Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas KOMUNITAS 2 tentang ASPEK LEGAL dan ETIS
KESEJAHTERAAN LANSIA ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu
kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas
bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan
untuk menyempurnakan makalah ini.

Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi
diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.

Padang, 14 Oktober 2018

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Praktik keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Penerapan praktik
keperawatan tidak hanya diberikan pada pasien balita, anak - anak, dan orang dewasa muda,
tetapi juga diberikan pada pasien lanjut usia. Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia biasanya ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Surini & Otamo, 2003 dalam
Ma'rifatul Lilik, 2011), hal ini dikatakan sebagai ageing process. Ageing process (proses
menua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri, mengganti atau mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Canstantindes,
1994; Darmojo, 2004 dikutip oleh Ma'rifatul Lilik, 2011).
Secara global populasi penuaan merupakan tantangan penting dan kesempatan yang
dihadapi oleh semua negara. Di negara-negara berkembang, populasi penuaan mengubah
sifat tuntutan pada sistem perawatan kesehatan yang harus mengakomodasi kebutuhan
populasi yang lebih tua sambil terus untuk mengatasi masalah kesehatan prioritas lain
seperti kesehatan ibu dan anak (WHO, 2013). Peningkatan usia harapan hidup
menimbulkan peningkatan jumlah lanjut usia (Lansia) di dunia. Lanjut usia adalah
seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih (WHO 1998, dalam Nugroho 2000). Jumlah
lansia usia 60 tahun secara global diprediksikan pada tahun 2025 akan mencapai ± 1200
individu lanjut usia dan angka sebaran lansia terbanyak diseluruh dunia terdapat dinegara
Cina, India, Amerika Serikat, dan Indonesia (Kuliah Pakar: Hendri Purwadi, 2013).
Transisi demografi pada kelompok lansia terkait dengan status kesehatan lansia yang lebih
terjamin, sehingga usia harapan hidup lansia lebih tinggi dibanding masa-masa
sebelumnya. Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 –
2025, tergolong tercepat di dunia. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS
tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka di atas
berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata
adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke-103 dunia (Bondan Palestin, 2011).
Berdasarkan data BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia per Propinsi 1995 – 2005, Jakarta

2
1988, menerangkan bahwa distribusi usia lanjut di Indonesia meliputi 13.75 % berada di
D.I. Yogyakarta, 10.54 % berada di Jawa Timur, 9.72 % berada di Bali, 9.55 % berada di
Jawa Tengah, 9.08 % berada di Sumatra Barat, dan 7.63 % berada di Sulawesi Selatan
(Kuliah Pakar: Bondan Paleestin, 2013).
Terlepas dari permasalahan peningkatan harapan hidup di negara maju telah memimpin
peningkatan jumlah orang tua dirawat di panti jompo berdampak pula pada otonomi dan
masalah legal etik lansia. Mengingat kelemahan fisik dan kerusakan kapasitas mental di
banyak penduduk ini, pertanyaan muncul sebagai otonomi mereka dan untuk perlindungan
mereka dari bahaya. Pada tahun 2005, salah satu pengadilan Jerman tertinggi,
Bundesgerichtshof (BGH) mengeluarkan putusan mani yang berurusan dengan kewajiban
panti jompo dan dengan melestarikan otonomi dan privasi dalam penghuni panti jompo
(Artikel Global Medical Ethic oleh Kai Sammet, 2007).
legal dan etik yang memengaruhi lansia telah mengalami peningkatan angka kejadian di
pengadilan pada masa sekarang ini. Perawat yang merawat lansia mengalami isu etis yang
unik pada golongan usia ini. Sekelompok pertanyaan muncul pada tingkat individu yang
berkaitan dengan permasalahan penuaan dan arti manusia. Kelompok pertanyaan kedua
berkaitan dengan pengalaman subjektif dari kecacatan dan penyakit sebagai yang dirasakan
dan ditafsirkan oleh lansia dan respons yang diberikan oleh perawat, dokter, atau tenaga
kesehatan yang lain. Serta yang terakhir kelompok ketiga masalah berpusat pada proses
pengambilan keputusan medis yang mengikutsertakan pasien, anggota keluarga, para
tenaga kesehatan, petugas lapangan, dan administrator rumah sakit. Akhirnya, masalah etis
yang berhubungan dengan lansia sebagai suatu kelompok muncul dalam konteks
masyarakat yang lebih besar (Mickey & Patricia, 2006). Oleh karnanya akan dibahas lebih
lanjut mengenai pengaruh nilai - nilai etis terhadap perawatan lansia berdasarkan evidence-
based dari beberapa jurnal kesehatan lansia.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah sintesis jurnal
adalah sebagai berikut: "Bagaimana aspek legal etik dan pengaruh pada perawatan lansia
dan kesejahteraan lansia ?".

C. TUJUAN PENULISAN
Untuk diketahuinya dan memahami aspek legal etik keperawatan lansia dan kesejahteraan
lansia
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN

Legal adalah sah menurut hukum yang berlaku, sudah terjamin, tidak
bersengketa.Legal artinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hukum
(KBBI). Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material
maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir
batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan
kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan
Pancasila.
Aspek legal keperawatan merupakan aturan keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang
keperawatan. Aspek legal profesi keperawatan meliputi kewenangan berkaitan dengan izin
melaksanakan praktik profesi.
Kewenangan memiliki dua aspek,
1. Kewenangan material (kompetensi)
2. Teregistrasi (STR) dan Surat Izin Perawatan (SIP).

2. Prinsip Etik

a. Respect (Hak untuk dihormati) : Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien.

b. Autonomy (hak pasien memilih) :Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk
dirinya.

c. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien) : Kewajiban untuk melakukan


hal tidak membahayakan pasien/orang lain dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan
kesejahteraan pasiennya.

d. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain) :Kewajiban perawat untuk tidak


dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera. Prinsip : Jangan membunuh,
menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang
lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.

4
e. Confidentiality (hak kerahasiaan) : Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi
tentang pasien/klien yang dipercayakan pasien kepada perawat.

f. Justice (keadilan) : Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri
berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.

g. Fidelity (loyalty/ketaatan) : Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan


bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah diambil. Era modern, pelayanan
kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya pada satu profesi). 80% kebutuhan
dipenuhi perawat. Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku. Memiliki
keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.

h. Veracity (Truthfullness & honesty) Kewajiban untuk mengatakan kebenaran. Terkait erat
dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent Prinsip veracity mengikat pasien
dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.

3. Prinsip Etika Pelayanan Kesehatan pada Lansia

Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada penderita usia
lanjut adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :

Empati : istilah empati menyangkut pengertian : “Simpati atas dasar pengertian


yang dalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatri harus
memandang seorang lansia yang sakit denagn pengertian, kasih sayang dan memahami
rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut.

Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi
kesan over-protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus
memahami peroses fisiologis dan patologik dari penderita lansia.

Yang harus dan yang ”jangan” : prinsip ini sering dikemukakan sebagai non- maleficence
dan beneficence. Pelayanan geriatri selalu didasarkan pada keharusan untuka
mngerjakan yang baik untuk pnderita dan harus menghindari tindakan yang
menambah penderita (harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere
(”yang penting jangan membuat seseorang menderita”). Dalam pengertian ini, upaya
pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik
(kalau perlu dengan derivat morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan
merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
5
4. Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang inidividu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak
tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada
keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mandiri dan bebas. Dalam
etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin rumit ?) oleh pendapat
keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi
penderita yang fungsional masih kapabel (sedanagkan non-maleficence dan
beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal
aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi
wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan (mis. Seorang ayah membuat
keuitusan bagi anaknya yang belum dewasa).

5. Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatri harus memberikan perlakuan yang


sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita
secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak
relevan.

6. Kesungguhan Hati : yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji
yang diberikan pada seorang penderita.

7.

8.

Hak dan kewajiban lansia dalam perUU No.13 tahun 1998 :

9. Pasal 5

10. Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.

11. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi:

12. pelayanan keagamaan dan mental spiritual;

13. pelayanan kesehatan;

14. pelayanan kesempatan kerja;

6
15. pelayanan pendidikan dan pelatihan;

16. kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

17. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;

18. perlindungan sosial;

19. bantuan sosial.

20.

21. Bagi lanjut usia tidak potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kecuali huruf "c", huruf "d", dan huruf "h".

22. Bagi lanjut usia potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kecuali huruf "g".

23.

24. Pasal 6

25.

26.

27. Lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

28. Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peran dan
fungsinya, lanjut usia juga berkewajiban untuk:

29. membimbing dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya terutama di lingkungan keluarganya dalam rangka
menjaga martabat dan meningkatkan kesejahteraannya;

30. mengamalkan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan,


kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya kepada generasi penerus;

31. memberikan keteladanan dalam rangka aspek kehidupan kepada generasi penerus.

32.

7
33. Aspek Legal Dan Etis Keperawatan Gerontik Praktek Keperawatan Profesional

34. Aspek Legal

35. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu tempat : Indonesia

36. GBHN’98 – 2003, tentang kesra, pendidikan dan kebudayaan.

37. UU RI NO. 13 TH 1998, tentang kesejahteraan lanjut usia GBHN’98 – 2003

38. Arah pembangunan; peningkatan kualitas penduduk lansia u/ mewujudkan


integritas sosial penduduk lansia dg masyarakat lingkungannya

39. Pelayanan lansia untuk penghargaan;

40. Kemudahan pelayanan umum

41. Bantuan kesra bagi yg memerlukan Pengembangan ilmu pengetahuan tentang


lansia UU RI NO 13 1998

42. Hak Lanjut Usia

43. Meningkatkan kesejahteraan sosial, meliputi:

44. Pelayann keagaamaan dan mental spiritual.

45. Pelayanan kesehatan.

8
46. Kesempatan kerja.

47. Diklat.

48. Kemudahan dan penggunaan fasilitas, serta sarana dan prasarana umum.

49. Sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

50. Mengamalkan dan mentransformasikan kemampuannya ke generasi penerus.

51. Memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan untuk generasi penerus.

52. Sama dalam kehidupan bermasyarakat Berbangsa & bernegara

53. Kebijakan Khusus Untuk Lanjut Usia

54. PBB NO 045/206 TH 1991; 1 OKTOBER “International Day For The Elderly”.

55. PERGERI (The Indonesian Society Of Gerontology), 14 desember 1984.

56. GBHN 1993 ; lansia dapat didayagunakan untuk pembangunan.

57. HALUN ; mulai th 1996, 29 mei 1945, radjiman widiodiningrat (lansia) :


“perlunya falsafah negara (pancasila), pandangan jauh ke depan dan wawasan luas.

a)Pengaruh Etik Pada Perawatan Lansia

Pengaruh prinsip etik dan nilai-nilai etik dapat memberi dampak dalam keperawatan lanjut
usia. Menurut hasil penelitian Lise-Lotte Jonasson, MSc., et.all (2011), berdasarkan
pengamatan pada lansia usia 65 tahun dan wawancara tindak lanjut dengan 20 perawat dan
data dianalisis dengan analisis komparatif konstan menunjukkan adanya pengaruh etik
dalam perawatan lansia yaitu tiga kategori diidentifikasi berupa pertimbangan, hubungan,
dan perawatan. Kategori-kategori ini membentuk dasar kategori inti yaitu ''Penguatan''.
Dalam upaya penguatan, fokusnya adalah pada orang yang membutuhkan integritas dan
penentuan nasib sendiri yaitu berupa prinsip otonomi. Pembenaran menempatkan tanggung
jawab khusus pada perawat akan manfaat pasien yang lebih tua melalui dukungan dan
pemberian kekuatan. Pengguatan tawaran lainnya dilakukan dengan dukungan dan
interaksi. Hal ini tidak cukup untuk menjadi pertimbangan baik (yaitu untuk mendapatkan
keuntungan seseorang); dan juga menuntun perawat harus menghubungkan dan merawat
orang tua (yaitu menunjukkan non - sifat mencelakakan) untuk menguatkan lansia tersebut.
Sehingga hal tersebut dapat meningkatkan etika asuhan keperawatan. Prinsip keadilan tidak
secara khusus diidentifikasi sebagai tindakan keperawatan pada pasien. Namun, semua
pasien lanjut usia menerima pengobatan, perawatan, dan penerimaan secara setara atau
sama tampa ada perbedaan.

b)Cara Mengatasi Permasalahan Nilai-Nilai etik dan Prinsip Etik dalam


Keperawatan Lansia

Menurut hasil penelitian jurnal oleh Lise-Lotte Jonasson, MSc., et.all (2009), berdasarkan
penelitiannya mengemukakan tentang cara mengatasi nilai-nilai etik dalam perawatan
lansia melalui wawancara dengan 14 keluarga terdekat dilakukan dan data yang dianalisis
dengan analisis komparatif konstan. Empat kategori diidentifikasi: berupa menerima,
menunjukkan rasa hormat, memfasilitasi partisipasi dan menunjukkan profesionalisme.
Kategori ini membentuk dasar dari kategori inti: 'Menjadi setuju', berikutnya sebuah
konsep diidentifikasi dalam deskripsi kerabat tentang nilai-nilai etis perawat dan pasien
lansia berdasarkan hasil pertemuan peduli lansia. Artinya bahwa dalam melakukan
praktiknya perawat dipandu oleh nilai-nilai etika, dengan mempertimbangkan pasien lansia
dan keluarga terdekat pasien. Perawat berfokus pada kesejahteraan pasien lansia sebagai
kriteria akhir yang dipengaruhi pula oleh keluarga terdekat dan pengalaman perawat
sehingga dari kondisi ini tampak terpenuhinya perawatan berkualitas bagi pasien lansia.
Penelitian lain mengenai cara mengatasi etik pada perawatan lansia oleh Journal S. Van Der
Dam, et.all, (2011), berupa dengan dibentuknya diskusi Moral Case Deliberation (MCD)
memberikan kontribusi yang lebih baik untuk megatasi masalah nilai-nilai etik yang
muncul berhubungan dengan perbedaan perspektif pada kalangan penyedi pelayanan,
tenaga kesehatan, keluarga pasien, dan pasien lansia sendiri. Selain itu, perlu adanya unsur
keterbukaan untuk mengatasi permasalahan - permasalahan mengenai isu etik khususnya
mengenai refleksi moral dalam perawatan lansia sehari - hari. Sehingga masalah etik
tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

1. Permasalahan
Permasalahan yang masih terdapat pada Lanjut Usia, bila ditinjau dari aspek hukum dan
etika, dapat disebabkan ole factor, seperti berikut :

1.1. Produk Hukum

Walaupun telah diterbitkan dalam jumlah banyak, belum semua produk hukum dan
perundang-undangan mempunyai Peraturan Pelakisanaan. Begitu pula, belum diterbirkan
Peraturan Daerah, Petunjuk Pelaksanaan serta Ptunjuk Teknisnya, sehingga penerapannya di
lapangan sering menimbulkan permasalahan. Undang-undang terakhir yang diterbitkan yaitu
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998, baru mengatur kesejahteraan sosial Lanjut Usia,
sehingga perlu dipertimbangkan diterbitkannya undang-undang lainnya yang dapat
mengatasi permasalahan Lanjut Usia secara spesifik.

1.2. Keterbatasan prasarana

Prasarana pelayanan terhadap Lanjut Usia yang terbatas di tingkat masyarakat, pelayanan
tingkat dasar, pelayanan rujuikan tingkat I dan tingkat II, sering menimbulkanpermasalahan
bagi para Lanjut Usia. Demikian pula, lembaga sosial masyarakat dan ortganisasi sosial dan
kemsyarakatan lainnya yang menaruh minat pada permasalahan ini terbatas jumlahnya. Hal
ini mengakibatkan para Lanjut Usia tak dapat diberi pelayanan sedini mungkin, sehingga
persoalannya menjadi berat pada saat diberikan pelayanan.

1.3. Keterbatasan sumber daya manusia

Terbatasnya kuantitas dan kualitas tenaga yang dapat memberi pelayanan serta perawatan
kepada Lanjut Usia secara bermutu dan berkelanjutan mengakibatkan keterlambatan dalam
mengetahui tanda-tanda dini adanya suatu permasalahan hukum dan etika yang sedang terjadi.
Dengan demikian, upaya mengatasinya secara benar oleh tenaga yang berkompeten sering
dilakukan terlambat dan permasalahan sudah berlarut. Tenaga yang dimaksud berasal dari
berbagai disiplin ilmu, antara lain :
5.3.1 Tenaga ahli gerontology.

5.3.2 Tenaga kesehatan : dokter spesalis geriatric, psikogeriatri, neurogeriatri,


dokter spesialis dan dokter umum terlatih, fisioterapis, speech therapist, perawat terlatih.
5.3.3 Tebaga sosisal : sosiolog, petuga syang mengorganisasi kegiatan (case
managers), petugas sosial masyarakat, konselor.
5.3.4 Ahli hukum: sarjana hukum terlatih dalam gerontology, pengacara terlatih,
jaksa penunutut umum, hakim terlatih.
5.3.5 Ahli psikolog : psikolog terlatih dalam gerontology, konselor.

5.3.6 Tenaga relawan : kelompok masyarakat terlatih seperti sarjana,


mahasiswa, pramuka, pemuda, ibu rumah tangga, pengurus lembaga ketahanan masyarakat
desa, Rukun Warga/RW, Rukun Tetangga/RT terlatih.
1.4. Hubungan Lanjut Usia dengan Keluarga

Menurut Mary Ann Christ, et al. (1993), berbagai isu hukum dan etika yang sering terjadi
pada hubungan Lanjut Usia dengan keluarganya adalah :

5.4.1. Pelecehan dan ditentarkan (abuse and neglect)

5.4.2. Tindak kejahatan (crime)

5.4.3. Pelayanan perlindungan (protective services)

5.4.4. Persetujuan tertulis (informed consent)

5.4.5. Kualitas kehidupan dan isu etika (quality of life and related ethical
issues)

5.4.1. Pelecehan dan ditelantarkan (abuse and neglect)

Pelecehan dan ditelantarkan merupakan keadaan atau tindakan yang menempatkan seseorang
dalam situasi kacau, baik mencakup status kesehatan, pelayanan kesehatan, pribadi, hak
memutuskan, kepemilikan maupun pendapatannya. Pelaku pelecehan dapat dari pasangan
hidup, anak lelaki atau perempuan bila pasangan hidupnya telah meninggal dunia atau orang
lain. Pelecehan atau ditelantarkan dapat berlangsung lama ata8u dapat terjadi reaksi akut,
bila suasana sudah tidak tertanggungkan lagi.
Penyebab pelecehan menurut International Institute on Agening (INIA, United Ntions-Malta,
1996) adalah :
5.4.1.1. Beban orang yang merawat Lanjut usia tersebut sudah terlalu berat.
5.4.1.2.Kelainan kepribadian dan perilaku Lanjut usia atau keluarganya.
5.4.1.3. Lanjut Usia yang diasingkan oleh keluarganya.
5.4.1.4.Penyalahgunaan narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya.
5.4.1.5.Faktor lainnya yang terdapat di keluarga seperti :
1) Perlakuan salah terhadap Lanjut Usia.

2) Ketidaksiapan dari orang yang akan merawat Lanjut Usia.

3) Konflik lama di antara Lanjut Usia dengan keluarganya.

4) Perilaku psikopat dari Lanjut Usia dan atau keluarganya.

5) Tidak adannya dukungan masyarakat.

6) Keluarga mengalami kehilangan pekerjaan/pemutusan


hubungan kerja.
7) Adanya riwayat kekerasan dalam keluarga.

Gejala yang terlihat pada pelecehan atau ditelantarkan antara lain :

a. Gejala fisik berupa memar, patah tulang yang tidak jelas sebabnya, higiena
jelek, malnutrisi dan adanya bukti melakukan pengobatan yang tidak benar.
b. Kelainan perilaku berupa rasa ketakutan yang berlebihan menjadi penurut atau
tergantung, menyalahkan diri, menolak bila akan disentuh orang yang melecehkan,
memperlihatkan tanda bahwa miliknya akan diambil orang lain dan adanya kekurangan
biaya transpor, biaya berobat atau biaya memperbaikik rumahnya.
c. Adanya gejala psikis seperti stres, cara mengatasi suatu persoalan secara tidak
benar serta cara mengungkapkan rasa salah atau penyesalan yang tidak sesuai, baik dari
Lanjut Usia itu sendiri maupun orang yang melecehkan.
Jenis pelecehan dan ditelantarkan adalah :

a. Pelecehan fisik atau menelantarkan fisik.

b. Pelecehan psikis atau melalui tutur kata.

c. Pelanggaran hak.
d. Pengusiran.

e. Pelecehan di bidang materi atau keuangan.


f. Pelecehan seksual.

Anda mungkin juga menyukai