TEORI DASAR
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada
mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal
toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan
pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat.
Perhatian yang sama juga dilakukan untuk sediaan hidung dan telinga.[1]
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang
digunaka dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak
mata dari bola mata.[2]
Pada umumnya nama dari atropine adalah dl-hyoscyamine. Nama lainnya
adalah asam atropik dan tropine tropate, dimana merupakan senyawa basa
organik yang mengandung atom N heterosiklis yang berasal dari asam amino.
Atropine terdapat pada Atropa belladonna.
Atropin Sulfat memiliki beberapa sifat kimia maupun fisika antara lain:
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau,mengem
bang diudara kering perlahan-perlahan terpengaruh oleh Cahaya
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol mendidih,mu
dah larut dalam gliserin.
Sterilisasi : Larutan disterilasikan dengan autoklaf
OTT : Hidroksibenzoat.
Dosis : 2 mg i.m/i.v setiap 10 sampai 30 menit sampai efek muskarinik hilang
(Martindale),1-2mgim/iv(DOI)
Khasiat : keracunan organofosfat seperti insektisida, pestisida
Stabilitas : dalam wadah dosis tunggal/dosis ganda, sebaiknya digunakan darikaca
tipe I (terlindung dari cahaya),suhu di bawah 400C,lebih disukaipada temperatur
antara 15-300C
pH : 3,0 – 6,5[3]
Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :
1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan :Sterilitas akhir dari
collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat
pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama penggunaan dari sediaan;
2. Isotonisitas dari larutan; pH ya
Tetes mata adalah larutan berair atau larutan berminyak yang idealnya
harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1. Ia seharusnya steril ketika dihasilkan
2. Ia seharusnya bebas dari partikel-partikel asing
3. Ia seharusnya bebas dari efek mengiritasi
4. Ia seharusnya mengandung pengawet yang cocok untuk mencegah
pertumbuhan dari mikroorganisme yang dapat berbahaya yang dihasilkan selama
penggunaan. Jika dimungkinkan larutan berair seharusnya isotonis dengan sekresi
lakrimal konsentrasi ion hidrogen sebaliknya cocok untuk obat khusus, dan
idelanya tidak terlalu jauh dari netral
5. Ia seharusnya stabil secara kimia. Sediaan untuk mata terdiri dari bermacan-
macam tipe produk yang berbeda. Sediaan ini basa berupa larutan (tetes
mata/pencuci mata), suspensi/salep. Kadang-kadang injeksi mata digunakan
dalam kasus khusus. Sediaan mata sama dengan sediaan steril lainnya yaitu harus
steril dan bebas dari bahan partikulat. Dengan pengecualian jumlah tertentu dari
injeksi mata, sediaan untuk mata adalah bentuk sediaan topical yang digunakan
untuk efek local dan karena itu tidak perlu untuk bebas pirogen[4]
b. Formula lengkap
Glukosa 5 g
Natrii Chloridum 0,035 g
Aqua pro injectionum ad 100 mL
Sediaan infus glukosa harus bebas dari mikroorganisme dan pirogen maka
sediaan dibebaskan dari pirogen dengan cara removal (ditambah norit 0,5% dari
volume sediaan keseluruhan). Selain mengabsorpsi pirogen, norit juga
mengabsorpsi glukosa sehingga perlu penambahan glukosa 35% dari jumlah norit
yang digunakan. Sediaan diinginkan bentuk larutan sehingga digunakan water for
injection sebagai pelarut.
Sediaan ini hanya digunakan untuk sekali pemkaian sehingga tidak
diperlukan penambahan anti bakteri pada pembuatannya karena sediaan yang
dibuat telah disterilkan dan akan tetap steril sampai pada batas kadaluarsa. Selama
sediaan sudah dibuka maka resiko kontaminasi akan tinggi, sehingga
kemungkinan terdapat adanya sisa dari sediaan yang telah dipakai tidak
diperbolehkan untuk dipergunakan kembali karena sterilitas tidak terjamin lagi.
Sediaan disterilkan dengan metode overkill yaitu dengan metode panas basah
menggunakan autoklaf suhu 115°C selama 30 menit.
I.TEORI DASAR
Injeksi adalah sediaan steril ierupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau melalui selaput lendir.[1]
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi
yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat
dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan
karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler.[2]
Sterlisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptaka keadaan steril.Secara
tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup.Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konoasi
relatif,dan memungkinkan menciptkan kondisi mutlak bebas mikroorganisme
hanya dapat diduga atas proyeksi kinetis angka kematian mikroba.[3]
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi
vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis
ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun
dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi
serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun
lebih.[4]
Berdasarkan R.VOIGHT(hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial
ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi
untuk menghisap cairan injeksi. Injeksi intravena memberikan beberapa
keuntungan :
1. Efek terapi lebih cepat .
2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.
3. Cocok untuk keadaan darurat.
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.[5]
Syarat-syarat injeksi vial sebagai berikut :
1. Steril, yaitu sediaan vial harus bebas dari mikroorganisme yang bersifat
pathogen yang dapat mengurangi khasiat sediaan vial.
2. Bebas bahan partikulat, yaitu bebas dari bahan asing atau bahan yang tidak larut
agar tidak terjadi penyumbatan pada pembuluh darah saat digunakan.
3. Mengandung zat pengawet, sediaan vial memungkinkan pengambilan secara
berulang. Umtuk itu, harus digunakan bahan pengawet untuk mempertahankan
khasiat zat aktif.
4. Stabil, tidak berubah khasiat obat setelah pengambilan obat secara berulang kali
dan tidak berubah bentuk atau pH dari sediaan vial.
5. Harus isotonis, sediaan vial merupakan sediaan parenteral. Untuk itu, sediaan
vial harus isotonis atau sesuai dengan pH darah agar tidak terjadi hipertonis
(penyempitan pembuluh darah) atau hipotonis (pembesaran pembuluh darah) yang
dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah.[6]
Antibiotik berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari Anti (lawan)
dan Bios (hidup). Antibiotik adalah Suatu zat kimia yang dihasilkan oleh bakteri
ataupun jamur yang berkhasiat obat apabila digunakan dalam dosis tertentu dan
berkhasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman dan toksisitasnya
tidak berbahaya bagi manusisa.
Salah satu golongan antibiotik yang digunakan secara umum adalah golongan
sulfonamida yang pertama digunakan secara sistemik untuk pengobatan dan
pencegahan penyakit infeksi pada manusia.