Anda di halaman 1dari 3

Berliana Windy Arlintya / 1706973325

Arkeologi Religi
Senin, 24 September 2018

KEAGAMAAN TRADISIONAL ASLI ORANG SUMBA : MARAPU

A. Keagamaan

Marapu merupakan agama asli orang Sumba yang didefinisikan sebagai animisme,
yaitu pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang. Orang sumba yang tidak menganut
“agama resmi” di Indonesia, dapat diidentifikasikan atau mengidentifikasikan dirinya sebagai
orang Marapu. Pada umumnya, pengertian mereka hanya mengacu pada penyembahan kepada
arwah nenek moyang, atau yang oleh Parimartha (2002:43) sebutkan bahwa orang Sumba
masih menganut animisme, padahal Marapu mempunyai pengertian lebih luas.

Banyak para ahli yang mengartikan marapu, salah satunya yaitu L. Onvlee, seorang
sarjana Belanda yang banyak menulis tentang adat istiadat Sumba. Ia berpendapat bahwa kata
marapu sesungguhnya terdiri dari dua kata, yaitu ma berarti “yang” dan rapu berarti
“dihormati, disembah, didewakan.” Satu hal ketertarikan Onvlee pada bahasa sumba ialah gaya
puisi yang digunakan untuk meneruskan tradisi “sejarah para leluhur” dari satu generasi ke
generasi selanjutnya.

Dalam karya G.L. Forth berjudul Rindi : An Ethnographic Study of a Tradisional


Domain in Eastern Sumba (1981), disebutkan bahwa dalam kepercayaan Marapu, manusia
tidak dapat berkomunikasi langsung dengan Tuhan, tetapi harus melalui para marapu yang
berperan sebagai perantara, dan karenanya harus melakukan berbagai upacara.

B. Contoh sistem religinya (upacara mendirikan rumah)

Masyarakat Umalulu bila hendak membangun rumah wajib melaksanakan serangkaian


upacara atau kegiatan lainnya yang bersifat religius. Pelaksanaan upacara tersebut bergantung
pada fungsi rumah itu sendiri bagi masyarakat yang bersangkutan. Fungsi dan nama-nama
rumah itu sendiri berdasarkan tradisi dan sejarah nenek-moyang dari suaru kabihu yang
menempati rumah tersebut, misalnya uma marapu ialah rumah yang kegunaan praktisnya
untuk tempat kebaktian umum atau tempat menyimpan benda-benda keramat, uma bungguru
(rumah persekutuan), uma karambua (rumah kerbau), uma andungu (rumah tugu) dsb.
Rumah tradisional ini selain secara praktis digunakan sebagai tempat tinggal, tetapi
juga berfungsi religius, yaitu digunakan juga untuk upacara-upacara keagamaan dan
menyimpan benda-benda keramat marapu dan kabihu yang bersangkutan. Di dalam rumah ini
juga dibuat suatu tempat khusus untuk menaruh sajian bagi marapu, dan juga tempat untuk
menaruh jenazah sebelum dikuburkan. Adapun urutan upacara tersebut, yaitu:

1. Upacara sebelum mendirikan rumah

Sebelum mendirikan rumah diawali dengan upacara mawulu (meramal), yaitu untuk
menentukan waktu yang dianggap tepat untuk mendirikan rumah, dimana kayu-kayu untuk
tiang utama diperoleh. Selanjutnya dilakukan serangkaian upacara lainnya yang berhubungan
dengan memohon ijin dan berkah dari pada marapu. Upacara-upacara itu dilakukan pada bulan
yang disebut Wulangu Kawuluru Bokulu dan Wulangu Kawuluru Bokulu.

Upacara diselenggarakan di rumah pusat kabihu yang bersangkutan dan


penyelenggaranya ialah keluarga yang akan mendirikan rumah serta keluarga lain yang masih
ada hubungan kekerabatan. Upacara dipimpin oleh ratu atau paratu. Untuk melaksanakan
upacara harus disediakan sesajian berupa pahapa (sirih-pinang), kawadaku (keratan timah atau
perak) dan uhu mangejingu (nasi kebuli dalam anyaman daun lontar), selain itu ada juga seekor
ayam merah untuk dikurbankan.

Pada waktu pendirian rumah akan segera dilaksanakan, bahan-bahan bangunan beserta
alat-alat yang akan digunakan ditaruh dan dilakukan upacara. Kemudian keesokan harinya
dimulailah pembangunan rumah tersebut.

2. Upacara sedang mendirikan rumah

Ketika sedang mendirikan rumah, upacara yang dilakukan ialah upacara wulu uma,
yaitu suatu upacara yang dilaksanakan ketika akan mendirikan tiang-tiang rumah dan
memasang bagian-bagian rumah lainnya, serta pemasangan atap alang-alang. Upacara ini
dilakukan dengan tujuan agar pekerjaan mendirikan rumah dapat dilaksanakan tanpa mendapat
halangan apapun dan mendapat keselamatan. Upacara pertama dilakukan di rumah pusat, yang
dilakukan oleh ratu atau paratu dengan mempersembahkan sajian dan hewan kurban. Upacara
kedua dilakukan oleh ratu dengan mempersembahkan sajian dan hewan kurban seekor kerbau.

3. Upacara setelah mendirikan rumah


Setelah rumah selesai dibangun, upacara yang dilakukan adalah upacara selamatan
hamayangu. Tujuan upacara ini ialah pernyataan terimakasih kepada para marapu dan juga
permohonan agar tetap diberi keselamatan. upacara dilakukan oleh ratu atau paratu di rumah
yang baru selesai dibangun dengan mempersembahkan sesajian pahapa, ayam merah, uhu
mangejingu.

Setelah dilakukan upacara di rumah ,dilakukan pula upacara di katoda kawindu (tugu
halaman), kemudian diakhiri dengan upacara hamayangu yang dilakukan di sebuah pohon
besar di luar kampung dengan menaruh sesajian secara simbolis bahan-bahan yang tersisa atau
terpakai dalam pembangunan rumah. Persembahannya adalah pahapa, kawadaku, dan uhu
mangejingu, juga dikurbankan seekor babi.

C. Strategi mempertahankan marapu seiring perkembangan zaman

Adanya penetapan pemerintah yang hanya mengakui enam agama resmi di Indonesia
menyebabkan banyak penganut agama Marapu, untuk beberapa alasan, akhirnya memilih
untuk menjadi kristen. Namun agama-agama resmi ini belum mampu menaklukan mereka
sepenuhnya walaupun usaha tersebut sudah dilakukan dalam beberapa periode. Orang Umalulu
memiliki ikatan kuat dengan adat istiadatnya yang berakar pada keyakinan mereka, Marapu.
Agama Marapu itulah identitas budaya mereka.

Bagi orang Umalulu, khususnya pemeluk Marapu, mereka memiliki sikap militan
untuk mempertahankan tradisi keagamaannya saat berhadapan dengan kelompok-kelompok
lain. riwayat keberadaan mereka yang jauh lebih tua daripada negara RI cukup membuktikan
kesanggupan mereka menghadapi tantangan historisnya. Untuk memperoleh itu, orang
Umalulu mempunyai strategi untuk dilakukan, yaitu: (1) memberdayakan peran lembaga adat,
(2) meningkatkan pendidikan keterampilam, dan (3) mengukuhkan solidaritas.

Daftar Pustaka:

Purwadi. 2012. Marapu : Agama dan Identitas Budaya Orang Umalulu, Sumba Timur. Depok.
Desertasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai