Anda di halaman 1dari 34

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AZ
Tanggal lahir : 20 Juli 2015
Usia : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama ibu : Ny. E
Usia : 36 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama ayah : Bp. T
Usia : 40 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Trasan Bandongan, Magelang
Tanggal MRS : 15 November 2018
II. ANAMNESIS
(Dilakukan alloanamnesis kepada ibu pasien di bangsal Dahlia 2 pada Jumat, 16 November
2018)
A. Keluhan Utama: Demam sejak 4 hari yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli anak RSUD Tidar dengan keluhan utama demam sejak 4 hari
yang lalu (Ahad, 11 November 2018 malam) yang lalu. Gejala berawal saat pasien tidak
mau makan sama sekali dan terus memegangi pipi kirinya. Awalnya ibu pasien mengira
anaknya hanya sariawan, ibu pasien memeriksa anaknya dan mendapati tenggorokan
anaknya kemerahan. Pasien muntah 1 kali,berupa makanan dan air, tanpa lendir darah. Ibu
pasian lalu memberikan parasetamol kepada anaknya. Keluhan kemudian membaik, hari
Senin pasien tidak ada keluhan.
Pada hari Selasa, demam kembali naik, kali ini disertai batuk. Pasien batuk berdahak
disertai bunyi grok-grok. Ibu pasien hanya memberikan obat penurun panas, namun
demamnya tidak turun hingga hari Kamis. Keluhan batuk ini disertai sesak nafas. Ibu
memutuska untuk memeriksakan anaknya ke Poli Anak RSUD Tidar hari Kamis siang.
Selain keluhan demam dan batuk, pasien tidak mengeluhkan keluhan lain. Ibu pasien
menyangkal pasien mual muntah berulang, diare (-), nyeri perut (-). Pasien BAK seperti
biasa, tidak ada keluhan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Ibu pasien mengaku sebelumnya
anaknya hanya sakit biasa seperti batuk pilek.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat pengobatan lama/TB : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : (+), ayah.
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
E. Genogram
F. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan
Ibu hamil saat usia 33 tahun. Pasien merupakan anak ke dua dari dua bersaudara,
merupakan kehamilan yang diharapkan. Ibu pasien kontrol rutin ke bidan setiap 1 bulan
satu kali, menyangkal pernah sakit saat hamil, Ibu pasien tidak merokok, meminum
alkohol, mengkonsumsi obat saat kehamilan. Perdarahan dan jatuh saat hamil disangkal.
2. Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara spontan di bidan, langsung menangis dengan usia kehamilan 38
minggu. Lahir dengan berat badan 2600 gram, panjang badan 48cm, data lain ibu pasien
lupa.
G. Riwayat Makanan
Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan. Pasien mulai makan bubur susu ketika
usia 6 bulan, mulai makan nasi tim usia 8 bulan. Usia 1,5 tahun pasien makan makanan
seperti keluarga. Pasien termasuk suka pilih-pilih makanan. Pasien tidak mau makan sayur.
Lauk yang pasien suka telur, ayam, dan daging. Buah yang pasien suka salak, pisang,
selebihnya pasien memilih-milih makanan yang mau dimakannya.
H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pertumbuhan
Berat badan lahir cukup sesuai masa kehamilan..
Berat badan : 11 kg BB ideal: 29kg
Tinggi badan : 91 cm CDC: 21/29x100%= 72% (gizi kurang)
Usia : 3 tahun
2. Perkembangan
Ibu mengatakan pasien sudah bisa berjalan merambat usia 8 bulan, berjalan usia 1
tahun. Ibu merasa bahwa tumbuh kembang pasien sama seperti anak lain.

I. Riwayat Imunisasi
Imunisasi BCG (skar +), Polio, DPT, Hepatitis B, Hib, dan campak di puskesmas.
Belum mendapatkan vaksin MR.
J. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Pasien kini tinggal dengan ibu, nenek dan kakek. Ayah pasien bekerja sebagai pemilik
restoran di Kepulauan Riau. Ibu, kakak, dan pasien tinggal di Magelang sejak 2 tahun lalu,
karena menengok orangtua ibu pasien. Sebelumnya mereka tinggal bersama di Kepulauan
Riau. Sehari-hari pasien bermain di rumah dengan ibunya dan teman-teman sebayanya.
Ayah pasien sebagai tulang punggung, setiap bulan mengirimkan nafkah untuk ibu, kakak,
dan pasien. Kakek pasien bekerja untuk kebutuhannya dan istrinya. Ayah pasien sesekali
pulang ke Magelang jika luang. Pasien tinggal dirumah dengan 2 kamar, 1 kamar mandi di
luar rumah, dapur, dengan dinding tembok yang belum di cat, dan lantai semen dengan
tingkat kebersihan yang kurang. Menurut kriteria rumah sehat
NO ASPEK KRITERIA NILAI BOBOT
. PENILAIA
N
I KOMPONEN RUMAH 31

1 Langit-langit a. Tidak ada 0 0

b. Ada, kotor, sulit dibersihkan dan 1


rawan kecelakaan
c. Ada, bersih, dan tidak rawan 2
kecelakaan

2 Dinding a. Bukan tembok (terbuat dari 1 2


anyaman bambu/ilalang)

b. Semi permanen/setengah
tembok/pasangan bata atau batu 2
yang tidak diplester/papan tidak
kedap air
3
c. Permanen (tembok/pasangan batu
bata yang diplester), papan kedap air

3 Lantai a. Tanah 0 1

b. Papan/anyaman bambu dekat 1


dengan tanah/plesteran yang retak
dan berdebu
2
c. Diplester/ubin/keramik/papan
(rumah panggung)

4 Jendela a. Tidak ada 0 1


kamar tidur
b. Ada 1

5 Jendela ruang a. Tidak ada 0 1


keluarga
b. Ada 1

6 Ventilasi a. Tidak ada 0 0

b. Ada, luas ventilasi permanen < 1


10% dari luas lantai

c. Ada, luas ventilasi permanen > 10% 2


dari luas lantai
7 Lubang Asap a. Tidak ada 0 0
Dapur
b. Ada, lubang ventilasi dapur < 1
10% dari luas lantai dapur

c. Ada, lubang ventilasi dapur > 10% 2


dari luas lantai dapur (asap keluar
dengan sempurna) atau ada exhaust
fan/ada peralatan lain yang sejenis

8 Pencahayaan a. Tidak terang (tidak dapat 0 1


digunakan untuk membaca)

b. Kurang terang, sehingga kurang 1


jelas untuk dipergunakan membaca
dengan normal

c. Terang dan tidak silau sehingga 2


dapat dipergunakan untuk membaca
dengan normal

II SARANA SANITASI 25
1 Sarana air a. Tidak ada 0 2
bersih (SGL/
SPT/PP/KU/ b. Ada, bukan milik sendiri dan 1
PAH) tidak memenuhi syarat kesehatan

c. Ada, milik sendiri dan tidak 2


memenuhi syarat kesehatan

d. Ada, bukan milik sendiri dan 3


memenuhi syarat kesehatan

e. Ada, milik sendiri 4

2 Jamban a. Tidak ada 0 3


(sarana
pembuangan b. Ada, bukan leher angsa, tidak ada 1
kotoran) tutup, disalurkan ke sungai/kolam

c. Ada, bukan leher angsa ada 2


ditutup (leher angsa), disalurkan ke
sungai/kolam

d. Ada, bukan leher angsa ada tutup, 3


septic tank

e. Ada, leher angsa, septic tank 4

3 Sarana a. Tidak ada, sehingga tergenang 0 2


pembuangan tidak teratur di halaman rumah
air limbah
(SPAL) b. Ada, diresapkan tetapi 1
mencemari sumber air (jarak
dengan sumber air < 10 m)

c. Ada, dialirkan ke selokan terbuka 2

d. Ada, diresapkan dan tidak 3


mencemari sumber air (jarak
dengan sumer air > 10 m)

e. Ada, disalurkan ke selokan tertutup 4


(saluran kota) untuk diolah lebih
lanjut)

4 Sarana a. Tidak ada 0 1


pembuangan
sampah b. Ada, tapi kedap air dan tidak ada 1
(tempat tutup
sampah)
c. Ada, kedap air dan tidak bertutup 2

d. Ada, kedap air dan bertutup 3

III PERILAKU PENGHUNI 44


1 Membuka a. Tidak pernah dibuka 0 1
jendela
kamar b. Kadang-kadang 1

c. Setiap hari dibuka 2

2 Membuka a. Tidak pernah dibuka 0 1


jendela ruang
keluarga b. Kadang-kadang 1

c. Setiap hari dibuka 2

3 Membersihka a. Tidak pernah 0 1


n halaman
rumah b. Kadang-kadang 1

c. Setiap hari 2

4 Membuang a. Dibuang ke sungai/ kebun/ 0 1


tinja bayi dan kolam/ sembarangan
balita ke b. Kadang-kadang ke jamban 1
jamban c. Setiap hari ke jamban 2
5 Membuang a. Dibuang ke sungai/ kebun/ 0 1
sampah ke kolam/ sembarangan
tempat
sampah b. Kadang-kadang dibuang ke 1
tempat sampah

c. Setiap hari dibuang ke tempat 2


sampah

Keterangan
 Hasil Penilaian = NILAI X BOBOT
Kriteria :
1. Rumah Sehat = 1068 – 1200
2. Rumah Tidak Sehat = < 1608
Hasil :
1. 6 x 31 = 186
2. 8 x 25 = 200
3. 5 x 44 = 220
Total = 606
Interpretasi: rumah pasien termasuk Rumah Tidak Sehat karena tidak memenuhi criteria
rumah sehat.

K. Anamnesis sistem
1. Sistem serebrospinal : demam (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-).
2. Sistem kardiovaskular : palpitasi (-), takikardi (-), peningkatan JVP (-), denyut
apeks bergeser (-)
3. Sistem pernapasan : napas cuping hidung (-), retraksi (+), sesak nafas
(+), batuk (+), merintih (-), pilek (-), mimisan (-)
4. Sistem gastrointestinal : kembung (-), mual (-), muntah (-), BAB (-), nafsu makan
menurun (+), diare (-)
5. Sistem musculoskeletal : tonus otot lemah (-), penurunan kekuatan otot (-),
sensibilitas normal, deformitas(-).
6. Sistem neurologi : meningeal sign (-), refek fisiologis (+), reflek patologis (-)
7. Sistem urogenital : BAK (+), nyeri saat BAK (-)
8. Sistem integumen : pucat (-), sianosis (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan pada tanggal 16 November 2018)
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum: Pasien tampak sakit sedang
2. Vital sign
Suhu : 37,7°C
Nadi : 102x/menit, teratur
Nafas : 32x/menit
3. Status gizi
Berat badan : 11 kilogram
Tinggi badan : 91 cm
B. Pemeriksaan Khusus
1. Leher : tidak terdapat pembesara limfonodi, JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar
tiroid (-).
2. Dada :
a. Paru
1) Inspeksi : simetris, tidak ada ketinggalan gerak paru kiri, retraksi (+)
2) Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak paru, nyeri tekan (-)
3) Perkusi : sonor pada kedua paru
4) Auskultasi : SDV +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-
b. Jantung
1) Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : iktus cordis tidak teraba
3) Perkusi : Batas jantung tidak dinilai
4) Auskultasi : S1>S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
3. Abdomen
a. Inspeksi : permukaan dinding perut datar, bekas luka (-), bekas operasi (-)
b. Auskultasi: Bising usus (+) normal
c. Palpasi : dinding perut supel, turgor baik, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba.
d. Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
4. Anogenital
Anus : terdapat muara anus
Genital : jenis kelamin perempuan, tidak ada kelainan
5. Ekstremitas
Akral teraba hangat, perfusi jaringan baik, sianosis (-), petechiae (-).
6. Kepala
a. Bentuk : normocephal, rambut tidak mudah dicabut, warna hitam, ubun-ubun
tertutup
b. Mata : konjungtiva anemis (-) , sklera ikterik (-), tidak terdapat discharge,
refleks cahaya (+/+)
c. Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-).
d. Telinga : ukuran normal, discharge (-/-)
e. Mulut : Sianosis (-), labioschizis (-),atrofi papil lidah (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Darah rutin (5 September 2018)

B. Pemeriksaan Rontgen Thorax


Kesan: Bronkopneumonia

V. DIAGNOSIS BANDING
Batuk disertai sesak
Diagnosis banding: Pneumonia, TB.
VI. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Pneumonia
2. Diagnosis penyerta :-
3. Diagnosis gizi : gizi kurang
4. Diagnosis imunisasi : imunisasi dasar lengkap
5. Dignosis perkembangan: sesuai usia
VII. PLANNING
 Medikamentosa di bangsal:
 Inf. Futrolit 12 tpm
 Inj. Simextam 3x400 mg
 Nebu ventolin 3x1R
 Lasal exp. 3 x ½ cth
 Paracetamol 4 x 1 cth
 Medikamentosa pulang:
 Cefixime 1 x cth 1
 Non medikamentosa
 Tirah baring
 Cek darah rutin
 Rontgen thorax
 Menjaga kebersihan
 Minum obat sesuai dosis
 Kontrol post opname
 Monitoring
 Pemantauan keadaan umum
 Pemantauan tanda-tanda vital
 Pemantauan nutrisi dan cairan
 Edukasi
 Kebersihan rumah dan lingkungan terutama ventilasi dan pencahayaan rumah
 Kebersihan dan rawat diri, seperti cuci tangan sebelum dan sesudah makan
 Membiasakan anak tidak pilih-pilih makanan
VIII. FOLLOW UP
15/11/2018 16/11/2018

S Pasien datang ke Poli anak RSUD Sejak kemarin sore demam -, batuk +,
Tidar dengan keluhan utama demam berdahak +, dahak sulit keluar +, sesak
sejak 4 hari yang lalu (Ahad, 11 nafas +, nafsu makan berkurang, mual
November 2018 malam) yang lalu. muntah -, BAB BAK dbn.
Gejala berawal saat pasien tidak mau
makan sama sekali dan terus
memegangi pipi kirinya. Awalnya
ibu pasien mengira anaknya hanya
sariawan, ibu pasien memeriksa
anaknya dan mendapati tenggorokan
anaknya kemerahan. Pasien muntah
1 kali,berupa makanan dan air, tanpa
lendir darah. Ibu pasian lalu
memberikan parasetamol kepada
anaknya. Keluhan kemudian
membaik, hari Senin pasien tidak
ada keluhan.
Pada hari Selasa, demam
kembali naik, kali ini disertai batuk.
Pasien batuk berdahak disertai bunyi
grok-grok. Ibu pasien hanya
memberikan obat penurun panas,
namun demamnya tidak turun
hingga hari Kamis. Keluhan batuk
ini disertai sesak nafas. Ibu
memutuska untuk memeriksakan
anaknya ke Poli Anak RSUD Tidar
hari Kamis siang.
Selain keluhan demam dan
batuk, pasien tidak mengeluhkan
keluhan lain. Ibu pasien menyangkal
pasien mual muntah berulang, diare
(-), nyeri perut (-). Pasien BAK
seperti biasa, tidak ada keluhan.

O N: 110, S: 37.8 RR: 47 x/ menit. N: 108, S: 36.9 RR: 43 x/ menit.


K: ca-/-, si-/-, NCH-, sianosis -, T1-T1 K: ca-/-, si-/-, NCH-, sianosis -, T1-T1,
hiperemis -. hiperemis -.
T: S1S2 reguler, BJ -, gerakan simetris +, T: S1S2 reguler, BJ -, gerakan simetris
SDV +/+, rh+/+, wh-/-, retraksi -. +, SDV +/+, rh+/+, wh-/-, retraksi -.
A: BU +, supel +, hepatomegali- A: BU +, supel +, hepatomegali-
splenomegali-, NT -. splenomegali-, NT -.
Eks: akral hangat, RP -, RF +, sianosis -. Eks: akral hangat, RP -, RF +, sianosis -.
I: sianosis -, CRT <2” I: sianosis -, CRT <2”
N: kaku kuduk -, meningeal sign -. N: kaku kuduk -, meningeal sign -.
Ro Thorax : Gb. Bronkopneumonia
A Febris H-4 Pneumonia
DD: Pneumonia, TB,
P  Inf. Futrolit 12 tpm  Inf. Futrolit 12 tpm
 Inj. Simextam 3x400 mg  Inj. Simextam 3x400 mg (H-2)
 Nebu ventolin 3x1R  Nebu ventolin 3x1R
 Lasal exp. 3 x ½ cth  Lasal exp. 3 x ½ cth
 Paracetamol 4 x 1 cth  Paracetamol 4 x 1 cth
 Cek DR
 Rontgent Thorax AP Lateral
17/11/2018 18/11/2018

S Demam -, batuk +, berdahak +, dahak sulit Demam -, batuk berkurang, dahak sulit
keluar +, sesak nafas berkurang, nafsu keluar, sesak nafas berkurang, nafsu
makan sudah ada, mual muntah -, BAB makan baik, mual muntah -, BAB BAK
BAK dbn. dbn.

O N: 106, S: 36.8 RR: 40 x/ menit. N: 107, S: 36.8 RR: 38x/ menit.


K: ca-/-, si-/-, NCH-, sianosis -, T1-T1 K: ca-/-, si-/-, NCH-, sianosis -, T1-T1
hiperemis -. hiperemis -.
T: S1S2 reguler, BJ -, gerakan simetris +, T: S1S2 reguler, BJ -, gerakan simetris
SDV +/+, rh+/+, wh-/-, retraksi -. +, SDV +/+, rh+/+ minimal, wh-/-,
A: BU +, supel +, hepatomegali- retraksi -.
splenomegali-, NT -. A: BU +, supel +, hepatomegali-
Eks: akral hangat, RP -, RF +, sianosis -. splenomegali-, NT -.
I: sianosis -, CRT <2” Eks: akral hangat, RP -, RF +, sianosis -.
N: kaku kuduk -, meningeal sign -. I: sianosis -, CRT <2”
N: kaku kuduk -, meningeal sign -.
A Pneumonia Pneumonia
P  Inf. Futrolit 12 tpm  Inf. Futrolit 12 tpm
 Inj. Simextam 3x400 mg (H-3)  Inj. Simextam 3x400 mg (H-4)
 Nebu ventolin 3x1R  Nebu ventolin 3x1R
 Lasal exp. 3 x ½ cth  Lasal exp. 3 x ½ cth
 Paracetamol 4 x 1 cth  Paracetamol 4 x 1 cth

19/11/2018

S Demam -, batuk berkurang, berdahak


berkurang, sesak nafas -, nafsu makan
baik, mual muntah -, BAB BAK dbn.
O N: 106, S: 36.8 RR: 40 x/ menit.
K: ca-/-, si-/-, NCH-, sianosis -, T1-T1
hiperemis -.
T: S1S2 reguler, BJ -, gerakan simetris +,
SDV +/+, rh-/-, wh-/-, retraksi -.
A: BU +, supel +, hepatomegali-
splenomegali-, NT -.
Eks: akral hangat, RP -, RF +, sianosis -.
I: sianosis -, CRT <2”
N: kaku kuduk -, meningeal sign -.
A Pneumonia
P  Inf. Futrolit 12 tpm
 Inj. Simextam 3x400 mg (H-3)
 Nebu ventolin 3x1R
 Lasal exp. 3 x ½ cth
 Paracetamol 4 x 1 cth

21 November 2018 (Home visit)

Ibu pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan. Pasien sudah tidak batuk, tidak demam, tidak
mual muntah. Nafsu makan pasien kembali seperti sebelum sakit.
KU: baik, compos mentis.
Suhu: 36,8°C
Nadi: 105x/menit
RR: 31x/menit
Kepala: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, NCH -/-, T1-T1,
Thorax: retraksi (-/-) ketinggalan gerak (-/-) gerak simetris (+/+)
SDV (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-) S1>S2, reguler, bising (-)
Abdomen: datar, BU (+) normal, supel, hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 detik, sianosis -.
Integumen: sianosis -, turgor baik.
Pneumonia

Cefixime 1xcth1
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
B. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang terbanyak
didapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Pneumonia dapat
menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Diperkirakan
3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Insiden puncak
pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan ( morbiditas ) pneumonia pada bayi:
2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.

C. ETIOLOGI

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri,


virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang bayi sampai usia lanjut. Bakteri
penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah
ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit,
usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan
kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas
terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptoccus group B Streptoccous group D
Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 Bakteri Bakteri
bulan Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri


Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri


Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
2. Virus
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus
(RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian
atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya
sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.

D. PATOGENESIS
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri, virus maupun protozoa bisa menyerang bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya paling
berisiko. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ
paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu,
toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua
di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman
yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan
oleh pejamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat
ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis
yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi
penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.

E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan umur
a. Kelompok usia < 2 bulan
1) Pneumonia Berat
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.
Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru
atau spesimen yang berasal dari paru.
2) Bukan Pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak
terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

b. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun


1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak
dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit
dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding
dada.
4) Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang
sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang
tinggi, dan demam ringan.

2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis


a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/ Nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia Aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
3. Berdasarkan agen penyebab
a. Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
daya tahan tubuh lemah.

F. FAKTOR RESIKO
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita,
diantaranya :
1. Faktor Intrinsik
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya
penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal diantaranya :
a) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat
pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.
b) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan
imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu
strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia
adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi.
c) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan
bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat
mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk
menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia
pada balita.
d) Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.
Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah
2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.

2. Faktor Ekstrinsik
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan
berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal
dari tempat yang kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :
a) Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan
dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan
media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen.
b) Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh
polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko
terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga
dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan
juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.

G. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan di RS.
Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare. Gejala
gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, sianosis
Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

 Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan dengan proses
persalinan
 Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui
aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
 Serangan apnea
 Sianosis
 Merintih
 Napas cuping hidung
 Takipnea
 Letargi, muntah
 Tidak mau minum
 Takikardi atau bradikardi
 Retraksi subkosta
 Demam
 Sepsis pada pneumonia neontus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam
pertama
 Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%
 Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi
Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar
 Takipnea
 Retraksi subkosta (chest indrawing)
 Napas cuping hidung
 Ronki
 Sianosis
 Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar
 Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna
 Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah
yang menimbulkan infiltrasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran
kanan bawah dan menyerupai apendisitis.
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-
menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi),
dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi
muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan
kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri
abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya meliputi:
Gejala Mayor: 1.Batuk
2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. sesak napas


2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-
kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk,
dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar
suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin
disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.
b) Radiologi
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
 Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau
segment paru secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di
lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara
pada bronkus karena tidak adanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu


segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.
CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)


Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus
bawah kiri.
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh
perselubungan yang tidak merata.
CT Scan
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler.
(B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi
yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis
(tanda panah)
c) Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN
yang kemungkinan penyebab infeksi. 5

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan


akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan
dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera
dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan
mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak
yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila
ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.
I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik
pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia
1. Pemberian Antibiotik

Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001)


Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia - Klaritromisin - Siprofloksasin


penderita -M.pneumonia 2x250 mg 2x500mg atau
< 65 tahun -C.pneumonia - -Azitromisin Ofloksasin
-Penyakit -H.influenzae 1x500mg 2x400mg
Penyerta (-) -Legionale sp - Rositromisin - Levofloksasin
-Dapat -S.aureus 2x150 mg atau 1x500mg atau
berobat jalan -M,tuberculosis 1x300 mg Moxifloxacin
-Batang Gram (-) 1x400mg
- Doksisiklin
2x100mg
Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid
penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) S.aures -Betalaktam
-Dapat M.catarrhalis
berobat jalan Legionalle sp
Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +
2
III berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
. - Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason
dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +
T RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat
e perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase
r -S.aureus +makrolid
a M.pneumoniae
p
Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/
i
IV berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
S
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
u
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
p
-Virus - Sefalosporin
o
-H.influenzae generasi 4
r
-M.tuberculosis - Sefalosporin
t
-Jamur endemic generasi 3 +
i
kuinolon
f
Umum
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
pemeriksaan analisis gas darah.
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan
ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernapasan
d. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan
paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia
bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada
keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud
mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
e. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
bermanfaat pada keadaan renjatan septik.
f. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila
terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
g. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia
adalah:
1) Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakaan
masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary
compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan
PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau
lebih rendah.9
2) Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
didapat asidosis respiratorik.
3) Respiratory arrest.
4) Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
h. Drainase empiema bila ada.
i. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2
yang berlebihan
J. KOMPLIKASI
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi
bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa
meningitis.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh
kuman anaerob dan bakteri gram negatif.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6
minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas
aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak.
K. PROGNOSIS
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan
kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar
5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk
misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau
kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi
ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan
prognosis yang lebih jelek.
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS
kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan kecuali:
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. PN Meliputi banyak lobus
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m,
tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)

Anda mungkin juga menyukai