Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) - Soeharto
Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) - Soeharto
Biografi Tinggal Landas Aktifitas Kenegaraan Untold Stories Aktivitas Sosial Galeri
20
2013
Biografi Add comments
Abdul Rohman
hidup, berjiwa besar dan selalu berusaha mencari kebenaran sejati). Orang-orang besar adalah 1977-01-19 Presiden Soeharto Sumbang Korban Banjir
Aceh
orang-orang yang tidak lagi disibukkan agar dirinya memperoleh tepuk tangan dari khalayak
1977-01-19 Bertemu Presiden Soeharto, Jaksa Agung
luas atas prestasi-prestasinya. Mereka merupakan sosok yang telah memahami benar tentang
Laporkan Penyitaan 9 Kapal Taiwan Pelanggar Batas
hakekat hidup, hakekat kehidupan dan hakekat dirinya (mikro kosmos) dalam lingkungan Perairan
kehidupan (makro kosmos) serta selalu mengupayakan terwujudnya kebaikan-kebaikan hidup
bersama.
Meminjam istilah almarhum Dr. Nurcholish Madjid, kesempurnaan hidup dan kebenaran sejati
hanya ditemukan melalui upaya mewujudkan kebaikan-kebaikan mutu hidup bersama (amal
sholeh) atas dasar kepasrahan kepada Tuhan, hukum Tuhan dan perjanjian kontraktual antar
sesamanya yang tidak melanggar jiwa hukum Tuhan. Nasehat ajaran Jawa diyakini banyak
kalangan sebagai pembahasaan ulang dan elaborasi hukum-hukum Tuhan sebagaimana
diajarkan kitab-kitab suci. Para Wali Songo —khususnya Sunan Kalijogo– dianggap memiliki
kontribusi besar dalam membahasakan ulang ajaran-ajaran Kitab Suci itu kedalam pitutur- Enter email address Subscribe
Pak Harto merupakan tipikal orang Jawa tulen. Untuk menguak sosok jati dirinya harus
memahami filosofi ajaran Jawa yang dipedomani. Sebagai panduan dalam memahami cara
pandang hidupnya, dapat kita ketemukan melalui buku berjudul “Butir-Butir Budaya Jawa:
Hangayuh Kasampurnaning Hurip, Berbudi Bawaleksana, Ngudi Sejatining Becik” yang disunting
oleh Siti Hardiyanti Rukmana dan diterbitkan oleh Yayasan Purna Bakti Pertiwi pada tahun
1997. Buku tersebut merupakan kumpulan nasehat ajaran bahasa Jawa yang disampaikan Pak
Harto kepada putra-putrinya. Melalui pandangan-pandanganya itu kita dapat menelusuri
http://soeharto.co/mehamaifilsafathiduppakharto 1/7
28/1/2015 Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) Soeharto
Kategori
52%
harus jujur, karena mengurangi sedikit saja perlakuan yang mesti diberi kepada tanamannya Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto
(misalnya mengurangi/ mengkorupsi pupuk) akan berdampak pada pengurangan hasil. Kerja Semasa Kesatuan Aksi Mahasiswa Bermunculan
Reformasi Jauh Dari Target MDGs
keras merupakan modal utama bagi seorang petani, agar tahapan-tahapan pekerjaanya tepat
musim dan bebas dari gangguan hama (mulai menanam, memupuk, menyiangi, menjaga dari
ancaman hama, memanen dan mengelola hasil panen).
Budaya pertanian juga lekat dengan semangat keguyupan atau saling membantu antara satu
sama lain dalam mengolah usaha pertanian maupun dalam mengahapi masa-masa sulit. Sorang
petani juga dituntut inovatif memaksimalkan lahan yang dimilikinya agar memperoleh hasil
http://soeharto.co/mehamaifilsafathiduppakharto 2/7
28/1/2015 Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) Soeharto
maksimal. Begitu pula dalam hal toleransi mutlak diperlukan dalam masyarakat ini. Bertindak
semaunya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan lingkungan sekitar akan
merusak harmoni seluruh lingkungannya. Sebagai contoh riil adalah pengaturan pergiliran
pembagian air untuk kebutuhan sawah, apabila tidak saling toleran, maka percekcokan antar
petani tidak bisa dihindarkan.
Masyarakat pertanian juga dikenal sangat religious. Hal itu dicerminkan dengan banyaknya
ritual-ritual permohonan do’a untuk capaian hasil usaha tani yang bagus. Ritual-ritual itu
merupakan cerminan pengakuan dan penyandaran hasil kerja kerasnya pada kepastian takdir
penguasa tertingi, Tuhan Yang Maha Esa.
Pak Harto banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kemusuk (Yogyakarta) dan Wonogiri,
suatu zona kultural masyarakat pertanian yang ciri-cirinya di sebutkan diatas. Merupakan
kewajaran ketika pada akhirnya ditakdirkan memimpin Indonesia, Pak Harto tumbuh sebagai
sosok pemimpin berkarakter, cermat, teguh dalam mentaati rule (aturan) atau
constitusionalize, kerja keras, inovatif dan menekankan pada toleransi maupun keguyupan
masyarakat. Ia merupakan sosok pemimpin yang tidak banyak mengumbar kata-kata. Semua
persoalan dicermati secara mendalam untuk kemudian dilaksanakan dengan penuh keyakinan
dan kerja keras. Sifat-sifat itu bukannya dibentuk secara instan melalui pendidikan singkat olah
kepribadian, sebagaimana kaderisasi kepemimpinan moderen. Sifat-sifat itu melekat secara
inheren sebagai buah tempaan hidup yang dijalani semasa kanak-kanak dan remaja.
Selain atmosphere sosio-kultural pertanian, Pak Harto juga ditempa dalam iklim religiusitas
kejawaan melalui perinteraksiannya dengan guru-guru spiritual Jawa. Sebagaimana disinggung
dimuka, ajaran spiritualitas Jawa tidak lain merupakan elaborasi ajaran-ajaran kitab suci untuk
dibumikan sebagai pranata kehidupan masyarakat Jawa. Pajang-Demak-Mataram merupakan
pusat-pusat peradaban Jawa (Nusantara) pasca runtuhnya Majapahit. Kemusuk (Yogya)-
Wonogiri merupakan zona penyangga peradaban itu dimana didalamnya tersebar guru-guru
spiritual Jawa yang dengan tekun mentransformasikan ajaran-ajaran itu kepada masyarakat.
Para guru spiritual Jawa pada umumnya masih memiliki darah keturunan keluarga kerajaan
yang memilih altar pengabdian diluar istana. Sebagai contoh adalah daerah Ponorogo (kota
sebelah timur Wonogiri), pada era KH. Hasan Besari pesantrennya merupakan Universitas bagi
kalangan bangsawan Kraton Solo.
Salah satu guru spiritual yang sempat disebut Pak Harto –dalam buku Soaharto: Pikiran,
Ucapan dan Tindakan Saya yang diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Tahun 1989— adalah Kyai
Daryatmo. Mencermati penuturan dalam buku tersebut, sosok Kyai Daryatmo merupakan
sosok kyai sufistik yang tidak hanya memiliki penguasaan ilmu agama sangat luas, akan tetapi
juga merupakan seorang tabib (menguasai ilmu pengobatan) dan psikolog sekaligus guru
masyarakat. Tipikal Kyai Sufistik tersebut masih banyak dijumpai di pelosok-pelosok
pedalaman Jawa hingga saat ini. Sosok Kyai Sufistik pada umumnya kalah populer jika
dibandingkan dengan Kyai Dakwah. Ia tidak melekati dirinya dengan gelar-gelar sosial
keagamaan dan keberadaanya cenderung membaur dengan masyarakat kebanyakan. Namun
demikian peranan Kyai Sufistik acapkali lebih besar, lebih luas dan bahkan menjadi rujukan bagi
Kyai-Kyai yang lain dalam memecahkan persoalan kemasyarakatan. Melihat realitas sosio-
kultural kawasan tersebut, Pak Harto memahami hakekat hidup dan kehidupan melalui
tempaan spiritual para Kyai Sufistik. Kumpulan ajaran Jawa dalam buku “Butir-Butir Budaya
Jawa: Hanggayuh Kasampurnaning Hurip, Berbudi Bawaleksana, Ngudi Sejatining Becik” dapat
diduga kuat merupakan nasehat yang diperoleh dari para guru sipiritualnya dan bukan dari
para tokoh mistis yang berorientasi pada kesaktian ragawi sebagaimana disalahpahami
sebagian orang selama ini.
