Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

2.1.1 Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun,

sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan

kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang. (A.V.Hoffbrand,

1991)

2.1.2 Tanda dan Gejala Anemia

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi

menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut: (Wiwik dan

Andi,2008)

a. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau

anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah

gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin

yang sudah menurun sedemikian rupa dibawah titik tertentu. Gejala

ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi

tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala- gejala tersebut

apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena.

4
5

1. Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi,

takikardi, sesak nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan

gagal jantung.

2. Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging,

mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu,

serta perasaan dingin pada ekstremitas.

3. Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.

4. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit

menurun, serta rambut tipis dan halus.

b. Gejala khas masung-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia

adalah sebagai berikut:

1. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatis

angularis.

2. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)

3. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali

4. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-

tanda infeksi.

c. Gejala akibat penyakit dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala

ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia

tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh

infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti


6

pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti

jerami.

2.1.3 Patogenitas Anemia

Berdasarkan patogenitasnya,anemia digolongkan dalam 3

kelompok (wintrobeat all,1999) yaitu:

a. Anemia karena kehilangan darah

Anemia karena kehilangan darah akibat perdarahan yaitu

terlalu banyaknya sel-sel darah merah yang hilang dari tubuh

seseorang, akibat dari kecelakaan dimana perdarahan

mendadak dan banyak jumlahnya, yang disebut perdarahan

eksternal. Perdarahan dapat pula disebabkan karena

racun,obat-obatan atau racun binatang yang menyebabkan

penekanan terhadap pembuatan sel-sel darah merah. Selain

itu ada pula perdarahan kronis yang terjadi sedikit demi

sedikit tetapi terus menerus. Perdarahan ini disebabkan oleh

kanker pada saluran pencernaan, peptic ulser, wasir yang

dapat menyebabkan anemia.

b. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah

Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi

karena bibit penyakit atau parasit yang masuk kedalam tubuh,

seperti malaria atau cacing tambang. Hal ini dapat

menyebabkan anemia hemolitik


7

c. Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah

Sumsum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel

darah merah yang baru sama cepatnya dengan banyaknya sel

darah merah yang hilang sehingga jumlah sel darah merah

yang dipertahanakan selalu cukup banyak didalam darah, dan

untuk mempertahankannya diperlukan cukup banyak zat gizi.

Apabila tidak tersedia zat gizi dalam jumlah yang cukup akan

terjadi gangguan sel darah merah baru Anemia karena

gangguan pada produksi sel-sel darah merah,dapat timbul

karena, kurangnya zat gizi penting seperti zat besi,asam

folat,asam pantotenat, vitamin B12, protein kobalt, dan

tiamin, yang kekurangannnya biasa disebut anemia gizi.

2.1.3 Mekanisme Anemia

Pada manusia dewasa sehat terdapat keadaaan keseimbangan

yang stabil antara tingkat pelepasan eritrosit yang baru dari

sumsum tulang ke dalam sirkulasi dan tingkat penggantian

eritrosit yang telah tua dari sirkulasi yang dilakukan oleh

sistem fagosit mononuklear.

Berbagai mekanisme yang dapat mengakibatkan terjadinya

anemia yaitu:

a. Kehilangan darah

b. Menurunnya umur hidup eritrosit yang disebabkan

kelainan kongenital dan kelainan yang didapat


8

c. Kelainan pada pembentukan eritrosit yaitu berupa

kelainan sintesis hemoglobin dan kelainin dari

fungsi eritroblas yang lain.

d. Berkumpulnya dan dihancurkannya eritrosit

didalam limpa yang membesar

e. Meningkatnya volume plasma

2.2 Transfusi Darah

2.2.1 Pengertian Transfusi Darah

Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

darah penerima (resipien) (Hassan.R.dkk,2002).

Definisi lain adalah suatu proses pekerjaan memindahkan darah dari orang

yang sehat kepada orang yang sakit (Rustam.M.Almanak,1997).

2.2.2 Tujuan Transfusi Darah

Tujuan pemberian transfusi darah adalah memperbaiki oksigenasi

jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar hemoglobin

sudah diatas 10 g/dl

2.2.3 Dasar-Dasar Pemberian Transfusi Darah

Dasar-dasar pemberian transfusi darah secara rasional yaitu

pemilihan bahan transfusi yang tepat, jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan, pada saat yang tepat dan dengan cara yang benar, tepat klien

dan waspada efek samping yang terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut

maka sebagai petugas kesehatan yang mempunyai kewenangan dalam hal


9

pemberian transfusi darah perlu memahami tentang transfusi darah antara

lain berbagai komponen darah, manfaat masing-masing komponen,

sirkulasi peredaran darah, stabilitas dan umur berbagai komponen darah

dalam tubuh serta indikasi transfusi itu sendiri.

2.2.4 Keputusan Transfusi Darah

Keputusan melakukan transfusi harus selalu berdasarkan penilaian

yang tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Seseorang membutuhkan darah bila jumlah sel komponen darahnya tidak

mencukupi untuk menjalankan fungsinya secara normal. Untuk sel darah

merah indikatornya adalah kadar hemoglobin (Hb). Indikasi transfusi

secara umum adalah bila angka Hb menunjukkan kurang dari 7g/dl (Hb

normal pria 14-16 g/dl. perempuan 12-14g/dl) .

5. Faktor penting dalam pemberian transfusi darah

a. Sebelum transfusi, dokter harus menentukan jenis serta jumlah

kantung darah yang akan diberikan.

Oleh karena itu klien harus menjalani pemeriksaan laboratorium

darah lengkap terlebih dahulu, untuk mengetahui terutama kadar

Hb. Dari keadaan klinis klien serta pemeriksaan darah, dokter

dapat menentukan secara pasti apakah klien menderita anemia

atau tidak, serta jenis transfusi. Misalnya klien dengan kadar

trombosit yang sangat rendah jenis transfusi yang akan dipilih

adalah transfusi trombosit .


10

Selain itu klien juga ditimbang berat badannya karena akan

ikut menentukan jumlah darah yang akan diberikan. Dokter

juga perlu menetapkan target kadar Hb yang ingin dicapai

setelah transfusi. Hal tersebut disebabkan karena selisih antara

target kadar Hb dengan Hb sebelum ditransfusi berbanding

lurus dengan jumlah darah yang akan ditransfusi.

b. Selama transfusi

Dalam pemberiannya transfusi harus diberikan secara

bertahap, sedikit demi sedikit, karena dapat menyebabkan

gagal jantung akibat beban kerja jantung yang bertambah

secara mendadak.

c. Golongan darah dan rhesus.

Kedua faktor tersebut harus sama antara si pendonor dan

resipien. Manusia mempunyai tipe-tipe antigenik tertentu

dikategorikan sebagai golongan darah atau tipe. Golongan

darah terdiri dari A, B, AB, dan O. Seseorang memiliki

antibody terhadap plasma dari golongan darah yang lain.

Seseorang dengan golongan darah A tidak dapat menerima

golongan darah B dan sebaliknya. Golongan darah O akan

disertai antibody terhadap A dan B sedangkan golongan darah

AB tidak akan menyebabkan timbulnya antibody terhadap

golongan darah lain.


11

Untuk rhesus, ada dua jenis rhesus, positif dan negative. Untuk

orang Indonesia, kebanyakan rhesusnya(+). Jika darah donor

tidak cocok dengan resipien (penerima), maka dapat terjadi

reaksi yang dapat membahayakan klien.

2.2.6 Risiko Transfusi Darah

Tindakan transfusi darah atau komponennya bukanlah tindakan

tanpa risiko. Seperti lazimnya tindakan medis lainnya.transfusi

darah memiliki risiko tersendiri. Risiko tersebut antara lain, reaksi

imunologis, reaksi non imunologis dan penularan penyakit.

2.2.7 Reaksi Transfusi

Reaksi transfusi yang sering timbul adalah reaksi alergi, reaksi

hemolitik dan reaksi febris. Reaksi febris berupa nyeri kepala,

menggigil dan gemetar tiba-tiba,suhu meningkat. Reaksi alergi

berupa reaksi alergi berat (anafilaksis), jarang urtikaria kulit,

bronskospasmo moderat, edema larings. Reaksi hemolitik berupa

intravaskuler ( hemolisis dalam sirkulasi darah, perdarahan tidak

terkontrol dan gagal ginjal) dan ekstravaskuler ( timbul penurunan

tiba-tiba kadar hemoglobin pasca transfusi).

2.3 Hemoglobin

2.3.1 Pengertian hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki

afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu


12

membentuk oxihemoglobin didalam sel darah merah. Dengan melalui

fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan

(Evelyn, 2009).

Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah

merah.Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml

darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada

darah.

2.3.2 Kadar hemoglobin

Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-

butiran darah merah (Costill, 1998). Jumlah hemoglobin dalam darah

normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini

biasanya disebut 100 persen (Evelyn, 2009). WHO telah menetapkan

batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Tabel 2.1. Batas Kadar Hemoglobin

Kelompok Umur Batas Nilai Hemoglobin (gr/dl)


Anak 6 bulan - 6 tahun 11,0
Anak 6 tahun - 14 tahun 12,0
Pria dewasa 13,0
Ibu hamil 11,0
Wanita dewasa 12,0
Sumber: WHO dalam arisman 2002

2.2.3 Struktur Hemoglobin

Pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan

porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal

ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama


13

hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin, globin sebagai

istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung

heme dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan banyak dipelajari.

Manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4

submit protein), yang terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa dan

beta yang terikat secara non kovalen. Sub unitnya mirip secara struktural

dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul kurang

lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi

64.000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga

secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen

(Wikipedia, 2007).

2.2.4 Fungsi Hemoglobin

Menurut Depkes RI adapun fungsi hemoglobin antara lain :

a. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-

jaringan tubuh.

b. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh

jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

c. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah

seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan

pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari

normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti,

2008).
14

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah:

a. Kecukupan Besi dalam Tubuh

Menurut Parakkasi (1999), besi dibutuhkan untuk produksi

hemoglobin, sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan

terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan

hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien

essensil dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi

mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh ,untuk

dieksresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan komponen

lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase,

katalase, dan peroksidase.

Menurut Kartono J dan Soekatri M, Kecukupan besi yang

direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang berasal dari

makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap

individu yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar

kemungkinan anemia kekurangan besi (Zarianis, 2006).

b. Metabolisme Besi dalam Tubuh

. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,

pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran

(Zarianis, 2006).
15

2.2.6 Metode Pemeriksaan Kadar hemoglobin

Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan

yang paling sederhana adalah metode sahli, dan yang lebih canggih

adalah metode cyanmethemoglobin. (Bachyar, 2002)

Metode Sahli, hemoglobin dihidrolisi dengan HCl menjadi globin

ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi

menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl

membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin

yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan

dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang), untuk

memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang

diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin

dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya

sama dengan warna standar. Karena yang membandingkan adalah

dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Di

samping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman, penyinaran dan

sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan. Meskipun

demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai

peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode sahli ini

masih memadai dan bila pemeriksaannya telat terlatih hasilnya dapat

diandalkan.

Metode yang lebih canggih adalah metode

cyanmethemoglobin. Metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kalium


16

ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan

ion sianida membentuk sian-methemoglobin yang berwarna merah.

Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan

standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya

lebih objektif. Namun, fotometer saat ini masih cukup mahal,

sehingga belum semua laboratorium memilikinya.

2.4 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Anemia

2.4.1 Jenis Transfusi Pada pasien Anemia

Jenis tranfusi darah yang sering diberikan adalah:

a. WBC (Whole Blood Cell)

Transfusi yang paling umum digunakan adalah jenis whole blood cell

(WBC) yang mengandung seluruh partikel darah. Transfusi dengan

darah penuh diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan

volume darah dalam sirkulasi atau mengatasi renjatan.

b. PRC (Packed red cell)

PRC berasal dari darah yang disedimentasikan selama penyimpanan

atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Secara umum pemakaian PRC

dipakai pada pasien anemia yang disertai penurunan volume darah,

misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik,

leukemia akut, leukimia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal

ginjal kronis, dan perdarahan - perdarahan kronis yang ada tanda

oksigen need ( rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing dan


17

gelisah). PRC diberikan sampai tanda oksigen need hilang. Biasanya

pada kadar hemoglobin 8-10 g/dl.

Sel darah merah ada tiga jenis yaitu sel darah merah pekat (packed red

cell=PRC ), suspensi sel darah merah, dan sel darah merah yang

dicuci. Indikasi mutlak pemberian PRC adalah bila Hb penderita 5 g%.

Jumlah PRC yang diperlukan untuk menaikkan Hb dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah PRC= Hb x 3 x BB ( Hb adalah selisih Hb yang diinginkan

dengan Hb sebelum transfusi, BB=berat badan).

Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb klien tanpa

menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan

PRC dibandingkan dengan darah penuh adalah kenaikan Hb dapat

diatur sesuai dengan yang diinginkan, mengurangi kemungkinan

penularan penyakit dan reaksi imunologis, volume darah yang

diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang

serta komponen darah lainnya dapat diberikan kepada klien yang lain.

2.4.2 Kriteria Kadar Hemoglobin sesuai Derajat Anemia

a. Derajat anemia

Derajat anemia berdasarkan WHO :

1. Derajat 0 (nilai normal) dengan kadar hemoglobin > 11.0 g/dl

2. Derajat 1 (ringan) dengan kadar hemoglobin 9,5 - 10,9 g/dl

3. Derajat 2 (sedang) dengan kadar hemoglobin 8,0 - 9,4 g/dl

4. Derajat 3 (berat) dengan kadar hemoglobin 6,5 - 7,9 g/dl


18

5. Derajat 4 (mengancam jiwa) dengan kadar hemoglobin < 6,5 g/dl

Penatalaksanaaan terapi anemia berdasarkan derajat sebelumnya

harus di ketahui penyebab dari anemia itu sendiri sehingga causa

penyakit ini dapat di sembuhkan berdasarkan atas kelainan yang

mendasari. Setelah mengobati penyebabnya maka pengobatan yang di

sesuaikan dengan derajat anemia itu sendiri berdasarkan dari derajat

anemia, seperti dari segi pemberian dosis obat terapi anemia. Untuk

anemia yang mengancam jiwa atau kadar Hb < 7 memerlukan transfusi

darah sesuai dengan golongan darah pasien.

2.4.3 Rekomendasi Transfusi pada Pasien Anemia

a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar

Hemoglobin (Hb)<7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi

dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya

memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebihrendah

dapat diterima.(Rekomendasi A).

b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl

apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara

klinis dan laboratorium.(Rekomendasi C).

c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada

indikasi tertentu,

misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen

lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan

penyakit jantung iskemik berat).(Rekomendasi A)


19

2.4.4 Waktu Pemeriksaan Hemoglobin pasca transfusi

Mekanisme penderita anemia dalam keadaan hemoglobin yang

rendah, untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen maka akan

terjadi peningkatan denyut jantung. Peningkatan dan pelepasan O2 oleh

hemoglobin sangat tergantung dari konsentrasi 2–3 difosfogliserida ( 2-3

DPG ). Afinitas oksigen pada hemoglobin akan berkurang. (Iman

Supandiman,1997)

Selama penyimpanan sel darah merah terdapat penurunan kadar 2,3-

difosfogliserat (2,3 DPG), setelah transfusi kadar 2,3 DPG kembali ke

normal dalam 24 jam. Fakor pembatas dalam menentukan simpanan sel

darah merah bank darah adalah kemampuan sel darah merah beredar

normal menjadi sferis karena perubahan dalam metabolisme energi. Hal

ini disertai peningkatan kekakuan sel darah merah dan setelah beberapa

lama kerusakan sel menjadi tidak reversibel, jika sel darah merah

ditransfusi pada saat penyimpanan maksimum sampai 20-30 %, sel darah

merah dapat rusak dalam 24 jam, sisanya memperlihatkan umur hampir

normal, sehingga dibutuhkan waktu untuk pemeriksaan hemoglobin pasca

transfusi darah pasien diambil pada 6 jam dan/atau 24 jam setelah

transfusi. ( A.V.Hoffbrand,1991)
20

2.5 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

Kerangka Teori

PENYAKIT
ANEMIA

a. kehilangan
darah TRANSFUSI

b. pengrusakan a. komponen KADAR HEMOGLOBIN


sel-sel darah darah
merah
b. Resiko
c. gangguan transfusi a. Kecukupan
pada produksi
besi dalam
sel-sel darah
tubuh
merah
b. Metabolisme
d. malnutrisi
besi dalam
e. kurang zat tubuh
besi

Kerangka Konsep

Waktu pemeriksaan
Hemoglobin pasca transfusi Kadar
Hemoglobin

2.6 Hipotesis

Semakin lama waktu pemeriksaan Hemoglobin pasca transfusi

semakin meningkat kadar hemoglobinnya.

Anda mungkin juga menyukai