Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis .

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada fungsi

jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan

penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial.

Gangguan jiwa atau mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh

seseorang karena hubungan nya dengan orang lain , kesulitan karena persepsinya

tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri (Budiman , 2010).

Gangguan jiwa menyebabkan penderita tidak sanggup lagi memulai

dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah

mengganggu orang lain atau merusak dan bahkan menyakiti dirinya sendiri

(Yosep,2011). Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmani

lainnya. Hanya saja gangguan jiwa bersifat kompleks, memulai dari yang ringan

seperti rasa cemas, takut, hingga yang tingkat berupa sakit jiwa atau yang kita

kenal sebagai gila (Azizah, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO,2007), masalah gangguan

kesehatan diseluruh dunia sudah menjadi masalah yang serius. World Health

Organization (WHO) menyatakan paling tidak ada satu dari empat didunia

mengalami masalah mental. World Health Organization (WHO) memperkirakan

sekitar 450 juta orang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu

1
menurut rafael (2007), direktur World Health Organization(WHO) wilayah Asia

Tenggara, hampir satu per tiga dari penduduk wilayah ini pernah mengalami

gangguan neuropsikiatri.

Faktanya satu dari empat orang dewasa akan mengalami masalah kesehatan

jiwa pada satu waktu dalam hidupnya, bahkan setiap 40 detik di suatu tempat di

dunia ada seseorang yang meninggal karena bunuh diri World Federation for

Mental Health (WFMH, 2016). Data World Health Organitation (WHO, 2016)

menunjukkan terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena

Skizofrenia serta 47,5 juta jiwa orang terkena dimensia. Di Indonesia menimbang

dari berbagai faktor biologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk di

Indonesia maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak

pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk

jangka panjang (Riskesdas, 2013) . Prevalensi gangguan mental emosional yang

ditunjukkan dengan gejala – gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke

atas mencapai 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan

prevalensi gangguan jiwa berat seperti Skizofrenia mencapai sekitar 400.000

orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Riskesdas, 2014).

Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut psikosis /

skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi di daerah perkotaan. Di

daerah pedesaan proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah

tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasang mencapai 18,2%.

Sementara di daerah perkotaan proporsinya hanya mencapai 10,7%. Nampaknya,

hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami penduduk

2
pedesaan lebih berat dibanding penduduk perkotaan, dan mudah diduga salah satu

bentuk tekanan hidup itu sendiri meski tidak selalu ada kesulitan ekonomi

(Riskesdas, 2014).

Menurut data rekam medik RSJD Dr Aminoto Gondohutomo Semarang

terbaru tahun 2013. Presentase gangguan jiwa selama tahun 2012 yaitu, klien

rawat inap laki-laki sebanyak 65,3% dan 34,7% perempuan. Sedangkan pada

bulan januari sampai agustus 2013 sebanyak 2294 orang , diantaranya halusinasi

sebanyak 1162 orang (50,65%), menarik diri 462 orang (20,13%),harga diri

rendah 374 orang (16,30%) ,waham 130 orang (5,66%), perilaku kekerasan 128

orang (5,58%), defisit perawatan diri 21 orang (0,91%), kerusakan komunitas

verbal 16 orang (0,70%), percobaan bunuh diri 1 orang (0,045%). Selama bulan

januari 2012, perilaku kekerasan menempati urutan kelima dari masalah

keperawatan yang muncul dan rata-rata mereka berkisar antara 20-40 tahun

(Rekam Medik RSJD Dr Aminoto Gondohutomo Semarang ,2013).

Salah satu ganguan jiwa yang dialami seseorang didalam diagnosa

keperawatan jiwa adalah perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah suatu

keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan

secara fisik baik pada diri sendiri dan orang lain (Townsend Mary, 2008). Perilaku

kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik, baik pada diri sendiri maupun orang lain

disertai dengan amuk dan gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono,

2011).Perilaku kekerasan adalah salah satu respon yang diekspresikan dengan

melakukan ancaman, menciderai orang lain atau merusak lingkungan. Respon ini

3
dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri dan orang lain maupun

lingkungan (Keliat dkk, 2011). Berdasarkan beberapa pengertian perilaku

kekerasan di atas disimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan

emosi yang merupakan campuran frustasi, benci atau marah yang diekspresikan

dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain dan merusak lingkungan.

Masalah-masalah yang sering muncul pada pasien gangguan jiwa

khususnya dengan perilaku kekerasan salah satunya adalah marah. Kemarahan

merupakan suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai ancaman.

Pengungkapan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan menjadi lega.

Tindakan yang dilakukan perawat dalam mengurangi resiko masalah yang terjadi

pada kasus perilaku kekerasan salah satunya dengan tindakan keperawatan strategi

pelaksanaan (SP), Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan cara

berkomunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, strategi pelaksanaan

juga dapat melatih kemampuan intelektual, psikomotor dan afektif. Strategi

pelaksanan tindakan keperwatan ini dibuat setiap kali akan berinteraksi dengan

klien / setiap pertemuan dengan klien (Fitria, 2009). Strategi pelaksanaan adalah

salah satu tindakan keperawatan jiwa yang terjadwal yang diterapkan pada pasien

yang bertujuan mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditanganinya (Fitria,

2009).

Strategi pelaksanaan merupakan pendekatan yang bersifat membina

hubungan saling percaya antara pasiaen dengan perawat, dampak yang terjadi

jika tidak diberikan strategi pelaksanaan maka akan berdampak pada pasien

melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun

4
lingkungannya, seperi menyerang orang lain, memecahkan perabot ,membakar

rumah (stuart,2008). Klien yang diterima di unit Psikiatri biasanya dalam keadaan

kritis karena koping mereka sudah tidak efektif selama masa-masa stess klien

sering tejadi perilaku agresif atau melukai ( Maramis, 2008)

Pasien perilaku kekerasan terlihat mata tajam, tangan mengepal, secara fisik

terlihat sangat menyeramkan apalagi dengan perilaku agresif dan cenderung

melukai sehingga menbuat perawat enggan dan takut untuk berkomunikasi dalam

melaksanakan strategi pelaksanaan oleh karena itu dibutuhkan motivasi eksternal

perawat agar plaksanaan tindakan keperawatan tetap dilakukan dengn baik.

Motivasi berasal dari kata motivation yang berasal “Menggerakkan”. Motivasi

merupakan sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seseorang

individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entutiasme dan persistensi dalam

hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu (Wirardi, 2007). Motivasi adalah

suatu tindakan yang mendorong seseorang melakukan suatu pekerjaan

(manullang,2008). Motivasi dapat diartikan sebagai suatu kesediaan

mengeluarkan upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh

kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual, bila seorang

termotivasi ia akan mencoba kuat (Sedrmayanti,2008).

Motivasi eksternal adalah dorongan eksternal dalam diri seseorang yang

diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat,dorongan dan kebutuhan, harapan

dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan (Uno,2009). Indikator dari motivasi

eksternal : selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya,

senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya, bekerja dengan ingin

5
memperoleh insentif, dan bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian

dari teman dan atasan (Uno, 2009). Jadi dapat disimpulkan motivasi eksternal

adalah motif yang aktif yang berfungsi karena perangsang dari luar.

Pada penelian triwahyuni (2012), berjudul pengaruh motivasi eksternal

terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan hasil supervisi kepala ruangan di

Rumah Sakit Dr. Jiwa Radjiman Widiodiningrat Lawang tujuan penelitian ini

yaitu untuk menjelaskan pengaruh motivasi eksternal terhadap pelaksanaan

asuhan keperawatan hasil supervisi kepala ruangan di Rumah Sakit Dr. Jiwa

Radjiman Widiodiningrat Lawang tujuan khusus untuk mengetahui faktor-faktor

motivasi eksternal hasil supervisi kepala ruangan di Rumah Sakit Jiwa Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan

hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan Hasil penelitian terhadap motivasi

Askep perawat, menunjukkan bahwa sebagian besar responden (60%) memiliki

motivasi baik, (37%) memiliki motivasi sedang dan (3%) memilki motivasi buruk.

Artinya kemampuan perawat dalam pelaksanaan standar Askep memiliki motivasi

optimal dan pengetahuan tentang Askep sudah dilaksanakan secara baik. Dan dari

beberapa faktor motivasi yang ada hanya faktor insentif yang mempengaruhi

terhadap kinerja Askep perawat dalam pelaksanaan di Rumah Sakit Jiwa

DrRadjiman Wediodiningrat Lawang. Sedangkan faktor dari tanggung jawab,

kondisi kerja dan supervisi tidak mempengaruhi secara signifikan. Jadi dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar dari total responden memilki kinerja yang

baik-sedang, dalam hal ini salah satunya dipengaruhi oleh hasil perhitungan

6
bahwa insentif dapat mempengaruhi kinerja asuhan keperawatan di Rumah Sakit

Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang .

Berdasarkan data rekam medik RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta

periode januari sampai dengan mei 2017, jumlah kunjungan pasien sebanyak

35.396 dan riwayat inap sebanyak 1.474.10 besar diagnosa penyakit pasien rawat

inap diantaranya skizofrenia paranoid (766), skizofrenia yang tak terinci

(556),skizofrenia , type manik (438) skizofrenia residual(356), psikotik akut (340)

skizofenia hebrefenik (280), GMO : gangguan mental organik (250), skizoafektif

(2500) skizofrenia type depresi (18) dan gangguan afektif bipolar manik dengan

gejala psikotik (180) penderita gangguan jiwa halusinasi diruang elang 1 dan 2

puri nurani serta ruang melati sebanyak 55 pasien dan 36 diantaranya mengalami

halusinasi pendengaran dan diagnosa perilaku kekerasan sebanyak 40 orang .

Hasil survey peneliti jumlah perawat diruang elang 1 dan 2, puri nurani ,dan

melati sebayak 31 perawat.

Berdasarakan hasil wawancara pada tanggal 5-7 juli 2017 terkait motivasi

eksternal perawat terhadap 12 orang perawat, empat orang mengatakan pasien

perilaku kekerasan adalah pasien yang tidak perlu bimbiagan dan observasi karena

tidak ada superviisi dari kepala ruangan tentang pelaksanaan tindakan

keperawatan . Sehingga perawat sangat jarang melakukan pelaksanaan tindakan

keperawatan kepada pasien gangguan jiwa khusus nya pada pasien perilaku

kekerasan yang membutuhkan banyak belajar dalam mengendalikan marahnya,

empat orang perawat mengatakan pasien perilaku kekerasan terbiasa dibantu dan

dimotivasi oleh mahasiswa yang sedang praktek di rumah sakit disetiap

7
melakukan tindakan sehingga perawat terasa terbantu sampai jarang melakukan

interaksi dengan pasien . Dua orang perawat lagi mengatakan malas melakukan

tindakan keperawatan karena enggan bersentuhan dengan pasien perilaku

kekerasan karena rasa takut dilukai dan disakiti oleh pasien. Dan dua orang lagi

mengatakan tidak bersemangat melakukan tindakan keperawatan karena tidak ada

reaword/penghargaan bagi perawat yang melakukan kerja dengan baik dan benar .

Berdasarkan wawancara tanggal 5-7 mei 2017 pada 12 perawat tersebut

didapatkatkan data terkait penerapan (SP1) . Tiga orang perawat mengatakan tidak

pernah mengucapkan salam terapeutik pada pasien. Empat orang perawat

mengatakan malas mengevaluasi/memvalidasi terhadap perasaan pasien. Lima

orang perawat mengatakan jarang melakukan terminasi dan melakukan rencana

tindakan lanjutan terhadap pasien dengan perilaku kekerasan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama 3 hari pada tanggal 5-7

julii 2017 di RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta dirung rawat elang 1 dan 2,

puri nurani dan melati terdapat 16 pasien PK yang terdiri dari laki-laki dan

perempuan terkait kemampuan melatih mengontrol perilaku kekerasan pada

strategi pelaksanaan (SP1) masih banyak pasien yang tidak mau dan tidak mampu

mengntrol perilaku kekerasan secara fisik . Perawat terlihat tidak selalu

memberikan reinforcement pada saat interaksi kepada pasien perilaku kekerasan

karena kurangnya perhatian dari mereka.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan motivasi eksternal perawat dengan pelaksanaan

8
tindakan keperawatan (SP) pada pasien perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa

Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2017”

B. Rumusan Masalah

Pelaksaan tindakan keperawatan (SP1) pada pasien jiwa penting dilakukan

secara terus-menerus dan dilakukan dengan baik. Pelaksanaan tindakan

keperawatan (SP1) belum dilakukan oleh semu perawat di RSJ Dr Soeharto

Heerdjan Jakarta. Permasalahan ini terjadi kemungkinan karena berbagai faktor,

salah satu faktornya adalah tidak adanya punishment dan tidak adanya reward

bagi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP1) dan bila hal ini tidak diperbaiki

maka akan menimbulkan ketidak puasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan

keperawatan . Hal lain yng dapat terjadi adalah kesembuhan pasien akan menjadi

lama sehingga tujuan rencana keperawatan tidak tercapai. Oleh karena itu

diperlukan penelitian untuk menggali hal-hal yang mendasari terjadinya fenomena

ini .

Berdasarkan gambaran di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah

“adakah hubungan motivasi eksternal perawat dengan pelaksanaan tindakan

keperawatan (SP1) pada pasien perilaku kekerasan di Rs Jiwa Dr. Soeharto

HeerdjanJakarta.

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan khusus seperti

yang diuraikan :

9
1.Tujuan Umum

Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasii hubungan motivasi eksternal

dengan pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan di RSJ

Dr Jiw Soeharto Heedjan Jakarta.

2.Tujuan Khusus

Penelitian ini dilaksanakan untuk :

a.Diidentifikasikan motivasi eksternal perawat terhadap pelaksanan tindakan

keperawatan (SP1) di RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta

b.Didentifikasikan pelaksanaan tindakan pasien perilaku kekerasan di RS Jiwa Dr

Soeharto Heerdjan Jakarta

c.Diketahi motivasi eksternal perawat terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan

pada pasien perilaku kekerasan di RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada rumah

sakit, pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian, dan pendidikan.

1). Manfaat Aplikatif

a. Bagi institusi Rumah Sakit

Dapat meningkaatkan motivasi perawat dan mutu pelaayanaan pelaksanaan

tindakan keperawatan (SP1) pada pasien perilaku kekerasan di RS Jiwa Dr

Soeharto Heerdjan Jakarta.

b. Bagi perawat :

1. Dapat mengenal dan meningkatkan motivasi dalam penerapan pelaksanaan

tindakan keperawatan (SP1), sehingga dapat memberikan informasi pengaruh dan

10
tinggi atau rendahnya motifasi pada perwat dakam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

2. Dapat meningkatkan kemampuan dalam penerapan tindakan keperawatan (SP1)

antar perawat dan pasien agar terbentuk rasa percaya dan membantu proses

kesembuhan dan pemulihan di RS Jiiwa Dr Soeharto Heerdjan terutama pada

pasien perilaku kekerasan.

2). Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk

pengembangan pendidikan keperawatan khususnya tentang pelaksanaan tindakan

keperawatan (SP) yang diberikan pada peserta didik dan diharapkan dalam

pelaksanaan perkuliahan memperbanyak latihan atau stimulasi dalam penerapan

strategi pelaksanaan sehingga anak didik termotivasi untuk menerapkan kelak

dalam memberikan tindakan keperawatan pada klien khususnya perilaku kekerasn

yang dirawat di rumah sakit jiwa .

3). Manfaat metodologis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan dapat sebagai

dasar penelitian yang berkaitan dengan motivasi dan pelaksanaan tindakan

keperawatan (SP) pada pasien perilaku kekerasan dan mendorong untuk

dilaksanakan penelitian lanjutan tentang hubungan tingkat pendidikan perawat

dengan motivasi perawat dalam menerapkan pelaksanaan tindakan keperawatan

dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasn di RS Jiwa

Dr Soeharto Heerdjan Jakarta.

11
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Menjelaskan tentang konsep yang terkait dengan penelitian yaitu konsep

“Hubungan Motivasi eksternal perawat dengan pelaksanaan tindakan

keperawatan (SP) pada pasien perilaku kekerasan di rumah sakit Soeharto

Heerdjan Jakarta”.

A. Teori dan konsep

1. Perilaku Kekerasan

a. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik

baik pada diri sendiri dan orang lain (Townsend Mary ; 2008).Perilaku

kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya sendiri dan

orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah tidak

terkontrol(Wati,2010).Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku

yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik maupun

psikologis, berdasarkan defenisi ini perilaku kekerasan dapat dilakukan

secara verbal diarahkan pada diri sendiri ,orang lain dan lingkungan,

perilaku kekerasan terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekerasan

saat berlangsung atas perilaku kekerasan terdahulu /riwayat perilaku

kekerasan (keliat,2012).Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap

12
stressor yang ditunjukkan dengan perilaku actual melakukan

kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan secara

verbal maupun non verbal bertujuan melukai seseorang secara fisik

dan non fisik /psikologis (Borkowitz,dalam buku Yosep,2011).Perilaku

kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku

yang dapat membahayakan diri klien sendiri, lingkungan termasuk

orang lain dan barang – barang (maramis dalam buku yosep,2011)

b. Etimologi

Menurut yosep (2011) ada beberapa faktor yang berkaitan dengan

timbulnya perilaku kekerasan :

1) Faktor Psikologis :

Pandangan psikologis mengenai perilaku agresif ,mendukung

pentingnya peran dari perkembangan predisposisi/pengalaman

hidup.ini menggunakan pendekatan bahwa manusia memilih

mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak misalnya terdapat

kekerasan selama masa perkembangan ,termasuk child abuse atau

mengobservasi kekerasan dalam keluarga sehingga membentuk

pola pertahanan atau koping. jadi hampir semua orang yang

melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif

2) Faktor sosial budaya

Seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosinya secara

agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya,pembelajaran ini

bisa internal maupun eksternal =seorang anak yang marah karena

13
tidak boleh es kemudian ibunya membelikan es agar anak berhenti

marah, anak tersebut belajar bahwa ketika ia marah ia akan

mendapatkan apa yang ia inginkan.contoh eksternal : seorang anak

menunjukkan perilaku agresif terhadap sebuah boneka setelah

melihat seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku

agresif. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku. Adanya

norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang

dapat mrmbantu individu untuk mengekspresikan marah dengan

cara asertif.

3)Faktor Biologis

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif

mempunyai dasar biologis. Penelitian nevrobiologi mendapatkan

bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada

Hipotamulus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan

cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri,

mengeram, matanya terbuka lebar, pupil berditalasi dan hendak

menerkam tikus atau objek yang ada di sekitarnya. Jadi kerusakan

fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk

pemikiran rasional), lobus temporal (untuk indra penciuman dan

memori)

3) Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila

merasa dirinya terancam. Ketika seorang merasa terancam

14
mungkin ia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber

kemarahannya. Oleh karena itu perawat dan pasien harus

mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal dan eksternal,

contoh stressor internal : merasa gagal dalam bekerja, merasa

kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap penyakit

yang diderita. contoh stressor eksternal : serangan secara psikis,

kehilangan hubungan

c. Tanda dan Gejala

Keliat (2012) mengemukakan bahwa data subjektif dan objektif pasien

perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

Data Subjektif :

1) Mengatakan mudah kesal dan jengkel

2) Merasa semua barang tidak ada harganya sehingga di banting –

banting .

Data Objektif :

1) Mata merah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat

4) Mengepalkan tangan

5) Jalan mondar – mandir

6) Bicara kasar

7) Suara tinggi , menjerit , atau berteriak

8) Mengancam secara verbal / fisik

15
9) Melempar / memukul benda /orang

10) Tidak mempunyai kemampuan mencegah / mengendalikan

perilaku kekerasan .

d. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan = Amuk

Gangguan Konsep Diri = Harga Diri Rendah

(keliat , B.A , 1998 dlam Wijayangsing,2015)

POHON MASALAH PERILAKU KEKERASAN

e. Peran Perawat Dalam Perilaku Kekerasan

Kusumawati dan Hartono (2012) mengungkapkan peran pesawat dapat

mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan

memanajemen perilaku agresif, Intervensi tersebut dapat melalui

rentan intervensi perawatan

Strategi Preventif Strategi Antisipatif Strategi Pengurangan

Kesadaran diri Komunikasi Manajemen Krisis

Pendidikan Klien Perubahan Lingkungan Seclusion

Latiah arsetif Tindakan Psikofarmakologi Restrain

16
Keterangan gambar :

1) Kesadaran diri: Perawat harus meningkatkan kesadaran dirinya dan

melakukan supervisi dengan memisahkan masalah pribadi dan masalah

klien.

2) Pendidikan klien : Pendidikan yang diberikan pada klien mengenai cara

komunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat, serta respons

adaptif dan maladptif.

3) Latihan asertif : kemampuan dasar pesawat yang harus dimiliki adalah

berkomunikasi langsung dengan setiap orang ,mengatakan tidak untuk

sesuatu yang beralasan, Sanggup melakukan complain, dan

mengekspresikan penghargaan yang tepat.

4) Komunikasi : Strategi komunikasi terapeutik.

5) Perubahan lingkungan : perawat mampu menyediakan berbagai aktivitas

untuk meminimalkanl/mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai

6) Tindakan perilaku : kontak dengan klien untuk membicarakan mengenai

perilaku yang dapat diterima dan yang tidak.

7) Psikofarmakologi : pembelian obat sesuai kolaburasi dan mampu

menjelaskan manfaat obat pada pasien dan keluarga.

8) Manajemen krisis : bila pada waktu intervensi tidak berhasil , maka perlu

intervensi yang lebih aktif.

Prosedur penanganan kedaruratan psikiatri adalah sebagai berikut.

1) Identifikasi pemimpin tim krisis.

2) Bentuk tim krisis mulai dari dokter, perawat, dan konseler.

17
3) Beritahu petugas keamanan jika perlu

4) Jauhkan klien dari lingkungan

5) Lakukan pengekangan jika perlu

6) Amankan anggota tubuh klien

7) Jelaskan perlunya intervensi tersebut pada klien dan upayakan kerjasama

8) Pengekangan klien di lakukan jika diminta tim krisis

9) Berikan obat jika diinstruksikan

10) Per tahankan pendekatan yang tenang dan konsisten pada klien

11) Tinjau kembali intervensi tersebut diatas

12) Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungannya

Proses keperawatan

1) Pengkajian.

Faktor predisposisi dan presipitasi serta kondisi klien sekarang . Kaji

riwayat keluarga dan masalah yang dihadapi klien

2) Tanda dan gejala

Jelaskan tanda dan gejala klien pada tahap marah, krisis atau perilaku

kekerasan, dan kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang, pandangan

mata tajam, mondar – mandir, memukul, memaksa, irritable, sensitif, dan

agresif.

3) Diagnosis keperawatan

a. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan badan perilaku

kekerasan

b. Perilaku kekerasan badan harga diri rendah

18
c. Perubahan sensori dan persepsi ; perilaku kekerasan b.d isolasi sosial

d. Isolasi sosial b.d koping individu inefektif

4) Intervensi

TUK 1 : Bina hubungan saling percaya (BHSP)

TUK 2 : Klien mendapat perlindungan secara fisik

TUK 3 : Kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi

TUK 4 : Klien mendapatkan pengobatan secara adekuat

TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga

5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengukur tujuan dan kriteria yang sudah

tercapai dan yang belum sehingga dapat menentukan intervensi lebih

lanjut. Bentuk evaluasi yang positif adalah sebagai berikut

a. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan.

b. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut

c. Sudahlah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada

orang lain

d. Buatlah komentar dan kritikal

e. Apakah klien sudah mampu mengapresiasikan sesuatu yang berbeda

f. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi

perasaan marahnya

g. Konsep diri klien sudah meningkat

h. Kemandirian berfikir dan aktivitas meningkat

19
2. Motivasi

a. Pengertian

Robinns dan judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses

yang menjelaskan intensitas arah dan ketentuan usaha untuk mencapai

suatu tujuhan . menutut Winardi (2007) motivasi berasal dari kata

“menggerakkan” motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat

internal atau eksternal bagi individu yang menyebabkan timbulnya sikap

entutiasme dan persitensi dalam hal melaksanakan kegiatan – kegiatan

tertentu.Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal

dalam diri seseorang yang disaksikan dengan adanya hasrat dan minat

,dorongan dan kebutuhan , harapan dan cita – cita , penghargaan dan

penghormatan (uno 2007).

Motivasi diartikan sebagai sesuatu tindakan yang mendorong

seseorang melakukan suatu pekerjaan (Manullang,2008) .Hariandja

(2007) mengungkapkan bahwa faktor pendorong tersebut dapat dilihat

dalam bentuk ketekunan seseorang untuk mencapai keinginan , tujuhan

dan memenuhi kebutuhannya, dorongan tersebut dapat dinyatakan dalam

bentuk usaha yang keras atau lemah. Motivasi menurut notoadmojo (2010)

berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan dari manusia untuk

bertindak atau berperilak.

Kesimpulannya, motivasi merupakan faktor pendorong semua

tingkah laku bagi perbuatan seseorang atau merupakan motif mengapa

seseorang melakukan sesuatu. Motivasi merupakan interaksi seseorang

20
dengan situasi tertentu yang dihadapinya dan memberikan dorongan

penggerak(didasari maupun tidak didasari) melalui suatu proses untuk

mencapai tujuhan tertentu yang diinginkan atau menjauhi situasi yang

tidak di harapkan .Motivasi pula yang mengarahkan seseorang melakukan

sesuatu dengan baik atas keinginan sendiri (motivasi internal) atau karena

ada faktor pendorong dari luar diri orang tersebut (motivasi eksternal).

b. Teori Motivasi

Teori motivasi –Higiene Hezberg menyebutkan bahwa terdapat dua

perangkat faktor terpisah yang mempengaruhi motivasi. Hezberg membagi

motivasi dalam dua faktor sehingga teorinya sering dikenal dengan two

faktor model of motivation yaitu faktor Higiene / ekstrinsik dan faktor

motivasi interisik (Sumarto, 2014). Dengan demikian Herzberg

membedakan antara faktor iklim baik (hygiene factors) atau faktor

pemeliharaan sebagai faktor yang diperlukan untuk mempertahankan

tingkat kepuasan dalam diri pegawai dengan faktor motivasi yakni kondisi

kerja yang terutama berfungsi untuk menimbulkan motivasi.Faktor

motivasi terutama berhubungan dengan isi pekerjaan (job

content),sedangkan faktor pemeliharaan berhubungan dengan isi pekerjaan

(job content) karena lebih berkaitan dengan lingkungan disekitar

pekerjaan. Oleh karena teori Herzberg ini membagi motivasi kedalam dua

faktor/two factor model of motivation yaitu :

21
1) Faktor Higrene /faktor ekstrinsik

Faktor Higiene merupakan rangkaian kondisi yang

menggambarkan hubungan seseorang dengan lingkungan tempat yang

bersangkutan melaksanakan pekerjaannya (job content).Faktor higien

antara lain :

a) kebijakan pengembangan karier

b) kondisi kerja

c) kemampuan pemimpin dalam melakukan supervisi

d) kemampuan pemimpin dalam membangun hubungan baik dengan

bawahan

e) kompensasi (sistem pengubahan)

f) status organisasi

2) Faktor Motivator / Faktor Instrinsik

Faktor motivator merupakan rangakaian kondisi yang

menggambarkan hubungan seseorang dengan apa yang

menggambarkan hubungan seseorang dengan apa yang ia kerjakan (job

content) .Faktor ini berhubungan langsung dengan kepuasan kerja

(satisfier) yang bersifat instrisik.Faktor- faktor tersebut adalah :

a) Prestasi (achievement).Faktor ini berkaitan dengan upaya pemimpin

untuk memotivasi karyawan dengan mendorong dan memberi

kesempatan berkembang dan berprestasi

b) Pengakuan (recoqnation). Pernyataan pengakuan oleh atasan atas

keberhasilan seorang pekerja

22
c) Tanggung Jawab (responsibility).Faktor ini berkaitan dengan upaya

pemimpin untuk menyandarkan pentingnya peranan tanggung

jawabnya masing – masing pekerja

d) Pengembangan Diri (advancement) kesempatan untuk

mengembangkan diri merupakan faktor yang memotivasi karyawan

c. Motivasi dan perilaku kerja

Motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan dan hal ini akan

berpengaruh terhadap kinerja orang tersebut hal ini dapat kita lihat dari

illustrasi tentang perawat diatas. Apabila motivasi kerja seseorang bagus

maka kinerja dari orang tersebut juga pasti akan bagus begitu pula

sebaliknya .Teori motivasi dari berbagai disiplin ilmu dapat diterapkan

dalam menilai motivasi kerja seseorang perawat ,hal ini memicu beberapa

penelitian yang ingin melihat ada tidaknya hubungan antara motivasi

dengan kinerja. Penelitian ini dilakukan oleh Larasati (2014) dan

penelitian yang dilakukan oleh Sotitin, MC Cleelland, Edward Murry,

Miller dan Gordon W.

Larasati (2014) menemukan bahwa kebutuhan afilrasi mempunyai

pengaruh yang paling besar terhadap kinerja karyawan .Berdasarkan hasil

penelitian MC Chelland, Edward Murry, Miller, dan Gordan W,

menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi dengan

kinerja. Artinya pegawai yang mempunyai motivasi tinggi maka

23
cenderung memiliki kinerja yang tinggi dan sebaliknya mereka yang

kinerjanya rendah dimungkinkan karena motivasinya rendah (Svarli,2009)

Teori motivasi dari berbagai disiplin ilmu terdapat diterapkan dalam

menilai motivasi kerja seorang perawat. Barret (1988 dalam Edyana,2008)

mengkaji motifasi perawat untuk bekerja dan mengidentifikasikan empat

alasan yang berkaitan dengan kerja yaitu :kepuasan dengan pekerjaan

mereka, suasana kerja berkelanjutan dan pengembangan professional.

Suarli, (2009) menyatakan bahwa seseorang pemimpin diharapkan

memiliki kemampuan untuk meningkatkan motivasi kerja bawahannya .

d. Prinsip-prinsip dalam motivasi kerja

Prinsip dalam motivasi kerja pegawai menurut beberapa ahli terdiri atas

prinsip partisipasi, prinsip komunikasi ,prinsip mengakui andil bawahan

,prinsip pendelegasian wewenang atau tanggung jawab dan prinsip

memberi perhatian .Berikut akan dibahas satu persatu prinsip – prinsip

memotivasi kerja tersebut.

1) Prinsip partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja ,pegawai perlu diberikan kesempatan

ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh

pemimpin (Mangkunegara,2013)

2) Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan

dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai

akan lebih mudah dimotivasikan (Mangkunegara, 2013). Suarli dan

24
Yanyan (2009) dan wise (2011) mengungkapkan bahwa pemimpin

dalam hal ini ketua tim dan kepala ruangan diharapkan mampu dan

mau mengkomunikasikan kepada perawat pelaksana rencana kegiatan

yang akan mereka lakukan untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya. Artinya tanpa komunikasi dan arahan dari

atasan maka sulit untuk mencapai tujuan yang telah dibuat sebelum

melakukan suatu tindakan.

3) Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di

dalam usaha pencapaian tujuan Dengan pengakuan tersebut pegawai

akan lebih mudah dimotivasi kerjanya (Mangkunegara,2013)

4) Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai

bawahan untuk sewaktu – waktu dapat mengambil keputusan terhadap

pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang

bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang

diharapkan oleh pemimpin (Mangkunegara,2013)

5) Prinsip pemberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang di inginkan

pegawai bawahan,akan motivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan

oleh pemimpin (Mangkunegara,2013).Suarli & Yanyan (2009) dan

Wise (2011) mengungkapkan bahwa pemimpin yang memberikan

perhatian pada keinginan bawahan akan membuat bawahan termotivasi

25
.Kepada ruangan pada suatu ruang rawat dapat memberikan perhatian

dan waktu pada perawat pelaksana untuk berdiskusi tentang apa

kebutuhan perawat ,ide yang dimiliki untuk peningkatan mutu asuhan

keperawatan dan apa yang dirasakan perawat dalam melaksanakan

tanggung jawabnya .Hal ini akan memotivasi perawat pelaksana ,dan

mereka akan bekerja seperti yang diharapkan oleh pemimpin (dalam

hal ini kepala ruangan )

e. Tujuhan Motivasi Kerja

Menurut Hasibuan (2013) tujuhan motivasi kerja antara lain :

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2) Meningkatkan produktifitas kerja karyawan

3) Mempertahankan kesetabilan karyawan perusahaan

4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7) Meningkatkan loyalitas ,kreativitas dan partisipasi karyawan

8) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas –

tugasnya

9) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat – alat dan bahan baku

f. Karakteristik perawat yang mempengaruhi motivasi kerja

Selain faktor motivasi yang mempengaruhi kinerja pesawat ,dalam

penelitian ini dalam menerapkan pelaksanaan tindakan keperawatan

.Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa ada hubungan antara usia

26
,jenis kelamin, lama bekerja dan tingkat pendidikan dengan motivasi kerja

pesawat.

1) Usia

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara usia dengan kinerja , namun belum ada teori yang benar- benar

secara jelas mengungkapkan hubungan tersebut.Robbins (2008)

menyatakan bahwa jika penelitian memisahkan antara professional dan

non professional maka akan didapatkan bahwa tingkat kinerja

cenderung meningkat pada professional dengan bertambahnya usia

mereka, dan pada non professional kinerja tersebut menurun seiring

penambahan usia.

2) Jenis kelamin

Edyana (2008) mengungkapkan bahwa ada perbedaan kemampuan

antara pria dan wanita dalam hubungan antar manusia dimana wanita

memiliki kepekaan lebih tinggi dalam menginterprestasi tanda – tanda

komunikasi di banding pria. Dalam hal kognitif wanita unggul dalam

kemampuan bahasa dan verbalisasi. Sedangkan pria lebih unggul

dalam kemampuan mengenali ruang dan matematika. Robbin (2008)

memandang dari sudut yang berbeda terhadap kinerja pekerja

wanita.wanita yang pernah menikah memiliki kecenderungan secara

tradisi bertanggung jawab pada perawatan keluarga ,maka biasanya

wanita mengambil cuti dan libur pada saat anggota keluarga yang

27
sakit, sehingga terlihat bahwa wanita memiliki tingkat ketidakhadiran

lebih tinggi dibanding pria.

3) Lama bekerja

Robbins (2008), mengungkapkan bahwa semakin lama seseorang

bekerja maka tingkat keterampilannya dan pengalamannya dalam

bidang pekerjaan tersebut juga semakin meningkat. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian Edyana (2008) yang menemukan bahwa

pengalaman kerja / lama bekerja berhubungan secara signifikan

dengan kemampuan perawat dalam menerapkan tindakan

keperawatan

4) Tingkat kependidikan

Hasil penelitian Edyana (2008) menemukan bahwa tingkat

pendidikan tidak berhubungan secara signifikan dengan

kemampuan penerapan pelaksanaan tindakan keperawatan.

Kesimpulan adalah karakteristik perawat secara teori

mempengaruhi motivasinya dalam melakukan suatu pekerjaan,

namun dalam beberapa penelitian menunjukkan ada yang

berhubung dan ada pula yang tidak berhubungan sehingga perlu

diteliti lebih lanjut

3 Tindakan keperawatan (strategi pelaksanaan)

a. Pengertian

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan cara berkomunikasi

dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. SPTK juga dapat melatih

28
kemampuan berintegrasi antara intelektual, psikomotor dan afektif.

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan ini dibuat setiap kali akan

interaksi dengan klien / setiap pertemuan (fitria,2009) .Strategi

pelaksanaan komunikasi adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa

terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuhabn untuk

mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009).

Strategi pelaksanaan SP 1 pada perilaku kekerasan SP 1 pada perilaku

kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi

penyebab marah , tanda dan gejala yang dirasakan , perilaku kekerasan

dilakukan,akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara

fisik pertama (latihan nafas dalam.)

b.Pelaksanaan Tindakan keperawatan (SP)

Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan strategi

pelaksanaan dari diagnosa keperawatan yang diprioritaskan yang akan

dilakukan treatment yang mana dipilih strategi pelaksanaan yang dapat

dicapai tujuan kusus tersebut.

a. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan keperawatan

1. Strategi komunikasi yang digunakan adalah tahapan

komunikasi terapeutik perawatan klien yaitu perkenalan dan

orientasi

29
Pertemuan Pertama

1) Salam terapeutik

Berisi pengenalan antara perawat dank klien termasuk

didalamnya elemen kontrak secara teoritis. Contoh :

”selamat pagi bu, kenalkan nama saya Frida, biasa

dipanggil dede, kalau boleh tahu nama ibu siapa dan

senangnya dipanggil apa, saya pada pagi ini akan merawat

ibu’’

2) Evaluasi dan atau validasi

Berisi tentang kajian atas keluhan, alasan atau kejadian

yang membuat klien minta tolong, contoh komunikasi

“bagaimana ceritanya sampai ibu datang kesini / dibawa

kesini?” Evaluasi / validasi merupakan kajian untuk

mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut.

3) Kontrak

Terdiri dari tiga aspek yaitu :

a. Topik

Berisi tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan

klien beserta tujuan dan keuntungannya bagi klien,

kemudian meminta persetujuan untuk pelaksanaan.

b. Waktu

Merupakan kesepakatan berapa lama tindakan/

kegiatan yang dilakukan.

30
“ibu mau berapa lama kita bercakap-cakap, bagaimana

kalau 15 menit “

c. Tempat

Merupakan kesepakatan denang klien akan tempat

pelaksanaan tindakan (dipilihkan tempat yang

terapeutik)

“menurut ibu enaknya dimana kita bisa bercakap-

cakap, bagaimana kalau diruang santai “.

Pertemuan kedua dan seterusnya.

1) Salam terapeutik

Tidak disertai perkenalan lagi hanya salam saja.

Contoh : “selamat pagi ibu”.

2) Evaluasi dan validasi

Dapat bersifat umum atau focus pada rencana tindak

lanjut klien pada pertemuan sebelumnya. Evaluasi

umum. Contoh: “ bagaimana perasaan ibu SR

sekarang ?” sedangkan evaluasi fokus “ apakah ibu

SR sudah mencoba cara mengendalikan emosi

seperti yang sudah dilatih ?”

3) Kontrak

Tetap berisi tiga aspek yatu topik, waktu dan tempat. Topik

fokus pada tindakan dan tujuannya yang terkait dengan kontrak

yang akan datang pada pertemuan sebelumnya, contoh : ibu SR

31
masih ingat apa yang akan kita diskusikan sekarang, sesuai janji

kita tadi siang, sekarang kita akan latihan cara mengendalikan

emosi dengan cara kedua. Contoh “yang dapat diteruskan dengan

tujuan, waktu dan tempat sama dengan pertemuan pertama (Fitria,

2009).

b. Melakukan tindakan perawatan

Melakukan tindakan keperawatan pada pasien perawat akan

menghargai berbagai macam perasaan antara lain senang melihat

pasien mulai menunjukkan prilaku dan perasaan jengkel ketika

pasien tidak mau minum obat, sehingga perawat terbuka dan

sadar akan perasaan dan perawat dapat menggunakan kesulitan

pasien dalam membina hubungan saling percaya. (Suliswati,2009)

c. Pelaksanaan keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan perawat harus

bekerjasama dengan pasien atau keluarga dan petugas kesehatan

lainnya. Tahapan atau kegiatan yang dilakukan antara lain

melanjutkan pengumpulan data dan pengkajian, melaksanakan

intervensi, keperawatan, mendokumentasikan asukan

keperawatan, memberikan laporan keperawatan. (Suliswati,2009)

Salah satu contoh penerapan strategi pelaksanaan perilaku kekerasan:

SP1p:

1). Membina hubungan saling percaya.

2). Mengidentifikasi penyeba perilaku kekerasan.

32
3). Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

4). Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.

5). Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

6). Mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

7).Melatih pasien/mempraktekkan cara control perilaku kekerasan dengan

tehnik nafas dalam.

8). Membembing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SPIIp:

1). Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2). Melatih cara kontrol perilaku kekerasan dengan berbincang dengan

orang lain.

3). Membimbing pasien memasukkan jadwal kegiatan harian.

SPIIIp :

1).Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya

2).Melatih cara kontrol perilaku kekerasan dengan kegiatan (yang

bisa dilakukan pasien)

3).Membimbing pasien memasukkan jadwal kegiatan harian

SPIVp :

1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2) Melatih cara kontrol perilaku kekerasan dengan teratur minum obat

3) Membimbing pasien memasukkan jadwal kegiatan harian.

Strategi pelaksanaan akan diberikan empat kali pertemuan klien

akan memasukkan kegiatan yang telah dilatih ke dalam jadwal kegiatan

33
harian klien. Diharapkan klien melatih kegiatan yang telah di ajarkan

untuk mengatasi masalah sebanyak 2-3 kali sehari, jadwal kegiatan akan di

evaluasi oleh perawat di pertemuan selanjutnya. Melalui jadwal yang

dibuat akan dievaluasi tingkat kemampuan klien mengatasi masalahnya

tingkat kemampuan akan dikelompokkan menjadi 3 yaitu mandiri, bantuan

atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri, jika klien melaksanakan

kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuruh, bantuan jika klien sudah

melakukan kegiatan tetapi belum sempurna dan dengan bantuan klien

dapat melakukan dengan baik, tergantung jika sama sekali belum

melakukan dan tergantung pada bimbingan perawat (Keliat. 2008).

Klien dikatakan telah memiliki kemampuan mengontrol perilaku

kekerasan bila telah memiliki kemampuan secara kognitif afektip dan

psikomotor. Klien mampu mengontrol perilaku kekerasannya jika klien

telah mengenal perilaku kekerasannya, mampu menyebutkan empat cara

mengontrol perilaku kekerasannya, mampu mempraktekkan keempat cara

yang telah di ajarkan, dan melakukan latihan sesuai jadwal.

Kemampuan yang perlu dimiliki oleh klien perilaku kekerasan untuk

mengontrol perilaku kekerasan adalah:

1. Mampu mengungkapkan marah dengan cara yang sehat yaitu dengan

mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal pada orang lain tanpa

menyakiti.

2. Menggunakan tehnik nafas dalam untuk mengontrol perilaku kekerasan

34
3 .Melakukan latihan asertif dengan orang lain untuk mengontrol perilaku

kekerasan.

4.Patuh minum Obat.

Merupakan hal penting bagi klien Perilaku kekerasan mengikuti program

Patuh obat.

SP keluarga

1) Keluarga mampu mengidentifikasi cara merawat klien dengan perilaku

kekerasan secaara mandiri.

2) Keluarga mampu memberikan dukungan selama klien dirawat

3) Keluarga mampu menyiapkan lingkungan dirumah.

B. Penelitian Terkait

1. Martini (2007) Penelitian dengan judul hubungan sikap dan beban kerja

perawat dengan pendokumentasian strategi pelaksanaan di rawat inap di

rumah sakit jiwa Amino Gondohutomo Semarang. Penelitian ini adalah

menggunakan dua pendekatan kuantitatif dan kualitatif, sedangkan waktu

pengumpulan data secara cross sectional. Subyek penelitian 56 orang

perawat pelaksana. Pengukuran supervisi dengan wawancara mendalam

yang selanjutnya dilakukan content analisis, untuk pengukuran, motivasi

dan beban kerja pengambilan sampelnya secara proposif dengan analisis

kuantitatif. Pengolahan data penelitian dengan tehnik deskriptif dan

analitik dengan uji korelasi Rank Sperman.Hasil analisis menunjukan

pengetahuan perawat 52% yang mempunyai pengetahuan baik p value

0,0001. Sikap yang baik mencapai 57% p value 0,000. Beban kerja sedang

35
37% p value 0,011. Format tersedia 61% p value 0,001. Standar asuhan

keperawatan tersedian 59% p value 0,001 serta hasil pendokumentasian

Strategi pelaksanaan 43% p value 0,001 . Hasil analisis statistik untuk

variabel pengetahunan, sikap, beban kerja ada berhubungannya dengan

pendokumentasian strategi pelaksanaan.

2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nikmatul Fitri tahun 2012 dengan

judul penelitian nya adalah hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja

perawat di instalasi rawat inap RSUD Tugurejo Semarang. Permasalahan

yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara motivasi

kerja dengan kinerja perwat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD)Tugurejo Semarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tugurejo

Semarang. Jenis penelitian ini adalah explanatory researchdengan

pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perawat yang bertugas di Instalasi Rawat Inap Rumah. Sakit Umum

Daerah (RSUD) Tugurejo Semarang yang berjumlah 119 orang. Sampel

yang diambil sejumlah 37 orang, diperoleh dengan menggunakan teknik

purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner. Data penelitian ini diperoleh dari data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden.

Data sekunder diperoleh dengan cara melihat dasil laporan atau evaluasi

tahunan di RSUD Tugurejo Semarang. Data yang diperoleh dalam

penelitian ini diolah dengan menggunakan statistik Rank Spearman. Hasil

penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki motivasi

kerja tinggi yaitu 86,5 % dan sedang 13,5 %, Hasil kinerja menunjukkan

36
bahwa 70,3 % responden memiliki kinerja yang tinggi dan sebanyak

29,7% responden memiliki kinerja sedang. Dari uji statistik didapatkan p

value untuk hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan

kinerja perawat sebesar 0,001 dengan koefisien korelasi sebesar 0,523

yang berarti ada hubungan yang cukup kuat.

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tugurejo Semarang.

3. Elyani Sembiring penelitian tahun 2011 dengan judul “Pengaruh Strategi

Pelaksanaan Komunikasi Terhadap Kemampuan Pasien Perilaku Kekerasan

dalam Mengendalikan Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa”. Perilaku

kekerasan merupakan masalah utama yang sering ditemukan pada pasien

gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi

perilaku kekerasan terhadap kemampuan pasien dalam mengendallikan

perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa daerah Provsu Medan.

Penelitian yang digunakan merupakan penelitian eksperimen semu (quasi

experiment) menggunakan desainpre-post test, dengan jumlah responden

22 orang yang dibagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol

masing-masing dengan jumlah responden 11 orang serta teknik

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Instrumen

penelitian terdiri dari kuesioner karakteristik responden dan kuesioner

strategi pelaksanaan komunikasi. Hasil analisa data dengan menggunakan

uji pair t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan

37
psikomotor pasien perilaku kekerasan pada kelompok intervensi sebelum

dan setelah intervensi (p value = 0,000; p<0,05). Perbedaan kemampuan

psikomotor pasien parilaku kekerasan antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol adalah sebesar 10,18 (p value = 0,000; p<0,05).

Sehingga direkomendasikan perlunya menerapkan strategi pelaksanaan

komunikasi terapeutik yang sesuai standar agar pasien perilaku kekerasan

dapat meningkatkam kemampuan mengendalikan perilaku kekerasan.

Kata kunci : Strategi pelaksanaan komunikasi, perilaku

kekerasan,kemampuan mengendalikan perilaku kekerasan

C.Kerangka teori

Skema 2.1 kerangka teori

Faktor ekstrinsik : Penerapan Strategi


a) Kebijakan pelaksanaan :
pengenbanagan 1) Salam terapetik
karier Pasien Gangguan Jiwa 2) Tujuan
b) Kondisi kerja dengan perilaku kekerasan 3) Tindakan
c) Kemampuan 4) Evaluasi
memimpin dalam 5) kontrak
melakukan
surpervisi
d) Kemampuan
pemimpin dalam
membangun
hubungan baik
dengan bawahan
e) Kompensasi (
sistem pengupahan
f) Keamanan kerja
g) Status organisasi
sumber: Teori motivasi Herzberg (keliat, 2010)

38
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah uraian dari visualisasi tentang hubungan

atau kaitan antara konsep – konsep atau varibel – variabel yang akan

diamati atau di ukur melaui penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo,2012).Kerangka konsep ini menjelaskan tentang variabel –

variabel yang dapat diukur dalam penelitian.Variabel yang peneliti

gunakan adalah variable bebas (Independen)

Skema 3.1 kerangka konsep penelitian

Variable independent Variable dependen


Pelaksanaan tindakan keperawatan
Motivasi ekstrinsik (SP1) pada pasien perilaku kekerasan
di RS Jiwa Soeharto Heerdjan Jakarta

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara yang

masih dibuktikan kebenarannya (Sugiono,2009).

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian penelitian tentang batasan terhadap

suatu istilh atau vaariabel. kemudian memberikan deskripsi tentang metode atau

cara yang digunakan peneliti untuk mengukur variabel tersebut , kemudian

39
menentukan hasil ukur atau kategorinya serta skala pengukuran yang digunakan.

(Notoatmojo , 2010).

Tabel 3.1 Definisi OPerasional

No Variablen Definisi Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Independent operasional

1 Motivasi Pernyataan Kuesioner Membuat pernyataan Dikategorikan Ordinal


ekstrinsik pesawat atas menggunakan positif dengan skor menjadi :
dorongan yang skala likert Nilai 4 jika sangat 1.Tinggi
timbul dari luar setuju (jika>mean)
diri perawat Nilai 3 jika setuju 2.Rendah
berupa Nilai 2 jika tidak (jika<mean)
kebiakan setuju
pengembangan Nilai 1 jika tidak
karier , sangat setuju
kemampuan Pernyataan negatif:
pemimpin Nilai 4 jika sngat
dalam setuju
membangun Nilai 3 jika setuju
hubungan baik Nilai 2 jika tidak
dengan setuju
bawahan , Nilai 1 jika tidak
kompensasi sangat setuju
(sistem
pengupahan )
keamanan kerja
dan status
organisasi

40
2 Dependen Kemampuan Kuesioner Kuesioner B Dikategorikan Ordina
penerapan perawat yang tentang penerapan menjadi : l
tindakan pelaksana menggunakan pelaksanaan 1.Tinggi
keperawatan skala likert tindakan (jika>mean)
dalam
(SP1) keperawatan 2.Rendah
menerapkan (SP1) berjumlah (jika<mean)
tindakan 20 pernyataan.
keperawatan menggunakan
(SP1) : skala likert.
1.salam Pernyataan positif
terapeutik :
Nilai 4 jika selalu
2.tujuan
Nilai 3 jika sering
3.tindakan Nilai 2 jika jarang
4.evaluasi Nilai 1 jika tidak
5.kontak pernah
Pernyataan
negatif :
Nilai 4 jika selalu
Nilai 3 jika sering
Nilai 2 jika jarang
Nilai 1 jika tidak
pernah

41
BAB IV

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode yang digunakan dalam penelitian. Metode dirancang

dan digunakan untuk melakukan pengumpulan data,pengolahan data, hingga

analisis hasil penelitian guna menjawab tujuan penelitian. Bab ini terdiri dari

desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, tempat dan waktu penelitian,

etika penelitian, prosedur pengumpulan data, alat pengumpulan data, validitas dan

reabilitas instrument, pengolahan data, dan analisis data yang dipakai.

a. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah strategi menyeluruh peneliti untuk memperoleh

jawaban dari pertanyaan penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian

guna mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai

pedoman pada seluruh proses penelitian (Nursalam & Partani, 2001; Polit &

Hugler, 1999).

Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif berupa uji

hubungan (kolerasi). Penelitian Hubungan motivasi eksternal perawat dengan

pelaksanaan tindakan keperawatan (SP1) pada pasien perilaku kekerasan di

Rumah Sakit Jiwa Dr, Soeharto Heerdjan Jakarta 2017

b. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

42
2016). Populasi target penelitian adalah perawat rung rawat inap Rumah Sakit

Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta yang terdiagnosa gangguan jiwa dengan

Gangguan jiwa perilaku kekerasan sejumlah 40 orang.

c. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2016). Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu menggunakan total populasi. Ukuran populasi penelitian

ini relatif tidak besar, yaitu pasien dan keluarga pasien rawat jalan di poli

Rumah Sakit DR. Soeharto Heerdjan Jakarta dengan gangguan jiwa perilaku

kekerasn sejumlah 40 orang.oleh karena itu peneliti menggunakan seluruh

populasi sebagai seluruh sumber data (responden). Dalam keadaan yang

demikian, maka dilakukan sensus atau disebut juga total sampling. Sensus

memungkinkan peneliti untuk memperoleh gambaran gangguan jiwa perilaku

kekerasan Rumah Sakit DR. Soeharto Heerdjan Jakarta dan bersedia menjadi

responden.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien dan keluarga pasien yang

tidak mengantar pasien untuk kontrol karena dirawat kembali di rumah sakit

d. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit DR. Soeharto Heerdjan

Jakarta. Alasan penelitia memilih ruang poliklinik Rumah Sakit tersebut

karena sampel dan tempat tersebut sesuai dengan kriteria penelitian dan

43
mudah dijangkau sehingga dapat memperoleh data dasar yang diperlukan.

Penelitian ini dimulai dari bulan Juni 2017 sampai dengan Februari 2018.

e. Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh bertentangan

dengan etik. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak responden harus

dilindungi. Penelliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika

yang meliputi:

a) Informed Concent

Peneliti mengadakan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan

kepada respoden kemudian menjelaskan lebih dahulu tujuan penelitian,

tindakan yang akan dilakukan, serta menjelaskan akibat atau manfaat

yang akan diperoleh dan hal-hal lain yang terkait dengan proses

penelitian. Jika responden bersedia, maka responden menandatangani

lembar persetujuan tersebut, dan jika menolak maka peneliti akan tetap

menghormati hak mereka.

b) Anonymity

Semua berkas yang mencantumkan identitas subjek (kode respoden)dan

tempat penelitian hanya dapat digunakan untuk keperlua pengolahan data

dan disimpan di dalam tempat yang terkunci dan apabila dalam kurun

waktu lima tahun sudah tidak digunakan akan dimusahkan

44
c) Confidentiality

Peneliti menjamin hak-hak subjektif penelitian dengan cara menjamin

kerahasiaan identitas dari subjek penelitian dengan membuat angket yang

tidak mencantumkan nama jelas, kode ataupun inisial klien.

d) Benefiencence (Manfaat)

Peneliti menjelaskan manfaat penelitian ini tidak memberikan kerugian

bagi responden. Cara mengaplikasikannya yaitu peneliti memberi tahu

bahwa manfaat penelitian ini yaitu responden aakan meemperoleh

informasi dan masukan yang positif bagi rumah sakit khusunya perawat

untuk meningkatkan sumber daya manusia. Selain itu manfaat penelitain

dijelaskan secara transparan dan jujur apa adanya, juga menggunakan

bahasa atau kalimat yang dapat dimengerti oleh responden

e) Justice (keadilan)

Peneliti menerapkan prinsip keterbukaan dan keadilan dilaksanakan

dengan cara menjelaskan prosedur penelitian sebelum melakukan

prosedur penelitian, pemilihan responden sesuai dengan kriteria inklusi

yang sudah ditentukan, responden tidak didiskriminasi. Cara

mengaplikasikannya yaitu semua responden diberikan perlakuan yang

sama dengan memberikan kesempatan kepada responden untuk

berpendapat, tidak memaksa, dan memberikan kenang-kenangan berupa

souvenir secara terbuka dan adil kepada responden.

45
f. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun tahap-tahap penelitian dalam pengumpulan data antara lain sebagai

berikut:

1) Peneliti melakukan pendekatan kepada respondenuntuk memberikan

penjelasan bila bersedia menjadi responden maka dipersilahkan

menandatangani lembar persetujuan.

2) Peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden.

3) Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti sendiri dan peneliti yang

mendampingi saat mengisi kuesioner untuk menjelaskan yang belum

dipahami oleh responden.

4) Apabila responden telah selesai mengisi kuesioner secara lengkap,

kuesioner diminta untuk dikumpulkan kepada peneliti. Pdleneliti telah

melakukan pengecekan ulang kelengkapan kuesioner yang telah diisi

responden dan melangkapi kekurangan dengan memberikan penjelasan

kembali pasa responden yang belum jelas dan dipandu dengan kuesioner

oleh peneliti sendiri.

g. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data yaitu kuesioner.

Jenis skala pengukuran yang dipakai dalam bentuk skala Likert.

Sebelum melakukan pengumpulan data peneliti melakukan uji validitas

terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pertanyaan

yang tidak jelas atau bahasa yang tidak dimengerti dan butir pertanyaan

yang tidak valid.

46
Pertanyaan-pernyataan dalam kuesioner motivasi ekstrernal dan tindakan

keperawatan (SP1) terdiri atas pertanyaan yang bersifat positif yang

menunjukkan indikasi sesuai dengan teori, serta pernyataan yang bersifat

negatif yang menunjukkan tidak sesuai dengan teori. Adapun kisi-kisi

pernyataan pada instrument penelitian sebagai berikut

Tabel 4.1 Kisi-Kisi Kuesioner

No Variabel Indikator No. Soal

1. Motivasi Estrinsik Kuesioner B

1. Kebijakan dan Adminitrasi


1,2,3
Perusahaan

2. Supervisi
4,5
3. Gaji
6,7,8
4. Hubungan Interpersonal
9,10,11
5. Kondisi Kerja
12,13
6. Keamanan Kerja
14,15
7. Status organisasi

2. Penerapan Strategi Kuesioner C

Pelaksanaan Tindakan Disesuaikan denga masing-

Keperawatan masing strategi pelaksanaan (SP)

47
Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. Kuesioner A: merupakan instrument untuk mandapatkan gambaran

karakteristik responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan.

2. Kuesioner B: yang terdiri dari 21 pertanyaan dengan cara diisi oleh

respoden terkait dengan kemampuan perawat dalam moivasi eksternal.

Data yang diambil adalah data primer, instrument ini diukur dengan

skala Likert yaitu 4: selalu, 3: sering, 2: kadang-kadang, 1: tidak

pernah.

3. Kuesioner C: merupakan instrument untuk mengetahui tingkat

tindakan keperawatan (SP1) (Suhron, 2017). Yang terdiri dari 20

pertanyaan dengan skala Likert (1-4) dengan nilai sangat setuju:4,

setuju:3, tidak setuju: 2, sangat tidak setuju: 1 pada pertanyaan positif,

dan nilai untuk pertanyaan negative adalah sangat setuju: 1, setuju: 2,

tidak setuju:3, sangat tidak setuju: 4. Berdasarkan skala tersebut skor

yang dapat dicapai adalah minimum 1 sampai dengan maksimum 30.

h. Validitas dan Reabilitas Instrumen

Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang

terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti

(Sugiyono, 2016).

Uji validitas dilakukan untuk setiap item pertanyaan pada insttrumen

penelitian. Untuk menguji validitas variable tindakan yang berupa skala

ordinal (tingkatan) digunakan teknik korelasi product moment.

48
Uji validitas indstrumen dalam penelitian ini dilakukan di RS Jiwa DR.

Duren Sawit Jakarta Timur dengan jumlah respon 20 orang. Uji validditas

dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi product moment.

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat ddipercaya/diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten/tetap asas bila dilakukan

pengukkuran dua kali/lebih terrhadap gejala yang sama (Notoatmodjo,

2005). Uji reabilitas yang ddigunakan untuk variable tindakan berupa skor

dalam skala ordinal (tingkatan) adalah teknik koefisien reabilitas alpha

cronbach (Arikunto, 2002).

Tinggi rendahnya reabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut

koefisien reabilitas. Pada awalnya tinggi rendahnya reabilitas kuesioner

tercermin oleh nilai cronbach alpha. Dimana nilai cronbach alpha . nilai r

tabel pada taraf kesalahan 5% dimana variable dalam penelitian dapat

dikatakan realibel atau handal, sehingga kuesioner pertanyaan yang

diajukan dilakukan secara berulang-ulang dihasilkan jawaban responden

sama (Notoadmojo, 2005).

i. Pengolahan Data

Empat tahap pengolahan data antara lain editing, coding, entry data, dan

clearing data (Hastono, 2007).

1) Editing

Menilai kelengkapan, dilakukan di tempat pengumpulan data,

sehingga apabila ada kekurangan data dapat segera dilengkapi.

49
Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul dan selanjutnya

dilakukan penyuntinganuntuk melihat kualitas data.

2) Coding

Pada semua jawaban kuesioner mengkode jawaban pada setiap

kuesioner dan meliputi proses pemberian skor untuk memudahkan

dalam pengolahan data.

3) Entry Data

Proses memasukkan data kedalam computer. Peneliti melakukan

proses memasukkan data kesebuah program statistik di computer.

Peneliti memasukkan data yang telah dikode sebelumnya.

4) Cleaning Data

Pembersihan seluruh data dengan tujuan agar data terbebas dari

kesalahan sebelum dilakukan analisa data. Data kemudian disajikan

dalam bentuk tabulasi silang sesuai dengan variable yang hendak

diukur. Arah uji hipotesis pada penelitian ini adalah two tail (dua sisi)

yaitu hipotesis alternative yang hanya menyatakan perbedaan tanpa

melihat apakah hal yang satu lebih tinggi atau rendah dari hal yang

lain (Hastono & Sabri, 2010).

Ketentuan yang berlaku adalah nilai p≤α, maka keputusan nya adalah

Ho ditolak dan bila nilai p≥α, maka keputusan nya adalah Ho gagal

ditolak (nilai α = 0,05). Ho ditolak berarti ada hubungan strategi

coping keluarga dengan peningkatan self-esteem pada pasien harga

diri rendah. Sebaliknya apabila hasil uji statistik p>0.05 maka Ho

50
gagal ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara motivasi

eksternal dengan pelaksanaan tindakan keperawatan (sp1) pada pasien

harga diri rendah. Nilai p merupakan nilai yang menunjukkanbesar

nya peluang salah menolak Ho data penellitian (Hastono & Sabri,

2010).

j. Analisa Data

Setelah data diolah kemudian dianalisis, sehingga hasil analisa data dapat

digunaka sebagai bahan pengambila keputusan dalam penangulangan

masalah

1) Analisa Univariat

Analisa ini untuk mendapatkan gambaran pada masing-maasing

variable. Gambaran yang didapat akan dimasukkan kedalam

bentuk tabel frekuensi dan akan digunakan untuk uji statistik

korelasi. Tabel frekuensi pada analisis ini bertujuan untuk

menggambarkan responden sesuai karakteristik.

2) Analisa Bivariat

Setelah data-data diolah dengan menggunakan analisa univariat,

kemudian diolah dengan analisa bivariat. Penelitian ini variabel

nya menggunakan data kategori sehingga dalam analisa data

peneliti menggunakan uji chi square. Menurut Hastono

pembuktian uji chi square menggunakan rumus:

X2 = ∑ (0-E) df = (k-1) (b-1)


E

51
Keterangan:

X2 = Proporsi

E = Ekspitasi

O = Observasi

Unutk mellihat ada tidak nya hubungan dangan menggunkan uji

kemaknaan p value < 0,05, bila nalai frekuensi observasi dengan

nilai harapan sama (p value > 0,05) maka dikatakan Ho diterima

berarti tidak ada hubungan strategi motivasi eksternal perawat

dengan pelaksanaan (SP1) pada pasien harga diri rendah di

Poloklinik Rumah Sakit DR. Soeharto Heerdjan Jakarta 2017.

Sebaliknya nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan

berbeda (p value < 0,05) maka dikatakan Ho ditolak berarti ada

hubungan motivasi eksternal perawat dengan pelaksanaan (SP1)

pada pasien perilaku kekerasan di Sakit DR. Soeharto Herdjaan

Jakarta 2017.

52
k. Jadwal penelitian

No Kegiatan Juni- september oktober november desember


agustus

1 Judul

2 Bab I

3 Bab II

4 Bab III

5 Bab IV

6 Pengesahan Proposal

7 Pengumpulan Data

9 Penyerahan Laporan

53
Lampiran
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER

1. Bacalah pernyataan yang ada dengan baik


2. Berilah tanda chek list (v) pada kolom jawaban yang saudara pilih (pada
setiap kuesioner akan ada instruksi lebih rinci)
3. Jika anda ingin memperbaiki jawaban yang anda anggap salah pada kolon
pernyataan, berilah tanda (=) pada kolom jawaban yang salah, kemudian
isi kembali dengan tanda chek list (v) dikolom pilihan anda.
4. Tanyakan pada peneliti jika menemukan pernyataan yang tidak jelas
5. Isilah semua pernyataan dengan jawaban yang menurut anda benar

6. Kembalikan lembar kuesioner kepada peneliti bila jawaban telah terisi

semua.

Kuisioner A

DATA-DATA RESPONDEN

Petunjuk : Isilah jawaban pada pertanyaan dibawah ini pada tempat

yang telah disediakan dan berilah tanda check list (v) pada kolom jawaban

yang telah disediakan.

1. Nomor urut responden : (diisi oleh

peneliti)

2. Nama responden (inisial) :

3. Tanggal pengisian :

4. Ruangan :

5. Usia :

54
6. Jenis kelamin :

7. Tingkat pendidikan :

( ) SPK ( ) AKPER ( ) S1 keperawatan

8. A gama :

( )Islam ( )kristen ( )katholik ( ) Hindu ( )Budha

9. Status Kepegawaian :

( ) Pegawai negri sipil ( ) Honorer

10. Lama bekerja Jiwa Soeharto Heerdjaan : (tahun)

Kuesioner B : Motivasi Eksternal perawat dalam penerapan pelaksanaan tindakan


keperawatan (SP)

Petunjuk pengisian :
1. Pilihan salah satu jawaban yang anda anggap paling sesuai dengan diri anda
dengan cara memberikan tanda check list (√) pada kolom yang saudara /
saudari pilih
SS : jika anda sangat setuju dengan pernyataan tersebut
S : jika anda setuju dengan pernyataan tersebut
TS : jika anda ragu – ragu dengan pernyataan tersebut
STS : jika anda sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut
2. Mohon agar semua pernyataan diisi

Pernyataan SS S TS STS
No
1 Kebijakan pengembangan kariaer :
Promosi jabatan dilakukan berdasarkan
penilaian kinerja perawat untuk
meningkatkan motivasi perawat

55
2 Rumah sakit memberikan pelatihan yang
dapat menunjang pengembangan karier
perawat sehingga bisa meningkatkan
motivasi perawat
3 Rumah sakit memberikan umpan balik
terhadap kemajuan karier karyawan agar
motivasi meningkat
4 Rumah sakit mengkomunikasikan
kesempatan berkarier kepada karyawan
dengan jelas agar motivasi menjadi tinggi
5 Kondisi kerja:
Kelengkapan sarana peralatan kerja untuk
membantu melaksanakan tugas belum
memadai sehingga membuat motivasi kerja
menurun
6 Kebersihan diruang kerja saya sudah sangat
baik sehingga membuat saya bersemangat
dalam bekerja
7 Kemampuan memimpin dalam melakukan
supervisi:
Pengawasan yang dilakuka secara ketat dan
kontinue oleh kepala ruangan dapat
meningkatkan motivasi dalam bekaerja
8 Kepala ruangan melakukan observasi ruangan
yang tujuannya untuk memperoleh data
objektif aspek -aspek tindakan keperawatan
(SP1)
9 Kepala ruangan memberikan rewards
(hadiah) karena melaksanakan tindakan
keperawatan (SP1) dengan baik dan benar

56
10 Kepala ruangan saya akan memberikan
teguran jika melihat perawat tidak
melaksanakan tindakan keperawatan (SP)
dengan baik dan benar
11 Kemampuan pemimpin dalam membangun
hubungan baik dengan bawahan :
Kepala ruangan sangat perhatian dengan anak
buahnya sehingga membuat perawat
termotivasi melakukan tindakan keperawatan
dengan baik dan benar
12 Kompensasi (sistem pengupahan):
Kartu absen memuat jam lembur karyawan
mempengaruhi perhitunan gaji dan upah.
13 Pehitungan gaji dan upah terkomputerisasi
dengan baik dan benar
14 Gaji dan upah selalu dibayarkan tepat pada
waktunya sehingga perawat dan karyawn
yang lain semangat
15 Saya melakukan tindakan keperawatan (SP1)
walaupun tidak mempengaruhi jumlah uang
jasa pelayanan (JP) yang sya terima

16 Status organisasi :
Rumah sakit memiliki struktur organisasi
yang jelas disertai tugas ,wewenang dan
tanggung jawabnya masing-masing
17 Organisasi memberikan imbalan yang layak
atas prestasi dalam bentuk bonus/ insentif
kepada perawat dan karyawan
18 Organisasi kami selallu mendorong kami
agar membantu mengatasi maslah perawat
dan lingkungan kami bekrja

57
19 Sistim manajemen organisasi rumah sakit
yang diterapkan rumah sakit menunjang
pencapaian motivasi secara optimal
20 Tempat kerja yang aman menunjang
semangat optimal perawat dan pegawai lain
21 Rumah sakit menyediakan APD secara
lengkap untuk keamanan perawat dalam
melakukan tindakan keperwatan

Keterangan Nilai / Score


SS :4
S :3
TS :2
STS :1

58
Kuesioner C : Penerapan tindakan keperawatan (SP)

Petunjuk Pengisian :
1. Pilihlah salah satu jawaban yang anggap paling sesuai dengan diri anda,
dengan cara memberikan tindakan ceklist (√) pada kolom yang saudara /
saudari pilih :
Sll : jika pernyataan tersebut selalu anda lakukan (tidak pernah tidak
dilakukan)
Srg : jika pernyataan tersebut sering anda lakukan (jarang anda
tinggalkan)
KK : jika pernyataan tersebut kadang – kadang anda lakukan
TP : jika pernyataan tersebut tidak pernah anda lakukan

2. Mohon agar semua pernyataan ini diisi

No Pernyataan Sll Srg KK Tp


1. Saya selalu melakukan salam terapeutik
dalam melasanakan (SP1)
2. Saya selalu memperkenalkan nama saya
ketika berinteraksi melaksanakan (SP1)
3. Saya selalu menanyakan nama kesukaan
pasien ketika berinteraksi dengan pasien
melaksanakan (SP1)
4. Saya selalu menunjukkan sikap empati
ketika berinteraksi dengan pasien
5. Saya mengarahkan pasien untuk
mengungkapkan apa yang dirasakannya
saat ini
6. Saya membatasi bahan pembicaraan
pasien, jadi percakapan menjadi lebih
spesifik

59
7. Saat pasien menyebutkan hal yang sama
berulang kali,saya menanyakan kepada
pasien “apakah hal tersebut merupakan hal
yang pertama?”
8. Untuk menunggu respon dari pasien saya
diam sebagai tanda saya sedia berinteraksi
9. Saya mengungkapkan pendapat saya pada
pasien tanpa membuat pasien merasa
bersalah
10. Saya mengunakan teknik humor saat pasien
merasa canggung untuk berbicara dengan
saya
11. Saya bersalaman saat berkenalan dengan
pasien
12. Saya memperkenalkan diri saat pertama kali
berinteraksi dengan pasien
13. Saya melakukan kontak waktu pada awal
waktu berinterksi dengan pasien
14. Saat berkomunikasi dengan pasien saya
menanyakan keluhan saat ini
15. Saat berkomunikasi dengan pasien,saya
memberikan informasi yang dibutuhkan
16. Saya mendengarkan keluhan yang pasien
rasakan dengan penuh perhatian
17. Saya menciptakan hubungan saling percaya
saat berinteraksi denga pasien
18. Saya tidak memberikan kesempatan pada
pasien untuk bertanya
19. Waktu yang digunakan selama melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan kontak
diawal interaksi

60
20. Setiap saya mengakhiri interaksi dengan
pasien saya mengucapkan salam dan
berjabat tangan
21. Setiap saya melakukan komunikasi dengan
pasien saya duduk dengan posisi
berhadapan

Keterangan :
Sll :4
Srg :3
Jrg :2
TP :1

61
HUBUNGAN MOTIFASI EKSTERNAL PERAWAT DENGAN

PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERWATAN (SP1) PADA PASIEN

PERILAKU KEKERASAN DI RS JIWA

SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA

OLEH :

NAMA : DEWI RUKMINIATI

NIM : 08160100053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN

SEKOALAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2017

62

Anda mungkin juga menyukai