Hakekat hidup dalam ajaran Jawa adalah “hanggayuh kasampurnaning urip, berbudi bowo
leksono, ngudi sejatining becik”. Dalam perspektif Jawa, esensi hidup itu adalah pencapaian
kesempurnaan hidup dalam kerangka penyandaran diri terhadap Dzat Maha Hidup beserta
hukum-hukumnya. Sebagaimana ajaran agama Islam, nasehat ajaran Jawa menekankan aspek
transendesi kepada Tuhan sebagai pangkal tolak kehidupan. “Urip iku saka Pangeran, bali
marang Pangeran” (hidup itu berasal dari Tuhan dan akan kembali pada Tuhan)[3]. “Pangeran
iku siji, ana ing ngendi papan, langgeng, sing nganaake jagad iki saisine, dadi sesembahane wo sa
alam kabeh, nganggo carane dewe-dewe” (Tuhan itu satu, ada dimana-mana, abadi, pencipta
alam se-isinya, dan menjadi sesembahan manusia sejagad raya, dengan memakai tata caranya
http://soeharto.co/mehamaifilsafathiduppakharto 3/7
28/1/2015 Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) Soeharto
masing-masing)[4].
Kehidupan manusia berada dalam lingkaran kepastian hukum Tuhan sebagaimana inti pitutur
“manungso sadermo nglakoni, kadyo wayang umpamane” (manusia hanya sekedar menjalani,
ibarat wayang tergantung pada otoritas dalang)[5]. “Owah gingsire kahanan iku saka karsaning
Pengeran Kang Murbeng Jagad. Ora ana kasekten sing madhani papesthen, awit papesthen iku
wis ora ana sing bisa murungke” (Perubahan keadaan itu kehendak Tuhan. Tiada kesaktian yang
menyamai kepastian Tuhan, karena tiada yang dapat menggagalkan kepastian Tuhan)[6].
Meyakini Kepastian Tuhan bukan berarti bersikap fatalistis (pasif dan tidak mau bekerja keras).
“Pasrah marang Pangeran iku ora atages ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen
Pangeran iku Maha Kuasa. Dene hasil orane apa kang kita tuju kuwi saka kersaning Pangeran”
(Sikap pasrah kepada Tuhan bukan berarti tidak mau bekerja, melainkan percaya bahwa Tuhan
itu Maha Kuasa. Berhasil tidaknya apa yang kita lakukan merupakan otoritas Tuhan).
Kesempurnaan hidup hanya akan dicapai melalui perilaku baik. “Panggawe ala lan panggawe
becik iku tut wuri lan tuduh dalan nganti delahan. Mula wong iku mumpung urip ngudia
kabecikan, supaya dadi sarana bisane oleh swarga” (Perbuatan buruk dan baik itu mengikutimu
dan menunjukkan jalan sampai ajal. Oleh karena itu selagi masih hidup, jalankan perbuatan
yang baik, agar memperoleh sarana memperoleh tempat di surga)[7]. Seseorang yang ingin
menggapai kesempurnaan hidup harus pandai-pandai mengendalikan diri. “Wong becik ora
keno mangan daging kang ora suci, kudu nyirik sembarang kang dadi regeding awak utawa
cedhaking satru lahir bathin” (Orang baik tidak boleh makan daging yang tidak suci, harus
pantang terhadap apa saja yang menjadikan badan kotor atau segala sesuatu yang
mendekatkan/ menyebabkan ketidakjernihan lahir maupun bathin, termasuk makan dari yang
bukan haknya, misalnya harta hasil korupsi). Agar mampu mengendalikan diri, seseorang
seyogyanya tidak melupakan ajaran-ajaran kebaikan. “Aja lali marang ngelmu kang karya
tentreming ati, jalaran kuwi kang bisa gawe mulyanira lahir batin” (jangan lupa terhadap
pengetahuan yang dapat menenteramkan hati, sebab yang demikian itu membuat tenteram
lahir-batin)[8].
Perbuatan baik dalam kerangka kepasrahan kepada Tuhan harus menjadi barometer dalam
menjalani hidup agar kehidupannya dapat mencapai level kesempurnaan hidup. Ajaran Jawa
menekankan adanya implikasi langsung terhadap semua tindak-tanduk yang dijalani seseorang.
“Samubarang ngunduh wohing pakerti” (segala tindakan akan menuai hasil sesuai jalan yang
dipilihnya)[11]. “Sing sapa seneng gawe nelangsane liyan, iku ing tembe bakal kena piwalese saka
penggaweane dewe” (barang siapa melakukan perbuatan yang menyebabkan kesengsaraan
orang lain, akhirnya nanti ia akan mendapat pembalasan dari perbuatannya sendiri)[12]. Jalan
kebaikan akan mengantarkan pada kesempurnaan hidup, sedangkan jalan keburukan akan
menghalanginya. Wujud kesempurnaan hidup adalah ketenteraman jiwanya semasa hidup di
dunia maupun sesudah meninggal dunia. Perilaku jahat yang dilakukan seseorang —baik
dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi— diyakini akan menyandera
pelakunya sendiri dalam meraih kesempurnan hidup (ketenteraman jiwa). Motivasi untuk tidak
melakukan tindak kejahatan bukan karena ketakutan pada institusi atau kekuatan tertentu —
misalnya penegak hukum— akan tetapi oleh kemerdekaan jiwa yang harus diraihnya dalam
proses kehidupan.
Ajaran Jawa juga menekankan pada ketentraman bersama. “Urip rukun, aja gawe pati lan larane
liyan” (hidup rukun dan jangan melakukan tindakan yang menyebabkan penderitaan dan
matinya orang lain). “Tentrem iku saranane urip aneng donya” (ketentraman hidup merupakan
sarana dalam menjalani kehidupan dunia)[13]. Namun demikian penggunaan kekerasan untuk
http://soeharto.co/mehamaifilsafathiduppakharto 4/7
28/1/2015 Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) Soeharto
melawan penjahat —bahkan terhadap saudaranya sendiri/ sebangsa— dapat dibenarkan.
“Perang kalawan sadulur iku ora becik, mula aja seneng perang kalawan sadulur” (perang dengan
saudara itu tidak baik, oleh karena itu jangan suka perang antar saudara). “Perang kalawan
sedulur iku becik, lamun ana sedulur kang digunakake mungsuh kanggo ngrusak negarane dhewe”
(perang saudara itu baru diperbolehkan ketika ada saudara sebangsa yang dimanfaatkan
musuh untuk merusak negaranya sendiri).[14]
Filosofi ajaran Jawa tentang hakekat hidup yang diperoleh dari para guru spiritual dan orang-
orang yang dituakan itu tidak mustahil banyak mencoraki cara pandang Presiden Soeharto
dalam memimpin Indonesia. Hal itu tampak dari fokus program kepemimpinannya ketika
diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia. Ia menekankan pembangunan sebagai sarana
mengantarkan rakyat Indonesia mencapai level kesejahteraan dan kesempurnaan hidup.
Pengganggu ketertiban maupun ketenteraman bersama ditekan sedemikian rupa hingga titik
minimal. Kreatifitas segenap warga didorong untuk mengisi pembangunan mulai dari pusat
hingga daerah. Pancasila sebagai jati diri bangsa —yang digali dan diformulasikan oleh para
pendahulunya/ era Bung Karno— ditanamkan sedemikian rupa untuk membekali rakyat agar
tidak kehilangan orientasi kebangsaannya.
Presiden Soeharto sadar betul bawa terdapat perbedaan orientasi dan konsepsi hakekat hidup
antara yang dipedomani orang-orang barat dengan orang-orang Nusantara. Orang-orang barat
memahami hakekat hidup dalam level kawicaksanan (strategi untuk meraih capaian-capaian
prestasi positif berdasarkan ukuran rasio tanpa menekankan aspek transendesi). Sedangkan
peradaban Nusantara menekankan secara kuat pada aspek transendensi sebagai pusara
harmoni seluruh buana (alam raya).
Penanaman jati diri bangsa secara terus menerus pada semua level (melalui penataran-
penataran P4) mengindikasikan bahwa Presiden Soeharto tidak hanya ingin mendorong pada
keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia dalam aspek fisik saja. Lebih jauh dari itu ia juga
hendak mewujudkan pembangunan jiwa bangsa dan seluruh rakyat Indonesia agar benar-benar
mampu mencapai kesempurnaan hidup, baik secara fisik maupun spiritual. Semangat itu —
selain dibentuk oleh cara pandang hidupnya— juga sejalan dengan cita-cita para pendahulu
bangsa yang hendak membangun Indonesia pada aspek jiwa maupun raganya.
Demikian pula dengan sikap tegasnya terhadap segala bentuk potensi kekerasan yang muncul
di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sikap tegas itu dituding sejumlah kalangan sebagai
bentuk kebijakan otoriter dan pelanggaran HAM. Terhadap tudingan itu Presiden Soeharto
berargumentasi bahwa sikap tegas diperlukan untuk menyelamatkan Hak Asasi Manusia rakyat
Indonesia dalam memperoleh lingkungan hidup yang damai dan terbebas dari dampak perilaku
jahat sebagian orang. Memberikan kebebasan kepada sejumlah orang jahat sama artinya
dengan mencederai HAM sejumlah besar masyarakat lainnya. Sebagai contoh adalah
keberaniannya dalam memberantas pelaku kejahatan melalui operasi-operasi khusus. Para
pencuri, perampok maupun kelompok-kelompok preman dibuat miris dan stabilitas dalam
masyarakat tidak terganggu. Pada akhirnya kehidupan masyarakat bergerak dengan berlomba-
lomba menorehkan prestasi positif masing-masing dalam kerangka pembangunan nasional.
http://soeharto.co/mehamaifilsafathiduppakharto 5/7
28/1/2015 Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) Soeharto
***
[2] Butir-Butir Budaya Jawa: Hanggayuh Kasampurnaning Hurip, Berbudi Bawaleksana, Ngudi
Sejatining Becik, (Jakarta: Yayasan Purna Bakti Pertiwi, 1996), hlm 62.
Bagiken:
447
Like this:
Loading...
Like 447 people like this.
Send
Related
http://soeharto.co/mehamaifilsafathiduppakharto 6/7
28/1/2015 Memahamai Falsafah Hidup Pak Harto (1) Soeharto
Add a comment...
Comment using...
Londo Ireng · TK PAUD
jajaran orang hebat
Reply · Like · June 7, 2014 at 9:13pm
Sarafudin Abdullah · Head Teacher at SMP RIYADUL FALAH
Inilah tipikal pemimpin yg memiliki kecakpan lengkap.
Reply · Like · November 21, 2014 at 5:14pm
Facebook social plugin
Find us on Facebook Recent Activity
Tweets Follow
Facebook social plugin
ELLIOT NESS NKRI 40m
Facebook social plugin @JALAN_KEADILAN
Tweet to @HMSoeharto1921
© 2013 Soeharto Developed by Khoiril About Us | ToS | Privacy | Disclaimer | Kontak Suffusion theme by Sayontan Sinha
http://soeharto.co/mehamaifilsafathiduppakharto 7/7