sesuai dengan kebutuhan zat makanannya yaitu pada periode pre-starter (0-2
minggu) ransum yang diberikan mengandung 23,2%-26,5% protein dengan energi
3.000 kkal/kg, pada periode grower (2-6 minggu) ransum yang diberikan
mengandung protein 19,5%-22,7 % dengan energi metabolis 2.800-3.200 kkal/kg,
sedangkan pada periode finisher (enam minggu hingga dipasarkan) ransum yang
diberikan mengandung 18,1%-21,2% protein dengan energi metabolis 2.900-3.400
kkal/kg. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebutuhan zat nutrisi pada periode pre-
starter (0-2 minggu) adalah pada kandungan energi dalam ransum sebesar 3.000
kkal/kg dan membutuhkan protein sebesar 24,8%, sedangkan pada periode grower
(2-6 minggu ) kandungan energi yang dibutuhkan adalah sebesar 3.000 kkal/kg dan
protein sebesar 20,6%.
Menurut Scott et al. (1982) batas terendah kandungan energi dalam ransum
adalah 2.600 kkal/kg untuk pemeliharaan pada suhu rendah dan 2.400 kkal/kg untuk
pemeliharaan pada suhu tinggi. Pada kandungan energi tersebut ternak dapat
memenuhi kebutuhan maintenance tanpa dapat memenuhi kebutuhan produksi. Jika
level energi yang diberikan berada di bawah kebutuhan untuk maintenence, maka
ternak akan kehilangan bobot badan karena penggunaan protein tubuh atau jaringan
untuk mendapatkan energi metabolisme tubuh, bahkan dapat menyebabkan kematian
pada ternak.

Retensi Nitrogen
Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai
nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen
endogenus (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Menurut Wahju (1997) tingkat retensi
nitrogen bergantung pada konsumsi nitrogen dan energi metabolis ransum, akan
tetapi peningkatan energi metabolis ransum tidak selalu diikuti oleh peningkatan
retensi nitrogen. Konsumsi nitrogen yang meningkat diikuti dengan peningkatan
retensi nitrogen, akan tetapi tidak selalu diikuti dengan peningkatan bobot badan, jika
energi ransum rendah. Pada tingkat protein yang sama, pertambahan bobot badan
meningkat dengan energi dalam ransum yang semakin tinggi. Peningkatan retensi
nitrogen berarti semakin banyak nitrogen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak
(Wahju, 1997).
Retensi nitrogen dapat bernilai positif atau negatif yang dipengaruhi oleh
konsumsi nitrogen (Wahju, 1997). Apabila nitrogen yang dikonsumsi lebih besar
daripada nitrogen yang diekskresikan, berarti hewan tersebut dalam keadaan retensi
nitrogen yang positif, sedangkan retensi nitrogen yang negatif terjadi apabila
nitrogen yang dikonsumsi lebih kecil daripada nitrogen yang diekskresikan (Wahju,
1997). Nilai retensi nitrogen positif berarti ternak tersebut mendapatkan pertambahan
bobot badan karena tenunan ototnya bertambah. Nilai retensi nitrogen yang tinggi
dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi ternak (Anggorodi, 1994). Retensi
nitrogen negatif menunjukkan ternak telah kehilangan nitrogen dan kejadian ini tidak
selalu ditunjukkan dengan penurunan bobot badan, terutama jika energi dalam
ransum tinggi (Lloyd et al., 1978).
Scott et al. (1982) menyatakan kualitas protein dapat diukur melalui retensi
nitrogen atau satu satuan seperti nilai biologis, rasio effisiensi protein, dan neraca
nitrogen. Nitrogen yang diretensi lebih banyak dalam tubuh ternak akan
mengakibatkan ekskreta mengandung sedikit nitrogen urin dan energi yang lebih
kecil dibandingkan dengan ternak yang tidak merentensi nitrogen (National Research
Council, 1994). Nilai retensi bervariasi untuk masing-masing unggas, tergantung dari
kemampuan unggas untuk menahan nitrogen di dalam tubuh dan tidak dikeluarkan
sebagai nitrogen dalam urin dan feses (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Nilai retensi
dari berbagai penelitian disajikan dalam Tabel 1.
Sutardi (1980) menyatakan bahwa tidak semua nitrogen yang dikonsumsi
dapat diretensi, tetapi sebagian dibuang melalui feses dan urin, sedangkan nitrogen
yang diekskresikan tidak semua berasal dari nitrogen bahan makanan yang tidak
diserap tetapi berasal dari peluruhan sel mukosa usus, empedu maupun saluran
pencernaan. National Research Council (1994) menjelaskan bahwa jika nitrogen
tidak diretensi, maka nitrogen akan muncul sebagai asam urat dengan nilai koreksi
sebesar 34,4 kj/g atau 8,22 kkal/g. Retensi nitrogen yaitu nilai energi yang dihasilkan
ketika asam urat dioksidasi secara sempurna.

Tabel 1. Nilai Retensi Nitrogen (RN) dari Beberapa Penelitian


No Perlakuan Nilai RN (%) Sumber
Dedak gandum hasil olahan enzim kasar
1 80,69 Dinata (2003)
Trichoderma viridae
Dedak gandum hasil olahan enzim kasar
2 83,69 Dinata (2003)
Aspergillus niger
Suspensi 1% teh fermentasi kombucha
3 54,06 Prasetyo (2002)
dalam air minum
Rismawati
4 Suspensi 10% bungkil inti sawit 85,48
(2007)

Energi Metabolis
Energi metabolis adalah perbedaan antara kandungan energi bruto pakan atau
ransum dengan energi bruto yang dikeluarkan melalui ekskreta (Sibbald, 1980).
Kebutuhan energi dijadikan standar dalam penyusunan ransum, sehingga
pengetahuan akan kandungan energi bahan baku secara kuantitatif sangatlah penting
(Mc Donald et al., 1995). Penentuan kandungan energi metabolis bahan makanan
secara biologis dilakukan pertama kali oleh Hill et al. (1960). Metode Hill pada
dasarnya mengukur konsumsi energi dengan energi ekskreta.
Nilai energi metabolis antara lain dipengaruhi oleh kandungan energi bruto
dalam pakan atau ransum, jumlah ransum yang dikonsumsi dan jumlah ternak
(Storey dan Allen, 1982). Penghitungan energi metabolis dalam pakan sangat penting
karena dapat memperkirakan keuntungan dalam pemeliharaan ternak unggas
komersil. Farrell (1978) mengembangkan suatu metode yang hampir sama untuk
menentukan energi metabolis semu (EMS), hanya berbeda cara pemberian pakannya.
Ayam yang digunakan juga tidak memerlukan pemulihan kondisi. Metode Farrell ini
lebih memperhatikan kesejahteraan hewan karena tidak ditemukan unsur pemaksaan.
Kelebihan dari metode Sibbald diantaranya adalah jumlah bahan makanan uji yang
dibutuhkan sedikit, melibatkan sedikit analisis kimia, waktu singkat dan biaya yang
murah (Farrell, 1978).
Menurut Sibbald (1980) selain dipengaruhi oleh jumlah ransum yang
dikonsumsi, energi metabolis juga dipengaruhi oleh kemampuan ternak untuk
memetabolis ransum di dalam tubuh. Energi yang dikonsumsi oleh ternak (dari
ransum) akan menjadi energi dapat dicerna dan sisanya dibuang dalam kotoran
(feses). Selanjutnya, energi dapat dicerna dan dirombak menjadi energi metabolis
serta energi dalam urin. Energi metabolis akan diubah menjadi panas dari proses
metabolisme zat-zat makanan dan energi netto. Energi netto oleh tubuh digunakan
untuk hidup pokok dan kebutuhan produksi (Wahju, 1997). Untuk setiap bahan
makanan minimal memiliki empat nilai energi yaitu energi bruto (gross energy atau
combustible energy); energi dapat dicerna; energi metabolis dan energi netto (Wahju,
1997). Skema penggunaan dan distribusi energi pada unggas dapat dilihat pada
Gambar 2.

Energi Bruto Dalam Makanan yang Dikonsumsi

Energi dalam feses Energi dapat dicerna

Energi dalam urin Energi metabolis

Panas dari metabolisme Energi netto


Zat-zat makanan (Produktif)

Untuk hidup pokok Untuk produksi


a. Metabolisme basal a. Pertumbuhan
b. Aktivitas b. Lemak
c. Mengatur panas badan c. Telur
d. Energi untuk mengatur d. Bulu
e. Kerja

Gambar 2. Skema Penggunaan dan Distribusi Energi pada Unggas

Kelebihan energi tidak dikeluarkan dari tubuh hewan, oleh karena itu, yang
paling effisien dalam pemberian makanan pada ayam adalah seimbang antara tingkat
energi dan zat-zat makanan lain (Wahju, 1997). Dalam penentuan energi metabolis
perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi, karena kemampuan ternak
dalam memanfaatkan energi bruto dari protein pakan sangat bervariasi (McDonald et
al., 2002). Koreksi terhadap nitrogen dengan cara mengkonversi energi (faktor
koreksi) yang berasal dari nitrogen komponen karbohidrat sebesar 8,22 kkal/g yang
keluar sebagai asam urat jika dioksidasi secara sempurna (Sibbald,1980). Menurut
National Research Council (1994) bahwa nitrogen yang tidak diretensi akan berubah
menjadi asam urat, sehingga setiap gram nitrogen yang diretensi unggas setara
dengan 8,22 kkal. Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) energi metabolis
dinyatakan dengan empat peubah, yaitu energi metabolis semu (EMS), energi
metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), energi metabolis murni (EMM) dan
energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn).
Nilai EMM selalu lebih besar dari EMS karena oleh energi endogenous yang
diperhitungkan sebagai faktor koreksi pada EMM (Sibbald, 1980). Energi
endogenous terdiri akan metabolic faecal dan endogenous urinary yang berasal dari
katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup pokok pada saat dipuasakan dan
sebagian lagi berasal dari produk akhir yang mengandung nitrogen (Wolynetz dan
Sibbald, 1984). EMS tidak memperhitungkan metabolic faecal dan endogenous
urinary (Sibbald, 1989). Nilai EMSn dan EMMn merupakan nilai energi metabolis
yang dikoreksi dengan nitrogen, sehingga nilainya lebih kecil dari EMS dan EMM.

Tabel 2. Nilai EMSn dari Beberapa Penelitian


Nilai EM Nilai EB Rasio
No Perlakuan Sumber
(kkal/kg) (kkal) EM/EB
Suspensi 1% teh fermentasi
1 3.546,81 4.606,25 0,77 Prasetyo (2002)
kombucha dalam air minum

2 Silase pakan komersil 3.295,12 4.845,76 0,68 Widiarti (2006)

Suspensi 10% bungkil inti Rismawati


3 3.797,61 4.807,10 0,79
sawit (2007)

Suspensi 10% bungkil jarak Rismawati


4 3.395,50 4.651,37 0,73
kaliki (2007)

Energi bruto yang dikandung dalam pakan tidak menjamin terpenuhinya


kebutuhan energi ternak, karena zat anti nutrisi yang dikandung tidak dapat
seluruhnya dicerna dan diserap tubuh (Pond et al., 1995). Kecernaan energi
metabolis antara lain dipengaruhi oleh kandungan energi zat makanan atau ransum,
jumlah ransum yang dikonsumsi dan jenis ternak (Storey dan Allen, 1982). Energi
metabolis dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan disajikan pada Tabel 2.
Storey dan Allen (1982) menyatakan bahwa semakin tinggi konsumsi energi
pada unggas, maka energi metabolis semakin tinggi, akan tetapi ini tidak
berpengaruh terhadap rasio EM/EB. Hal ini dikarenakan nilai energi metabolis antara
lain dipengaruhi oleh kandungan energi bruto dalam pakan atau ransum, jumlah
ransum yang dikonsumsi dan jumlah ternak (Storey dan Allen, 1982).
METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2006. Penelitian
dilakukan di laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan Fakultas Peternakan dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (Pusat Antar Universitas), Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan 18 ekor ayam broiler berumur 35 hari dengan


rataan bobot badan 1.462 g ±165,62 yang dibagi dalam lima taraf perlakuan, tiga
ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari satu ekor serta tiga ekor ayam
untuk pengukuran energi dan protein endogenus.

Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian yaitu ransum yang mengandung
energi metabolis 2.800 kkal/kg dan protein kasar 18% yang digunakan sebagai
kontrol. Ransum kontrol yang dicampur dengan tepung kencur pada berbagai level
digunakan untuk perlakuan selanjutnya.
Komposisi bahan makanan dalam ransum kontrol yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 3 dan kandungan nutrisi dari ransum perlakuan disajikan pada
Tabel 4.

Tabel 3. Komposisi Ransum Kontrol


Bahan Makanan Jumlah (%)
Jagung kuning 55
Dedak padi 13
Bungkil kedele 15
Bungkil kelapa 3,96
Tepung ikan 8
Minyak 1,5
DCP 3
Metionin 0,04
Premiks 0,5
Jumlah 100
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Ransum Kontrol
Nutrisi Jumlah
Bahan Kering (%) 85,37
Energi Bruto (kkal) 3.835
Protein kasar (%) 17,73
Lemak kasar (%) 4,37
Serat kasar (%) 4,29
Kalsium (%) 1,22
Fosfor (%) 1,05
Lysin (%) 1,00*)
Methionin (%) 0,41*)
Ket : *) hasil perhitungan; Sumber : Hasil analisa Lab. PAU, IPB (2006)

Kandang dan Peralatan


Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang metabolis
sebanyak 18 buah yang telah dilengkapi dengan plastik penampung ekskreta dan
tempat air minum. Peralatan lain yang digunakan yaitu kandang cage, freezer, oven,
timbangan, mortar, plastik sampel, spidol, kertas label, alumunium foil, dan corong.

Prosedur
Pembuatan Tepung Kencur
Kencur segar yang masih kotor dicuci untuk menghilangkan kotoran atau
tanah yang menempel pada rimpang kencur. Setelah pencucian, kencur yang bersih
diiris dengan ketebalan yang sama dengan tujuan untuk mempercepat pengeringan.
Kemudian dikeringkan dengan cara pengovenan pada suhu 60 oC selama 24 jam.
Rimpang kencur yang sudah kering, kemudian digiling untuk mendapatkan tepung
kencur. Prosedur pembuatan tepung kencur dapat dilihat pada Gambar 3.

Kencur segar

Pencucian sampai bersih

Pengirisan dengan ketebalan yang sama

Pengovenan selama 24 jam pada suhu 60 oC

Kencur yang kering digiling dengan Hammer Mill

Tepung kencur
Gambar 3. Alur Pembuatan Tepung Kencur
Persiapan Kandang
Kandang metabolis yang digunakan dibersihkan dan didesinfeksi terlebih
dahulu dengan mengggunakan desinfektan. Hal ini dimaksudkan agar ayam tidak
terkena bibit penyakit dari lingkungan sebelumnya. Tempat air minum juga
didesinfeksi untuk menghindari kontaminasi bakteri pada ayam percobaan.

Metode Pengumpulan Sampel


Metode ini dibagi dalam tiga periode. Periode pertama, yaitu masa istirahat
ayam. Pada masa ini sebelum ayam ditempatkan pada kandang cage, terlebih dahulu
bobot badan ayam percobaan ditimbang untuk melihat performa sebelum perlakuan.
Kemudian ayam dipelihara seperti biasa pada kandang cage selama 24 jam untuk
proses adaptasi lingkungan.
Masa kedua yaitu masa pemuasaan ayam. Periode pemuasaan ayam yaitu
penghentian pemberian pakan tanpa memberhentikan pemberian air minum yang
bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan dari sisa-sisa pakan sebelumnya.
Pemuasaan ini dilakukan selama 24 jam untuk memastikan pakan sebelumnya tidak
terdapat di saluran pencernaan. Ketiga adalah Periode pemberian perlakuan. Pada
masa ini setelah ayam dipuasakan, kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot
ayam setelah pemuasaan. Kemudian dilakukan pemberian pakan ke ayam dengan
cara pencekokan atau pemaksaan sebanyak 2% (persen) dari bobot badan ayam
sebelum pemuasaan atau setara dengan 29 g ransum. Setelah itu ayam dimasukkan
dalam kandang metabolis yang sudah dilengkapi dengan plastik penampung
ekskreta. Penampungan ekskreta dilakukan selama 24 jam dan dilakukan
penyemprotan H2SO4 0,01N setiap dua jam untuk menghindari penguapan nitrogen
(N) yang menghasilkan amonia. Sampel ekskreta yang diperoleh disimpan dalam
freezer selama 24 jam untuk mencegah dekomposisi oleh mikroorganisme.
Ekskreta yang dikumpulkan dikeluarkan dari freezer dan dilakukan proses
thawing untuk mencarikan ekskreta yang sudah beku. Ekskreta yang sudah dithawing
kemudian dikeringkan dalam oven 60 0C untuk mendapatkan sampel kering yang
akan digunakan untuk analisis kadar air ekskreta, protein ekskreta dan energi
metabolis.
Peubah yang Diukur

1. Protein Bahan Kering (%BK)


Protein (%BK) adalah hasil perkalian antar bahan kering ekskreta dengan
protein kasar ekskreta.

2. Ekskrei Protein (g)


Ekskresi merupakan hasil perkalian berat ekskreta dengan protein ekskreta

3. Energi Bruto (%BK)


Energi bruto (%BK) adalah hasil perkalian antar bahan kering ekskreta
dengan energi bruto ekskreta.

4. Ekskresi Energi (kkal)


Ekskresi energi merupakan hasil perkalian berat ekskreta dengan kandungan
energi ekskreta.

5. Konsumsi Energi (kkal/kg)


Konsumsi energi diperoleh dengan mengalikan jumlah pakan yang
dikonsumsi dengan jumlah energi yang dikonsumsi.
Konsumsi energi = Konsumsi pakan x Energi pakan

6. Energi Metabolis (kkal/kg)


Energi metabolis merupakan selisih dari jumlah energi yang dikonsumsi
dengan jumlah energi yang dikeluarkan melalui ekskreta. Menurut Sibbald
dan Wolynetz (1985) pengukuran energi metabolis dapat dihitung
berdasarkan :
Energi Metabolis Semu (EMS) (kkal/kg)
(EBpxX) − (EBexY)
EMS = x1000
X
Energi Metabolis Murni (EMM) (kkal/kg)
(EBpxX) − ((EBexY) − (EBkxZ))
EMM = x 1000
X
Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) (kkal/kg)
(EBpxX) − ((EBexY) + (8,22xRN))
EMSn = x 1000
X
Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) (kkal/kg)
(EBpxX) − ((EBexY) − (EBkxZ) + (8,22xRN))
EMMn = x 1000
X
Keterangan :
EBp = energi bruto pakan (kkal/kg)
EBe = energi bruto ekskreta (kkal/kg)
EBk = energi bruto endogenus (kkal/kg)
X = jumlah pakan yang dikonsumsi (gram)
Y = jumlah ekskreta (gram)
Z = Berat ekskreta endogenus (gram)
RN = Retensi nitrogen (gram)
8,22 = Nilai nitrogen saat teroksidasi sempurna

7. Konsumsi Nitrogen (gram)


Konsumsi nitrogen diperoleh dengan cara mengalikan jumlah konsumsi
bahan pakan dengan kandungan nitrogen ransum perlakuan.
Konsumsi Nitrogen (g) = Konsumsi bahan pakan (g) x Kandungan N pakan

8. Ekskresi Nitrogen (gram)


Nilai ini diperoleh dengan mengalikan jumlah ekskreta dengan kandungan
nitrogen pada ekskreta.
Ekskresi Nitrogen (g) = Jumlah Ekskreta (g) x Kandungan N ekskreta
Atau dalam satuan persen
Ekskresi N (g)
Ekskresi Nitrogen (%) = x 100%
Konsumsi N (g)

9. Retensi Nitrogen
Retensi nitrogen yang dihitung merupakan selisih jumlah nitrogen
yang dikonsumsi dengan jumlah nitrogen yang dikeluarkan, yang dikoreksi
dengan nitrogen endogenus.
Retensi Nitrogen (RN) (g)

RN = NP − NE

Retensi Nitrogen (%)

NP − NE
RN = x100 %
NP

NP = Jumlah nitrogen yang dikonsumsi (g)


NE = Jumlah nitrogen yang diekskresikan (g) – nitrogen endogenus (g)

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 taraf perlakuan dan 3 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri
dari 1 ekor ayam. Model matematikanya adalah :

Yij = µ + αi + εij

Keterangan :
Yij = Respon percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
μ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan sidik
ragam (Analysis of Variance/ANOVA) dan jika berbeda nyata atau sangat nyata
dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
Ransum yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah :
P1 = Ransum kontrol
P2 = Ransum P1 + tepung kencur 0,3%
P3 = Ransum P1 + tepung kencur 0,6%
P4 = Ransum P1 + tepung kencur 0,9%
P5 = Ransum P1 + tepung kencur 1,2%
HASIL DAN PEMBAHASAN

Nutrisi Ransum Percobaan


Ransum yang mempunyai kandungan energi dan protein yang normal pada
ransum ayam broiler adalah ransum yang dapat mencukupi kebutuhan pokok dan
kebutuhan produksi dari tenak tersebut. Ransum percobaan (P1, P2, P3, P4, dan P5)
memiliki kandungan energi metabolis 2.800 kkal/kg dan protein sebesar 18%.
Ransum broiler menurut Direktorat Bina Produksi (1997) harus mengandung energi
metabolis sebesar 2.800-3.200 kkal/kg dan protein kasar sebesar 18-23%. Pada
penelitian ini ransum yang digunakan mengandung energi metabolis sebesar 2.800
kkal/kg dan protein kasar 18% yang merupakan batas terendah dari ketetapan SNI
dengan kondisi nutrisi ransum penelitian sesuai dengan SNI (Tabel 5). Penggunaan
energi dan protein pada batas terendah ini bertujuan untuk menekan biaya produksi
yang digunakan untuk ransum yang mengambil porsi pengeluaran yang sangat besar,
sehingga biaya ransum merupakan hal utama yang paling diperhatikan oleh para
peternak untuk dapat diturunkan (Amrullah, 2004).

Tabel 5. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian dan Rekomendasi SNI


dalam Direktorat Bina Produksi 1997
Nutrisi SNI Ransum Kontrol
Protein kasar (%) 18,00-22,00 17,73*
Lemak kasar (%) 2,00-7,00 4,37*
Serat kasar (maksimum) (% ) 5,50 4,29*
Kalsium (%) 0,90-1,20 1,22*
Fosfor (%) 0,70-1,00 1,05*
Methionin (minimum) (%) 0,10 0,41**
Lysin (minimum) (%) 0,90 1,00**
Energi Bruto (kkal/kg) - 3.835*
Energi Metabolis (kkal/kg) 2.800-3.200 -
Sumber : Berdasarkan rekomendasi SNI (1997), *) adalah hasil analisis proksimat laboratorium
PAU 2006 dan **) hasil perhitungan

Berdasarkan Tabel 5, terlihat adanya persamaan kandungan zat nutrisi


ransum yang direkomendasikan oleh Direktorat Bina Produksi dalam SNI dan
kandungan zat nutrisi ransum kontrol. Kandungan lysin dan methionin pada ransum
penelitian adalah 1% dan 0,41% yang masih dalam batas penggunaan normal yang
ditentukan oleh SNI 1997 untuk lysin dan methionin minimal adalah 0,9% dan 0,1%.
Dengan demikian ternak tidak mengalami defisiensi asam amino esensial lysin dan
methionin.
Imbangan energi metabolis–protein (EM/P) yang merupakan rasio kandungan
energi metabolis (kkal/kg) dan protein ransum (%) juga harus diperhatikan dalam
penyusunan ransum. Imbangan EM/P ransum kontrol masih dalam batas normal
untuk ransum finisher karena menurut SNI dalam Direktorat Bina Produksi (1997)
nilai imbangan energi/protein (EM/P) untuk ransum finisher adalah 145,45 - 155,56.
Imbangan energi/protein ransum penelitian ini lebih besar dari imbangan EM/P
ransum penelitian Hapsari (2006) yang berkisar ±142,59. Menurut Scott et al. (1982)
ransum yang mengandung energi metabolis dan protein rendah akan menghasilkan
nilai konversi ransum yang tinggi. Untuk itu, zat nutrisi yang terkandung dalam
ransum tentunya harus dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dari ternak tersebut.
Kandungan nutrisi ransum penelitian disajikan pada Tabel 5.

Protein dan Energi Bruto Ekskreta


Kadar protein kasar ekskreta (%BK) menurut hasil sidik ragam dan uji lanjut
Duncan, diperoleh hasil yang sangat berbeda (P<0,01) antara tiap perlakuan. Nilai
rataan protein dan energi bruto ekskreta tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 pakan antara P4 dan P5, kandungan protein kasar
ekskreta tidak berbeda dan terlihat lebih kecil dari P2 dan P3, sedangkan P1 sangat
nyata lebih besar dari nilai semua perlakuan. Peningkatan taraf penambahan tepung
kencur pada ransum rendah energi dan protein memberikan efek menurunkan kadar
protein kasar yang ada pada ekskreta tetapi jumlah protein yang diekskresikan tidak
berbeda. Hal ini dapat dilihat dengan taraf pemberian tepung kencur pada 0,6; 0,9
dan 1,2% dalam ransum, akan mengakibatkan semakin kecilnya nilai protein yang
ada di ekskreta (protein %BK). Penurunan nilai tersebut terlihat sangat nyata pada
taraf pemberian tepung kencur 0,9 dan 1,2%.
Nilai tersebut setara dengan kadar protein bahan kering ekskreta yang
menggunakan ransum limbah restoran sebagai pengganti dedak padi sebanyak 12%
sebesar 46,38% (Hapsari, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung
kencur pada level 0,9% dan 1,2% mempunyai pengaruh yang sama dengan
pemakaian limbah restoran sebanyak 12% dari total komposisi ransum. Akan tetapi,
perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap ekskresi protein
bahan kering.

Tabel 6. Kandungan dan Ekskresi Protein serta Energi Bruto Ekskreta dari
Perlakuan
Ekskresi Protein Energi Bruto (%BK) Ekskresi Energi
Perlakuan Protein (%BK)
(g) (kkal/kg) (kkal)
58,58± 7,07± 2.355,28± 28,21±
P1
3,31A 1,28 313,32A 4,48
54,23± 6,99± 2.115,55± 27,20±
P2
1,36AB 0,98 252,08A 4,73
52,05± 6,84± 1.876,39± 24,19±
P3
1,14B 2,67 168,03AB 8,50
46,49± 6,62± 1.515,41± 21,49±
P4
1,70C 0,42 148,47B 0,92
43,35± 6,18± 1.392,54± 19,62±
P5
0,40C 1,21 154,50B 2,23
Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada
kolom yang sama.
P1 = Ransum Basal (Kontrol)
P2 = P1 + 0,3% Tepung Kencur
P3 = P1 + 0,6% Tepung Kencur
P4 = P1 + 0,9% Tepung Kencur
P5 = P1 + 1,2% Tepung Kencur

Puastuti (2001), menyatakan bahwa temulawak, kencur dan kunyit yang


terkandung dalam jamu dapat meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan
kemampuan metabolisme tubuh ayam sehingga dapat mempengaruhi peningkatan
pembentukan daging. Semakin meningkatnya level pemberian tepung kencur dalam
ransum ayam broiler akan menurunkan kandungan protein kasar dalam ekskreta.
Pada Tabel 6, terlihat bahwa nilai energi bruto P4 dan P5 menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata lebih kecil (P<0,01) dibandingkan P1 dan P2.
Penambahan tepung kencur pada level 0,9% (P4) dapat menurunkan energi bruto
ekskreta dengan sangat nyata sebesar 478,89 kkal dari kontrol, tetapi ekskresi energi
bruto tidak nyata, hal ini disebabkan karena berat ekskreta dari masing-masing
perlakuan berbeda, yang dapat mempengaruhi nilai ekskresi energi. Dinata (2003)
menyatakan bahwa nilai ekskresi energi merupakan acuan dari seberapa besar jumlah
pakan yang dapat dicerna. Jika semakin kecil nilai ekskresi energinya maka semakin
besar nilai kecernaannya.
Nilai ekskresi energi pada penambahan tepung kencur dengan taraf 0,3% (P2)
mempunyai nilai yang hampir sama dengan nilai ekskresi energi ransum komersil
pada penelitian Widiarti (2006) yang mempunyai nilai sebesar 26,18 kkal. Nilai
tersebut juga hampir sama dengan penelitian Hapsari (2006) yang menggunakan
ransum subtitusi dedak padi dengan limbah restoran sebanyak 12% yang bernilai
26,34 kkal.

Retensi Nitrogen
Banyaknya nitrogen yang diretensi dalam tubuh ternak akan mengakibatkan
ekskreta mengandung sedikit nitrogen urin dan energi yang lebih kecil dibandingkan
dengan ternak yang tidak merentensi nitrogen (National Research Council , 1994).
Penambahan tepung kencur 0,3-1,2% dalam ransum terhadap retensi N
ransum ayam broiler finisher dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Konsumsi N, Ekskresi N dan Retensi N setiap perlakuan


Peubah
Perlakuan
Konsumsi N (g) Ekskresi N (g) Ekskresi N (%) Retensi N (g) Retensi N (%)
P1 1,13 0,72±0,20 63,91±18,15 0,41±0,20 36,09±18,15
P2 1,13 0,71±0,16 62,66±13,82 0,42±0,16 37,34±13,82
P3 1,13 0,68±0,43 60,58±37,90 0,44±0,43 39,42±37,90
P4 1,13 0,65±0,07 57,47±5,98 0,48±0,07 42,53±5,98
P5 1,13 0,58±0,19 51,27±17,14 0,55±0,19 48,78±17,14
Keterangan : P1 = Ransum Basal (Kontrol)
P2 = P1 + 0,3% Tepung Kencur
P3 = P1 + 0,6% Tepung Kencur
P4 = P1 + 0,9% Tepung Kencur
P5 = P1 + 1,2% Tepung Kencur
Nilai Nitrogen Endogenus 0,41 g/BK

Retensi nitrogen dari hasil penelitian menunjukkan nilai yang positif, karena
nilai konsumsi nitrogen lebih besar dari nilai ekskresi nitrogen. Nilai retensi nitrogen
pada penelitian ini berkisar dari 0,41g – 0,55g dengan rataan 0,46±0,21 atau 36,09%
– 48,78% dengan rataan 40,82±18,60. Jumlah nitrogen yang tertinggal ini akan
dimanfaatkan oleh tubuh ternak untuk penyusunan sel-sel otot (Maynard dan Loosly,
1962).
Berdasarkan hasil sidik ragam yang dilakukan, retensi nitrogen pada
penelitian ini memberikan hasil yang tidak berbeda (P>0,05) antara perlakuan
penambahan kencur dari 0,3-1,2% (P5) dengan kontrol. Penambahan tepung kencur
belum dapat meningkatkan nilai retensi nitrogen diduga karena beberapa hal.
Pertama, terjadinya kerusakan dan pengurangan zat-zat aktif yang terkandung pada
kencur ketika dilakukan pengolahan yaitu pada proses pengeringan kencur yang
diberi perlakuan suhu tinggi sampai dengan 60 oC. Kedua, yaitu pemberian level
tepung kencur yang kurang tepat.
Rendahnya nilai retensi nitrogen juga dapat disebabkan oleh karena jumlah
protein dalam ransum yang dikonsumsi oleh ternak perlakuan lebih rendah dari
beberapa penelitian lain atau ransum pada umumnya. Hal ini ada hubungannya
dengan pendapat Scott et al. (1982) menyatakan bahwa pada ransum dengan protein
dan energi metabolis rendah menghasilkan konversi ransum yang besar atau effisien
penggunaan ransum rendah. Konversi ransum yang tinggi berarti antara pertumbuhan
dan jumlah ransum yang dikonsumsi tidak seimbang.
Sibbald (1976) menyatakan bahwa besarnya ekskresi nitrogen pada ayam
dengan berat badan 1,15 kg sebesar 0,64 g, berat badan 1,5 kg sebesar 0,76 g dan
berat badan 1,63 kg sebesar 0,79 g pada pengumpulan ekskreta selama 24 jam.
Rataan nilai retensi nitrogen pada penelitian ini sebesar 0,46 g dengan rataan bobot
badan 1.462 g. Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian lain, penelitian ini juga
mempunyai nilai retensi nitrogen yang jauh lebih rendah (Tabel 1.). Pada
penggunaan limbah restoran sebanyak 12% sebagai pengganti dedak padi nilai
retensi nitrogennya mencapai 74,23%, sedangkan nilai retensi nitrogen pada
penelitian ini rata-rata adalah 40,83% . Lebih rendahnya nilai tersebut disebabkan
bobot ekskreta yang dihasilkan dari ternak yang memperoleh perlakuan penggunaan
limbah restoran jauh lebih kecil dari bobot ekskreta perlakuan penambahan tepung
kencur. Bobot ekskreta penggunaan limbah restoran rata-rata sebesar ± 7,30g/ekor,
sedangkan bobot ekskreta perlakuan rata-rata sebesar ±13,33g/ekor.

Energi Metabolis
Energi metabolis adalah perbedaan antara kandungan energi bruto ransum
dengan energi bruto yang dikeluarkan melalui ekskreta (Sibbald, 1980). Perlakuan
penggunaan pemberian tepung kencur pada ransum ayam broiler sebagai zat additif,
yaitu energi bruto yang dikeluarkan melalui ekskreta lebih sedikit jika dibandingkan
dengan energi bruto yang dikeluarkan oleh ayam yang diberikan ransum tanpa
perlakuan penambahan kencur. Semakin sedikit energi yang dikeluarkan melalui
ekskreta, maka semakin tinggi energi ransum yang diserap atau dicerna oleh tubuh,
sehingga efisiensi penggunaan energi ransum tinggi.
Hasil analisis dan perhitungan energi metabolis yang telah dilakukan,
menghasilkan nilai Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni (EMM),
Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn), dan Energi Metabolis Murni
Terkoreksi Nitrogen (EMMn). Perbedaan ini disebabkan sebagai adanya konversi
energi (faktor koreksi) yang berasal dari nitrogen komponen karbohidrat sebesar 8,22
kkal/g yang keluar sebagai asam urat jika dioksidasi secara sempurna (Sibbald,1980).
Pengaruh pemberian tepung kencur dalam ransum dari level 0,3-1,2% terhadap
energi metabolis dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Energi Metabolis (Energi Metabolis Semu, Energi Metabolis


Murni, Energi Metabolis Semu terkoreksi Nitrogen, dan Energi
Metabolis Murni terkoreksi Nitrogen) dari Ransum Broiler Finisher
yang Diberi Tepung Kencur
Peubah Rasio
Perlakuan EMS (kkal/kg) EMM (kkal/kg) EMSn (kkal/kg) EMMn (kkal/kg) EM/EB
P1 3.661,88±131,78 4.098,49±131,78 3.662,65±91,64 3.999,92±91,64 0,82
P2 3.691,48±139,19 4.128,09±139,19 3.688,79±113,78 4.026,06±113,78 0,82
P3 3.780,15±250,24 4.216,76±250,24 3.771,70±149,74 4.108,96±149,74 0,84
P4 3.859,54±27,12 4.296,15±27,12 3.842,57±42,99 4.179,84±42,99 0,86
P5 3.914,71±65,76 4.351,32±65,76 3.880,82±31,67 4.218,09±31,67 0,86
Keterangan : P1 = Ransum Basal (Kontrol)
P2 = P1 + 0,3% Tepung Kencur
P3 = P1 + 0,6% Tepung Kencur
P4 = P1 + 0,9% Tepung Kencur
P5 = P1 + 1,2% Tepung Kencu
Nilai Energi Endogenus 14,83 kkal
Suprskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil dari sidik ragam ANOVA (Analysis of Variance), dapat diketahui


bahwa pemberian tepung kencur berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai
EMS, EMM, EMSn dan EMMn.
Penambahan tepung kencur belum dapat memberikan pengaruh terhadap nilai
energi metabolis, ini dapat disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama adalah
rusaknya kandungan senyawa kimia kencur yang disebabkan adanya pemberian
panas pada saat pengolahan kencur untuk menghasilkan tepung kencur, sehingga
dapat mempengaruhi nilai kecernaan energi metabolis. Kemungkinan kedua adalah
konsentrasi penambahan tepung kencur dalam ransum, sehingga efek penambahan
tepung kencur belum terlihat. Hal ini sudah dibuktikan dengan menambahkan tepung
kencur pada level 1%, 2%, dan 3% pada ransum ayam broiler dapat memberikan
pengaruh yang sangat nyata lebih kecil terhadap nilai energi metabolis (Andriantara,
1999).
Pada umumya nilai EMM akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai
EMS. Dalam penelitian ini, dihasilkan nilai EMM 4.098,49-4.351,32 kkal/kg %BK
dan nilai EMS 3.661,88-3.914,71 kkal/kg %BK. Perbedaan nilai tersebut menurut
Wolynetz dan Sibbald (1984) disebabkan dalam perhitungan EMM mengikutkan
nilai energi metabolis fecal dan urin endogenus, yaitu energi yang berasal dari
katabolisme jaringan tubuh untuk kebutuhan hidup pokok pada saat dipuasakan dan
sebagian lagi berasal dari produk akhir yang mengandung nitrogen. Sedangkan EMS
tidak memperhitungkan nilai energi endogenus yang dikeluarkan oleh ayam yang
dipuasakan. Menurut Baidoo et al. (1991) bahwa pada ayam nilai EMM lebih tinggi
9-18% dari nilai EMS. Nilai EMM yang dihasilkan dari penelitian 11,92% lebih
tinggi dari nilai EMS, hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perbedaan nilai EMS
dan EMM masih dalam batas normal.
EMSn merupakan penggunaan yang paling umum untuk menentukan nilai
energi metabolis. EMSn adalah nilai EMS yang terkoreksi oleh nilai retensi nitrogen
dengan asumsi bahwa pada saat proses katabolisme tubuh, nitrogen tubuh
dikeluarkan sebagai asam urat yang pembentukkannya membutuhkan energi. Oleh
sebab itu EMS diukur dengan neraca nitrogen (Wolynetz dan Sibbald, 1984). Nilai
EMSn pada penelitian ini berkisaran antara 3.662,65-3.880,82 kkal/kg %BK dan
nilai EMMn berkisar antara 3.999,92-4.218,09 kkal/kg %BK. Nilai EMSn pada
penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian lain.
Daya cerna energi bukan ditentukan oleh nilai EMSn atau EM, akan tetapi
ditentukan oleh rasio EM/EB pakan. Rasio EM/EB pada penelitian ini berkisar antara
0,82-0,86 dan lebih tinggi dari rasio EM/EB ransum suspensi bungkil inti sawit 10%
yang nilai rasionya rata-rata 0,79 (Rismawati, 2007). Ini berarti efisiensi penggunaan
energi bruto menjadi energi metabolis pada ransum energi dan protein rendah yang
ditambah tepung kencur lebih baik dibandingkan ransum suspensi bungkil inti sawit
10%..
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pemberian tepung kencur pada level 0,3; 0,6; 0,9 dan 1,2% dalam ransum
ayam broiler rendah energi (2.800 kkal/kg) dan protein (18%) tidak dapat
meningkatkan retensi N (%) dan energi metabolis ransum.

Saran
Perlu dilakukan proses lain dalam pengeringan kencur sehingga zat-zat aktif
kencur tidak mengalami dekomposisi.
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji dan syukur Penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan hidayat-Nya yang tidak henti-hentinya terus
dilimpahkan dan atas izin-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin sampaikan ucapan terima kasih kepada
Ir. Dwi Margi Suci, MS. dan Ir Widya Hermana, MSi. sebagai dosen Pembimbing
skripsi yang telah dengan sabar memberikan arahan dan nasehat-nasehat selama
Penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga
kepada Ir. Anita. S. Tjakradidjaja. MRur.Sc. sebagai dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan masukan-masukan, nasehat dan semangat terhadap Penulis
selama menjalani perkuliahan. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada
kepada Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. selaku dosen penguji seminar, serta Ir. Rini H.
Mulyono, MSi. dan Sri Suharti, Spt., MSi. sebagai dosen penguji ujian akhir
(sidang).
Ucapan terima kasih pertama yang sungguh tak terhingga Penulis sampaikan
kepada kedua orang tua bapak (Alm.) dan ibu atas materi, do’a, perhatian dan kasih
sayang, kepada kakak (Gauh) dan adik-adik (Gibral, Natalia dan Gibran) yang
Penulis sayangi. Tidak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga besar di
Bandung, Bekasi, Depok dan Subang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Lanjarsih, Bapak Albert, anak
kandang C yang telah memberi bantuan, serta rekan sepenelitian Romy Dirja
Wirapati yang telah memberi dukungan dan kerjasamanya, serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata Penulis ucapkan terima kasih untuk semuanya, semoga skripsi
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amien.
Bogor, Februari 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ke-2. Lembaga Satu


Gunungbudi, Bogor.
Andriantara, S. 1999. Pengaruh penambahan kencur (Kaempferia galanga Linn)
dalam ransum terhadap energi metabolis dan kecernaan protein kasar pada
broiler. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.
Anggorodi, R.1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Baidoo, S. K., A. Shires, and A. R. Robble. 1991. Effect of kernel density on the
apparent and true metabolizable energy value of corn for chickens. Poultry
Sci. 70: 2102-2107.
Damayanti, D. 2005. Pengaruh penambahan kunyit (Curcuma domestica, Val) atau
temulawak (Curcuma xanthorhiza, Roxb) dalam ransum terhadap
persentase karkas dan potongan karkas komersial broiler. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dinata, D. G. 2003. Energi metabolis dan retensi nitrogen dedak gandum hasil
olahan enzim yang diproduksi jamur Aspergillus niger dan Trichoderma
viridae pada ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Direktorat Bina Produksi. 1997. Kumpulan SNI Ransum. Direktorat Jendral
Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Eggum, B. O. 1973. A Study of Certain Factors Influencing Protein Utilization in
Rats and Pigs, Kopenhagen.
Ensminger, K. 1991. Animal Science. 11th Ed. Interstate Publisher, Danville, Illinois,
USA.
Farrell, D. J. 1978. Rapid determination of metabolizable energy of foods using
cockerels. Br. Poultry Sci. 19 : 303-308.
Hapsari, R. P. 2006. Energi metabolis dan efisiensi penggunaan energi ransum ayam
broiler yang mengandung limbah restoran hotel sahid sebagai pengganti
dedak padi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hargono, D. 1997. Kencur Murah dan Manjur. Sidowayah, Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan. Badan Penelitian dan
Pengembangan, Jakarta.
Hill, F. W., D. L. Anderson, R. Renner and L. B. Carew Jr. 1960. Studies of the
metabolizable energy of grain and grain product for chicken. Poultry Sci.
39: 573-579.
Hussain, M.S. and N. Chandrasekhara. 1993. Influence of curcumin dan capsaicin on
cholesterol gallstone induction in hamsters and mice. Nutrition Research.
14 (10): 1561 – 1574.
Liang, O. B., Y. Apsarton, T. Widjaja dan S Purba. 1985. Beberapa aspek isolasi,
identifikasi dan penggunaan komponen-komponen C. xanthorriza, Roxb
dan C. domestica, Val. PT. Darya Varia Laboratoria. Proseding Simposium
Nasional Temulawak Universitas Padjadjaran, Bandung.
Lloyd, L. E., B. E. McDonald and E. W. Crampton. 1978. Fundamentals of
Nutrition. 2nd Ed. W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Lukman, A. H. dan T. Silitonga. 1985. Temulawak, khasiat dan kegunaannya.
Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Lembaga Penelitian
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Maynard, L. A. and J. K. Loosly. 1962. Animal Nutrition. 5th Ed. McGraw Hill Book
Company. Inc., New York.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition. 5th Ed. Longman Scientific and Technical, New York.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. 6th Ed. Ashford Colour Press, Ltd., Gosport.
Mycek M. J., R. H Harvai, and P. C. Champe. 2001. Farmatologi. 2nd Ed. East
Washington Square., Philladelpia
National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Ed.
National Academic Press, Washington, DC.
North, M. O and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed.
Chapman and Hall, New York.
Pond, W. G., D. C. Church and K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. 4th Ed. John Willey and Sons, Inc., Canada.
Prasetyo, E. B. 2002. Nilai energi metabolis dan retensi nitrogen ransom dengan air
minum mengandung suspensi teh fermentasi kombucha pada ayam broiler.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Puastuti, W. 2001. Pengaruh pemberian temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)
dan minyak kelapa dalam ransum terhadap kadar lemak dan kolesterol
telur. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green and S. R. J. Robins. 1981. Spices. Vol
2. Longman., London
Rismawati. 2007. Pengukuran energi metabolis beberapa ransum dengan bahan
pakan nabati berbeda melalui teknik pemberian pakan tanpa dan secara
paksa pada broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Roemantyo, S. H., dan Soekarman. 1996. Sekilas pemanfaatan kencur pada jamu
kemasan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, Jakarta. 3 (2) : 15 -16.
Rukmana, R. 1994. Kencur. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken 3rd Ed.
M. L. Scott and Associates, Itacha, New York.
Sibbald, I. R. 1976. A Bioassay for true metabolizable energy in feedingstuffs.
Poultry Sci. 55:303-308.
Sibbald, I.R. 1980. A new technique for estimating the energy metabolizable content
of feeds for poultry In : Standarization of Analitical Methodology for Feeds
International Development Research Center., Canada.
Sibbald, I.R. 1989. Metabolizable energy evaluation of poultry diets. In Cole, D. J.
A. and W. Haresign (ed). Recent Development in Poultry Nutrition.
University of Nottingham School of Agriculture. Butter Worths., London.
Sibbald, I.R., and M.S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of
bioavailable energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed
intake and nitrogen retention. Poult. Sci. 64: 127-138.
Sidik, M., W. Mulyono dan M. Ahmad. 1995. Temulawak. Yayasan Pengembangan
Obat Bahan Alam. Phyto Medica, Bogor.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-2
Terjemahan: B. Sumantri. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Storey, M.L and N.K.Allen. 1982. Apparent and true metabolizable energy of
feeding stuffs for mature, non laying female ambden geese. Poultry Sci. 60
: 739-747.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Departemen Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suwanto, A. 1983. Mempelajari aktivitas antibakteri bubuk rimpang kunyit. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi ke-4. Gajah Mada University Press.,
Yogyakarta.
Widiarti. 2006. Nilai energi metabolis silase ransum komersil pada ayam broiler.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarto, W. P. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Wikipedia. 2007. Kencur. http//id. Wikipedia. Org/Wiki/Kencur. [26 Januari 2007]
Wolynetz, M. S., and I. R. Sibbald. 1984. Relationship between apparent and true
metabolizable energy and the effect of a nitrogen correction. Poultry Sci.
63: 1386-1399.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik Ragam Rataan Nilai Retensi Nitrogen
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 0,04 0,01 0,17 3,48 5,99
Error 10 0,58 0,06
Total 14 0,62
Keterangan : db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah

Lampiran 2. Sidik Ragam Rataan Nilai Retensi Nitrogen (%)


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 306,00 76,50 0,17 3,48 5,99
Error 10 4.573,27 457,33
Total 14 4.879,27

Lampiran 3. Sidik Ragam Rataan Nilai Ekskresi Nitrogen (g)


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 0,04 0,01 0,17 3,48 5,99
Error 10 0,58 0,06
Total 14 0,62

Lampiran 4. Sidik Ragam Rataan Nilai Ekskresi Nitrogen (%)


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 306,00 76,50 0,17 3,48 5,99
Error 10 457,.27 457,33
Total 14 4.879,27

Lampiran 5. Sidik Ragam Rataan Nilai EMS (kkal/kg)


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 138.748,49 34.687,12 1,66 3,48 5,99
Error 10 208.842,61 20.884,26
Total 14 347.591,10

Lampiran 6. Sidik Ragam Rataan Nilai EMM (kkal/kg)

Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01


Perlakuan 4 138.748,49 34.687,12 1,66 3,48 5,99
Error 10 208.842,61 20.884,26
Total 14 347.591,10

Lampiran 7. Sidik Ragam Rataan Nilai EMSn (kkal/kg)


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 106.996,44 26.749,11 2,87 3,48 5,99
Error 10 93.232,15 9.323,22
Total 14 200.228,59
Lampiran 8. Sidik Ragam Rataan Nilai EMMn (kkal/kg)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 106.996,44 26.749,11 2,87 3,48 5,99
Error 10 93.232,15 9.323,22
Total 14 200.228,59

Lampiran 9. Protein dan Energi Bruto Ekskreta


Protein Ekskresi Protein Energi Bruto Ekskresi Energi
Perlakuan (%BK) (%) BK (kkal/kg) (%BK) (kkal/kg) (kkal)
P1 58,58±3,31 7,07±1,28 2.355,28±313,32 28,21±4,48
P2 54,23±1,36 6,99±0,98 2.115,55±252,08 27,20±4,73
P3 52,05±1,14 6,84±2,67 1.876,39±168,03 24,19±8,50
P4 46,49±1,70 6,62±0,42 1.515,41±148,47 21,49±0,92
P5 43,35±0,40 6,18±1,21 1.392,54±154,50 19,62±2,23

Lampiran 10. Sidik Ragam Rataan Protein Bahan Kering Ekskreta


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 443,54 110,89 32,26 3,48 5,99
Error 10 34,37 3,44
Total 14 477,92

Lampiran 11. Uji Lanjut Duncan Protein Bahan Kering Ekskreta


Duncan Test Perlakuan
5 4 3 2 1
Rataan 43,35 46,49 52,05 54,23 58,58
Sx 1,07
P 2 3 4 5
JNS 4,48 4,73 4,88 4,96
JNT 4,80 5,06 5,22 5,31

Rataan Pi-P5 Pi-P4 Pi-P3 Pi-P2


Perlakuan 1 58.58 15,23 12,09 6,53 4,35
Perlakuan 2 54.23 10,88 7,74 2,18
Perlakuan 3 52.05 8,70 5,56
Perlakuan 4 46.49 3,14
Perlakuan 5 43.35
Keterangan : Sx

Lampiran 12. Sidik Ragam Rataan Ekskresi Energi (kkal)


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 1,53 0,38 0,17 3,48 5,99
Error 10 22,77 2,28
Total 14 24,30
Lampiran 13. Sidik Ragam Rataan Energi Bruto Ekskreta (kkal/kg)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 1943.203,53 485.800,88 10,30 3,48 5,99
Error 10 471.731,19 47.173,12
Total 14 2414.934,72

Lampiran 14. Uji Lanjut Duncan Energi Bruto Ekskreta (kkal/kg)


Duncan Test Perlakuan
5 4 3 2 1
Rataan 1.392,54 1.515,41 1.876,39 2.115,55 2.355,28
Sx 125,40
P 2 3 4 5
JNS 4,48 4,73 4,88 4,96
JNT 561,78 593,13 611,94 621,97

Rataan Pi-P5 Pi-P4 Pi-P3 Pi-P2


Perlakuan 1 2.355,28 962,74 839,87 478,88 239,73
Perlakuan 2 2.115,55 723,01 600,14 239,15
Perlakuan 3 1.876,39 483,85 360,99
Perlakuan 4 1.515,41 122,87
Perlakuan 5 1.392,54

Lampiran 15. Sidik Ragam Rataan Ekskresi Energi (kkal)


Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Perlakuan 4 160,11 40,03 1,66 3,48 5,99
Error 10 240,99 24,10
Total 14 401,10

Anda mungkin juga menyukai