Asas-asas untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, pada dasarnya ada 4 (empat), yaitu :
Sentralisasi
Desentralisasi
Lahirnya konsep desentralisasi merupakan upaya untuk mewujudkan seuatu pemerintahan yang
demokratis dan mengakhiri pemerintahan yang sentralistik. Pemerintahan sentralistik menjadi
tidak populer karena telah dinilai tidak mampu memahami dan memberikan penilaian yang tepat
atas nilai-nilai yang hidup dan berkembang di daerah.
Desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan kekuasaan tertentu dan
bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan
administrasi sendiri, sehingga akan dijumpai proses pembentukan daerah yang berhak mengatur
kepentingan daerahnya.
5. guna memberikan peluang bagi masyarakat untuk membentuk karir dalam bidang politik
dan pemerintahan.
6. sebagai wahana yang diperlukan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan.
8. guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (Syaukani, 2003 : 7 – 8).
Menurut The Liang Gie (dikutip oleh Muhammad Fauzan, 2006 : 48), desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan pada :
Menurut Josef Riwu Kaho (dikutip Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, 2000 : 12 – 13) :
l Kelebihan desentralisasi :
2. dalam menghadapi masalah yang mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat,
daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
3. dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap kebutusan dapat segera
dilaksanakan.
l Kelemahan desentralisasi :
Menurut J. In het Veld (dikutip oleh Muhammad Fauzan, 2006 : 59), konsep desentralisasi
mengandung beberapa kebaikan, yaitu :
1. memberikan penilaian yang tepat terhadap daerah dan penduduk yang beraneka ragam.
2. meringankan beban pemerintah, karena pemerintah pusat tidak mungkin mengenal
seluruh dan segala kepentingan dan kebutuhan setempat dan tidak mungkin dapat
mengetahui bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
3. dapat dihindarkan adanya beban yang melampaui batas dari perangkat pusat oleh sebab
tunggakan kerja.
4. unsur individu atau daerah lebih menonjol karena dalam ruang lingkup yang sempit
seseorang dapat lebih mempergunakan pengaruhnya daripada dalam masyarakat yang
lebih luas.
5. masyarakat setempat dapat kesempatan ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan,
sehingga ia tidak akan merasa sebagai obyek saja.
6. meningkatkan turut sertanya masyarakat setempat dalam melakukan kontrol terhadap
segala tindakan dan tingkah laku pemerintah.
Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian wewenang pejabat tingkat pusat kepada pejabat di
wilayah negara. Oleh karena itu, di daerah terdapat suatu wilayah yang merupakan wilayah kerja
pejabat yang menerima sebagian wewenang dari pejabat pusat. Wilayah kerja pejabat untuk
pejabat pusat yang berada di daerah disebut wilayah administrasi. Wilayah administrasi adalah
wilayah kerja pejabat pusat yang menyelenggarakan kebijakan administrasi di daerah sebagai
wakil dari pemerintah pusat. Wilayah administrasi terbentuk akibat diterapkannya asas
dekonsentrasi (Hanif Nurcholis, 2005 : 24)
Pejabat pusat akan membuat kantor-kantor beserta kelengkapannya di wilayah administrasi yang
merupakan cabang dari kantor pusat. Kantor-kantor cabang yang berada diwilayah administrasi
inilah yang disebut dengan instansi vertikal. Disebut vertikal karena berada di bawah kontrol
langsung kantor pusat. Jadi, instansi vertikal adalah lembaga pemerintah yang merupakan
cabang dari kementrian pusat yang berada di wilayah administrasi sebagai kepanjangan
tangan dari departemen pusat (Hanif Nurcholis, 2005 : 25).
Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan dalam bahasa Belanda disebut medebewind. Tugas pembantuan dapat
diartikan sebagai pemberian kemungkinan kepada pemerintah pusat/ pemerintah daerah yang
tingkatannya lebih atas untuk dimintai bantuan kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah
yang tingkatannya lebih rendah di dalam menyelenggarakan tugas-tugas atau kepentingan-
kepentingan yang termasuk urusan rumah tangga daerah yang dimintai bantuan tersebut
(Muhammad Fauzan, 2006 : 69).
Ada beberapa latar belakang perlunya diberikan tugas pembantuan kepada daerah dan desa, yaitu
:
Menurut Ateng Syafrudin (dikutip Muhammad Fauzan, 2006 : 73), dasar pertimbangan
pelaksanaan asas tugas pembantuan antara lain :
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[1] Pemerintahan Daerah
di Indonesia terdiri dari Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang
terdiri atas kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibantu oleh Perangkat Daerah.
Pembagian Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi
atas Daerah kabupaten dan kota. Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai Pemerintahan
Daerah. Daerah provinsi merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi. Daerah
kabupaten/kota merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali
kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah kabupaten/kota.[1]
Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota ditetapkan dengan undang-
undang. Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah
yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Daerah dapat
dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan penggabungan daerah beserta akibatnya
ditetapkan dengan undang-undang. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang
bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam
wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.[1]
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dan menjadi dasar pelaksanaan otonomi
daerah serta didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan
strategis nasional. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas
Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.[1]
Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
1. pendidikan;
2. kesehatan;
3. pekerjaan umum dan penataan ruang;
4. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
5. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
6. sosial.
Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
1. tenaga kerja;
2. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
3. pangan;
4. pertanahan;
5. lingkungan hidup;
6. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
7. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
8. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
9. perhubungan;
10. komunikasi dan informatika;
11. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
12. penanaman modal;
13. kepemudaan dan olah raga;
14. statistik;
15. persandian;
16. kebudayaan;
17. perpustakaan; dan
18. kearsipan.
Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden
sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan
bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing dibantu oleh Instansi Vertikal. Dalam
melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan umum meliputi:
Penyelenggara Pemerintahan
Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan
DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintahan
Daerahberpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: kepastian
hukum, tertib penyelenggara negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,
profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, dan keadilan.
Pemerintah Daerah
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala
daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah
wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut
wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota.
Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala
daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada
DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
masyarakat.
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah
provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang
kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan
kota.Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur
bertanggung jawab kepada Presiden.
Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c). panitia musyawarah; (d).
panitia anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan (f). alat kelengkapan lain yang diperlukan.
Anggota DPRD mempunyai hak dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat
diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang
mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya
setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga
pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling
membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah.
Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama
mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai
dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan
kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain
dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Perangkat Daerah
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan
pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan
pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah
sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah;
cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas;
luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang
bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena
itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa
sama atau seragam.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan
lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan
organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor
tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan
kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas
daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris
DPRD mempunyai tugas: (a). menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; (b).
menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; (c). mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
DPRD; dan (d). menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD
dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung
jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor,
atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui
Sekretaris Daerah.
Pilkada
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pilkada
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan
secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu.
Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 %
(lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila
ketentuan tersebut tidak terpenuhi,pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon
yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Apabila tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan
pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Pasangan
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran
kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dalam
sebuah sidang DPRD Provinsi. Bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota
dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD Kabupaten atau Kota.
Kepegawaian Daerah
Pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu
kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Manajemen pegawai
negeri sipil daerah meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan
hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Pembinaan dan pengawasan
manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri
Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.
Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan
tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan kepada
Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan
oleh Pemerintah pusat.
Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah
menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala daerah
dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda,
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam
Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam
menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk
Satuan Polisi Pamong Praja.
Perencanaan Pembangunan
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah
sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan
pembangunan daerah disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten atau daerah
kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah.
1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka waktu 20
(dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda;
2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka waktu 5
(lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda
3. Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM daerah
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah
pusat.
Keuangan Daerah
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan
yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya
disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah.
Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada
daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian
tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan;
kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk
mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana
perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber
pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam
hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.
Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa
Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian
atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan
demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan
menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai
Pemerintahan Daerah.
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar
negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah pusat setelah memperoleh pertimbangan
Menteri Dalam Negeri. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan
Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang
pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan
dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang
APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk
memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui
bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
dievaluasi. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan
rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan
dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pembentukan, penghapusan, dan/atau
penggabungan Desa dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat. Landasan
pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah mengakui otonomi yang dimiliki oleh
desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan
penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk
melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu
desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun
karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun
heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Desa yang dimaksud dalam
ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD,
Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku.
Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Yang dimaksud dengan
Perangkat Desa lainnya dalam ketentuan ini adalah perangkat pembantu Kepala Desa yang
terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur
kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.
Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia
yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman
kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam
pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud, ditetapkan sebagai kepala desa. Masa jabatan
kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya. Masa jabatan kepala desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan bagi
kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan
dengan Perda.
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Di desa dapat dibentuk lembaga
kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan
perundangundangan. Yang dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa dalam ketentuan ini
seperti: Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna, lembaga pemberdayaan
masyarakat.
1. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;
3. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota;
4. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan
kepada desa.
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Desa dapat mendirikan badan usaha milik
desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Desa dapat mengadakan kerja sama untuk
kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota
melalui camat.
Pertimbangan Otonomi
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat membentuk suatu dewan
yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Dewan
ini dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata
laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Dewan tersebut bertugas memberikan
saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan kebijakan:
Ketentuan Lain-lain
Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan
Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Provinsi Aceh, Provinsi Papua termasuk provinsi hasil pemekarannya, dan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri.
Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara lain, diatur
berdasarkan peraturan perundang- undangan dengan memperhatikan hukum internasional yang
pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah.
Anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak
menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
sepanjang belum diatur dalam undang-undang.
BAB I
PENDAHULUAN
Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan
ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan
ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris,
Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang
datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-
mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Ajaran Trias Politica diluar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian
kekuasaan, dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari
pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk
menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis
de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung maksud bahwa
kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga negara yang menurut ajaran
tersebut adalah :
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu
sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa indonesia,
namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politica
Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara
menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan
tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing
badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta
pertanggung jawaban.
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas
Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh karena memang dalam UUD 1945
kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara tersebut
pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
(2) Presiden
(2) Presiden
Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada
jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara
badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
A. Sebelum Perubahan
B. Setelah Perubahan
1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya
seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan
GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih
secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD,
susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU
(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)
sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU
antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan
daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk
memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat
di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait
dengan kepentingan daerah.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang
mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD)
serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara
pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR,
Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan
pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR,
kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan
DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian
jabatan presiden dalam masa jabatannya.
6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman,
yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan
keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan,
Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU
terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan
eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –
hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya
sepihak atau searah saja.
BAB III
KESIMPULAN
Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh ajaran
Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk
menjamin kebebasan rakyat.
Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica karena memang dalam UUD
1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara terdiri dari Badan
legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang, Badan eksekutif yaitu badan
yang bertugas melaksanakan undang-undang, Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas
mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya
Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu
tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau
wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara
lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan, dengan
perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah
badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan
kenegaraan yang ada.
Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak tertutup
kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan di
amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam
penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas
segalanya.
Nah, dalam menjalankan pemerintahan di daerah ini, pemerintah daerah memiliki hak otonomi
daerah Indonesia. Otonomi daerah adalah segala hak, kuasa, kewenangan, dan kewajiban dari
daerah otonom dalam rangka mengatur dan menyelenggarakan sendiri perihal pemerintahan
ataupun kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan adanya otonomi
daerah ini, diharapkan pelayanan masyarakat dapat meningkat, begitupun dengan pengembangan
demokrasi. Ketika daerah otonom menjalankan otonomi daerahnya, daerah tersebut dapat
meningkatkan daya saing beserta pemberdayaan masyarakatnya. Selain itu, otonomi daerah juga
dapat menjadikan komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi lebih
intens dan masih banyak lagi manfaat yang diperoleh dengan adanya otonomi daerah ini.
Mengingat banyaknya manfaat dari pelaksanaan dari otonomi daerah ini, diperlukan adanya asas
yang menjadi dasar bagi pelaksanaan otonomi daerah. Terdapat tiga asas pengertian daerah
otonom yang tercantum dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
yaitu asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Dalam kesempatan ini,
penulis akan menyampaikan penjelasan dari masing-masing asas tersebut. Berikut uraian asas-
asas otonomi daerah dan penjelasan lengkapnya berdasarkan pendapat Dr. Agussalim Andi
Gajong S.H. dalam bukunya yang berjudul “Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum”:
1. Asas Desentralisasi
Menurut UU No. 32 tahun 2004 secara lugas menyebutkan bahwa desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya dalam sistem negara kesatuan republik
Indonesia. Terdapat empat perbedaan pandangan dari para pakar ini:
Sementara itu, De Ruiter secara lebih lanjut menjelaskan bahwa penyerahan kekuasaan atau
wewenang ini terjadi bukan dari pemerintah pusat, tetapi dari badan yang lebih tinggi ke badan
yang lebih rendah. Dalam ketatanegaraan pula, pemaknaan desentralisasi dibedakan dalam empat
hal, yaitu:
1. Kewenangan untuk mengambil keputusan diserahkan dari seorang pejabat administrasi atau
pemerintah kepada yang lain,
2. Pejabat yang menyerahkan kewenangan itu memiliki lingkungan pekerjaan yang lebih luas
dibanding pejabat yang diserahi kewenangan.
3. Pejabat yang menyerahkan kewenangan tidak dapat memberi perintah kepada pejabat yang
telah diserahi kewenangan tersebut mengenai pengambilan keputusan atau isi keputusan yang
dibuatnya.
Sementara itu, Ateng Sjafruddin dalam bukunya “Pemerintah Daerah dan Pembangunan”
menjadikan sarana dekonsentrasi sebagai pelimpahan kewenangan dalam rangka desentralisasi.
Pakar lain seperti GS Cheema dan JR Nellis memandang bahwa pelimpahan kewenangan dari
pusat ke daerah itu berkisar pada perencanaan dan pengambilan keputusan. Di sisi lain, The
Liang Gie menganggap bahwa desentralisasi di bidang pemerintahan dapat dimaknai sebagai
pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada unit-unit turunan organisasi pemerintah untuk
menyelenggarakan seluruh kepentingan dari kelompok yang mendiami suatu daerah.
Pelaksanaan desentralisasi memang memiliki banyak kelebihan, diantaranya yaitu:
1. Memperpendek jalur birokrasi yang rumit dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat karena
kewenangan pemerintah daerah cukup untuk melaksanakan keputusannya sendiri.
2. Mengurangi beban pemerintah pusat dalam mengurus negara karena sebagian tanggung jawab
diberikan kepada pemerintah daerah.
3. Bila terjadi suatu masalah yang membutuhkan keputusan cepat, pemerintah daerah tidak perlu
menunggu persetujuan dari pemerintah pusat.
4. Harmonisasi dalam negara dapat segera tercapai karena hubungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah menjadi lebih erat.
Namun, sama halnya dengan sekeping koin, desentralisasi memiliki beberapa kekurangan pula,
berikut ini merupakan kekurangan dari pemberlakuan desentralisasi dalam tujuan pelaksanaan
otonomi daerah sebagai berikut:
1. Struktur pemerintah menjadi jauh lebih kompleks dan dapat menyebabkan variasi tingkatan
koordinasi antar daerah.
2. Adanya desentralisasi dapat menimbulkan keegoisan daerah untuk mengembangkan daerahnya
sendiri.
3. Pemberlakuan desentralisasi dapat menyebabkan anggaran belanja negara menjadi membesar
dan terdapat kemungkinan terjadi kesenjangan anggaran belanja antar daerah.
Dalam suatu struktur desentralisasi, pemerintah tingkat yang lebih rendah merancangkan dan
menerapkan kebijakan secara independen, tanpa adanya intervensi. Adanya pelimpahan
kewenangan ini bukanlah sesuatu yang harus ditakuti oleh pemerintah pusat, karena pemberian
kewenangan tersebut tidak akan lepas dari koordinasi dan pengawasan pemerintah pusat. Hal ini
merupakan perwujudan dari desentralisasi politik, dimana pemerintah pusat melimpahkan kuasa
atau wewenang di bidang politik pada pemerintah daerah.
Pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi dalam sistem pemerintahan merupakan
pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian kekuasaan, dan kewenangan dapat dilihat dari
pandangan yang dikemukakan oleh Gerald S Maryanov dan Philip Mawhood, bahwa masalah
desentralisasi berujung pada pembagian kekuasaan atau kewenangan dalam suatu pemerintahan.
Sementara itu, R Tresna memiliki pandangan bahwa desentralisasi dimaknai sebagai pemberian
kuasa mengatur diri kepada daerah-daerah dalam lingkungannya guna mewujudkan asas
demokrasi di dalam pemerintahan negara. Sedangkan Soehino dalam bukunya “Asas-asas
Hukum Pemerintahan” menyampaikan pandangannya bahwa desentralisasi kedaerahan memberi
wewenang kepada alat perlengkapan suatu lembaga hukum untuk membentuk aturan hukum in
abstracto (aturan hukum yang belum diterapkan pada suatu kasus) dan pemberian delegasi
kepada alat perlengkapan dari lembaga hukum publik untuk membentuk aturan hukum in
concerto (aturan hukum yang telah diterapkan pada suatu kasus).
Pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan sarana dalam pembagian
dan pembentukan daerah dapat dilihat dari Aldelfer, yaitu desentralisasi adalah pembentukan
sistem politik di berbagai negara daerah otonomi dengan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan
bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan
administrasi sendiri. Jadi, desentralisasi itu menyangkut pembentukan daerah otonom dengan
dilengkapi kewenangan-kewenangan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu. Dalam
desentralisasi, pelimpahan wewenang adalah sesuatu yang bersifat hak, dalam hal membuat
aturan dan keputusan penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan dibatasi oleh peraturan dari
badan yang lebih tinggi. Jadi, pelimpahan wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara
lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah. Ketegangan atas tarik
ulur kewenangan yang muncul sampai saat ini semuanya mengacu pada pembagian kekuasaan
atau kewenangan, dan siapa yang paling berwenang mengurus atau mengatur urusan tersebut.
Bagi Manan memandang bahwa desentralisasi dilihat dari hubungan pusat dan daerah yang
mengacu pada UUD 1945, maka:
1. Bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk
turut serta secara bebas dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
2. Bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak daerah untuk
berinisiatif atau berprakarsa,
3. Bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antara daerah satu dengan
daerah lainnya, dan
4. Bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial di daerah.
2. Asas Dekonsentrasi
Sama halnya dengan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi memiliki makna yaitu pendelegasian
wewenang dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah atau dari badan otonom yang memiliki
wewenang lebih tinggi ke badan otonom yang wewenangnya lebih rendah. Hanya saja dalam
dekonsentrasi, pendelegasian wewenang hanya pada sektor administrasi, tidak ada pendelegasian
wewenang dalam sektor politik seperti pada desentralisasi dan wewenang politik berada di
tangan pemerintah pusat. Maka dari itu, pada dekonsentrasi, badan otonom yang diserahi
wewenang hanya dapat melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan dari
pemerintah pusat. Sedangkan menurut Laica Marzuki, dekonsentrasi adalah ambtelijke
decentralisastie atau delegatie van bevoegdheid, yaitu pendelegasian kewenangan dari alat
kelengkapan negara di pusat kepada instansi di bawahnya, untuk melakukan pekerjaan tertentu
dalam terselenggaranya pemerintahan. Pemerintah pusat tidak mungkin kehilangan
kewenangannya karena instansi di bawahnya melaksanakan tugas mereka atas nama pemerintah
pusat.
Jadi dekonsentrasi diartikan sebagai penyebaran atau pemancaran kewenangan pusat kepada
petugasnya yang tersebar di wilayah-wilayah untuk melaksanakan kebijakan pusat. Namun
pelimpahan wewenang ini hanya terjadi pada bidang administratif alias tata usaha dalam
penyelenggaraan negara. Mereka yang diserahi wewenang ini tidak memiliki kuasa untuk
membuat suatu aturan tentang pelaksanaan dekonsentrasi dan mereka diwajibkan untuk
menjalankan aturan atau putusan dari pemerintah pusat atau badan otonom yang lebih besar
wewenangnya. Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administrasi dan politik. Dalam
asas desentralisasi, pelimpahan wewenang tetapi hanya pada bidang yang bersangkut paut
dengan tata usaha atau administrasi penyelenggaraan negara merupakan makna dari sifat
administratif asas desentralisasi, yang dapat kita sebut sebagai dekonsentrasi. Di sisi lain,
pelaksanaan desentralisasi dapat pula bersifat politik, yang dapat kita maknai bahwa dalam asas
desentralisasi, dibolehkan adanya pelimpahan wewenang dalam hal perancangan keputusan,
pembuatan kebijakan, atau pengawasan dan pengendalian terhadap sumber daya lokal pada
badan otonom yang diserahi kewenangan tersebut.
Pada dasarnya, badan otonom yang diserahi wewenang administratif dalam rangka dekonsentrasi
ini sedang menjalankan sebuah pemerintahan pusat, hanya saja lingkup wilayanya menjadi lebih
kecil, yaitu daerah yang berada dalam kewenangannya tersebut. Di sisi yang sama, Bayu
Sunaningrat memaknai dekonsentrasi sebagai desentralisasi jabatan, bahwa pemencaran
kekuasaan dari atasan kepada bawahan sehubungan dengan kepegawaian atau jabatan dilakukan
dengan maksud untuk meningkatkan kelancaran kerja. Silverman mengatakan bahwa
dekonsentrasi merupakan bentuk desentralisasi yang paling umum yang digunakan di dalam sup-
sektor kependudukan. Di dalam sistem demikian, fungsi yang telah diseleksi diserahkan kepada
unit-unit subnasional di dalam departemen sektoral atau badan-badan nasional yang sektoral
spesifik lainnya. Menurut RG Kertasapoetra, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah atau kepala wilayah atau juga kepala instansi vertikal tingkat atas kepada pejabat-
pejabat bawahannya di daerah. Evolusi adalah pelimpahan wewenang yang merupakan tugas
jabatan yang diserahkan kepada pemerintah daerah otonom tingkat provinsi, kabupaten dan
kotamadya, serta kepada badan atau perusahaan yang mempunyai tugas lembaga negara sebagai
public coorporation atau perusahaan publik. Bulthuis mengartikan dekonsentrasi sebagai:
1. Kewenangan untuk mengambil keputusan yang diserahkann dari pejabat
administrasi/pemerintah yang satu kepada yang lain.
2. Pejabat yang menyerahkan kewenangan itu mempunyai lingkungan pekerjaan yang lebih luas
daripada pejabat yang diserahkan kewenangan.
3. Pejabat yang menyerahkan kewenangan itu dapat membarikan perintah kepada pejabat yang
diserai kewenangan mengenai pengambilan/pembuatan keputusan itu dan isi dari yang akan
diambil/dibuat itu.
Perlu kita camkan bersama bahwa dalam dekonsentrasi, pemerintah pusat tidak mungkin
kehilangan kewenangannya karena instansi di bawahnya melakukan tugas atas nama pemerintah
pusat, karena suatu delegatie van bevoegdheid bersifat instruktif. Maka dari itu, terdapat
beberapa kelebihan dari berlakunya asas dekonsentrasi, yaitu:
1. Kontak langsung antara rakyat dan pemerintah baik pusat maupun daerah menjadi lebih intens.
2. Adanya perangkat pelaksana dekonsentrasi di daerah dapat mengontrol dengan baik segala
pelaksanaan kebijakan pemerintah di berbagai bidang.
3. Dekonsentrasi adalah alat yang efektif untuk menjaga persatuan dan kesatuan karena adanya
perangkat politik di daerah.
Dari paparan pengertian tugas pembantuan yang termaktub dalam undang-undang yang telah
disebutkan sebelumnya, hanya UU No. 1 tahun 1957 yang dengan tegas menyatakan bahwa
tugas pembantuan adalah untuk menjalankan peraturan perundang-undangan (yang lebih atas
tingkatannya). UU No. 5 tahun 1974 memuat dua hal penugasan dan pertanggungjawaban yang
bisa mengandung pemahaman kaidah dekonsentrasi, yang menyiratkan adanya hubungan atasan-
bawahan, yang secara yuridis, pendekatannya tidak sesuai dengan kaidah tugas
pembantuan. Jadi, menurut kajian hukum, maka yang lebih tepat adalah definisi kaidah tugas
pembantuan yang ada dalam UU No. 1 tahun 1957 karena menyiratkan hubungan pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah dalam tugas pembantuan semata-mata karena ditentukan atau
berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Kemudian, dalam pasal 12
ayat (1) dan (2) disebutkan (a) dengan peraturan perundang-undangan, pemerintah dapat
menugaskan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan, (b)
dengan peraturan daerah, pemerintah daerah tingkat I dapat menugaskan kepada pemerintah
daerah tingkat II untuk melaksanakan tugas pembantuan.
Tugas pembantuan dari pengertian yang ditegaskan dalam UU No. 5 tahun 1974 tentang desa,
mengandung unsur-unsur:
1. Ada urusan pemerintahan dari satuan pemerintahan tingkat lebih atas yang harus dibantu
pelaksanaannya oleh pemerintahan daerah,
2. Bantuan tersebut dalam bentuk penugasan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan,
3. Pemerintah daerah yang membantu harus mempertanggungjawabkan kepada yang dibantu.
Tugas pembantuan dapat menjadi terminal ke arah “penyerahan penuh” suatu urusan pada daerah
atau tugas pembantuan ialah langkah awal sebagai persiapan ke arah penyerahan penuh. Kaitan
tugas antara tugas pembantuan dengan desentralisasi dalam melihat hubungan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, seharusnya bertolak dari :