Disusun oleh :
Fadilah Mursyid
Penyusun,
Fadilah Mursyid
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 2
A. Definis wirausaha sosial ...................................................................................... 2
B. Sejarah Wirausaha Sosial di Indonesia ............................................................... 2
C. Membangun Nalar Kritis, Inovatif dan Kreatif .................................................... 3
D. Motivasi Untuk Menjadi Wirausaha Sosial ......................................................... 4
E. Kegagalan adalah Jalan untuk Maju.................................................................... 5
F. Prinsip “Lakukan Sesuatu” .................................................................................. 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 8
Kesimpulan .................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 9
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membangun nalar kritis, inovatif, dan kreatif tentunya tidak
terlepas dari jiwa seperti apa yang dibentuk ataupun dimiliki.
Katakanlah Indonesia sedang dilanda proses transisi yang besar,
tragedi kemanusiaan, kemudian terjadi peristiwa politik, dan dana
asing banyak berdatangan. Pada saat itu pihak asing ingin
mempromosikan demokrasi dan memberikan bantuan humanitarian
di Indonesia, mereka membawakan banyak uang tetapi pelakunya
sedikit dan dengan berjalannya waktu, uang berpindah ke negara
lain yang membutuhkan kegiatan kemanusiaan lainnya dan proses
demokrasi di Indonesiapun sudah selesai.
Pada saat itu para aktivis di Indonesia mulai bingung
bagaimana mendapatkan dana bantuan dan tentunya tidak cukup
dengan hanya membawa proposal untuk meminta sumbangan-
sumbangan. Karena itu seorang aktivis harus menjadi wirausaha
sosial, melakukan perubahan transformasi. Dengan begitu seorang
aktivis dituntut untuk pandai mencari kesempatan, bernalar kritis,
inovatif dan kreatif agar bisa membiayai sendiri kegiatan
kemanusiaan dan perubahan-perubahan yang ingin dilakukan.
Dalam membangun nalar kritis, inovatif, dan kreatif, maka
penulis membuat makalah ini dengan tujuan membangkitkan
semangat para aktivis agar mau menjadi seorang wirausaha sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian wirausaha sosial?
2. Bagaimana cara membangun nalar kritis, inovatif, dan kreatif?
3. Bagaimana cara untuk memotivasi para aktivis agar mau menjadi
wirausaha sosial?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian wirausaha sosial
2. Untuk mengetahui cara membangun nalar kritis, inovatif, dan
kreatif
3. Untuk mengetahui cara memotivasi para aktivis agar mau
menjadi wirausaha sosial
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definis wirausaha sosial
Wirausaha sosial merupakan sebuah istilah turunan dari
kewirausahaan. Pengertian sederhana dari wirausaha sosial adalah
seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan
kemampuan kewirausahaan untuk melakukan perubahan sosial,
terutama meliputi bidang kesejateraan, pendidikan dan kesehatan.
Menurut Gregory Dees, wirausaha sosial adalah kombinasi
dan semangat besar dalam misi sosial dengan disiplin, inovasi, dan
keteguhan seperti yang lazim berlaku di dunia bisnis. Wirausaha
sosial menciptakan dan memimpin organisasi yang ditujukan
sebagai katalisator perubahan sosial dalam tatanan sistem melalui
gagasan baru, produk, metodologi dan perubahan sosial.
2
Melalui perkembangan wirausaha sosial di Indonesia yang
cerah, maka timbul keyakinan bahwa ini merupakan alternative yang
bagus dan efektif, bukan hanya untuk atasi masalah-masalah yang
kita hadapi tapi juga optimalkan potensi Indonesia, tanpa terlalu
bergantung pada donator.
3
minum dalam kemasan. Pada sepuluh tahun pertama, mendiang
Tirto Utama kesulitan memasarkan produk tersebut, semua orang
mengatakan kalua air seperti ini di rumah saya banyak. Mereka
mengatakan membeli minuman itu yang berwarna dan berasa dan
lain sebagainya. Sehingga Tirto Utomo kemudian memasarkan air
mineral produksinya pada restoran yang dia miliki. Terjadi proses
pemasaran yang cukup lama, tetapi begitu pasar menerima, kita tahu
karena belakangan air di kota sudah tercemar dan orang
membutuhkan yang Namanya convenience. Kemampuan untuk
menikmati sesuatu dengan nyaman dan itu dipecahkan dengan
kehadiran air mineral dalam bentuk kemasan dan orang sudah sadar
kesehatan tidak ingin meminum yang terlalu manis, yang terlalu
berwarna dan mereka kemudian mencari air minum dalam kemasan
itu.
4
ditukar dengan manfaat yang dikemas dalam bentuk produk baik
berupa barang atau jasa. Setiap manfaat pasti memiliki kemampuan
untuk memenuhi keinginan, kebutuhan, bahkan menyelesaikan
sebuah permasalahan. Jika niat kita adalah menolong orang,
kalaupun ditolak, kenapa harus gundah gulana?
Mulai saat ini, ketika kita mau jualan, munculkanlah rasa ingin
menolong orang. Niatkanlah di dalam hati kita bahwa penawaran
yang kita lakukan adalah sebuah penawaran “pertolongan” atas
keinginan, kebutuhan, atau permasalahn yang sedang ia hadapi.
Harapannya, dengan hadirnya produk kita, semua hal tersebut dapat
terselesaikan. Dengan begini, ketika ia membeli, kita bersyukur, dan
ketika ia menolak, kita tak perlu kecewa, karena sedari awal niatan
kita adalah menolong. Jadi, esensi dari jualan adalah menolong dan
menebarkan manfaat.
E. Kegagalan adalah Jalan untuk Maju
Saat seorang anak kecil yang sedang belajar berjalan, anak
kecil itu akan jatuh dan melukai dirinya ratusan kali. Namun tidak
pernah sedikit pun anak itu berhenti berpikir, “Oh, saya rasa berjalan
bukan bidang saya. Saya tidak mahir melakukannya.”
Menghindari kegagalan adalah sesuatu yang kita pelajari
nantinya dalam kehidupan kita. Saya yakin itu banyak disumbang
oleh sistem Pendidikan kita, yang menilai dengan ketat berdasarkan
kinerja dan menghukum mereka yang tidak menunjukan performa
yang baik. Sumbangan lain datang dari orang tua yang gemar
memaksa dan doyan mengkritik, yang tidak membiarkan anak-anak
mereka mengalami kegagalan yang cukup banyak, dan malah
menghukum mereka karena mencoba apa pun yang baru atau tidak
seharusnya. Dan kemudian peran media masa yang semuanya
secara konstan mengekspos kita dengan kesuksesan demi
kesuksesan atau kemashyuran, namun tidak menampilkan ribuan
jam praktik yang monoton dan membosankan yang dibutuhkan untuk
mencapai kesuksesan tersebut.
Ketakutan untuk gagal, kebanyakan datang dari salah pilih
nilai-nilai yang buruk. Contohnya, jika saya mengukur diri saya
dengan standar “Membuat siapa pun yang saya temui menyukai
saya,” saya akan menjadi cemas, karena kegagalan 100 persen
ditentukan oleh tindakan orang lain, bukan tindakann saya sendiri.
Saya tidak memiliki kendali; karena penghargaan diri saya ada pada
belas kasih penilaian orang lain.
Lain halnya, jika saya ingin mengadopsi ukuran “Memperbaiki
kehidupan sosial saya,” saya dapat menghidupi nilai yaitu “menjalin
hubungan baik dengan oang lain” entah apa pun tanggapan orang
5
lain terhadap saya. Penilaian diri saya berdasar pada perilaku dan
kebahagiaan saya sendiri.
F. Prinsip “Lakukan Sesuatu”
Ada seorang guru matematika yang bernama Mr. Packwood
selalu berkata, “Jika kalian terhenti di satu soal, jangan duduk saja
dan hanya memikirkan hal itu; mulailah mengerjakannya. Bahkan
jika kalian tidak tahu apa yang akan kalian lakukan, satu tindakan
sederhana, yaitu mulai pada akhirnya akan membuat beberapa ide
yang tepat muncul di kepala Anda.”
Ucapan tersebut bisa dijadikan suatu motivasi. Tetapi,
tindakan bukan hanya efek dari suatu motivasi. Sebagian besar dari
antara kita mengambil suatu tindakan setelah kita merasakan tingkat
motivasi tertentu. Dan kita merasakan suatu motivasi hanya ketika
kita merasakan inspirasi emosional yang cukup. Kita bisa asumsikan
langkah-langkah tersebut terjadi dalam semacam rantai reaksi
singkat, seperti ini:
Inspirasi emosinal → Motivasi → Aksi yang diinginkan
Jika kita tidak ingin menuntaskan sesuatu namun merasa
tidak termotivasi atau terinspirasi, maka kita berasumsi kalua diri kita
payah. Tidak ada yang bisa kita lakukan mengenai ini. Tidak hingga
satu peristiwa besar terjadi, lalu kita berhasil mengumpulkan
motivasi yang cukup untuk bangkit dari sofa dan melakukan sesuatu.
Inspirasi → Motivasi → Aksi → Inspirasi → Motivasi → Aksi→
dst.
Aksi atau tindakan kita menciptakan reaksi dan inspirasi
emosional yang lebih jauh, dan terus berlanjut untuk memotivasi aksi
berikutnya. Dengan memanfaatkan pemahaman ini, kita sebenarnya
dapat mengubah ulang orientasi pola piker kita dengan cara berikut
:
Aksi → Inspirasi → Motivasi
Jika kita kurang motivasi untuk membuat suatu perubahan
dalam hidup kita, lakukan sesuatu – apapun itu, sungguh – kemudian
manfaatkan reaksi dari aksi tersebut sebagai cara untuk mulai
memotivasi diri kita sendiri.
Mark Manson menyebut prinsip ini “lakukan sesuatu”.
Pengaram Tim Ferriss menghubungkan sebuah kisah yang
pernah didengarnya mengenai seorang novelis yang telah menulis
lebih dari 70 novel. Seseorang bertanya kepada sang novelis
bagaimana dia mampu menulis secara konsisten, dan tetap
6
terinspirasi serta termotivasi. Dia menjawab, “Dua ratus kata yang
kacau parah setiap hari, cuma itu.” Idenya adalah bahwa jika dia
memaksa dirinya sendiri untuk menulis 200 kata yang buruk
sekalipun, itu akan lebih menginspirasinya untuk menulis; dan
sebelum dia menyadarinya, dia telah menulis ribuan kata dalam 1
halaman.
Jika kita mengikuti prinsip “lakukan sesuatu”, kegagalan
terasa tidak penting. Ketika standar kesuksesannya hanya
“melakukan sesuatu” – ketika setiap hasil dianggap sebagai sebuah
kemajuan dan penting, inspirasi dilihat sebagai sebuah imbalan
ketimbang suatu prasyarat – kita mendorong diri kita lebih maju. Kita
merasa bebas untuk gagal, dan kegagalan itulah yang
menggerakkan kita ke depan.
Prinsip “lakukan sesuatu” bukan hanya membantu kita saat
kita tergoda untuk menunda suatu pekerjaan, namun ini juga menjadi
bagian dari proses mengadopsi nilai-nilai baru. Jika kita ada di
tengah-tengah badai eksistensial dan segalanya terasa tak berarti –
jika semua cara yang kita gunakan untuk mengukur diri kita sudah
hampir habis dan kita masih tidak punya bayangan apa yang akan
terjadi kemudian, jika kita menyadari kalua kita telah melukai diri
sendiri dengan mengejar mimpi palsu, atau jika kita tahu bahwa ada
beberapa ukuran yang lebih baik untuk menilai diri kita tapi kita tidak
tahu yang mana – jawabannya sama;
Lakukan sesuatu.
“Sesuatu” itu bisa saja berupa tindakan yang paling kecil di
antara lainnya. Ini bisa apa saja. Mulai dari yang sederhana. Buatlah
suatu target seperti mendengar problem seseorang, dan luangkan
waktu kita untuk membantu orang tersebut. Lakukan itu sekali saja.
Atau berjanjilah pada diri sendiri bahwa kita akan menggangap diri
sendirilah akar masalah diri sendiri jika di lain kesempatan kita
merasa kecewa. Coba saja satu ide dan lihat bagaimana rasanya.
Kadang itulah yang perlu dilakukan agar bola salju
menggelinding, tindakan diperlukan untuk menginspirasi motivasi
agar tetap ada. Kita bisa menjadi sumber inspirasi diri kita sendiri.
Tindakan selalu ada dalam jangkauan kita. Dan cukup dengan
menggunakan ukuran “melakukan sesuatu” untuk menilai
kesuksesan diri sendiri – maka kegagalan pun akan mendorong kita
maju ke depan.
7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat kita simpulkan bahwa wirausaha sosial
merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Pengertian
sederhana dari wirausaha sosial adalah seseorang yang mengerti
permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan kewirausahaan untuk
melakukan perubahan sosial, terutama meliputi bidang kesejateraan,
pendidikan dan kesehatan.
8
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/NadyaSyabillaA/makalah-sociopreneur[diakses
pada tanggal 17 Nopember 2018]
Kasali, R. (2015) DISRUPTION. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Kasali, R. (2018) The Art of Startup : Transkip Minggu 1 ( Introduction to
Startup, Video 1 : konsep kewirausahaan). Diambil dari
https://www.indonesiax.co.id/courses/coursev1:RumahPerubahan
+RP203+2018_Run11/courseware/07e14753558346c8a9851e0d
8f686ac4/52a836ab53374287a149d2982beb43af/. Di akses Pada
tanggal 17 Nopember 2018
Kiyosaki, R.T., & Lechter S.L. (2014). The CASHFLOW Quadrant. Jakarta:
PT Gramedia Utama
Manson, M. (2018). Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat.Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia
Prayoga, D. E. (2015). Dijamin Penghasilan 10 Juta Per Bulan. Jawa Barat:
Delta Saputa.