Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di masyarakat. Di Amerika
Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta orang menderita PPOK, meningkat
41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan mortalitas menduduki peringkat IV penyebab
terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini
meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. WHO menyebutkan PPOK merupakan
penyebab kematian keempat didunia yaitu akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta
orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta
orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005. Kajian
ini bertujuan untuk mengukur prevalensi PPOK, tingkat keparahan, serta untuk
mengidentifikasi tipe PPOK, faktor risiko, morbiditas dan mortalitas, dampak PPOK dan
biaya pengobatan. Penelitian ini merupakan review PPOK berdasarkan data kepustakaan
dan jurnal dengan fokus penulisan PPOK, yang meliputi; gejala, klasifikasi, prevalensi,
faktor risiko, morbiditas dan mortalitas, dampak PPOK, pengobatan dan biaya pengobatan
PPOK. Berdasarkan kajian tipe PPOK ada dua yaitu bronchitis kronik dan emphysema. Di
Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK sebesar 6,3% dengan prevalensi tertinggi ada
di negara Vietnam (6,7%)dan RRC (6,5%). Faktor risiko antara lain merokok; polusi indoor,
outdoor, dan polusi di tempat kerja; genetik; riwayat infeksi saluran napas berulang. Ada 4
indikator tingkat keparahan berdasarkan ATS (American Thoracic Society). Keterbatasan
aktivitas pada pasien PPOK, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan akibat PPOK.Dibutuhkan sekitar $ 18
miliar biaya langsung dan biaya tidak langsung sekitar $14.1 miliar dalam penanggulangan
PPOK di Eropa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari PPOK, PPOM, dan COPD ?
2. Apasajakah penyebab terjadinya PPOK?
3. Bagaimana patofisiologi PPOK?
4. Apasajakah tanda dan gejala PPOK?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang spesisifik PPOK?
6. Apasajakah komplikasi yang ditimbulkan akibat PPOK ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien PPOK?
8. Apakah diagnosa keperawatan pada PPOK ?
9. Bagaimana tujuan dan intervensi keperawatan untuk diagnosa PPOK?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan PPOK, PPOM, dan COPD
2. Untuk mengetahui penyebab PPOK
3. Untuk mengetahui patofisiologi PPOK
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala PPOK
5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang spesifik PPOK
6. Untuk mengetahui apa saja komlikasi yang ditimbulkan PPOK
7. Untuk mengetahui penatalaksaanaan medis pada pasien PPOK
8. Untuk mengetahui diagonosa keperawatan utama pada PPOK
9. Untuk mengetahui tujuan dan intervensi keperawatan untuk diagnosa PPOK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
a. Defisini PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik )
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK
adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas.
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai
hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik.
Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang
berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan
berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi
merupakan manifestasi sistemik PPOK.
b. Defisini PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun )
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) merupakan penyakit pada sistem
pernafasan dimana saluran pernapasan akan menyempit sehingga akan menghambat
keluar masuknya udara ke paru yang akan menyebabkan keluhan sesak napas.
Prevalensi PPOM senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Di seluruh dunia pada
tahun 2004 terdapat lebih dari 60 juta orang menderita PPOM (WHO, 2012).
c. Defisini COPD ( Chronic Obstructive Pulmonary Disease )

B. Penyebab Terjadinya PPOK


Berikut adalah penebab terjadinya PPOK, yaitu :

a. Jenis Kelamin
Menurut GOLD (2017), perempuan lebih berisiko terhadap terjadinya PPOK.
Sebuah studi baru oleh para peneliti di Universitas Lund (2016), Swedia
menunjukkan bahwa perempuan dapat memiliki risiko jauh lebih tinggi daripada
laki-laki dalam mengembangkan penyakit PPOK.
b. Usia
Onset (awal terjadinya penyakit) pada penderita PPOK biasanya pada usia
pertengahan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Menurut
GOLD (2017), pada usia yang lebih tua dapat meningkatkan risiko terjadinya
PPOK. PPOK paling sering terjadi pada usia ≥ 40 tahun dengan adanyagejala,
sedangkan pada usia < 40 tahun juga dapat terjadi PPOK namun kasusnya lebih
jarang (NHLBI, 2017).
c. Merokok
Faktor risiko utama pada penderita PPOK (COPD Foundation, 2017) oleh
karena paparan asap rokok ataupun perokok aktif (Oemiati, 2013). Penderita yang
memiliki riwayat keluarga PPOK lebih berisiko menderita PPOK jika merokok.
PPOK paling sering terjadi pada usia 40 tahun dan usia lebih tua dengan riwayat
merokok (COPD Foundation, 2017). Dengan riwayat merokok ≥ 10 bungkus
dalam setahun (Strategies for Chronic Care, 2009). Nikotin adalah alkaloid yang
bersifat kuat dan adiktif yang dihirup saat merokok dan mencapai sistem saraf
dalam beberapa detik dengan merangsang reseptor nikotinik untuk menghasilkan
asetilkolin dalam jumlah yang besar melalui mekanisme kompleks. Makrofag
dapat diaktifkan oleh asap rokok dan bahan iritan lainnya untuk menghasilkan
faktor kemotaktik neutrofil seperti LTB4 dan IL-8. Pelepasan neutrofil dan
makrofag dapat memecah jaringan ikat parenkim paru yang mengakibatkan
terjadinya emfisema dan stimulasi sekresi mukus (Antuni, 2016). Perokok aktif
dapat mengalami hipersekresi mukus dan obstruksi jalan napas kronik. Ada
hubungan antara penurunan VEP1 dengan jumlah, jenis, dan lamanya merokok.
Perokok pasif dapat meningkatkan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel
dan gas-gas berbahaya.

d. Polusi udara di dalam ruangan


Polutan di dalam ruangan yang penting adalah SO2, NO2, dan CO yang
dihasilkan dari proses memasak yang tradisional dengan minyak tanah, kayu
bakar, serta dengan bahan biomassa dan kegiatan pemanasan, serta zat-zat organik
yang mudah menguap dari cat, karpet, mebel, dan bahan percetakan. Ventilasi
dapur yang jelek dapat mempermudah terpajannya asap bahan bakar kayu atau
asap bahan bakar minyak yang diperkirakan dapat menyebabkan PPOK sampai
35%.
e. Polusi udara di luar ruangan
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk terhadap VEP1. Terdapat inhalan
yang paling kuat menyebabkan PPOK yaitu cadmium, zinc, debu, serta bahan dari
asap pembakaran/pabrik/tambang (Oemiati, 2013).
f. Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen
timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari
polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron
mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel
paru dilindungi oleh oxydative challenge yang berkembang secara sistem
enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan
akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek
kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal
inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
memegang peranan penting pada patogenesis PPOK.
g. Tumbuh dan kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran,
dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi meta-analisis menyatakan bahwaberat
lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
h. Genetik
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan alfa-1
antitripsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling
sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa Utara. Meskipun
kekurangan alfa-1 antitripsin hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, namun
hal ini menggambarkan adanya interaksi antara gen dan pajanan lingkungan yang
menyebabkan PPOK. Gambaran di atas menjelaskan bagaimana faktor risiko
genetik berkontribusi terhadap timbulnya PPOK. Risiko obstruksi aliran udara
yang diturunkan secara genetik telah diteliti pada perokok yang mempunyai
keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan
faktor genetik yang dapat mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK.
i. Infeksi saluran napas yang berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK.
Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi pada jalan napas, berperan secara
bermakna akan menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak
akan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru dan meningkatkan gejala respirasi
pada saat dewasa. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan
penyebab keadaaan ini, yaitu karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak
sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan
faktor risiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir rendah akan meningkatkan
infeksi virus yang juga merupakan faktor risiko PPOK.
j. Status sosioekonomi dan nutrisi
Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan
secara pasti. Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri penyebab
berkembangnya PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat
menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi karena penurunan massa otot
dan kekuatan serabut otot (PDPI, 2011).

C. Patofisiologi PPOK
a. Patofisiologi bronkitis kronik
Bronkitis kronik disebabkan oleh obstruksi jalan napas akibat inflamasi
mukosa kronis, hipertrofi kelenjar mukosa, dan hipersekresi mukus, bersamaan
dengan bronkospasme. Pasien dengan bronkitis kronik lanjut mengalami
penurunan dorongan respirasi dan retensi karbondioksida, yang berhubungan
dengan nadi kuat, vasodilatasi, konfusi, nyeri kepala, flapping tremor, dan edema
papil. Gangguan yang terjadi pada fungsi jantung kanan menyebabkan retensi
cairan oleh ginjal, peningkatan tekanan vena sentralis, dan edema perifer.
Keadaan tersebut kemudian menyebabkan kor pulmonal (retensi cairan / gagal
jantung akibat penyakit paru). Hipertensi pulmonal dipotensiasi oleh hilangnya
kapiler yang luas pada penyakit lanjut.
b. Patofisiologi emfisema
Emfisema disebabkan oleh destruksi progresif septum alveolar dan kapiler,
yang menyebabkan jalan napas dan ruang udara (bula) yang membesar, recoil
elastik paru yang menurun, dan jalan napas yang semakin mudah mengalami
kolaps. Obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh kolaps jalan napas distal
selama ekspirasi akibat hilangnya traksi radial elastik terjadi pada paru normal.
Hiperinflasi yang terjadi meningkatkan aliran udara ekspirasi tetapi otot inspirasi
bekerja dengan kerugian mekanik. Patofisiologi emfisema dapat melibatkan suatu
ketidakseimbangan antara protease sel inflamasi dan pertahanan antiprotease.
Emfisema sentrilobular disebabkan oleh kebiasaan merokok dan terutama
mengenai zona paru bagian atas. Emfisema panasinar disebabkan oleh defisiensi
alfa-1 antitripsin dan terutama mengenai zona paru bagian bawah (Ward et al.,
2008).

D. tanda dan gejala PPOK


COPD didiagnosis jika batuk Anda terus-menerus selama tiga bulan atau lebih
dari setahun untuk setidaknya dua tahun. Batuk dapat bertahan setiap hari, bahkan jika
tidak ada gejala lain dari penyakit, seperti pilek atau flu. Batuk adalah bagaimana tubuh
menghilangkan lendir dari saluran udara dan paru-paru dan membersihkan mereka dari
iritasi lainnya (seperti debu atau serbuk sari) dan sekresi. Biasanya orang lendir batuk
jelas, tetapi sering warna kuning pada orang dengan COPD. Batuk biasanya lebih buruk
pagi, dan Anda mungkin batuk lebih ketika Anda berolahraga atau asap.

Tanda dan gejalanya sebagai berikut :

 Perubahan warna kuku menjadi biru pucat.


 Kesulitan tidur, terutama tanpa meninggikan kepala.
 Mengurangi kinerja di tempat kerja, dengan tugas harian dan aktivitas fisik.
 Pembengkakan pada kaki dan kadang-kadang tangan (edema perifer terlihat pada
emfisema akhir)
 Penurunan berat badan yang tidak disengaja terutama pada emfisema

Gejala COPD umum lainnya


Saat COPD berlangsung, Anda mungkin mengalami gejala lain selain dari batuk. Ini
mungkin dialami pada awal hingga pertengahan tahap penyakit.
 Mengi Ketika udara dipaksa melalui saluran udara sempit atau terhalang di paru-
paru ketika Anda menghembuskan napas, Anda dapat mendengar suara siul atau
suara musik. Ini disebut mengi, dan pada orang dengan COPD, hal ini paling
sering disebabkan oleh kelebihan lendir menghalangi saluran udara bersama
dengan pengetatan otot yang lebih mempersempit saluran udara. Mengi mungkin
juga merupakan gejala asma dan radang paru-paru.
 Sesak Nafas (Dyspnea) Saat saluran udara di paru-paru Anda menjadi bengkak
(meradang), rusak dan mulai mengerut, Anda mungkin merasa sulit untuk
bernapas atau napas Anda sesak. Gejala COPD ini adalah yang paling terlihat
selama peningkatan aktivitas fisik, tetapi bisa membuat lebih sulit bahkan tugas
sehari-hari yang paling rutin, seperti berjalan kaki, melakukan tugas-tugas
sederhana rumah tangga, berpakaian, atau mandi. Kondisi terburuk, bahkan dapat
terjadi selama istirahat.
 Kelelahan Anda sering tidak bisa mendapatkan cukup oksigen ke darah dan otot
jika memiliki kesulitan bernapas. Tubuh Anda melambat dan kelelahan tanpa
oksigen yang diperlukan. Anda juga mungkin merasa lelah karena paru-paru
Anda bekerja ekstra keras untuk mendapatkan oksigen dan karbon dioksida,
menguras energi Anda.
 Sering Mengalami Infeksi Pernapasan Karena orang-orang dengan PPOK
mengalami kesulitan besar membersihkan paru-paru mereka dari bakteri, virus,
polusi, debu, dan iritan lainnya, mereka dapat berisiko lebih besar untuk infeksi
paru-paru seperti pilek, flu, dan pneumonia. Hal ini dapat sulit untuk menghindari
infeksi sama sekali, tapi menjaga kebersihan yang baik dan mendapatkan
vaksinasi yang tepat dapat mengurangi risiko Anda.
Gejala COPD lanjut
Banyak gejala PPOK berpengalaman dalam tahap awal. Saat penyakit
berlangsung, Anda mungkin melihat beberapa gejala tambahan. Hal ini dapat terjadi tiba-
tiba tanpa peringatan. Selain itu, Anda mungkin mengalami eksaserbasi, sebagai gejala
episode memburuk yang berlangsung selama beberapa hari.
Hubungi dokter segera jika Anda mulai mengalami gejala lanjutan berikut:
 Sakit kepala dan demam Sakit kepala pagi dapat terjadi karena tingkat yang lebih
tinggi dari karbon dioksida dalam darah. Anda juga mungkin mengalami demam.
 Kaki dan pergelangan kaki bengkak. Saat paru-paru menjadi lebih rusak
sepanjang perjalanan penyakit, Anda mungkin mengalami pembengkakan di kaki
dan pergelangan kaki. Hal ini terjadi karena jantung Anda harus bekerja lebih
keras untuk memompa darah ke paru-paru yang rusak, dan ini, pada gilirannya,
dapat menyebabkan gagal jantung kongestif.
 Penyakit kardiovaskular Meskipun tidak sepenuhnya dipahami, COPD dapat
meningkatkan risiko untuk masalah jantung terkait. Tekanan darah tinggi
(hipertensi) adalah salah satu dari gejala-gejala ini. Stadium lanjut juga dapat
meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.
 Berat Badan Bisa kehilangan berat badan jika Anda sudah mengidap COPD untuk
waktu yang lama. Energi ekstra tubuh membutuhkan untuk bernapas dan
mendapatkan cukup udara masuk dan keluar dari paru-paru dapat membakar
kalori lebih dari tubuh dalam Anda mengambilmendapatkan kalori, menyebabkan
Anda kehilangan berat badan. PPOK menyebabkan kerusakan permanen paru-
paru. Namun, gejala PPOK dan kerusakan lebih lanjut dapat dikontrol dengan
pengobatan yang tepat. Gejala yang tidak membaik, serta tanda-tanda lebih lanjut
dari penyakit, kemungkinan menunjukkan bahwa pengobatan tidak bekerja.
Hubungi dokter segera jika Anda tidak melihat perbaikan dengan obat atau terapi
oksigen. Intervensi dini adalah cara terbaik untuk mengurangi gejala dan
memperpanjang umur panjang jika Anda sedang berjuang dengan COPD.
Adapun Gejala PPOK terutama berkaitan dengan sistem pernapasan. Keluhan pada
sistem pernapasan ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap
sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.
Batuk kronik. Batuk kronik adalah batuk yang hilang timbul selama 3
bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.
Berdahak kronik. Pasien yang kadang-kadang menyatakan bahwa adanya
dahak terus-menerus tanpa disertai adanya batuk.
Sesak napas (terutama saat beraktivitas). Seringkali pasien sudah
mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progresif lambat
sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Adanya skala sesak napas sebagai
pendukung dalam anamnesis.
Tabel Skala Sesak Nafas

Skala Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas


Sesak
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit
4

E. pemeriksaan penunjang spesifik PPOK


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain :
Radiologi:
- Foto toraks (posisi PA dan lateral)
- HRCT
Spirometri
Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah
terjadi hipoksia kronik)
Analisa gas darah
Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaaan radiologi masih normal pada
PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologi ini berfungsi juga untuk
menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis
banding dari keluhan pasien (Depkes RI, 2008).
Menurut PDPI (2011), foto toraks dengan posisi PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lainnya. Berikut ini adalah gambaran radiologi foto
toraks dengan posisi PA dan lateral pada penderita PPOK.
Gambar 2.1 Foto toraks bronkitis kronik posisi PA

.
Pada gambar 2.1, menunjukkan adanya overinflasi yang ringan. Adanya
bayangan cincin yang terlihat di atas hilum kiri yang ditunjukkan oleh tanda
panah, yang mencerminkan penebalan dinding bronkial (Grainger dan Allison,
2015).

Gambar 2.2 Foto toraks emfisema posisi PA dan lateral.


Pada gambar 2.2, gambar A adalah posisi PA yang menunjukkan adanya
peningkatan tinggi paru-paru dengan perataan diafragma. Kubah hemidiafragma
kanan berada di bawah tingkat 7 rusuk kanan anterior. Menumpulnya sudut
kostofrenikus adalah hal umum yang terjadi akibat peningkatan volume paru-paru,
seperti juga goresan diafragma (tanda panah) yang terlihat meluas ke dada. Paruparu
terlihat lusen dan ukuran pembuluh darah berkurang. Gambar B adalah posisi
lateral yang menunjukkan adanya peningkatan kedalaman dan lusen pada ruang
retrosternal. Diafragma terlihat diratakan dan tampak terbalik.
Gambar 2.3 HRCT emfisema sentrilobular.
Pada gambar 2.3, gambar A, HRCT melalui lobus atas menunjukkan beberapa
area kecil yang lusen dan terdistribusinya bintik-bintik. Gambar B, pandangan
coned-down dari lobus kiri atas menunjukkan penampilan khas emfisema
sentrilobular. Tidak ada dinding yang terlihat. Beberapa daerah emfisema terlihat
mengelilingi arteri sentrilobular kecil (tanda panah).

Gambar 2.4 HRCT emfisema panlobular.


Pada gambar 2.4, gambar A (lobus atas pada paru kanan) dan gambar B (lobus
bawah pada paru kanan) menunjukkan penurunan atenuasi paru dan ukuran
pembuluh darah (Webb dan Higgins, 2005).
Gambar 2.5 CT-scan emfisema paraseptal.
Pada gambar 2.5, menunjukkan CT aksial pada tingkat lobus atas pada paru.
Emfisema paraseptal yang menonjol pada pasien PPOK adalah adanya daerah
atenuasi rendah terutama didistribusikan sepanjang pleura perifer dan
mediastinum pada sisi kiri (Grainger dan Allison, 2015).
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis
ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan
berdahak dengan sesak napas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau usia yang lebih tua.
Penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan adanya asma
bronkial, gagal jantung kongestif, tuberkulosis paru, dan sindroma obstruktif
pasca tuberkulosis paru. Penegakkan diagnosis secara klinis dilaksanakan di
puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri, sedangkan penegakkan
diagnosis dan penentuan klasifikasi PPOK dilaksanakan di rumah sakit / fasilitas
kesehatan lainnya yang memiliki spirometri (Depkes RI, 2008).
F. komlikasi yang ditimbulkan PPOK
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
 Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2< 60 mmHg dan Pco2> 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
a. Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
b. Bronkodilator adekuat
c. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
d. Antioksidan
e. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
 Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
a. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
b. Sputum bertambah dan purulen
c. Demam
d. Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandaidengan menurunnya kadar limposit
darah.
3. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan.
Dan ada juga komplikasi lain, yaitu :
a) Hipoksemia
Didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, dengan nilai saturasi
oksigen < 85 %. Pada awalnya penderita akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul
sianosis.
b) Asidosis respiratorik
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea.
c) Infeksi pernapasan
Infeksi respiratori akut disebabkan oleh karena peningkatan produksi mukus
dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d) Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada pasien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering
berhubungan dengan bronkitis kronik, tetapi penderita dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
e) Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
f) Status asmatikus
Komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit ini
sangat berat, berpotensial mengancam kehidupan, dan sering tidak berespon
terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan
distensi vena leher sering terlihat pada pasien dengan asma (Somantri, 2009).

G. penatalaksaanaan medis pada pasien PPOK


Tujuan penatalaksanaan :
 Mengurangi gejala
 Mencegah eksaserbasi berulang
 Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
 Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan.PPOK terbagi atas :
1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan
asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat
adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

 Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan


 Melaksanakan pengobatan yang maksimal
 Mencapai aktiviti optimal
 Meningkatkan kualiti hidup
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia Edukasi PPOK diberikan sejak
ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi
penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang
rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi
diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang
khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan
aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
 Pengetahuan dasar tentang PPOK
 Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
 Cara pencegahan perburukan penyakit
 Menghindari pencetus (berhenti merokok)
 Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
 Macam obat dan jenisnya
 Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
 Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
 Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
 Kapan oksigen harus digunakan
 Berapa dosisnya
 Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
 Batuk atau sesak bertambah
 Sputum bertambah
 Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
2. Obat - obatan.
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat abel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting).
Macam - macam bronkodilator :
 Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari ).
 Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan
untukmengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
 Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
 Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak
( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I :
 amoksisilin
 makrolid
Lini II :
 amoksisilin dan asam klavulanat
 sefalosporin
 kuinolon
 makrolid baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
 Mengurangi sesak
 Memperbaiki aktiviti
 Mengurangi hipertensi pulmonal
 Mengurangi vasokonstriksi
 Mengurangi hematokrit
 Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
 Meningkatkan kualiti hidup
Macam terapi oksigen :
 Pemberian oksigen jangka panjang
 Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
 Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
 Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi
oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi
akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk
penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
 Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
 Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
 Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.Terapi oksigen pada
waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Alat bantu
pemberian oksigen :
 Nasal kanul
 Sungkup venturi
 Sungkup
 rebreathing
 Sungkup
 nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas
darah pada waktu tersebut.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan dirumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
 Ventilasi mekanik dengan intubasi
 Ventilasi mekanik tanpa intubasi
 Ventilasi mekanik tanpa intubasi
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah
1. Ventilasi mekanik dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila
ditemukan keadaan sebagai berikut :
 Gagal napas yang pertama kali
 Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat
diperbaiki, misalnya pneumonia
 Aktiviti sebelumnya tidak terbatas
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi
akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi
paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
 Penurunan berat badan
 Kadar albumin darah
 Antropometri
 Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
 Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2yang terjadi
akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn
kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal
feedings)dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak
rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan
ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan
kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya
fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit
yang terjadi adalah :
 Hipofosfatemi
 Hiperkalemi
 Hipokalsemi
 Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan
komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai :
 Simptom pernapasan berat
 Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
 Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.

H. diagonosa keperawatan utama pada PPOK


1. Anamnesis
a. Ada faktor risiko :
Usia (pertengahan)
Riwayat pajanan, meliputi :
- Asap rokok
- Polusi udara
- Polusi tempat kerja
b. Gejala :
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan sistem pernapasan. Keluhan pada
sistem pernapasan ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap
sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.
Batuk kronik. Batuk kronik adalah batuk yang hilang timbul selama 3
bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.
Berdahak kronik. Pasien yang kadang-kadang menyatakan bahwa adanya
dahak terus-menerus tanpa disertai adanya batuk.
Sesak napas (terutama saat beraktivitas). Seringkali pasien sudah
mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progresif lambat
sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Adanya skala sesak napas sebagai
pendukung dalam anamnesis.
DIAGNOSIS BANDING KARATERISTIK
PPOK Onset pada usia 40 tahun
Perjalanan gejala yang lambat
Merokok satu bungkus per hari selama ≥
10 tahun
Adanya dispnea saat beraktivitas
Keterbatasan aliran udara dapat
reversibel sebagian

Asma Onset pada awal kehidupan


Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala dapat terjadi pada malam hari /
dini hari
Adanya alergi / rinitis, dan / atau eksim
Adanya riwayat keluarga asma
Keterbatasan aliran udara dapat
reversibel
sepenuhnya

Gagal jantung kongestif Pada auskultasi terdengar suara bibasilar


crackles
yang halus
Chest X-ray menunjukkan adanya
jantung yang
berdilatasi dan edema paru
Pembatasan volume, bukan keterbatasan
aliran
udara pada tes fungsi paru

Bronkiektasis Adanya sputum purulen dalam jumlah


yang besar
Umumnya berhubungan dengan infeksi
bakteri
Pada auskultasi terdengar suara crackles
kasar /
clubbing
Chest X-ray / CT-scan menunjukkan
adanya
pelebaran dan penebalan dinding bronkial

Tuberkulosis Onset pada semua umur


Chest X-ray menunjukkan adanya
infiltrat paru
Konfirmasi secara mikrobiologi
Prevalensi tuberkulosis lokal yang tinggi

Obliteratif bronkiolitis Onset pada usia muda dan bukan perokok


Adanya riwayat reumatoid artritis /
paparan fume
Gambaran CT-scan pada ekspirasi
menunjukkan
gambaran hipodens

Adapun diagnosa yang lebih spesifik yaitu :


Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2000) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau
kelemahan.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit
kronis, malnutrisi.
Engram (2000) menambahkan diagnose keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah :
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk menetap.

I. tujuan dan intervensi keperawatan untuk diagnosa PPOK


Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2000) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien akan
mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria
hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Mandiri :
1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi.
2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan otot bantu.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
5) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
6) Observasi karakteristik batu, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
7) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan
air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.
Kolaborasi :
1) Berikan obat sesuai indikasi.
a) Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
b) Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.
c) Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan.
d) Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi
individu.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
6) Palpasi fremitus.
7) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
9) Awasi tanda vital dan irama jantung.
Kolaborasi :
1) Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
3) Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
4) Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke UPI sesuai
instruksi untuk pasien.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dengan kriteria hasil pasien akan
menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2) Auskultasi bunyi usus.
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai
dan tisu.
4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.
5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
6) Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.
7) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Kolaborasi :
1) Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral atau selang, nutrisi
parenteral.
2) Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitaminatau mineral
atau elektrolit sesuai indikasi.
3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan
jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menyatakan
pemahaman penyebab atau faktor resiko individu dengan kriteria hasil pasien akan
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi dan pasien akan
menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
Mandiri :
1) Awasi suhu.
2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.
3) Observasi warna, karakter, bau sputum.
4) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci tangan
yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang atau
membuang tisu, wadah sputum.
5) Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
6) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
7) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Kolaborasi :
1) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram, kultur atau sensitivitas.
2) Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
Engram (2000) menambahkan intervensi keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah :
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil menurunnya keluhan tentang
nafas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas.
Intervensi :
1) Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas.
2) Lakukan penghematan energi dalam melaksanakan prosedur berikut :
a) Berikan bantuan dalam melaksanakan AKS sesuai dengan yang diperlukan.
b) Sediakan interval waktu diantara kegiatan untuk memungkinkan istirahat diantara
kegiatan.
c) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sejalan dengan peningkatan hasil gas darah arteri
dan dapat diantisipasinya tanda dan gejala dari penekanan pernafasan.
d) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudahdikunyah.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk menetap.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhantidur
terpenuhi dengan kriteria hasil melaporkan perasaan dapat istirahat.
Intervensi :
1) Jika ada pengobatan untuk paru-paru aturlah pemberian obat tersebut untuk diberikan
sebelum waktu tidur. Berikan obat anntitusif yang diprogramkan.
2) Pastikan ventilasi ruangan baik. Atur pengadaan humidifier udara jika diperlukan.
Anjurkan penggunaan oksigen selama tidur jika diperlukan.
3) Pertahankan ruangan bebas dari bahan iritan seperti asap, serbuk bunga dan pengharum
ruangan.
4) Pada waktu tidur, ijinkan pasien mandi dengan pancuran air hangat atau mandi biasa.
5) Bantu pasien untuk mnedapatkan posisi yang nyaman, biasanya dengan meninggikan
bagian kepala tempat tidur sekitar 30 derajat.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gejala PPOK secara umum ada tiga yaitu, batuk, berdahak dan sesak napas khsususnya
saat beraktivitas.ATS telah membagi skala sesak napas dari tingkat 0, satu, dua, tiga dan
empat, yang menuju ke tingkat keparahan. Sedangkan klasifikasi PPOK terdiri dari
ringan sedang dan berat yang diukur berdasarkan pemeriksaan spirometri yang
menghasilkan nilai VEP1 dibagi dengan KVP yaitu besarnya ratio udara yang mampu
dihisap dan dikeluarkan oleh paru-paru manusia. Faktor risiko utama PPOK antara lain
merokok, polutan indoor, outdoor dan polutan di tempat kerja, selain itu ada juga faktor
risiko lain yaitu genetik, gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik.
Berdasarkan tingkat ekonomi ternyata PPOK menduduki peringkat lima dari 10 PTM
utama, sedangkan pada negara berkembang menduduki peringkat enam berasarkan data
morbiditas. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia.
Diperkirakan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%.

1.1 SARAN
. Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK merupakan keluhan utamanya yang akan mem-
pengaruhi kualitas hidupnya PPOK. Disarankan pasien melakukan terapi yang tujuan
utamanya adalah untuk mengurangi keluhan sesak napas atau gangguan fisik serta perbaikan
standar kualitas hidup penderita PPOK. Secara umum biaya pengobatan PPOK 33%
dialokasikan untuk perawatan di rumah sakit dan 31% untuk biaya pembelian obat dan
sisanya untuk biaya operasional pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai