Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit infeksi yang endemik

di daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit infeksi ini berlangsung sepanjang

tahun dan mencapai puncaknya pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan

karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang

merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti pembawa virus

dengue. Oleh karena itu harus diwaspadai untuk mencegah penyebaran

penyakit ini agar tidak terjadi kematian akibat penyakit DBD yang semakin

meluas. Semula penyakit DBD banyak menyerang anak-anak tetapi saat ini

orang dewasa pun banyak yang terserang bahkan dengan derajat penyakit

yang parah hingga kematian penderita. Menurut data Departemen Kesehatan

hingga Maret 2004 selama berlangsungnya Kejadian Luar Biasa (KLB), 526

orang dari berbagai daerah di Indonesia meninggal akibat penyakit DBD.

Beberapa penyulit yang mendorong kematian penderita adalah perdarahan

otak, kelumpuhan otot dan saraf jantung, syok akibat perpindahan plasma

maupun perdarahan (Kurniawan, 2014).

Penularan kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) menjadi perhatian

dunia. WHO memberikan fakta penularan penyakit tersebut kepada miliaran

orang yang tinggal di negara-negara epidemik. Menurut Kepala Badan

1
2

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian

Kesehatan, Prof.dr.Tjandra Yoga Aditama Sp.P (K) , MARS, DTM&H,

DTCE, demam dengue dinyatakan oleh WHO, sebagai salah satu masalah

utama dari penyakit virus disebarkan nyamuk (mosquito-borne viral disease).

Lebih dari 2,5 miliar manusia, sekitar satu per tiga penduduk dunia, di lebih

dari 100 negara, saat ini ada risiko untuk tertular demam dengue. Sementara,

sebelum tahun 1970 hanya ada sembilan negara yang melaporkan epidemi

dengue yang berat. Lebih lanjut, kawasan yang paling banyak berisiko DBD

yaitu Asia Tenggara, Amerika dan Pasifik Barat. Secara total, di dunia ada 30

kali peningkatan penularan dalam 50 tahun belakangan ini. Sesuai data, setiap

tahun di dunia diperkirakan ada 390 juta orang terinfeksi dengue. Ada sekitar

500.000 orang di antaranya kemudian menjadi demam dengue berat dengan

sekitar 25.000 kematian di dunia (Okezone, 2015).

Beberapa tahun terakhir, kasus DBD seringkali muncul di musim pancaroba,

khususnya bulan Januari di awal tahun seperti sekarang ini. Karena itu,

masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DBD, mengenali tanda dan

gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi dengan baik. Pada

tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di

34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya

meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun

sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511

orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita (Depkes, 2016).
3

Sebanyak 1.817 kasus DBD telah dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur kepada Kementerian Kesehatan RI. Hingga saat ini, secara umum

situasi masih dapat teratasi oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Seluruhnya terdapat 15 Kabupaten/Kota yang menyandang

status kejadian luar biasa (KLB) karena jumlah kasus DBD di wilayah

tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan bulan yang sama di

tahun 2014. Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur juga menyampaikan data

10 Kabupaten/Kota dengan jumlah penderita DBD terbanyak, adalah

Kabupaten Sumenep (286 kasus), Kabupaten Jember (199 kasus), Kabupaten

Jombang (110), Kabupaten Bondowoso (100), Kabupaten Banyuwangi (96

kasus), Kabupaten Probolinggo (90 kasus), Kabupaten Kediri (87 kasus),

Kabupaten Tulung Agung (86 kasus), Kabupaten Trenggalek (85 kasus), dan

Kota Mojokerto (59 kasus) (Depkes, 2016).

Klien demam berdarah di Kabupaten Jember, Jawa Timur, selama Januari

2016 mencapai 228 orang dan lima penderita diantaranya meninggal dunia.

Jumlah penderita demam berdarah (DB) tahun ini meningkat dibandingkan

pada periode Januari tahun 2017 sebanyak 155 orang, kata Kepala Dinas

Kesehatan Jember Bambang Suwartono dalam rapat dengar pendapat di

Komisi D DPRD Jember. Menurut dia, sebanyak 228 penderita DBD tersebut

mendapat perawatan di beberapa pusat kesehatan masyarakat (puskesmas)

dan kondisi yang agak parah dirujuk ke sejumlah rumah sakit. Penderita DB

yang tidak bisa ditangani di puskesmas dirujuk di 3 rumah sakit daerah yakni

Rumah Sakit Daerah (RSD) dr Soebandi Jember, RSD Balung,RSD Kalisat,


4

dan RSD Baladhika Husada, tuturnya. Jumlah penderita terbanyak berada di

Kecamatan Ambulu sebanyak 35 orang, kemudian Wuluhan sebanyak 22

orang, dan Tempurejo sebanyak 21 orang. Ia menjelaskan lima penderita DB

yang meninggal tersebut karena terlambat dibawa ke puskesmas atau rumah

sakit, sehingga dokter dan tim medis tidak bisa menyelamatkan nyawanya

karena kondisinya sudah kritis. Lima penderita DB yang meninggal yakni

empat anak-anak dan satu dewasa, namun secara keseluruhan jumlah

penderita DB terbanyak pada usia 5-14 tahun sebanyak 94 orang. Kendati

jumlah penderita DB mencapai 228 orang dan lima diantaranya meninggal,

Dinkes Jember belum menetapkan kejadian luar biasa (KLB) untuk penyakit

yang disebabkan nyamuk Aedes aegypti tersebut. Pada Januari 2017 jumlah

penderita DB di Jember sebanyak 155 orang dan Dinkes Jember akan

menetapkan KLB kalau jumlah penderita DB pada Januari 2018 mencapai

310 orang (Deliknews, 2018).

Pada permasalahan penyakit DBD yang semakin meluas, di perlukan petugas

kesehatan dalam megatasi penyakit DBD yang seharusnya semakin sigap.

Dalam mengatasi hal tersebut, dibutuhkan juga kerjasama dalam lingkungan

masyarakat terutama keluarga. Dalam mendukung program tersebut petugas

kesehatan harus terbentuk perilaku positif dalam upaya preventif, kuratif, dan

rehabilitatif pada penyakit demam berdarah di Kabupaten Jember.


5

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Dengue

Haemoragic Fever di RSD Baladhika Husada Jember.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian pada klien dengan Dengue

Haemoragic Fever di RSD Baladhika Husada Jember

b. Mampu mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Dengue

Haemoragic Fever di RSD Baladhika Husada Jember

c. Mampu mengidentifikasi perencanaan pada klien dengan Dengue

Haemoragic Fever di RSD Baladhika Husada Jember

d. Mampu melakukan implementasi pada klien dengan Dengue

Haemoragic Fever di RSD Baladhika Husada Jember

e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Dengue Haemoragic

Fever di RSD Baladhika Husada Jember

C. Metodologi

1. Pendekatan Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis

berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi

masalah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun

potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan,

mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan

tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan


6

keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang

dikerjakan. Tahapan tersebut meliputi :

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam poses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan

yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan.

Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang

ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi

mengikuti perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian

harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan

perawatan pada klien dapat diidentifikasi. Macam Data terbagi

dalam :

1) Data Dasar

Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan

klien. Data dasar ini meliputi data umum, data demografi,

riwayat keperawatan, pola fungsi kesehatan, dan pemeriksaan.

Data dasar yang menunjukkan pola fungsi kesehatan

efektif/optimal merupakan data yang dipakai dasar untuk

menegakkan diagnosis keperawatan sejahtera.

2) Data Fokus

Data fokus adalah informasi tentang status kesehatan klien yang

menyimpang dari keadaan normal. Data fokus dapat berupa

ungkapan klien maupun hasil pemeriksaan langsung oleh


7

perawat. Data ini yang nantinya mendapat porsi lebih banyak

menjadi dasar timbulnya masalah keperawatan. Segala

penyimpangan yang berupa keluhan hendaknya dapat divalidasi

dengan data hasil pemeriksaan. Sedangkan, untuk bayi atau klien

yang tidak sadar banyak menekankan pada data fokus yang

berupa hasil pemeriksaan.

3) Data Subjektif

Data yang merupakan ungkapan keluhan klien secara langsung

dari klien maupun tak langusng melalui orang lain yang

mengetahui keadaan klien secara langsung dan menyampaikan

masalah yang terjadi kepada perawat bedasarkan keadaan yang

terjadi pada klien. Untuk mendapatkan data subjektif, dilakukan

anamnesis. Contohnya: “merasa pusing”, “mual”, ”nyeri dada”,

dan lain–lain.

4) Data Objektif

Data yang diperoleh oleh perawat secara langsung melalui

observasi dan pemeriksaan pada klien. Data objektif harus dapat

diukur dan diobservasi, bukan merupakan interpretasi atau

asumsi dari perawat. Contoh: tekanan darah 120/80 mmHg,

konjungtiva anemis.

Sumber Data (Rohmah & Walid, 2012).

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah klien. Sebagai sumber data primer bila

klien dalam keadaan tidak sadar, mengalami gangguan bicara,


8

atau pendengaran, klien masih bayi, atau karena beberapa sebab

klien tidak dapat memberikan data subjektif secara langsung,

perawat dapat menggunakan data objektif untuk menegakkan

diagnosis keperawatan. Namun, bila diperlukan klarifikasi data

subjektif, hendaknya perawat melakukan anamnesis pada

keluarga.

