Anda di halaman 1dari 19

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang interpretasi hasil penelitian mengenai

hubungan status gizi ibu hamil dengan kejadian pre eklamsia di ruang poli hamil

dan kandungan rumah sakit Jember Klinik Jember yang dapat diketahui hasilnya

dari observasi dan timbangan dan catatan medis pasien yang telah dilakukan oleh

peneliti. Adapun beberapa hal yang dipaparkan pada bab ini meliputi, interpretasi

hasil penelitian yang akan membahas tentang perbandingan teori yang ada di

dalam tinjauan pustaka dengan fakta dan opini dari peneliti, keterbatasan

penelitian akan membahas tentang alasan-alasan rasional secara metodologi, dan

implikasi keperawatan membahas tentang kaitan hasil penelitian yang telah

dilakukan dengan ilmu keperawatan yang ada.

A. Interpretasi Dan Diskusi Hasil


1. Status Gizi Ibu Hamil
Gizi mempunyai peranan penting terhadap ibu hamil, jika ibu

hamil gizinya terpenuhi maka akan berdampak baik terhadap

kehamilannya (janinnya) sebaliknya jika gizi ibu hamil tidak terpenuhi

dengan baik maka akan mengalami penurunan ataupun peningkatan

terhadap status gizinya yang akan berdampak terhadap kondisi

kehamilannya (janinnya). Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan pada seluruh sampel penelitian yang berjumlah 40 ibu hamil

seperti yang terdapat pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar

ibu hamil mempunyai status gizi lebih sebanyak 25 orang (62,5%).


Menurut Indriyani (2013) Status gizi merupakan keadaan

keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan

tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktivitas,

pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit

dan proses biologis lainnya di dalam tubuh dan nutrisi Ibu hamil adalah

makan yang bergizi yang dimakan oleh ibu hamil. Sedangkan menurut

Kusmiyati, Heni Puji dan Sujiyati (2015) Gizi ibu hamil adalah makanan

sehat dan seimbang yang harus dikonsumsi ibu selama kehamilannya,

dengan porsi dua kali makan orang yang tidak hamil.


Salah satu kemungkinan lebihnya status gizi ibu hamil ialah usia

ibu hamil. Berdasarkan data yang sudah di kumpulkan oleh peneliti pada

tabel 5.1 di dapatkan hasil bahwa usia ibu hamil sebagian besar berusia

16-20 th sebanyak 19 orang (47,5%). Hal tersebut sesuai dengan Nina

(2006 dalam Riska & Mahmudiono, 2017) yang mengatakan bahwa

Dalam reproduksi sehat dikenal bahwa usia kehamilan yang aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah 21-35 tahun serta dan kehamilan pada

usia muda lebih beresiko dibandingkan dengan usia dalam reproduksi

sehat, angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi pada kehamilan

remaja dua hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan

kehamilan di usia 20-35 tahun. Pada penelitian yang dilakukan di

Southeast Ethiopia prevalensi Anemia lebih tinggi (34,6%) pada wanita

hamil dalam kelompok usia 18- 26 tahun hal ini membuktikan bahwa

usia juga dapat menjadi faktor resiko. Hal tersebut sesuai dengan

Notoadmodjo (2003 dalam Nasution & Sitanggang, 2015) yang

mengatakan bahwa umur adalah hal yang sangat diperhatikan dalam


penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian

didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur

dan juga biasanya semakin bertambah umur seseorang maka pengetahuan

akan status gizi ibu hamil akan luas. Menurut Murdianto (2010, dalam

Riska & Murdiono, 2017) mengatakan bahwa Kehamilan pada usia muda

dapat menyebabkan terjadiya kompetisi makanan antar janin dan ibunya

yang masih dalam pertumbuhan dan adanya pertumbuhan hormonal yang

terjadi selama kehamilan. Sedangkan ibu hamil diatas 35 tahun

cenderung mengalami Anemia, hal ini disebabkan adanya pengaruh

turunnya cadangan zat besi dalam tubuh akibat masa fertilisasi. Hal ini

juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Riska &

Mahmudiono (2017) tentang “hubungan antara umur, gravida, dan status

bekerja terhadap resiko kurang energi kronis (kek) dan anemia pada ibu

hamil” di dapatkan hasil bahwa ibu hamil yang berumur < 20 tahun

memiliki resiko mengalami Anemia 2,250 kali lebih besar dibandingkan

dengan umur 20-35 tahun, dan usia > 35 tahun memiliki resiko

mengalami Anemia 5,885 kali lebih besar dibandingkan dengan usia 20-

35 tahun.
Menurut peneliti usia dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil

dikarenakan semakin bertambah usia seseorang kebutuhan akan gizinya

juga semakin meningkat dikarenakan aktivitas yang dilakukan semakin

banyak dan membutuhkan energi yang lebih banyak sehingga perlunya

asupan nutrisi yang juga meningkat sehigga nutrisi yang diperlukan dapat

terpenuhi. Dan pada ibu hamil dengan usia yang mudah pada usia 16-20

th ini sangat berisiko dikarenakan pada usia ini masih belum atau bukan
usia yang tergolong aman untuk hamil dikarenakan angka kesakitan dan

angka kematian ibu dan bayi pada kehamilan remaja jauh lebih tinggi

salah satunya termasuk status gizi ibu yang berlebih.


Selain itu faktor yang menyebabkan status gizi ibu hamil

terganggu ialah gravida. Berdasarkan tabel 5.2 di dapatkan data bahwa

sebagian besar ibu hamil gravida anak ke 1 sejumlah 28 orang (70%).

Hal tersebut sesuai dengan Arneliwati et al (2014) yang mengatakan

bahwa mual muntah pada primigravida dipengaruhi oleh kadar hormon

kehamilan. Ketika seorang wanita hamil anak pertama, maka kadar

hormonal akan mengalami peningkatan lebih dibandingkan pada wanita

multigravida. Pada wanita multigravida sudah mampu beradaptasi

dengan hormon kehamilan tersebut karena sudah mempunyai

pengalaman terhadap kehamilan dan melahirkan. Sehingga mual muntah

yang dialami primigravida biasanya lebih tinggi dibandingkan

multigravida. Selain itu menurut Prawirohardjo (2005, dalam Anilawati

et al, 2014) Mual dan muntah disebabkan oleh meningkatnya kadar

hormon estrogen dan HCG (Human Choronic Gonadotropin) dalam

serum, selain itu progesteron juga diduga menjadi faktor penyebab mual

dan muntah. Pada seorang wanita yang hamil pertama kali biasanya

kadar progesteron dan estrogen lebih tinggi dibandingkan pada

kehamilan berikutnya, sehingga mual dan muntah lebih banyak terjadi

pada primigravida dibandingkan dengan multigravida. Produksi hormon

estrogen dan metabolisme berubah pada kehamilan pertama seorang

wanita sehingga banyaknya oestriol bebas (rasa mual dan muntah sebagai

akibatnya) dan akan lebih rendah pada kehamilan-kehamilan berikutnya.


Sebagian besar primigravida belum mampu beradaptasi dengan hormon

estrogen dan chorionic gonadotropin. Peningkatan hormon ini membuat

kadar asam lambung meningkat, hingga muncul keluhan rasa mual.

Keluhan ini biasanya muncul di pagi hari saat perut ibu dalam keadaan

kosong dan terjadi peningkatan asam lambung.


Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Arneliwati et al (2014) tentang “hubungan dukungan suami, usia ibu, dan

gravida terhadap kejadian emesis gravidarum” hasilnya ialah analisa

mengenai hubungan gravida terhadap kejadian emesis gravidarum

didapatkan bahwa responden yang mengalami emesis gravidarum

merupakan primigravida dan berdasarkan hasil uji statistik, diketahui ada

hubungan gravida terhadap kejadian emesis gravidarum. Hal tersebut

juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Darmawati & Novita

(2015) tentang “faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada ibu

hamil di kabupaten aceh besar” didapatkan hasil bahwa ada hubungan

yang signifikan antara paritas dan status nutrisi ibu hamil.


Menurut peneliti gravida mempunyai faktor peran penting

terhadap status gizi ibu kerena gravida anak ke 1 biasanya ini merupakan

pengalaman pertama ibu merasakan kehamilan, pada masa ini biasanya

ibu akan mengalami sejumlah gejala kehamilan salah satunya ialah

hiperemesis gravidarum yaitu rasa mual dan muntah yang dirasakan oleh

ibu hamil sehingga membuat ibu merasakan sensasi yang tidak nyaman

ketika akan makan sehingga membuat ibu terkadang menolak untuk

makan yang berujung pada asupan nutrisi ibu berkurang sehingga dapat

mempengaruhi status gizinya hal ini juga dibuktikan bahwa pada saat
melakukan penelitian pengambilan data banyak ibu yang mengaku

bahwa dirinya tidak enak makan dikarenakan mual yang dirasakannya.


Selain dua hal diatas yang juga merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi status gizi ibu hamil ialah pendidikan ibu.

Berdasarkan tabel 5.3 sebagian besar responden memiliki pendidikan

SMA sebanya 24 orang (60%). Hal ini sesuai dengan Nurcahyo (2008,

dalam Novita & Darmawati, 2015) mengatakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang dalam menentukan

perilaku konsumsi pangan, salah satunya melalui pendidikan gizi.

Pendidikan gizi berusaha menambah pengetahuan dan perbaikan

kebiasaan konsumsi pangan. Pengetahuan gizi mempunyai peranan

penting didalam menggunakan pangan yang tepat, sehingga dapat

tercapai keadaan dan status gizi yang baik. Pengetahuan sangat penting

dalam menentukan baik tidaknya dalam memilih konsumsi pangan yang

tepat yang pada akhirnya akan mempengaruhi status kesehatannya. Dan

menurut Amin & Rahmayani (2014) menyatakan bahwa Pendidikan

selain merupakan modal utama dan menunjang perekonomian keluarga

juga berperan dalam penyusunan makanan untuk rumah tangga. Tingkat

pendidikan formal mempunyai peran yang cukup besar dalam

menentukan sikap dan perilaku ibu terhadap kegiatan pemilihan

makanan. Factor pendidikan mempengaruhi pola makan ibu hamil,

tingkat pendidikan yang lebih tinggi di harapkan pengetahuan dan

informasi tentang gizi yang dimiliki lebih baik sehingga bisa memenuhi

asupan gizinya. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Pangemanan (2013) tentang “hubungan pengetahuan dan


sikap ibu hamil dengan status gizi selama kehamilan di puskesmas bahu

kota manado” di dapatkan hasil bahwa Ada hubungan pengetahuan ibu

hamil dengan status gizi. Dan di perkuat oleh penelitian yang dilakukan

oleh Amin & Rahmayani (2014) tentang “hubungan paritas, pendidikan

dan pekerjaan dengan status gizi ibu hamil di puskesmas salang

kabupaten simeulue” didapatkan hasil bahwa ada hubungan pendidikan

dengan status gizi ibu hamil di Puskesmas Salang.


Menurut peneliti pendidikan merupakan salah satu faktor

penting yang dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil dikarenakan

semakin tinggi pendidikan seseorang maka informasi yang didapatkan

otomatis akan semakin banyak serta pengetahuan yang dimilikinya

semakin banyak sehingga penyerapan akan informasi yang diterimanya

mengenai gizi akan semakin mudah begitu sebaliknya jika pendikan

seseorang rendah maka pengetahuan yang diperolehnya juga akan kurang

terutama mengenai gizi sehingga kemampuan menyerap pengetahuan

tentang gizi yang diperoleh melalui berbagai informasi juga akan kurang

sehingga menyebabkan status gizinya menjadi kurang atau berlebih.


2. Kejadian Pre Eklamsi Pada Ibu hamil
Pre eklamsi merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada

ibu hamil yang biasanya rentang terjadi pada trimester kedua yang dapat

yang ditandai dengan kenaikan tekanan darah, odema serta proteinuria

yang dapat membahayakan terhadap kondisi ibu maupun janin yang

dikandungnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada

seluruh sampel penelitian yang berjumlah 40 ibu hamil seperti yang

terdapat pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil

megalami pre eklamsi sebanyak 36 orang (90%).


Pre eklamsi adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita

hamil dan masa nifas yang terdiri atas hipertensi, odema dan proteinuria,

tetapi ibu hamil tidak menunjukan adanya kelainan vaskuler atau

hipertensi sebelum hamil (Indriyani, 2013). Sedangkan menurut Angsar

(2016 dalam Mamengko et al, 2017) Preeklampsia adalah hipertensi pada

usia kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan dengan tekanan darah

≥ 140/90 mmHg yang di lakukan pengukuran 2 kali selang 4 jam di sertai

dengan proteinuria 300 mg protein dalam urin selama 24 jam.

Preeklampsia dapat bermula pada masa antenatal, intrapartum, atau

postpartum. Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat.1 Preeklampsia termasuk dalam triad of mortality,

yaitu selain perdarahan dan infeksi.2 Tetapi untuk mendeteksi

preeklampsia dapat dilihat dari gambaran klinik, dimulai dengan

kenaikan berat badan diikuti edema kaki atau tangan, kenaikan tekanan

darah, dan proteinuria.


Penyebab ibu hamil mengalami pre eklamsi ialah karena faktor

usia ibu. Berdasarkan data yang sudah di kumpulkan oleh peneliti pada

tabel 5.1 di dapatkan hasil bahwa usia ibu hamil sebagian besar berusia

16-20 th sebanyak 19 orang (47,5%). Hal tersebut sesuai dengan Hipson

(2016) mengatakan bahwa usia resiko terkena eklampsia pada usia < 20

tahun dan > 35 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia < 20 tahun keadaan

teproduksi belum siap untuk menerima kehamilan. Sedangkan pada usia

> 35 tahun usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan dan alat

kandungan, dan pada usia tersebut cenderung didapatkan penyakit lain

dalam tubuh ibu salah satunya hepertensi dan eklampsia. Bertambahnya


umur berkaitan dengan perubahan pada system kardiovaskulernya dan

secara teoritid pre-eklampsia dihubungkan dengan adanya patologi pada

endotel yang merupakan bagian dari pembuluh darah. Pre-eklampsia-

eklampsia hamper secara eksklusif merupakan penyakit pada nulioara.

Biasanya terdapat pada wanita subur dengan umur yang ekstrim, yaitu

pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35

tahun. Dan menurut Nojomi (2010, dalam Adilla et al, 2015)

membandingkan wanita pada usia >35 tahun dengan wanita dengan usia

lebih muda terhadap kejadian preeklampsia/ eklampsia. Wanita > 35

tahun meningkatkan persentase preeklampsia/eklampsia (18.8% vs 9.6%)

dibandingan dengan wanita dengan usia < 35 tahun. Nojomi mengatakan

bahwa prevalensi preeklampsia/eklampsia meningkat seiring dengan

peningakatan usia dan berhubungan dengan kerusakan endotel vaskular

yang muncul dalam proses penuaan.


Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hidayati & Krniawati (2015) tentang “hubungan umur dan paritas

dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil di puskesmas bangetayu

kota semarang” di dapatkan hasil bahwa ada hubungan umur dengan

kejadian preeklamsia pada ibu hamil di Puskesmas Bangetayu Kota

Semarang. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Faridah & Hanum (2014) tentang “faktor risiko yang berhubungan

dengan kejadian preeklampsia pada ibu bersalin di rsup dr. m. djamil

padang” didapatkan hasil bahwa 27,7% ibu bersalin mengalami

preeklamsia, 83,3% terjadi pada usia berisiko, 46,4% dan dari hasil
analisa bivariat didapatkan ada hubungan usia ibu bersalin dengan

kejadian preeklamsia dengan nilai p= 0,00.


Menurut peneliti usia dapat mempengaruhi terjadinya kejadian

preeklamsi pada ibu hamil dikarenakan ibu yang hamil pada usia mudah

yaitu remaja usia 16-20 th dan ibu yang hamil pada usia 35 tahun ke atas

jauh lebih berisiko mengalami pre eklamsi dikarenakan pada usia

tersebut sangat rentang mengalami komplikasi masalah kehamilan karena

pada usia remaja organ reproduksi belum matang sehingga belum

sepenuhnya siap untuk hamil serta pada usia 35 tahun keatas organ

reproduksi mengalami penurunan fungsi sehingga hal tersebut sangat

rentang untuk seseorang mengalami pre eklamsia.


Selain itu salah satu faktor yang menyebabkan kejadian pre

eklamsi pada ibu hamil ialah gravida. Berdasarkan tabel 5.2 di dapatkan

data bahwa sebagian besar ibu hamil gravida anak ke 1 sejumlah 28

orang (70%). Hal tersebut sesuai dengan Cunningham (1995 dalam

Tjahjani & Cahya, 2014) mengatakan bahwa seorang primigravida sering

mengalami stress dalam menghadapi kehamilan. Strees tersebut

merupakan akibat dari ibu tidak bisa beradaptasi terhadap kehamilan

yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain gangguan body

image akibat perubahan bentuk tubuh selama kehamilan, ibu belum siap

menghadapi kehamilannya, serta kurangnya informasi tentang proses

kehamilan. Selain itu, emosi yang terjadi pada primigravida

menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone

(CHG) oleh hipotalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan

kortisol. Efek kortisol yaitu mempersiapkan tubuh untuk berespons


terhadap semua stressor dengan meningkatkan respons simpatis,

termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan

mempertahankan tekanan darah. Pada wanita dengan

preeklampsia/eklampsia, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap

vasopeptidavasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume

darah langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Pada

primigravida frekuensi preeklampsia/eklampsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.

Preeklampsia hampir selalu merupakan penyakit wanita nullipara. Pada

kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen

plasenta belum sempurna, yang makin sempurna pada kehamilan

berikutnya Berdasarkan teori immunologis, Pada kehamilan pertama

dapat terjadi pembentukan Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA)

yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu

menolak hasil konsepsi (plasenta) atau terjadi intoleransi ibu terhadap

plasenta sehingga terjadi preeklampsia. Sedangkan menurut Bobak (2004

dalam Tjahjani & Cahya, 2014) risiko preeklampsia lebih tinggi pada

grandemultigravida bila kondisi obstetrik yang berkaitan dengan

peningkatan masa plasenta, seperti gestasi multi janin dan mola

hidatidosa, penyakit ginjal dan diabetes mellitus. Namun preeklampsia

pada grandemultigravida mengalami penurunan jika tidak ada kondisi

obstetrik yang menyertai.


Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Faridah &

Hanum (2014) tentang “faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

preeklampsia pada ibu bersalin di rsup dr. m. djamil padang tahun 2013”
di dapatkan hasil bahwa ada hubungan paritas dengan kejadian

preeklamsia. Hal ini di perkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh

Tjahjani & Cahya, (2014) tentang “umur dan paritas dengan kejadian

preeklampsia pada ibu hamil” di daptkan hasil bahwa Ibu hamil yang

mengalami preeklampsia mayoritas paritas ibu primipara sebanyak 27

orang (25,96%) dan mayoritas umur < 20 tahun dan > 35 tahun yaitu

sebesar 29 orang (31,52%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara umur dan paritas dengan kejadian preeklamsi.


Menurut peneliti gravida merupakan salah satu faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya prekelamsi pada ibu hamil dikarenakan

pada ibu primigravida atau hamil pertama kali (anak ke 1) dapat berisiko

mengalami pre eklamsia dikarenakan faktor stress yang diakibatkan oleh

adaptasi karena merupakan kehamilan pertama untuknya, respon stres

disini dapat menyebabkan berbagai gangguan salah satunya ialah

hipertensi dikarenakan pada saat stres terjadi peningkatan hormon

kortisol yang dapat menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga

terjadi peningkatan tekanan darah diatas normal yang menyebabkan pre

eklamsi.
Selain itu salah satu faktor yang menyebabkan kejadian

preeklamsi pada ibu hamil ialah pendidikan. Berdasarkan tabel 5.3

sebagian besar responden memiliki pendidikan SMA sebanya 24 orang

(60%). Hal tersebut sesuai dengan Hipson (2016) mengatakan bahwa

faktor pendidikan berpengaruh terhadap kejadian eklampsia. Ibu yang

memilikio pendidikan rendah lebih besar beresiko mengalami kejadian

eklampsia dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan tinggi.


Karena jika ibu memiliki pendidikan tinggi maka pengetahuan tetang

kehamilan dan perawatan sudah luas sehingga bisa mencegah secara dini

agar tidak terjadi eklampsia selama kehamilannya dibanding dengan ibu

yang memiliki pendidikan rendah. Dan menurut penelitian yang

dilakukan oleh Hipson (2016) tentang “hubungan antara umur, paritas

dan pendidikan ibu dengan kejadian eklampsia di rumah sakit

muhammadiyah palembang” di dapatkan hasil bahwa sebagian besar

responden memiliki pendidikan rendah sebesar 180 (51,7 %) dan

berdasarkan uji statistik di dapatkan hasil bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian eklampsia di Rumah

Sakit Muhammadiyah Palembang.


Menurut peneliti pendidikan merupakan salah satu faktor

penting yang dapat mempengaruhi terjadinya preeklamsi pada ibu hamil

dikarenakan tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang

dapat mempengaruhi tingkah laku manusia, pendidikan akan

mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang

datang dari yang lebih rasional, tingkat pendidikan akan berpengaruh

dalam memberi respon sesuatu yang datang dari luar serta tingkat

pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang sehingga

secara otomatis ibu hamil yang mempunyai pendidikan tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang pencegahan akan

bahaya kehamilan salah satunya ialah pre eklamsi begitu sebaliknya ibu

yang mempunyai tingkat pendidikan rendah pengetahuan yang

dimilikinya kurang baik tentang pencegahan bahaya kehamilan yaitu pre


eklamsi sehingga akan meningkatkan terjadinya kasus pre eklamsi pada

ibu denga tingkat pendidikan yang rendah.

3. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Dengan Kejadian Pre

Eklamsi Di Ruang Poli Hamil dan Kandungan Rumah Sakit Jember

Klinik Jember

Gizi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus

di penuhi karena dengan adanya asupan gizi yang cukup maka energi

yang dibutuhkan oleh tubuh kita dapat terpenuhi. Gizi pada ibu hamil

sangat penting karena pemenuhan gizi pada ibu hamil tidak hanya

terfokus kepada ibu hamil itu sendiri tetapi juga pada janin yang berada

di dalam kandungannya, jika gizi yang di butuhkan tersebut tidak

terpenuhi ataupun berlebih maka akan menyebabkan perubahan status

gizi terhadap ibu dan juga janinnya yang dapat menyebabkan terjadinya

gangguan pada ibu dan janinya salah satunya ialah pre eklamsi yang

merupakan salah satu gangguan pada kehamilan ditandai dengan

kenaikan tekanan darah, odema serta proteinuria yang dapat

membahayakan terhadap kondisi ibu maupun janin yang dikandungnya

dan salah satu faktor pencetus atau pemicu terjadinya pre eklamsi ialah

status gizi berlebih pada ibu hamil. Berdasarkan tabel 5.6 diatas dengan

uji statisitik spearman rank diperoleh hasil P value = 0,002 yang dimana

P value ≤ α (0,05). Sehingga H1 diterima dengan koefisien korelasi r =

0,472 yang artinya terdapat hubungan yang kuat antara status gizi ibu

hamil dengan kejadian pre eklamsi di Ruang Poli Hamil dan Kandungan

Rumah Sakit Jember Klinik Jember.


Data mengenai hasil perhitungan status gizi dengan kejadian pre

eklamsi pada ibu hamil menunjukkan sebagian besar responden

mempunyai status gizi berlebih sehingga kejadian pre eklamsi

meningkat. Penelitian ini diperkuat dengan teori yang menyatakan bahwa

Status gizi ibu sangat penting untuk tercapainya kesejahteraan ibu dan

janin. Pemantauan umur kehamilan, kenaikan berat badan selama

kehamilan, risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan dapat

dikendalikan sebaik mungkin. Kenaikan berat badan yang berlebih

selama kehamilan merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan,

karena dengan kadar lemak yang tinggi dalam tubuh akan meningkatkan

risiko terjadinya komplikasi dalam kehamilan seperti preeklampsia

(Mardiana, 2016).
Lemak dalam pembuluh darah yang semakin banyak akan

memperburuk keadaan endotel pembuluh darah karena akan sangat

mudah berubah menjadi peroksida lemak jika berikatan dengan radikal

hidroksil yang disintesis oleh plasenta. Sebagian besar peningkatan berat

badan selama kehamilan diakibatkan oleh uterus dan isinya, payudara

dan peningkatan volume darah dan cairan ekstraselular ekstravaskular.

Sebagian kecil peningkatan ini disebabkan oleh perubahan metabolisme

yang mengakibatkan peningkatan cairan seluler dan pengendapan lemak

dan protein baru (cadangan ibu). Ibu hamil mengalami kenaikan berat

badan sebanyak 10-12 kg. Kenaikan berat badan ibu tidak sama, tetapi

pada umumnya kenaikan berat badan tertinggi adalah pada umur

kehamilan 16–20 minggu, dan kenaikan yang paling rendah pada 10

minggu pertama. Kenaikan berat badan yang berlebih atau kegemukan,


disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga

menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang

berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk

seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh

yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung, sehingga dapat

menyumbangkan terjadinya preeklampsia (Mardiana, 2016).


Pada ibu hamil dengan preeklampsia terjadi gangguan

imonologik. Kejadian ini akan menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh

trofoblas sehingga dapat mengganggu fungsi dari plasenta. Hal ini

menyebabkan terjadinya iskemia pada plasenta sehingga plasenta akan

mengeluarkan radikal hidroksil yang akan beredar dalam pembuluh darah

yang akan merusak membran sel serta akan berikatan dengan asam lemak

kemudian akan berubah menjadi peroksida lemak yang bersifat oksidan

yang akan merusak endotel pembuluh darah. Mekanisme patologi ini

akan meningkatkan tekanan darah, kerusakan endotel gromerulus

sehingga gejala klinis seperti edema akan terlihat pada ibu dalam kondisi

ini. Kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan akibat dari

ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran. Asupan makanan yang

berlebih akan disimpan tubuh menjadi cadangan lemak. Lemak dalam

pembuluh darah yang semakin banyak akan memperburuk keadaan

endotel pembuluh darah karena akan sangat mudah berubah menjadi

peroksida lemak jika berikatan dengan radikal hidroksil yang disintesis

oleh plasenta (Mardiana, 2016).


Hal tersebut juga di dukung oleh beberapa penelitian terkait

tentang hubungan status gizi dengan kejadian pre eklamsi. Penelitian


yang dilakukan oleh Murniyati et al (2016) tentang “hubungan antara

status gizi dan kecemasan ibu hamil dengan kejadian pre-eklampsia pada

ibu hamil di puskesmas geyer i kabupaten grobogan” di dapatkan hasil

bahwa Ada hubungan antara status gizi ibu hamil dengan kejadian pre-

eklampsia (p = 0,003; p < 0,05). Sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh Utama et al (2016) tentang “hubungan indeks massa tubuh dengan

kejadian preeklampsia di rsup dr. m. djamil padang” di dapatkan hasil

berdasarkan analisis bivariat menggunakan Mann Whitney tes diperoleh

nilai P: 0,014 (P<0,05) kesimpulannya ialah terdapat hubungan antara

IMT dengan kejadian pre eklamsi.


Penelitian yang dilakukan oleh Wewengka (2016) tentang

“hubungan obesitas pada kehamilan dengan preeklampsia” di dapatkan

hasil uji chi square dengan tingkat signifikan α = 0,05 mendapatkan nilai

p = 0,013 yang artinya terdapat hubungan obesitas pada kehamilan

dengan preeklampsi dari pasien di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2017)

tentang “hubungan antara jarak kehamilan dan status gizi dengan

kejadian preeklamsi pada ibu hamil di rs aura syifa kabupaten kediri” di

daptkan hasil bahwa ada hubungan antara jarak kehamilan dan status gizi

dengan kejadian preeklamsi pada ibu hamil di RS Aura Syifa Kabupaten

Kediri.

B. Keterbatasan Penelitian
1. Uji Validitas Dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas bertujuan untuk membuktikan

kebenaran suatu butir. Butir yang dikatakan sahih/benar apabila butir


tersebut mempunyai kontribusi terhadap nilai variabel yang diukurnya

(Handayani, 2014). Pada penelitian ini kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini belum di uji validitas dan reliabilitas sehingga kuesioner

atau alat ukur yang digunakan belum valid dan reliabel sehingga

mempengaruhi terhadap hasil data penelitian.

C. Implikasi Untuk Keperawatan


Hasil penelitian ini dapat berguna bagi ilmu keperawatan khususnya

keperawatan maternitas yang dapat digunakan sebagai bahan pemikiran

dalam meminimalisir terjadinya status gizi berlebih atau kurang pada ibu

hamil dengan cara memberikan edukasi mengenai gizi seimbang pada ibu

hamil, menu makanan ibu hamil. sehingga ibu hamil selama masa

kehamilannya nutrisinya dapat terpenuhi baik untuk dirinya sendiri dan untuk

janinnya
Salah satu akibat tidak seimbangnya asupan gizi yang di konsumsi

oleh ibu hamil akan menyebabkan status gizinya menjadi kurang ataupun

berlebih, jika status gizi ibu berlebih makan akan berisiko ibu mengalami pre

eklamsi yaitu hipertensi pada kehamilan yang dapat menyebabkan ibu dan

janin dalam bahaya yang dapat menyebabkan kematian ibu dan janin.

Sehingga peran perawat atau petugas kesehatan sebagai edukator serta

conselor sangat diperlukan untuk memberikan edukasi ataupun konseling

terhadap ibu hamil tentang gizi seimbang untuk ibu hamil ataupun tanda

bahaya kehamilan yaitu pre eklamsi dengan begitu diharapkan ibu dapat

mencukupi nutrisinya selama masa kehamilannya sehingga status nutrisinya

dalam keadaan normal sehingga ibu dapat terhindar dari resiko pre eklamsi
serta ibu juga dapat mengenal tanda bahaya kehamilan (pre eklamsi) sehingga

ibu dapat terhindar dari hal tersebut serta mencari pertolongan tenaga medis

dengan cepat jika muncul tanda bahaya kehamilan sehingga ibu dan bayi

dapat terselamatkan.

Anda mungkin juga menyukai