Marapu
Marapu
Arkeologi Religi
Senin, 24 September 2018
A. Keagamaan
Marapu merupakan agama asli orang Sumba yang didefinisikan sebagai animisme,
yaitu pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang. Orang sumba yang tidak menganut
“agama resmi” di Indonesia, dapat diidentifikasikan atau mengidentifikasikan dirinya sebagai
orang Marapu. Pada umumnya, pengertian mereka hanya mengacu pada penyembahan kepada
arwah nenek moyang, atau yang oleh Parimartha (2002:43) sebutkan bahwa orang Sumba
masih menganut animisme, padahal Marapu mempunyai pengertian lebih luas.
Banyak para ahli yang mengartikan marapu, salah satunya yaitu L. Onvlee, seorang
sarjana Belanda yang banyak menulis tentang adat istiadat Sumba. Ia berpendapat bahwa kata
marapu sesungguhnya terdiri dari dua kata, yaitu ma berarti “yang” dan rapu berarti
“dihormati, disembah, didewakan.” Satu hal ketertarikan Onvlee pada bahasa sumba ialah gaya
puisi yang digunakan untuk meneruskan tradisi “sejarah para leluhur” dari satu generasi ke
generasi selanjutnya.
Sebelum mendirikan rumah diawali dengan upacara mawulu (meramal), yaitu untuk
menentukan waktu yang dianggap tepat untuk mendirikan rumah, dimana kayu-kayu untuk
tiang utama diperoleh. Selanjutnya dilakukan serangkaian upacara lainnya yang berhubungan
dengan memohon ijin dan berkah dari pada marapu. Upacara-upacara itu dilakukan pada bulan
yang disebut Wulangu Kawuluru Bokulu dan Wulangu Kawuluru Bokulu.
Pada waktu pendirian rumah akan segera dilaksanakan, bahan-bahan bangunan beserta
alat-alat yang akan digunakan ditaruh dan dilakukan upacara. Kemudian keesokan harinya
dimulailah pembangunan rumah tersebut.
Ketika sedang mendirikan rumah, upacara yang dilakukan ialah upacara wulu uma,
yaitu suatu upacara yang dilaksanakan ketika akan mendirikan tiang-tiang rumah dan
memasang bagian-bagian rumah lainnya, serta pemasangan atap alang-alang. Upacara ini
dilakukan dengan tujuan agar pekerjaan mendirikan rumah dapat dilaksanakan tanpa mendapat
halangan apapun dan mendapat keselamatan. Upacara pertama dilakukan di rumah pusat, yang
dilakukan oleh ratu atau paratu dengan mempersembahkan sajian dan hewan kurban. Upacara
kedua dilakukan oleh ratu dengan mempersembahkan sajian dan hewan kurban seekor kerbau.
Setelah dilakukan upacara di rumah ,dilakukan pula upacara di katoda kawindu (tugu
halaman), kemudian diakhiri dengan upacara hamayangu yang dilakukan di sebuah pohon
besar di luar kampung dengan menaruh sesajian secara simbolis bahan-bahan yang tersisa atau
terpakai dalam pembangunan rumah. Persembahannya adalah pahapa, kawadaku, dan uhu
mangejingu, juga dikurbankan seekor babi.
Adanya penetapan pemerintah yang hanya mengakui enam agama resmi di Indonesia
menyebabkan banyak penganut agama Marapu, untuk beberapa alasan, akhirnya memilih
untuk menjadi kristen. Namun agama-agama resmi ini belum mampu menaklukan mereka
sepenuhnya walaupun usaha tersebut sudah dilakukan dalam beberapa periode. Orang Umalulu
memiliki ikatan kuat dengan adat istiadatnya yang berakar pada keyakinan mereka, Marapu.
Agama Marapu itulah identitas budaya mereka.
Bagi orang Umalulu, khususnya pemeluk Marapu, mereka memiliki sikap militan
untuk mempertahankan tradisi keagamaannya saat berhadapan dengan kelompok-kelompok
lain. riwayat keberadaan mereka yang jauh lebih tua daripada negara RI cukup membuktikan
kesanggupan mereka menghadapi tantangan historisnya. Untuk memperoleh itu, orang
Umalulu mempunyai strategi untuk dilakukan, yaitu: (1) memberdayakan peran lembaga adat,
(2) meningkatkan pendidikan keterampilam, dan (3) mengukuhkan solidaritas.
Daftar Pustaka:
Purwadi. 2012. Marapu : Agama dan Identitas Budaya Orang Umalulu, Sumba Timur. Depok.
Desertasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia.