Anda di halaman 1dari 18

REFRESHING

STASE SYARAF RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

“PENURUNAN KESADARAN”

Disusun oleh:

Cinthia Yuniar Laksana Putri

2013730023

DOKTER PEMBIMBING:

Dr.Wiwin Sundawiyani, Sp.S

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2017
DAFTAR ISI

Daftar Isi.
Penurunan Kesadaran………….....................................................................................................3
Definisi penurunan kesadaran……………………………………………........................4
Fisiologi kesadaran.............................................................................................................5
Patofisiologi penurunan kesadaran……………………………………………………….7
Penegakan diagnosis penurunan kesadaran........................................................................9
Tatalaksana penurunan kesadaran.....................................................................................15
Prognosis............................................................................................................................18
Daftar Pustaka

2
PENURUNAN KESADARAN

A. Definisi

Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri
dan lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu
kualitas kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari
fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu
rangsangan. Kesadaran diatur oleh ascending reticular activating system (ARAS) dan
kedua hemisfer otak. ARAS terdiri dari beberapa jaras saraf yang menghubungkan batang
otak dengan korteks serebri. Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan
mesensefalon. Batang otak berperan penting dalam mengatur kerja jantung, pernapasan,
sistem saraf pusat, tingkat kesadaran, dan siklus tidur.
Penurunan kesadaran merupakan suatu kegawatdaruratan neurologi akut dengan
ciri khas adanya gangguan otak yang bermakna dan memerlukan cara pendekatan
diagnostik, evaluasi serta penatalaksanaan yang cepat. Penurunan kesadaran atau koma
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway”
dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi dimana akan mengarah
kepada gagal otak dan menyebabkankematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka
terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi
tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan
diklinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, koma ringan dan koma.
Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar
penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya. Apatis berarti
keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan dengan orang lain
dan lingkungannya. Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung
tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban
secara verbal, namun mudah tertidur kembali. Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya

3
berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila dibangunkan, kecuali
dengan rangsang nyeri. Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun
dengan semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Karakteristik koma adalah
tidak adanya arousal dan awareness terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Pada pasien
koma terlihat mata tertutup, tidak berbicara, dan tidak ada pergerakan sebagai respons
terhadap rangsangan auditori, taktil, dan nyeri. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat
pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow :
Mata:
 E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
 E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
 E3 membuka mata dengan rangsangsuara
 E4 membuka mata spontan

Motorik:
 M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
 M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
 M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
 M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
 M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
 M6 reaksi motorik sesuai perintah

Verbal:
 V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
 V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
 V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
 V4 bicaradengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
 V5 bicaradengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

