Anda di halaman 1dari 3

Akhlakul Karimah Rasulullah

Akhlak adalah tingkah laku makhluk yang diridhai Allah SWT, maka akhlak adalah bentuk perilaku
makhluk dalam berhubungan baik kepada khaliknya atau kepada sesama. Sesungguhnya semua
akhlak telah dituliskan dalam Al Qur’an dan Hadist baik yang terpuji maupun tercela. Semuanya
telah tertulis jelas di Qur’an dan Hadist dan semuanya mempunyai balasan tersendiri. Tinggal
manusianya sendiri yang menjalankan dan mempertanggung jawabkannya nanti di hari akhir.
Rasulullah pun berperilaku sesuai Qur’an dan Hadist. Karena sifatnya itu beliau dijuluki Akhlakul
karimah yakni akhlak yang mulia. Hal ini digambarkan oleh al-Quran surat Al-Ahzab, 33: 21 yang
berbunyi:
‫َّللاَ َو ْاليَ ْو َم اآلخِ َر َوذَك ََر ه‬
ً ‫َّللاَ َكث‬
‫ِيرا‬ َ ‫َّللاِ أُس َْوة ٌ َح‬
‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ه‬ ُ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
‫سو ِل ه‬
“Sesunggunya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang
menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah.”
Akhlakul karimah yang patut kita puji dan tiru antara lain :
1. Sifat yang wajib bagi rasul seperti siddiq, amanah, tabligh, dan fahtanah: jujur, dapat
dipercaya, menyampaikan apa adanya, dan cerdas. Keempat sifat ini membentuk dasar
keyakinan umat Islam tentang kepribadian Rasul saw.
2. Integritas. Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul Saw. yang telah
membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya sedemikian
kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang menjadi tujuannya.
3. kesamaan di depan hukum. Prinsip kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar
terpenting
4. Penerapan pola hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang nilai-nilai
manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah penggunaan konsep sahabat (bukan murid,
staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba) untuk menggambarkan pola
hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan orang-orang yang berada di bawah
kepemimpinannya. Sahabat dengan jelas mengandung makna kedekatan dan keakraban
serta kesetaraan.
5. kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan Muhammad saw.
sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan kondisi yang
dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk diterapkan.
6. tidak mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasul Saw. wafat tanpa meninggalkan warisan
material. Sebuah riwayat malah menyatakan bahwa beliau berdoa untuk mati dan
berbangkit di akhirat bersama dengan orang-orang miskin.
7. visioner futuristic. Sejumlah hadits menunjukkan bahwa Rasul SAW. adalah seorang
pemimpin yang visioner, berfikir demi masa depan (sustainable).
8. menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya. Pribadi Rasul Saw. benar-benar
mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya pencapaian cita-cita tersebut.
Beliau adalah personifikasi dari misinya. Terkadang kita lupa bahwa kegagalan sangat mudah
terjadi manakala kehidupan seorang pemimpin tidak mencerminkan cita-cita yang
diikrarkannya.
Akhlak Rasul yang seperti ini patutlah kita tiru dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Rasul
sangat mencintai Allah dan Allah lebih mencintai beliau karena sesungguhnya siapa yang mencintai
Allah maka Allah lebih mencintainya. Dan apabila orang yang dekat kepada Allah, Allah selalu
memudahkan segala urusannya. Allah Maha Pemberi apa yang dibutuhkan semua umatNya. Allah
tidak pernah merasa rugi apabila Ia memberi kepada umatNya meskipun umatNya tidak pernah
mengingatnya ataupun bersyukur terhadapNya. Allah Maha Pemberi Maaf bagi umatNya yang mau
berubah.

A.QS. Al-Mujadalah, 58 : 11.


ْ ُ ‫ َواله ِذيْنَ أُت‬،‫ َو ِإذَا قِ ْي َل ا ْنش ُُزوا فَا ْنش ُُزوا َي ْر َفع هللاُ اله ِذيْنَ أ َ َمنُ ْوا مِ ْن ُك ْم‬،‫سخ هللاُ لَ ُك ْم‬
‫واالع ِْل َم‬ َ ‫س ُخ ْوا ِف ْي ْال َم َجال ِِس فَا ْف‬
‫َياَيُّهاَاله ِذيْنَ أ َ َمنُ ْوا ِإذَا قِ ْي َل لَ ُك ْم تَفَ ه‬
ِ ِ َ ‫س ُخ ْوا َي ْف‬
ُ
)١١:‫ َوهللاُ بِ َما تَعء َمل ْونَ َخبِي ٌْر(المجادله‬،ٍ‫دَ َر َجات‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan keoadamu:”berlapang-lapanglah kamu
dalam majelis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan:”berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah, 58:11)
Selanjutnya berkenaan dengan ayat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Kata tafassahu pada ayat tersebut maksudnya adalah tawassa’u yaitu saling meluaskan dan
mempersilahkan.
Kata yafsahillahu lakum maksudnya Allah akan melapangkan rahmat dan rizki bagi mereka.
Kata unsuzyu maksudnya saling merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap orang
yang datang.
Kata yarfa’illahu ladzina amanu maksudnya Allah akan mengangkat derajat mereka yang telah
memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan
ketinggian derajatnya.
Dari ayat tersebut dapat diketahui, hal sebagai berikut:
Pertama : Bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis
Rasulullah saw, dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulullah saw. Yang
diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang
agung.
Kedua : Bahwa perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis,
tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara
demikian dapat menimbulkan keakraban diantara sesama orang yang berada di dalam majelis dan
bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah saw.
Ketiga : Bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin
menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan kebaikan di dunia dan
akhirat.2 Singkatnya ayat ini berisi perintah untuk memberikan kelapangan dalam mendatangkan
setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang Islam. Atas dasar inilah
Rasulullah saw, menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hambanya, selama hamba tersebut
selalu menolong sesama saudaranya.3
Adapun arti potongan ayat dibawah ini adalah:
‫ِإذَا‬ ‫قِ ْي َل‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫س ُخ ْوا‬
‫تَفَ ه‬ ‫ي‬
ِْ ‫ف‬ ‫ْال َم َجال ِِس‬ َ ‫فَا ْف‬
‫س ُخ ْوا‬
Maksudnya adalah apabila kamu diminta berdiri selama berada di majelis Rasulullah saw, maka
segeralah berdiri, karena Rasulullah saw terkadang mengamati keadaan setiap individu, sehingga
dapat diketahui setiap keadaan orang tersebut, atau karena Rasulullah saw, ingin menyerahkan
suatu tugas khusus yang tidak mungkin tugas tersebut dapat dikerjakan oleh orang lain.
Berhubungan dengan hal yang demikian, maka bagi orang yang datang terdahulu di majelis tersebut
tidak boleh mempersilahkan orang yang datang belakangan untuk duduk di tempat duduknya.
Imam Malik, Bukhari, Muslim dan Turmudzi meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw,
bersabda: La yuqimu al-rajulu min majlisi walakin tafassakhu wa tawassa’u. Yang artinya: seorang
tidak sepantasnya mempersilahkan tempat duduknya kepada orang lain (yang datang belakangan).
Tetapi cukup dengan memberikan kelapangan dan mempersilahkan lewat.
‫َي ْرفَ ِع‬ ُ‫هللا‬ َ‫اله ِذيْن‬ ‫أ َ َمنُ ْوا‬ ‫مِ ْن ُك ْم‬، َ‫َواله ِذيْن‬ ْ ُ ‫أُت‬
‫واالع ِْل َم‬ ‫ت‬
ٍ ‫دَ َر َجا‬
maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang mukmin yang melaksanakan segala
perintahnya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik dari pahala maupun keadilan-Nya.
Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkanagar memberikan kelapangan kepada sesama
kawannyaitu datang belakangan, atau apabila dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka
segera tinggalkanlah tempat itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan
menghilanhkan haknya. Melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada
Tuhannya, karena Allah tidakakan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang dilakukan hambanya.
Melainkan akan diberikan balasan yang setimpal di dunia dan akhirat.
Sedangkan potongan ayat ُ‫ َخ ِبي ٌْر ت َعء َملُ ْونَ ِب َما َوهللا‬maksudnya bahwa Allah mengetahui setiap perbuatan
yang baik dan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal tersebut. Orang yang
baik akan di balas dengan kebaikan. Demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas buruk
atau diampuni-Nya.4
Ayat tersebut diatas selanjutnya sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan
di bidang ilmu pengetahuan dengan cara menjunjung tinggi atau mengadakan dan menghadiri
majelis ilmu. Orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari
Allah.

Terjemahanya dan tafsiranya :

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”(ayat 1). Dari suku kata pertama
saja yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama dalam perkembangan agama ini
selanjutnya. Nabi Muhammad disuruh untuk membaca wahyu yang akan diturunkan kepada beliau
atas nama allah, tuhan yang telah menciptakan. Yaitu “Menciptakan manusia dari segumpal
darah”(ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah. Yaitu segumpal air yang telah berpadu
dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan yang setelah 40 hari lamanya, air itu akan menjelma
menjadi segumpal darah dan dari segumpal darah itu kelak setelah 40 hari akan menjadi segumpal
daging. “Bacalah, dan tuhanmu itu adalah maha mulia” (ayat 3). Setelah pada ayat pertama beliau
menyuruh membaca dengan nama allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, diteruskan
lagi menyuruh membaca diatas nama tuhan. Sedang nama tuhan yang selalu akan diambil jadi
sandaran hidup itu ialah allah yang maha mulia, maha dermawan, maha kasih dan saying kepada
mahluknya. “Dia yang mengajarkan dengan kalam” (ayat 4). Itulah istimewanya tuhan itu lagi. Itulah
kemulianya yang tertinggi.Yaitu diajarkanya kepada manusia berbagai ilmu, dibukanya berbagai
rahasia, diserahkanya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan allah yaitu dengan qalam.
Dengan pena disamping lidah untuk membaca, tuhanpun mentaksirkan pula bahwa dengan pena
ilmu dapat dicatat. Pena itu kaku dan beku serta tidak hidup namun yang dituliskan oleh pena itu
adalah berbagai hal yang dapat difahami oleh manusia “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak
tahu” (Ayat 5). Terlebih dahulu allah ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia
pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh allah kepadanya,
sehingga dapat pula dicatat ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang sudah ada dalam
tanganya.

Anda mungkin juga menyukai