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh selain klien,

yaitu kelurga, orang terdekat, teman, dan orang lain yang tahu

tentang status kesehatan klien. Selain itu, tenaga kesehatan yang

lain seperti dokter, ahli gizi, ahli fisioterapi, laboratorium,

radiologi, juga termasuk sumber data sekunder.

b. Diagnosis Keperawatan

Pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat

atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau

kelompok tempat perawatan secara legal mengidentifikasi dan

perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau

mencegah perubahan.

Tujuan diagnosis keperawatan:

1) Tujuan diagnosis keperawatan adalah memungkinkan perawat

untuk menganalisis dan mensistesis data yang telah

dikelompokkan di bawah pola kesehatan.


9

2) Diagnosis keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi

masalah, faktor penyebab masalah, dan kemampuan klien untuk

dapat mencegah atau memecahkan masalah.

Langkah – langkah Menentukan Diagnosis Keperawatan

1) Klasisfikasi Data

Klasifikasi data adalah aktivitas mengelompokkan data–data

klien atau keadaan tertentu tempat klien mengalami

permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria

permasalahannya. Klasifikasi ini berdasarkan pada kebutuhan

dasar manusia yang dikelompokkan dalam data subjektif dan

data objektif.

2) Interpretasi Data

Perawat bertugas membuat interpretasi atas data yang sudah

dikelompokkan dalam bentuk masalah keperawatan atau

masalah kolaboratif.

3) Menentukan Hubungan Sebab Akibat

Dari masalah keperawatan yang telah ditentukan kemudian,

perawat menentukan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor

resiko yang menjadi kemungkinan penyebab dari masalah yang

terjadi. Kemungkinan penyebab harus mengacu pada kelompok

data yang sudah ada.

4) Merumuskan Diagnosis Keperawatan

Perumusan diagnosis keperawatan didasarkan pada identifikasi

masalah dan kemungkinan penyebab.


10

Pernyataan Diagnosis Keperawatan

GORDON

FormatP.E.S
Format P.E.S

P : Problem/Masalah: menjelaskan status kesehatan dengan

singkat dan jelas.

E : Etiologi/Penyebab: penyebab masalah yang meliputi faktor

penunjang dan faktor risiko yang terdiri dari:

a) Patofisiologi: semua proses penyakit yang dapat menimbulkan

tanda/gejala yang menjadi penyebab timbulnya masalah

keperawatan.

b) Situasional: situasi personal (berhubungan dengan klien

sebagai individu), dan environment (berhubungan dengan

lingkungan yang berinteraksi dengan klien).

c) Medication Treatment: pengobatan atau tindakan yang

diberikan yang memungkinkan terjadinya efek yang tidak

menyenangkan yang dapat diantisipasi atau dicegah dengan

tindakan keperawatan.

d) Maturasional: tingkat kematangan atau kedewasaan klien,

dalam hal ini berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan.

S: Simptom/Tanda: definisi karakteristik tentang data subjektif

atau objektif sebagai pendukung diagnosis aktual (Rohmah &

Walid, 2012).
11

c. Perencanaan

Perencanaan adalah pengenmbangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah–masalah yang telah

diindentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan

mengambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara

menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien.

Tujuan Perencanaan

1) Administrasi

a) Administrasi mengintifikasi fokus keperawatan

b) Administrasi membedakan tanggung jawab perawat dengan

profesi kesehatan yang lain

c) Administrasi menyediakan kriteria guna mengevaluasi hasil

keperawatan

2) Klinik

a) Merupakan petunjuk dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan

b) Alat komunikasi

c) Merupakan gambaran intervensi yang spesifik

(Rohmah & Walid, 2012)

d. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien


12

selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang

baru.

Faktor – faktor yang memengaruhi pelaksanaan:

1) Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal

2) Kemampuan menilai data baru

3) Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana

tindakan

4) Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien

5) Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi

pelaksanaan

6) Kemampuan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan serta

efektivitas tindakan

(Rohmah & Walid, 2012)

e. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian denga cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan.

Tujuan evaluasi:

1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan

2) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan

Komponen SOAP/SOAPIER

1) S: Data Subjektif
13

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

2) O: Data Objektif

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang

dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

3) A: Analisis

Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan maslaah/diagnosis baru yang

terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah

teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.

4) P: Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya.

5) I: Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai

dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P

(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam

pelaksanaan.

6) E: Evaluasi

Evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan.
14

7) R: Reassesment

Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana

tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan (Rohmah

& Walid, 2012).

2. Tempat dan waktu pelaksanaan pengambilan kasus

Tempat dan waktu pelaksanaan pengambilan kasus pada (NAMA

KLIEN) di lakukan di Ruang .... Rumah Sakit Baladhika Husada Jember

pada tanggal 15 Maret 2018, alasan pengambilan kasus tersebut adalah

pada tanggan dan bulan tersebut bertepatan pada musim hujan, dimana

jumlah klien yang terjangkit DBD sangat tinggi.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Anamnesis

Anamnesis adalah tanya jawab/komunikasi secara langsung dengan

klien (autonamnesis) maupun tak langsung (allonamnesis) dengan

keluarganya untuk menggali informasi tentang status kesehatan klien.

Komunikasi yang digunakan di sini adalah komunikasi terapiutik,

yaitu suatu pola hubungan interpersonal antara klien dan perawat

yang bertujuan untuk menggali informasi mengenai status kesehatan

klien dan membantu menyelasikan masalah yang terjadi.

Dalam melakukan anamnesis atau komunikasi ini, perawat harus

mempunyai kemampuan yang baik karena perawat dalam berinteraksi

mempunyai kemampuan yang baik karena perawat dalam berinteraksi

dengan klien harus memerhatikan aspek verbal dan perilaku


15

nonverbal. Perawat yang terlatih akan dapat melakukan komunikasi

yang menenangkan untuk membangun kepercayaan dari klien

sehingga klien akan merasa nyaman dalam berbagai perasaan.

Dengan demikian, diharapkan data yang diinginkan dapat tergali

secara komprehensif.

Untuk melakukan anamnesis atau komunikasi yang baik dengan

klien, diperlukan pengetahuan yang memadai tentang teknik

anamnesis, penyakit yang diderita, kebutuhan psikososial, dan

spiritual. Selain itu, juga diperlukan kemampuan berbahasa yang

tepat (sesuai dan dapat dimengerti klien), mengenali, memersepsikan

bahasa verbal dan perilaku nonverbal dengan baik, dan keterampilan

membangun hubungan saling percaya.

b. Observasi

Observasi adalah tindakan mengamati secara umum terhadap perilaku

dan keadaan klien. Observasi memerlukan keterampilan, disiplin, dan

praktik klinik.

c. Pemeriksaan

1) Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan empat cara

berikut (Rohmah & Walid, 2012).

a) Inspeksi: proses observasi yang dilakukan dengan cara

melihat. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi tanda–tanda

fisik yang berhubungan dengan status fisik. Fokus inspeksi

pada setiap bagian tubuh meliputi (1) ukuran tubuh; (2)


16

warna; (3) bentuk; (4) posisi; (5) simetris; (6) luka; (7)

perubahan yang terjadi pada kulit; (8) kelainan anatomi

b) Palpasi: suatu bentuk pemeriksaan dengan cara perabaan.

Tangan dan jari–jari adalah instrumen yang sensitif untuk

merasakan adanya suatu perubahan yang terjadi pada rubuh.

Palpasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang (1)

temperatur; (2) turgor; (3) bentuk dan ukuran; (4) massa; (5)

kelembapan; (6) vibrasi; (7) tekstur.

c) Perkusi: metode pemeriksaan dengan cara mengetuk.

Tujuannya adalah untuk menentukan batas –batas organ atau

bagian tubuh dengan cara merasakan batas–batas organ atau

bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang

ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah

jaringan. Dengan perkusi, kita membedakan apa yang ada di

bawah jaringan (udara, cairan, atau zat padat).

d) Auskultasi: metode pemeriksaan dengan cara mendengar

yang dibantu dengan stetoskop. Tujuannya adalah untuk

mendengarkan bunyi jantung, suara napas, bunyi usus,

denyut jantung janin, dan mengukur tekanan darah.

e) Penunjang

Penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi. Contoh: foto

thoraks, laboratorium, rekam jantung, dan lain – lain.


17

d. Dokumenter

Setelah melakukan tahap – tahapan di atas laporan tentang klien di

masukkan kedalam dokumenter agar tindakan tehadap klien nyata

dan benar-benar dilakukan untuk kesembuhan klien.

Metodologi yang digunakan pada pendekatan proses keperawatan

terhadap klien dengan Dengue Haemoragic Fever di RSD Baladhika

Husada Jember, yaitu menggunakan metode pendekatan study kasus

agar mendapat data yang aktual terhadap klien berdasarkan fakta

yang ada.

(Rohmah & Walid, 2012)

D. Manfaat

1. Bagi Akademik

Sebagai acuan dalam perkembangan pembelajaran khususnya tentang

demam berdarah dengue.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bisa dijadikan masukan bagi pengelola kesehatan untuk

mengembangkan dan meningkatkan khususnya mengenai penyakit

demam berdarah dengue.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat mengerti tentang penyakit DBD, serta melakukan pencegahan

secara dini, dan juga mengajak masyarakat sekitar untuk menjaga

lingkungaan agar tetap sehat.


18

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peniliti tentang penyakit DBD serta memperoleh

pengalaman bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan yang tepat

dan untuk mempermudah melakukan penilitian terhadap kasus.

Anda mungkin juga menyukai