B. Fisiologi Kesadaran

4
Pada saat manusia tidur, sebenarnya terjadi sinkronisasi bagian-bagian otak. Bagian
rostral substansia retikularis disebut sebagai pusat penggugah atau arousal centre,
merupakan pusat aktivitas yang menghilangkan sinkronisasi (melakukan desinkronisasi),
di mana keadaan tidur diubah menjadi keadaan awas waspada. Bila pusat tidur tidak
diaktifkan maka pembebasan dari inhibisi mesensefalik dan nuklei retikularis pons bagian
atas membuat area ini menjadi aktif secara spontan. Keadaan ini sebaliknya akan
merangsang korteks serebri dan sistem saraf tepi, yang keduanya kemudian mengirimkan
banyak sinyal umpan balik positif kembali ke nuklei retikularis yang sama agar sistem ini
tetap aktif. Begitu timbul keadaan siaga, maka ada kecenderungan secara alami untuk
mempertahankan kondisi ini, sebagai akibat dari seluruh ativitas umpan balik positif
tersebut. Masukan impuls yang menuju SSP yang berperan pada mekanisme kesadaran
pada prinsipnya ada dua macam, yaitu input yang spesifik dan non-spesifik. Input spesifik
merupakan impuls aferen khas yang meliputi impuls protopatik, propioseptif dan panca-
indera. Penghantaran impuls ini dari titik reseptor pada tubuh melalui jaras spinotalamik,
lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina dan sebagainya menuju ke suatu titik di
korteks perseptif primer.Impuls aferen spesifik ini yang sampai di korteks akan
menghasilkan kesadaran yang sifatnya spesifik yaitu perasaan nyeri di kaki atau tempat
lainnya, penglihatan, penghiduan atau juga pendengaran tertentu. Sebagian impuls aferen
spesifik ini melalui cabang kolateralnya akan menjadi impuls non-spesifik karena
penyalurannya melalui lintasan aferen non-spesifik yang terdiri dari neuron-neuron di
substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak menuju ke inti intralaminaris
thalamus (dan disebut neuron penggalak kewaspadaan) berlangsung secara multisinaptik,
unilateral dan lateral, serta menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang
menggiatkan seluruh korteks secara difus dan bilateral yang dikenal sebagai diffuse
ascending reticular system. Neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls
aferen non -spesifik tersebut dinamakan neuron pengembangan kewaspadaan.
Lintasan aferen non-spesifik ini menghantarkan setiap impuls dari titik manapun
pada tubuh ke titik - titik pada seluruh sisi korteks serebri. Jadi pada kenyataannya, pusat
- pusat bagian bawah otaklah yaitu substansia retikularis yang mengandung lintasan non-
spesifik difus, yang menimbulkan “kesadaran” dalam korteks serebri. Derajat kesadaran
itu sendiri ditentukan oleh banyak neuron penggerak atau neuron pengemban kewaspadaan

5
yang aktif. Unsur fungsional utama neuron - neuron ialah kemampuan untuk dapat
digalakkan sehingga menimbulkan potensial aksi. Selain itu juga didukung oleh proses -
proses yang memelihara kehidupan neuron - neuron serta unsur – unsur selular otak melalui
proses biokimiawi, karena derajat kesadaran bergantung pada jumlah neuron - neuron
tersebut yang aktif. Adanya gangguan baik pada neuron - neuron pengemban kewaspadaan
ataupun penggerak kewaspadaan akan menimbulkan gangguan kesadaran.
C. Etiologi Penurunan Kesadaran
Gangguan kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik yang bersifat
intrakranial maupun ekstrakranial / sistemik. Penjelasan singkat tentang faktor etiologi
gangguan kesadaran adalah sebagai berikut:
 Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau batang otak)
o Perdarahan, trombosis maupun emboli
o Mengingat insidensi stroke cukup tinggi maka kecurigaan terhadap stroke
pada setiap kejadian gangguan kesadaran perlu digarisbawahi.
 Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis, serebritis/abses otak)
o Mengingat infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang sering
dijumpai di Indonesia maka pada setiap gangguan kesadaran yang disertai
suhu tubuh meninggi perlu dicurigai adanya ensefalomeningitis.
 Gangguan metabolisme
o Di Indonesia, penyakit hepar, gagal ginjal, dan diabetes melitus sering
dijumpai.
 Neoplasma
o Neoplasma otak, baik primer maupun metastatik, sering di jumpai di
Indonesia.
o Neoplasma lebih sering dijumpai pada golongan usia dewasa dan lanjut.
o Kesadaran menurun umumnya timbul berangsur
o Angsur namun progresif/ tidak akut.
 Trauma kepala
o Trauma kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu - lintas.
 Epilepsi

6
o Gangguan kesadaran terjadi pada kasus epilepsi umum dan status
epileptikus

D. Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Patofisiologi menerangkan terjadinya kesadaran menurun sebagai akibat dari
berbagai macam gangguan atau penyakit yang masing - masing pada akhirnya
mengacaukan fungsi reticular activating system secara langsung maupun tidak langsung.
Dari studi kasus-kasus koma yang kemudian meninggal dapat dibuat kesimpulan, bahwa
ada tiga tipe lesi /mekanisme yang masing - masing merusak fungsi reticular activating
system, baik secara langsung maupun tidak langsung.
a. Disfungsi otak difus
 Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan aktivitas neuronal.
 Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau toksik atau oleh pelepasan
general electric (kejang) diduga bersifat subseluler atau molekuler, atau lesi-lesi
mikroskopik yang tersebar.
 Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada kerusakan thalamus
yang berat yang mengakibatkan terputusnya impuls talamokortikal atau destruksi
neuron- neuron korteks bisa karena trauma (kontusio, cedera aksonal difus), dan
stroke (infark atau perdarahan otak bilateral)
 Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada aktivitas metabolik sel-sel
neuron korteks serebri dan nuclei sentral otak seperti meningitis, viral ensefalitis,
hipoksia atau iskemia yang bisa terjadi pada kasus henti jantung.
 Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada kondisi ini setara dengan penurunan
aliran darah otak atau metabolisme otak.
b. Efek langsung pada batang otak
 Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang merusak/menghambat
reticular activating system.
 Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau midbrain di mana neuron-
neuron ARAS terlibat langsung.

7
 Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak akibat oklusi arteri
basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas, dan traumatic injury.
 Lebih jarang terjadi
c. Efek kompresi pada batang otak
 Kausa kompresi primer atau sekunder
 Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah.
 Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau perdarahan intraserebral,
subdural maupun epidural. Biasanya lesi ini hanya mengenai sebagian dari korteks
serebri dan substansia alba dan sebagian besar serebrum tetap utuh. Tetapi lesi ini
mendistorsi struktur yang lebih dalam dan menyebabkan koma karena efek
pendesakan (kompresi) ke lateral dari struktur tengah bagian dalam dan terjadi
herniasi tentorial lobus temporal yang berakibat kompresi mesensefalon dan area
subthalamik reticular activating system, atau adanya perubahan-perubahan yang
lebih meluas di seluruh hemisfer.
 Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat menekan area retikular batang
otak atas dan menggesernya maju ke depan dan ke atas.
 Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik yang terkait lesi seluruh
bagian sistim saraf korteks dan diensefalon.

Tabel. Contoh mekanisme dan penyebab utama koma (Kumar & Clark, 2006)

NO MEKANISME ETIOLOGI
1 Disfungsi otak difus -Overdosis obat, alcohol abuse
-Keracunan CO, gas anestesi
-Hipoglikemia, hiperglikemia
-Hipoksia, cedera otak iskemik
-Ensefalopati hipertensif
-Uremia berat
-Gagal hepatoselular
-Gagal napas dengan retensi CO2
-Hiperkalsemia, hipokalsemia

8
-Hiponatremia, hipernatremia
-Hipoadrenalisme, hipopituarisme, hipotiroidisme
-Asidosis metabolik
-Hipotermia, hipertermia
-Trauma kepala tertutup
-Epilepsi pascabangkitan umum
-Ensefalitis, malaria serebral, septikemia
-Perdarahan subaraknoid
-Gangguan metabolik lainnya (mis. porfiria)
-Edema otak karena hipoksia kronik

2 Efek langsung di batang


Otak - Perdarahan atau infark
-Neoplasma misalnya glioma
- Demielinasi
- Sindrom Wernicke
- Korsakoff
- Trauma

3 Tekanan terhadap batang


otak - Tumor hemisfere, infark, abses, hematoma, ensefalitis
atau trauma
- Lesi masa di serebelum
E. Klasifikasi Penurunan Kesadaran
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan
fokal.
 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk :
1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik

9
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi
 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak (meningitis)
3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak

F. Diagnosis
- Pasien Unresponsif
Koma secara operasional didefinisikan sebagai mata-tertutup dengan refleksif, tanpa tujuan
atau tidak ada respon terhadap rangsangan lingkungan. Pemeriksa menentukan tingkat respon
dengan rangsangan meningkatkan intensitas. Sebuah isyarat verbal, seperti '' Apakah Anda OK? ''
Atau '' Siapa nama Anda? '', Dapat digunakan pertama kali. Rangsangan pendengaran lain mungkin
termasuk menepuk tangan atau dengan suara keras lainnya. Stimulasi dengan rangsangan taktil
dari bagian tubuh yang memiliki representasi kortikal besar, seperti wajah, ikuti jika diperlukan.
Jika tidak ada respon yang jelas dengan pendekatan ini, rangsangan berbahaya dapat dilakukan
namun tidak menyebabkan cedera jaringan. Manuver yang direkomendasikan termasuk, sternal
rub, nail bed pressure, tekanan dilakukan pada punggung supraorbital atau tekanan pada aspek
superior dari mandibular ramus Upaya membuka mata pasien oleh pemeriksa merupakan tes
sederhana. Adanya tahanan membuka kelopak mata pasien menunjukan kepura-puraan atau
etiologi fungsional unresponsif. Tes lain untuk memeriksa kebenaran unresponsif adalah
menjatuhkan lengan akan terjatuh ke wajah. Pada orang sadar tanpa defisit motorik, lengan jatuh
akan dipindahkan dan tidak mengenai wajah.
- ABCs and C Spine

10
Pada pasien tidak sadar, airway, breathing, dan circulation harus secepatnya dinilai dan
bersamaan jika diperlukan. Memastikan patensi airway merupakan prioritas awal utama untuk
memungkinkan oksigenasi dan ventilasi. Cervical spine harus diimobilisasi jika ada kemungkinan
cedera. Survei awal harus segara diikuti untuk mencari cedera atau temuan fisik dari kepala dan
leher, dada, perut dan ekstremitas. Intravena (IV) akses harus ditetapkan dengan cepat. Pengujian
glukosa darah di samping tempat tidur harus dilakukan pada semua pasien tidak sadar. Jika glukosa
darah <70 mg / dL, 50 ml 50% dextrose harus diberikan secara intravena. Tiamin (100 mg) harus
diberikan secara intravena dengan dextrose pada pasien yang berisiko untuk defisiensi gizi
(misalnya, pengguna etanol kronis, pasien bedah bariatrik, pasien dengan malabsorpsi). Jika ada
kecurigaan secara klinis toksisitas opioid (misalnya, riwayat penggunaan narkoba, apnea atau
bradypnea, pupil mengecil), nalokson 0,4-2 mg IV harus diberikan dan diulang sesuai kebutuhan,
hingga 4 mg. Pencegahan tertentu.
- Penilaian Umum dan Neurologis
Pemeriksaan fisik umum haru dilakukan termasuk menilai tanda vital. Jika terjadi
hipotensi, menyebabnya harus dikejar sementara penggantian cairan dimulai. Peningkatan tekanan
darah pada pasien koma mungkin merupakan tanda mendasar dari proses yang mengancam jiwa,
seperti hipertensi intracranial atau stroke. Mencari tanda-tanda trauma dan kondisi lain yang
mungkin memerlukan manajemen bedah adalah tujuan utama dari survei awal.
Temuan neurologis simetris dan fokal merupakan karakteristik yang penting yang
membedakan dalam penilaian koma. Temuan asimetris pada pemeriksaan fisik lesi fokal atau
gangguan. Pasien yang tidak sadar, dengan pupil dilatasi unilateran unreaktif, gerakan mata
asimetris, respons motorik asimetrik harus cepat dievaluasi dengan pencitraan untuk
mengidentifikasi adanya potensi sindrom herniasi atau stroke. Sikap simetris, baik ekstensor
(deserebrasi) atau flexor (dekortikasi), dapat terjadi baik dalam keadaan koma struktural atau
metabolik. Temuan umum atau simetris meningkatkan kemungkinan proses metabolic atau toksik,
atau kemungkinan ada lesi yang melibatkan batang otak atau pusat kesadaran diencephalic. Obat
psikoaktif dan anti-epilepsi telah dikaitkan dengan respons penekanan vestibulo-okular.
- Penilaian neurologis pada pasien tidak sadar dibagia menjadi 4 bagian :
Level Kesadaran, menilai batang otak, menilai motorik dan pola pernapasan. Tingkat kesadaran
dapat dinilai secara kuantitatif dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GSC dianggap paling dalam
tren memeriksa pasien tertentu secara berurutan. Tes saraf kranial berarti untuk menilai reflek

11
aferen limb, nuclei batang otak dan interkoneksi, dan sistem eferen. Respons Batang Otak
termasuk pupil (ukuran, reaktifitas, dan simetris dapat menentukan di semua kasus), reflek kornea,
respons ancaman visual, reflek okulocefalic (menilai Doll’s eyes hanya jika tidak ada kecurigaan
trauma cervical atau ketidakstabilan), reflek vestibule-ocular (Tes kalori dingin), gag reflek, dan
cough reflek. Pinpoint pupil dicurigai adanya kerusakan pada pons, biasanya dari perdarahan atau
infark. Pupil yang membesar dan tidak reaktif dicurigai kerusakan pada otak tengah atau fokal
kompresi nervus III. Gerakan nystagmus mungkin menunjukkan status non-kejang epileptikus.
Funduskopi dapat mengungkapkan perdarahan retina atau edema papil, menunjukkan peningkatan
tekanan intracranial.

Fungsi motor dinilai dengan mengobservasi pergerakan spontan dan posture tubuh, respons
motorik melalui instruksi verbal, dan respons stimulasi bahaya. Tonus otot ekstermitas dapat
dinilai dari gerakan pasif anggota tubuh. Pemeriksa harus membedakan aktifitas reflex
yangdimaksud. Contoh aktifitas yang dimaksud mengikuti instruksi, mendorong pemeriksa,
meraih trakeal tube, atau melokalisir respons bahaya. Contoh aktifitas refleksif termasuk menarik,
atau abnormal fleksi, atau ekstersor posturing pada stimulasi bahaya. Pola pernafasan juga dapat
bernilai lokalisasi, setelah menilai jalan napas dan stabilisasi, pola pernapasan diamati mungkin

12
termasuk central neurogenic hyperventilation dari lesi di pons atau midbrain, atau pernapasan
cluster (Biot’s) dari lesi di pons. Lesi di Medulla di curgai dari tidak adanya pernapasan spontan
atau pernapasan ataxic.

Pada pola pernapasan Cheyne Stokes penderita bernapas makin lama makin dalam,
kemudian mendangkal dan diikuti dengan apnea dan tetap dalam tidur. Pada pola pernapasan
central neurogenic hyperventilation adalah hiperventilasi berkelanjutan, dengan respiratory rate
mencapai 40 kali per menit. Pada apneustic breathing terjadi inspirasi memanjang 2-3 kali terhenti
yangdiikuti dengan apnea saat ekspirasi. Pernapasan cluster ditandai dengan respirasi yang
berkelompok yang diikuti dengan apnea. Ataksik breathing adalah pola pernapasan yang tidak

13
teratur, baik dalamnya maupun iramanya.
- Anamnesis dan Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Perjalanan waktu dalam perubahan kesadaran dapat membantu menunjukan etiologi. Onset
gejala yang mendadak menunjukan stroke, kejang, atau kardiak event yang menganggu perfusi
serebral. Pada koma dengan onset yang lebih bertahap, menunjukan proses metabolism atau proses
infeksi. Riwayat medis, pembedahan, dan kejiwaan, alkohol, penggunaan obat-obatan terlarang,
riwayat paparan lingkungan toksik harus dikumpulkan. Riwayat pengobatan penting diketahui,
tidak hanya dapat menduga kemungkinan overdosis, tapi juga pengobatan saat ini dapat menjadi
informasi yang bernilai dengan tidak adanya infomrasi yang rinci.
- Pemeriksaan Laboratorium
Kecuali penyebab ketidaksadaran mudah kembali seperti pada hipoglikemia, yang dapat
diperbaiki, pemeriksaan laboratorium tambahan harus dilakukan. Pemeriksaan serum kimia,
hematologi dasar, dan analisa gas darah harus dipertimbangkan. Pemeriksaan mikrobiologi
termasuk kultur darah dan urin dapat membantu.
- Brain Imaging
CT cranial tanpa kontra dapat dilakukan pada pasien emergenci tidak sadardengan dugaan
penyebab koma adalah structural dan pada pasien dengan penyebab koma tidak jelas setelah
menilaian awal. CT memungkinkan menemukan penyebab potensial seperti focal hipodens curiga
adanya infark cerebral dan akut hidrocefalus. Jika akut iskemik stroke sedang dipertimbangkan,
CT Angiography dan CT Perfusion dapat memberikan nilai informasi yang bernilai tentang
pembuluh darah otak dan perfusi regional. Non Contras CT dalam tahap hiperakut stroke iskemik
sering kali normal, dalam keadaan ini diagnosis klinis stroke masih berlaku. Stroke iskemik
biasanya tidak menyebabkan koma akut kecuali terjadi pada didalam sistem kesadaran yang
terletak di batang otak atau diencephalon (misalnya thrombosis arteri basilar), koma subakut
mungkin dapat berkembang dengan progresif karena infark hemipher dengan herniasi
transtentorial. Saat sistem saraf pusat (SSP) terinfeksi dapat dipertimbangkan, CT dengan dan
tanpa kontras dapat diminta untuk evaluasi abses, pengumpulan cairan di ekstra aksial,
hidrosefalus, perdarahan, dan infark sebelum pungsi lumbal dan analisis cairan serebrospinal.
- Non-structural Coma
Umumnya penyebab koma non-struktural termasuk anoxia iskemik ensefalopati, kejang,
perubahan metabolic, endokrinopati, infeksi sistemik, infeksi SSP, overdosis obat,

14
penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terpapar toksin. Pengobatan dilakukan berdasarkan etiologi
yang mendasari. Bila diperlukan, spesifik antagonis atau antidotes dapat diberikan. Untuk contoh,
pada opioid toxidrome harus diberikan nalokson. Menelan acetaminophen dapat diobati dengan
N-acetylcysteine, dalam beberapa kasus ensefalopati metabolik mungkin berkembang ke arah
proses structural seperti gagal hati akut menyebabkan edema serebral dan herniasi. Pada pasien
dengan kejang baru atau perubahan pola kejang penyebab structural harus dicari teliti dengan CT
atau
-MRI jika CT Scan negatif.
Pada infeksi SSP, mungkin tidak memiliki korelasi struktural yang nampak pada CT kontras scan
(meskipun tes harus dilakukan untuk menyingkirkan abses otak). Di mana ada kecurigaan tinggi
meningitis bakteri akut, antibiotik dan deksametason yang sesuai harus diberikan sebelum CT dan
pungsi lumbal.
G. Tatalaksana
Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan
penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun
metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi untuk
reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat. Prinsip tatalaksana pasien dengan penurunan secara
umum adalah:2
• Oksigenasi
• Mempertahankan sirkulasi
• Mengontrol glukosa
• Menurunkan tekanan tinggi intrakranial
• Menghentikan kejang
• Mengatasi infeksi
• Menoreksi keseimbangan asam-basa serta keseimbangan elektrolit
• Penilaian suhu tubuh
• Pemberian thiamin
• Pemberian antidotum (contoh: nalokson pada kasus keracunan morfin)
• Mengontrol agitasi

1. Mengontrol jalan napas (airway)2

15
Jalan napas yang baik dan suplementasi oksigen yang adekuat merupakan tindakan yang sangat
penting dalam mencegah terjadinya kerusakan otak lebih lanjut akibat kondisi penurunan
kesadaran terutama pada kasus-kasus yang akut.
Tindakan menjaga jalan napas tetap baik yang paling sederhana adalah dengan mencegah jatuhnya
lidah ke dinding faring posterior dengan jaw lift maneuver yaitu dengan mengekstensinya kepala
samapi menyentuh atlanto-occipital joint bersamaan dengan menarik mandibula ke depan.
Manuver ini dapat memperlebar jarak antara lidah dan dinding faring sekitar 25%. Manuver ini
tidak boleh dilakukan pada kecurigaan adanya fraj=ktur atau lesi pada daerah cervical.
Pemasangan oropharingeal tube dapat juga dilakukan untuk menjaga patensi jalan napas pada
pasien dengan penurunan kesadaran. Oral airway device dapat digunakan untuk mencegah
tergigitnya lidah pada pasien dengan penurunan kesadaran disertai kejang. Sedangkan nasal airway
juga dapat digunakan dengan menempatkan selang oksigen ke lubang hidung maupun nasofaring.
Nasal airway dapat digunakan pada pasien dengan kecurigaan adanya lesi pada cervical dan
kontraindikasi untuk dilakukan maneuver jaw lift maupun head-tilt.
Tindakan intubasi merupakan indikasi untuk jalan napas tetap terjaga dengan baik pada pasien
dengan penurunan kesadaran dan gangguan fungsi bulber. Pasien dengan GCS yang rendah
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan pernafasan walaupun masalah
utamanya bukan pada sistem pernafasan. Pasien dengan nilai GCS 8 harus dilakukan tindakan
intubasi.
2. Pernafasan2
Pada pasien dengan penurunan kesadaran perlu diperhatikan frekuensi pernafasan dan pola
pernafasan. Frekuansi pernafasan normal adalah 16-24 kali permenit dengan pola nafas
torakoabdominal. Pada psien dengan gangguan pernafasan seringkali disertai retraksi otot-otot
ekstrapulmonal, seperti rektarksi suprasternal, retraksi supraklavikula, dan retraksi otot abdominal.
Suara nafas tambahan juga perlu diperhatikan pada pasien dengan penurunan kesadaran. Suplai
oksigen binasal dapat diberikan sesuai dengan oksigenasinya. Pada keadaan tertentu seperti
kecurigaan adanya penyakit paru yang berat dapat siperiksa analisis gas darah dan digunakan
ventilator bila terdapat kondisi gagal nafas.
3. Sirkulasi2
Pada pasien dengan penurunan kesadaran, untuk monitor dan evaluasi kondisi sirkulasi sebaiknya
dipasang kateterisasi vena sentral untuk memudahkan dalam monitoring cairan dan pemberian

16
nutrisi. Selain itu pula optimalkan tekanan darah dengan target Mean Arterial Pressure di atas
70mmHg. Pada kondisi hipovolemia berikan cairan kristaloid isotonik seperti cairan NaCl
fisiologis dan ringer laktat. Kita harus menghindari pemberian cairan hipotonik seperti cairan
glukosa maupun dektrosa terutama pada kasus stroke kecuali penyebab penurunan kesadarannya
adalah kondisi hipoglikemi. Bila cairan infus sudah diberikan tetapi MAP belum mencapoai target,
maka diusahakan untuk pemberian obat-obatan vasopresor seperti dopamine dan
epinefrin/norepinefrin.

H. Prognosis
ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan diagnosis pada
kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya
kelainan yang sifatnya ireversible.
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak, seperti
doll’s eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa adanya
refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari..

17
Daftar Pustaka

Lumbantobing SM. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Balai penerbit FKUI.
Jakarta.
Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic, diagnostic, and management. Bagian/UPF
ilmu penyakit saraf. Bandung.
Harsono.2008.Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.GajahMada University Press.
Yogyakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai