Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

VALUE CHAIN

ANDI MUHAMMAD SAHRUL


ROMY NUGRAHA
NURLINA PERANGIN ANGIN
ISRAYANTI

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
1. Pendahuluan

Perkembanan bisnis yang diakibatkan oleh dampak globalisasi. Paradigma bisnis dari
Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage, yang memaksa kegiatan
bisnis/perusahaan memilih strategi yang tepat. Strategi yang dimaksud adalah dimana
perusahaan berada dalam posisi strategis dan bisa beradaptasi dengan lingkungan yang terus
berubah. Hal ini berlaku prinsip going concern yang secara umum merupakan tujuan
didirikanya suatu entitas bisnis.
Fungsi Manajemen Biaya adalah memberikan informasi yang berguna bagi manajer
dalam mengambil keputusan strategis dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan
(Blocher, Chen dan Lin, 1999). Perangkat informasi yang lebih luas ini setidaknya harus
memenuhi dua syarat ( Hansen and Mowen, 2000). Pertama, perangkat informasi ini harus
mencakup informasi mengenai lingkungan perusahaan dan lingkungan kerja perusahaan.
Kedua, perangkat informasi tersebut juga harus prospektif dan karenanya harus memberikan
pandangan mengenai periode dan kegiatan di masa-masa mendatang. Kerangka rantai-nilai
(Value Chain) dengan data biaya untuk mendukung analisis rantai nilai diperlukan untuk
memenuhinya.
Dengan demikian analisis Value Chain dapat digunakan sebagai salah satu alat analisis
manajemen biaya untuk pengambilan keputusan strategis dalam menghadapi persaingan
bisnis yang semakin ketat. Keputusan untuk menentukan strategi kompetitif yang akan
diaplikasikan, apakah menggunakan strategi: Low Cost atau diferensiasi (Porter, 1985), untuk
berkompetisi di pasar.

2. Konsep Analisis Rantai Nilai


Analisis rantai nilai adalah alat analisis strategi yang digunakan untuk lebih memahami
keunggulan kompetitif perusahaan, mengidentifikasi di mana nilai bagi pelanggan dapat
ditingkatkan atau biaya dapat diturunkan, dan lebih memahami hubungan perusahaan dengan
pemasok, pelanggan, dan perusahaan lainnya dalam industri yang sama.
Istilah rantai nilai (chain value) digunakan karena setiap aktivitas dimaksudkan untuk
menambahkan nilai pada produk atau jasa bagi pelanggan. Rantai nilai dapat dioperasikan
melalui tiga fase, secara berurutan: (1) hulu, (2) operasi, (3) hilir. Fase hulu mencakup
pengembangan produk dan hubungan perusahaan dengan pemasok; operasi mengacu pada
operasi manufaktur atau, untuk paritel atau perusahaan jasa, operasi terlibat dalam
penyediaan produk atau jasa; tahap hilir mengacu pada hubungan dengan pelanggan,
mencakup pengiriman, pelayanan, dan aktivitas terkait lainnya. Beberapa istilah yang
mengacu pada analisis fase hulu disebut juga manajemen rantai pasokan dan yang mengacu
pada analisis fase hilir disebut manajemen hubungan pelanggan.
Penentuan bagian atau bagian-bagian mana dari rantai nilai untuk ditempati adalah
analisis strategis berdasarkan pertimbangan keunggulan kompetitif dari masing-masing
perusahaan, yaitu, di mana perusahaan dapat menyediakan nilai terbaik pada konsumen akhir
pada biaya serendah mungkin.
Analisis rantai nilai mempunyai dua langkah:
Langkah 1. Mengidentifikasi Aktivitas Rantai Nilai.
Analisis Value Chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai
produk. Rantai nilai produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah sampai
dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena
hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer
Linkages).
Langkah 2.Mengembangkan Keunggulan Kompetitif dengan Menurunkan Biaya atau
Menambah Nilai.
1. Identifikasi keunggulan kompetitif (kepemimpinan biaya atau diferensiasi)
Usaha untuk mempertahankan keunggulan kompetitif membutuhkan rencana
jangka panjang. Analisis SWOT dan analisis value chain digunakan untuk
mengidentifikasikan posisi stratejik perusahaan dalam industri. Keberhasilan jangka
pendek tidak lagi merupakan ukuran yang utama tentang kesuksesan, karena
kesuksesan jangka panjang membutuhkan rencana dan tindakan jangka panjang yang
stratejik.
Analisis aktivitas nilai dapat membantu manajemen untuk memahami secara
lebih baik tentang keunggulan-keunggulan kompetitif stratejik yang dimiliki oleh
perusahaan dan dapat mengetahui posisi perusahaan secara lebih tepat dalam value
chain industri secara keseluruhan. Contohnya, dalam industri komputer, perusahaan
tertentu (missal Hewlet Packard) tertutama memfokuskan pada desain yang inovatif,
sementara perusahaan lainnya (misal, Texas Instrument dan Compaq) memfokuskan
pada pemanufakturan biaya rendah.
2. Identifikasi kesempatan untuk menambah nilai
Analisis aktivitas nilai dapat membantu mengidentifikasi aktivitas dimana
perusahaan dapat menambah nilai secara siginifikan untuk pelanggan, contohnya,
merupakan hal yang umum sekarang ini bagi pabrik-pabrik pemrosesan makanan dan
pabrik pengepakan untuk mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan terbesarnya
supaya dapat melakukan pengiriman dengan cepat dan murah. Serupa dengan hal
tersebut, perusahaan pengecer seperti Wal-Mart menggunakan teknologi yang
berbasis komputer untuk melakukan koordinasi dengan para supplier tokonya. Dalam
industri perbankan, ATM diperkenalkan untuk meningkatkan pelayanan kepada
pelanggan dan mengurangi biaya pemrosesan. Sekarang ini bank mengembangkan
teknologi komputer on-line untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada pelanggan
dan untuk memberikan peluang lebih lanjut akan adanya penurunan biaya.
3. Identifikasi peluang untuk mengurangi biaya
Studi terhadap aktivitas nilai dan cost driver dapat membantu manajemen
perusahaan menentukan pada bagian mana dari value chain yang tidak kompetitif bagi
perusahaan. Contohnya, Intel Corp pernah memproduksi computer chips dan
computer board, seperti Modem, tetapi untuk berbagai alasan perusahaan
meninggalkan porsi dalam industri dan sekarang lebih memfokuskan pada terutama
pada pembuatan prosesor. Serupa dengan hal tersebut, beberapa perusahaan mungkin
mengubah aktivitas nilainya dengan tujuan mengurangi biaya. Contohnya, Iowa Beef
Processors memindahkan pabrik pemrosesan menjadi lebih dekat dengan feedlots di
negara bagian Southwest dan Midwest, sehingga dapat menghemat biaya transportasi
dan mengurangi kerugian karena menurukan berat badan ternak yang biasanya
menderita selama pengangkutan.

3. Konsep Value Added

Konsep value chain harus dibedakan dengan konsep value added. Konsep value added
merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku sampai
dengan produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai produk
selama proses didalam perusahaan. Semua biaya yang non-value added akan
dihilangkan dan perusahaan fokus pada hal-hal yang mempunyai nilai pada produk.
Konsep ini mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena analisisnya terlalu lambat
dimulai, analisis dimulai saat bahan baku dibeli dan tidak memperhatikan saat
pembentukan nilai yang terjadi pada aktivitas yang dilakukan pemasok bahan baku
tersebut; dan terlalu cepat selesai, analisis berakhir saat produk selesai diproses dan
mengabaikan proses distribusi produk ke tangan produk dan penanganan setelah itu
(Shank dan Govindarajan, 1992). Hal ini mengakibatkan perusahaan kehilangan
kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan
pemasok dan konsumen.

4. Konsep Value Coaliation

Model Value Coalitions merekomendasikan bahwa nilai yang tercipta adalah


sering diperoleh dari adanya hubungan secara simultan dari beberapa unit pendukung
dalam menghasilkan produk. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pendekatan
yang didesain untuk sebuah perusahaan diidentifikasi melalui nilai ekonomi dari
konsumen, yaitu didasarkan pada; Pertama, work activity based; merupakan pola
pemrosesan yang didasarkan pada suatu set aktivitas pendukung dari sebuah arus
kerja (workflow). Dan Kedua, Functional Organization; yaitu didasarkan pada fungsi
organisasi keseluruhan dari top sampai down organisasi yang ada dan terlibat
didalamnya.

Pada ilustrasi organisasi, R & D, marketing, Production dan Customer,


semuanya terlihat bekerja bersama-sama untuk meningkatkan nilai. Problem dari
model ini bahwa dari beberapa unit yang terlibat tersebut diperlukan partisipasi
simultan untuk menemukan solusi yang terbaik. Sebagai contoh, Customer pada
pengelompokan yang terfokus oleh Marketing mungkin mengkomunikasikan
bagaimana produk/jasa yang belum dikembangkan yang akan memberikan nilai
tambah. Marketing kemudian akan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada R
& D. Sementara produk baru masih dalam konsep, R & D dan Porduction
mengkomunikasikan tentang bagaimana pola produk yang berbeda kekurangan atau
kelebihan sampai kepada kesulitan produk untuk diproduksi. Marketing akan
menganalisis reaksi Customer atas modifikasi produk yang belum dikembangkan
tersebut.
Value coalitions model, mengharuskan adanya kerjasama (koalisi) dari
beberapa unit yang terlibat secara simultan dalam pengembangan dan pembuatan
produk yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan, dengan cara cross-
functional communication dan penekanan-penekanan yang harus diperhatikan
bersama.

5. Aktivitas - Aktivitas Dalam analysis value Chain

Analisis rantai nilai dapat dilakukan dengan membagi aktivitas tersebut


menjadi : aktivitas yang dilakukan di luar perusahaan untuk menciptakan nilai dan
aktivitas yang dilakukan di dalam perusahaan untuk menciptkan nilai. Aktivitas yang
dilakukan di luar perusahaan dapat dibedakan lagi menjadi aktivitas yang berasal dari
hubungan dengan supplier (Supplier Linkages) dan aktivitas yang berasal dari
hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages) baik distribusi maupun
penanganan purna jual.

1. Supplier Linkages
Hubungan dengan pemasok merupakan hal yang penting bagi perusahaan
karena menawarkan banyak kesempatan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif
perusahaan, baik dalam hal pengurangan cost atau peningkatan kualitas. Perusahaan
di Jepang telah lama menyadari hal ini. Mereka membentuk Keiretsu, yaitu : suatu
jaringan kompleks yang dipimpin oleh satu perusahaan besar (Tezuka, 1997).
Keiretsu, dibagi dua yaitu; keiretsu horizontal dan keiretsu vertical. Keiretsu
horizontal merupakan suatu jaringan yang terdiri dari perusahaan yang bergerak
dibidang usaha yang sama. Mereka bersaing tetapi juga bekerja sama dengan tujuan
utnuk meningkatkan kualitas produk. Sedangkan Keiretsu vertical merupakan suatu
jaringan yang terdiri dari satu perusahaan dengan pemasok-pemasoknya. Keiretsu
vertical dipimpin oleh satu perusahaan besar, seperti : Nissan, Toyota, dan Honda.
Keiretsu vertical merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan untuk
mengaplikasikan teknik JIT (just in time) dalam pengelolaan persediaan. JIT
meminimalkan biaya persediaan dan memastikan kebutuhan bahan baku dapat
dipenuhi tepat waktu dan dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan perusahaan.
Toyota melibatkan para pemasok dalam pengembangan produk, sehingga mereka
memahami dengan baik produk tersebut dan mempunyai kebanggaan terhadapnya.
Dengan demikian para pemasok mau bekerja keras untuk mencapai suatu standar
yang telah ditetapkan, karena mereka juga merupakan bagian dari tim dan
bertanggungjawab terhadap proudk tersebut. Selain itu, Toyota dan Nissan
membangun hubungan jangka panjang dengan pemasok dan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk berkembang (Kamath dan Liker, 1994). Konsep keiretsu
vertical memberikan nilai yang lebih bagi perusahaan dalam rantai nilai produk
tersebut. Keiretsu vertical dapat dipandang sebagai suatu hubungan dengan pemasok
yang sangat bagus. Keiretsu vertical merupakan salah satu factor kesuksesan
perusahaan Jepang. (Tezuka, 1997).
Perusahaan-perusahaan di Jepang juga berusaha mendekatkan pabrik mereka
dengan supplier secara geografis. Letak perusahaan dengan supplier berdekatan.
Tindakan ini dapat mempermudah koordiansi, memperlancar komunikasi dan
merupakan sarana yang menunjang dalam menjalankan manajemen JIT. Selain itu,
dipandang dari segi biaya, dengan memperpendek jarak antara produsen dan supplier
ternyata mengurangi biaya yang terjadi. (Dyeer, 1994).
Chrysler mengadopsi konsep keiretsu untuk mengembalikan posisinya sebagai
produsen yang kompetitif. Chrysler melakukan perubahan yang radikal dalam
membina hubungan dengan pemasok, mereka mengurangi jumlah pemasoknya.
Hanya menggunkan pemasok yang memberikan nilai tambah. Chrysler juga
memberikan tanggungjawab kepada pemasok untuk melakukan suplai tepat waktu
sesuai dengan mutu yang ditetapkan sehingga mengurangi produk rusak dan
meningkatkan lini produksinya (Dyer, 1994). Konsep ini berhasil meningkatkan
keuntungan Chrysler pada tahun 1992-1994 melebihi rivalnya.
Hubungan dengan pemasok juga dapat dilakukan dengan konsep outsourcing,
yaitu menjalankan aktivitas di luar perusahaan yang dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Banyak perusahaan yang menggunkan jasa perusahaan di India dan
Pakistan untuk menangani sistem informasi, karena mereka menyediakan jasa dengan
harga yang murah. Begitu pula perusahaan komputer Sun Microsistem, menjalankan
konsep outsourcing mulai dari manufaktur sampai dengan distribusi produknya
kepada konsumen (Drtina, 1994).
Kegagalan mengenai konsep value chain merupakan hal yang merugikan bagi
perusahaan. Perusahaan Amerika yang mencoba mengadopsi konsep JIT malah
menambah biaya karena gagal mengadopsi pemasok yang mampu menambah nilai
bagi perusahaan (kamath dan Liker, 1994; Dyer,1996). Robb (2001) juga
mengidentifikasi hal yang sama pada perusahaan di Selandia baru. Oleh karena itu
perusahaan harus mampu mengidentifikasi nilai dari hubungan dengan pemasok yang
mampu meningkatkan nilai produk.
2. Customer Linkages
Perusahaan juga harus mampu membangun hubungan yang baik dengan
distributor dalam hal memasarkan produk mereka dan terus menjaga kepuasan
konsumen. Perusahaan harus mampu mengidentifikasi distributor yang dapat
memberikan nilai bagi produk mereka. Kumar ( 1996) menyatakan manufaktur dan
retailer harus memandang pihak yang lain sebagai partner yang sederajat, supaya
masing-masing pihak merasa sama-sama memiliki keuntungan dari hubungan
tersebut. Hubungan sebagai partener mensyaratkan adanya rasa percaya kepada
partner, sehingga mereka bisa bekerjasama untuk meningklatkan nilai produk tersebut
dan dapat menawarkan produk dengan harga yang rendah. Kepercayaan tersebut
mencakup dependedability yaitu mereka yakin partner mereka dapat dipercaya dan
memegang kata-katanya. Perusahaan-perusahaan Jepang menduduki tingkat tertinggi
dalam hal kepercayaan yang diberikan oleh retailer.
Kumar (1996) menunjukan retailer yang mempunyai tingkat keprcayaan yang
tinggi kepada manufaktur ternyata menghasilkan volume penjualan yang lebih tinggi
78 % dibandingkan retailer yang mempunyai tingkat kepercayaan rendah kepada
manufaktur. Secara umum kinerja perusahaan yang mempunyai tingkat keprcayaan
tinggi kepada produsen secara signifikan lebih baiki dibandingkan perusahaan yang
mempunyai kepercayaan yang rendah. Hubungan yang baik dengan distibutor yang
dicerminkan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dapat meningkatkan nilai
produk, sehingga produk tersebut mempunyai keunggulan kompetitif.
Saturn, yang dibentuk oleh General Motor sebagai usaha terpisah, mempunyai
bidang usaha pelayanan purna jual mobil. Usaha ini sangat terkait dengan membentuk
hubungan yang baik dengan konsumen. Saturn menerapkan standar yang tinggi dan
melakukan berbagai inovasi dalam penanganan servis. Usaha ini berhasil membentuk
kepercayaan konsumen kepada brand Saturn (Cohen et all., 2000). Tentu saja hal ini
sangat menguntungkan bagi Saturn, karena konsumen menjadi loyal pada jasa yang
dilakukan. Secara umum, General Motor juga memperoleh keuntungan karena
Customer Linkages terjalin mulus, sehingga produknya mempunyai nilai yang lebih
bagi konsumen.
Nilai yang berasal dari hubungan dengan konsumen dapat membedakan antara
perusahaan yang mampu menguasai pasar dengan perusahaan yang gagal. Hal ini
dapat dilihat pada pasar sepeda motor di Indonesia. Motor-motor yang berasal dari
Cina menyerbu pasar Indonesia, mencoba un tuk merebut pangsa pasar yang
didominasi motor Jepang. Perusahaan motor yang berinduk ke Japang, seperti Honda,
Suzuki dan Yamaha bereaksi dengan cara memberikan pelayanan purna jual yang baik
kepada konsumen. Mereka menyediakan bengkel untuk merawat sepeda motor yang
tersebar banyak di berbagai tempat dan suku cadang yang terjamin serta gampang
dicari. Pelayanan yang baik kepada konsumen menyebabkan konsumen menjadi loyal
kepada sepeda motor Jepang. Rantai nilai yang terjalin dengan baik pada saat
berhubungan dengan konsumen merupakan hal yang menguntungkan bagi perusahaan
karena dapat membentuk nilai yang unggul.

Analisis Rantai Nilai pada Produksi Komputer


TAMPILAN 2.4
Analisis Rantai Nilai
Untuk Perusahaan Manufaktur CIC

Aktivitas Nilai Pilihan 1: Melanjutkan Operasi Saat Pilihan 2: Memproduksi Komponen


Ini dan Mengontrak Pihak Ketiga untuk
Menangani Fungsi Pemasaran,
Distribusi, dan Pelayanan

Memperoleh bahan baku CIC tidak terlibat pada langkah ini dalam CIC tidak terlibat pada langkah ini
rantai nilai. dalam rantai nilai.

Memproduksi chip komputer CIC tidak terlibat pada langkah ini dalam CIC tidak terlibat pada langkah ini
rantai nilai; biaya suku cadang ini adalah dalam rantai nilai; bagi CIC, biaya suku
$200 bagi CIC. cadang ini adalah $200.

Memproduksi komponen CIC membeli suku cadang sebesar $300 CIC memproduksi suku cadang ini
untuk setiap suku unit. dengan biaya $190 per unit ditambah
biaya bulanan sebesar $55.000

Merakit Biaya bagi CIC adalah sebesar $250 Biaya bagi CIC adalah sebesar $250

Memasarkan, mendistribusikan, Biaya bagi CIC adalah sebesar $175.000 CIC mengontrakkan pada JBM
dan memperbaiki per bulan Enterprises sebesar $130 per
unit terjual.

Lima Langkah Pengambilan Keputusan Strategis untuk


Manufaktur CIC
1. Menentukan isu strategis seputar masalah ini. CIC berkompetisi sebagai pembeda
yang didasarkan pada pelayanan terhadap pelanggan, inovasi produk, dan keandalan;
pelanggan membayar lebih untuk produk sebagai akibatnya.
2. Identifikasi tindakan alternatif. CIC menghadapi dua keputusan, pertama adalah
apakah membuat atau membeli suku cadang tertentu. Keputusan kedua adalah apakah
melanjutkan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan menyediakan produknya atau
melakukan alih daya yang mengatur aktivitas JBM Enterprises.
3. Memperoleh informasi dan melakukan analisis dari alternatif. Keputusan
pertama: CIC mengkalkulasikan biaya bulanan untuk membeli dan untuk
memproduksi dimana biaya produksi lebih rendah sehingga terjadi penghematan.
Keputusan kedua: CIC mengkalkulasikan biaya bulanan untuk melakukan kontrak
dengan JBM Enterprises.
4. Didasarkan pada strategi dan analisis, memilih dan mengimplementasikan
alternatif yang diharapkan. Keputusan pertama: sebagai pembeda yang didasarkan
pada kualitas produk dan inovasi. Keputusan kedua: Sebagai pembeda yang
didasarkan pada pelayanan pelanggan.
5. Menyediakan evaluasi yang berkelanjutan mengenai efektivitas implementasi
pada Langkah 4. Pihak manajemen CIC menyadari bahwa kualitas produk dan
pelayanan terhadap pelanggan sangat penting bagi kesuksesan perusahaan.

6. Kartu Skor Berimbang dan Peta Strategi

Kartu skor berimbang (balanced scorecard-BSC) dan peta strategi merupakan alat-alat
utama untuk implementasi strategi. BSC mengimplementasikan strategi dengan menyediakan
alat pengukuran kinerja komprehensif yang mencerminkan ukuran-ukuran yang sangat
penting untuk kesuksesan strategi perusahaan dan dengan demikian menyediakan sarana
untuk mensejajarkan pengukuran kinerja pada perusahaan dengan strategi perusahaan. Peta
strategi juga digunakan untuk mengimplementasikan strategi, tetapi bertentangan dengan
fokus pengukuran kinerja pada BSC, peran utama peta strategi adalah mengembangkan dan
mengkomunikasikan strategi di seluruh organisasi. Dalam jumlah, BSC menyediakan struktur
ukuran kinerja dan peta strategi yang menyediakan peta perjalanan yang dapat digunakan
perusahaan untuk melaksanakan strategi.

a. Kartu Skor Berimbang


BSC terdiri dari empat perspektif atau pengelompokan faktor-faktor penentu kesuksesan:
(1) perspektif keuangan, mencakup ukuran kinerja keuangan seperti pendapatan operasi dan
arus kas; (2) perspektif pelanggan, mencakup ukuran kepuasan pelanggan; (3) perspektif
proses internal, mencakup di antaranya ukuran produktivitas dan kecepatan; serta (4)
pembelajaran dan inovasi, mencakup ukuran seperti jumlah jam pelatihan karyawan dan
jumlah hak paten atau produk baru. BSC memberika lima keuntungan potensial:

Keuntungan Kartu Skor Berimbang


· Sarana untuk menelusuri kemajuan terhadap pencapaian tujuan strategis.
· Sarana untuk mengimplementasikan strategi dengan mengalihkan perhatian manajer
pada faktor-faktor penentu kesuksesan yang secara strategis relevan, dan memberikan
mereka penghargaan atas pencapaian faktor-faktor ini.
· Kerangka kerja yang dapat digunakan perusahaan untuk mencapai perubahan
organisasi yang diharapkan dalam hal strategi, dengan memberikan perhatian dan
penghargaan atas pencapaian faktor-faktor yang merupakan bagian dari strategi baru.
· Alasan yang adil dan obyektif bagi perusahaan dalam menentukan kompensasi dan
promosi dari setiap manajer.
· Kerangka kerja yang mengoordinasikan seluruh upaya perusahaan untuk mencapai
faktor-faktor penentu kesuksesan.

Mengimplementasikan Kartu Skor Berimbang


Untuk dapat mengimplementasikan secara efektif, salah satunya BSC harus:
· Memiliki dukungan yang kuat dari manajemen puncak.
· Secara akurat mencerminkan strategi perusahaan.
· Mengkomunikasikan strategi organisasi secara jelas kepada seluruh manajer dan
karyawan, yang memahami dan menerima kartu skor.
· Memiliki proses yang meninjau dan memodifikasi kartu skor sebagai strategi
organisasi dan perubahan sumber daya.
· Dikaitkan dengan sistem imbal jasa dan kompensasi; manajer dan karyawan memiliki
insentif yang jelas yang dikaitkan dengan kartu skor.
· Mencakup proses untuk menjamin keakuratan dan keandalan informasi pada kartu
skor.
· Memastikan bahwa bagian yang relevan dari kartu skor mudah diakses bagi mereka
yang bertanggung jawab untuk ukuran, dan bahwa informasi juga aman, hanya
tersedia bagi mereka yang berwenang memiliki informasi.
Kartu Skor Berimbang Mencerminkan Strategi
BSC dapat dipandang sebagai jalan dua arah. Ketika BSC dirancang untuk membantu
mengimplementasikan strategi, BSC harus mencerminkan strategi. Seseorang harus dapat
mengetahui strategi perusahaan dengan mempelajari secara saksama BSC perusahaan itu.
Tema yang kuat pada keseluruhan kartu skor adalah pentingnya inovasi dan produk baru. Hal
ini tampaknya sangat sesuai dengan perusahaan yang sukses melalui diferensiasi berdasarkan
kualitas dan inovasi, dan kartu skor mencerminkan hal tersebut.

Penentuan Waktu, Sebab Akibat, dan Ukuran Terkemuka dalam Kartu Skor
Berimbang
Pandangan lain tentang BSC bagi perusahaan elektronik akan mengungkapkan beberapa
ukuran yang mungkin harus diambil setiap hari atau setiap minggu (penjualan atau jumlah
produk cacat) dan beberapa ukuran harus diambil setiap bulan atau lebih jarang (arus kas,
tingkat pengembalian total modal). Dengan demikian, BSC bukan satu-satunya dokumen
yang ditampilkan pada siklus mingguan atau bulanan yang diterapkan, tetapi merupakan
ukuran yang akan diperbaharui pada waktu yang tepat.

b. Peta Strategi
Peta strategi(strategy map) merupakan diagram sebab akibat dari hubungan antara
perspektif BSC. Manajer menggunakan peta strategi untuk menunjukkan bagaimana
pencapaian tujuan dalam setiap perspektif memengaruhi pencapaian tujuan dalam perspektif
lainnya, dan pada akhirnya keseluruhan kesuksesan perusahaan. Bagi sebagian besar
perusahaan, tujuan akhir dinyatakan dalam kinerja keuangan, dan untuk perusahaan publik
secara khusus, dalam nilai bagi pemegang saham. Dengan demikian, perspektif keuangan
dalam BSC menjadi tujuan akhir dalam peta strategi.

Ilustrasi Peta Strategi: Martin & Carlson Co.


Untuk mengilustrasikan bagaimana peta strategi dan kartu skor berimbang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi, kita akan mengambil contoh, Martin &
Carlson Co., produsen mebel kelas atas. Penilaian dimulai dengan pertimbangan terhadap
misi dan strategi perusahaan. Pertama, menentukan misi perusahaan dan strategi
kompetitifnya. Kedua, menggunakan analisis SWOT dan analisis rantai nilai untuk
mengembangkan strategi lebih lanjut. Ketiga, menentukan kartu skor berimbang dan peta
strategi bagi perusahaan, yang akan membutuhkan pengidentifikasian dan pengaitan tujuan,
teknik-teknik manajemen, dan faktor-faktor penentu kesuksesan.

TAMPILAN 2.6
Peta Strategi Ekuitas Kepemilikan
Untuk Martin & Carlson
Tingkat
Pengembalian
Investasi
Keuangan Pengurangan
Pertumbuhan
biaya setiap unit dan
pendapatan
untuk setiap unit
aliran nilai
Meningkatkan Mengurangi
Pelanggan Meningkatkan kepuasan waktu untuk
profitabilitas pelanggan

Internal Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan


Inovasi produk kualitas produktivitas

Pembelajaran Mengkomunikasikan Meningkatkan Meningkatkan


Dan Strategi di seluruh pemakaian keterampilan
Pertumbuhan organisasi teknologi karyawan
Tujuan-tujuan keuangan adalah pertumbuhan pendapatan, penurunan biaya, dan
peningkatan tingkat pengembalian investasi (yang akan dicapai dengan pertumbuhan
pendapatan dan penurunan biaya). Demikian pula, tujuan-tujuan tersebut ditetapkan untuk
tiga perspektif lain dari BSC, berhati-hati untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut
dapat selalu konsisten terhadap misi dan strategi perusahaan. Perhatikan bagaimana tujuan-
tujuan tersebut dikaitkan untuk menunjukkan hubungan sebab akibat antara tujuan-tujuan
tersebut. Contohnya, meningkatkan kepuasan pelanggan (tujuan pelanggan) harus secara
positif memengaruhi pertumbuhan pendapatan (tujuan keuangan). Langkah berikutnya adalah
menentukan bagaimana cara mencapai dan mengukur tujuan-tujuan tersebut. Langkah
terakhir adalah menentukan ukuran tersebut, ketika mencapainya, akan menunjukkan
kemajuan pada tujuan-tujuan yang diharapkan.

Memperluas Kartu Skor Berimbang dan Peta Strategi:


Kesinambungan Usaha
Tiga target dikenal sebagai kesinambungan usaha(sustainability), yaitu penyeimbang
tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam tiga dimensi kinerja. Kinerja ekonomi diukur
dengan cara trandisional, sementara kinerja sosial berkaitan dengan kesehatan serta
keselamatan karyawan dan pihak yang berkepentingan lainnya. Banyak perusahaan
mengelola kesinambungan usaha secara strategis, melalui laporan kesinambungan usaha
kepada pemegang saham.

Indikator Kepedulian mengenai Kesinambungan Usaha


Kekhawatiran terhadap kesinambungan usaha memiliki banyak dimensi. Salah satu
dimensinya adalah pemanasan global yang digarisbawahi oleh mantan wakil presiden, film
dokumentasi Al Gore, An Inconvenient Truth—tanggung jawab bagi seluruh organisasi dan
konsumen; dimensi ini memandang kesinambungan usaha sebagai “masalah yang ramah
lingkungan”. Dimensi lainnya adalah kepedulian mengenai tenaga kerja, kesehatan, dan
keselamatan pada perusahaan di seluruh dunia, dan masalah-masalah tersebut akan
menempatkan kesinambungan usaha sebagai bagian dari manajemen risiko perusahaan.

Bagaimana Perusahaan Meresponnya


Lima alasan yang paling sering diberikan oleh responden yang disurvei untuk memilih
melaporkan tanggung jawab perusahaan adalah (1) pertimbangan ekonomi, (2) pertimbangan
etika, (3) inovasi dan pembelajaran, (4) motivasi karyawan, serta (5) manajemen risiko atau
penurunan risiko. Banyak responden merasakan bahwa pelaporan pertanggungjawaban akan
mengakibatkan peluang bisnis, penurunan risiko, peningkatan reputasi etika, dan kemudahan
yang lebih besar dalam mempekerjakan pekerjaan terampil.

Ukuran-ukuran Kesinambungan Usaha untuk Kartu Skor Berimbang


Indikator kinerja lingkungan (environmental performance indicator—EPI) merupakan
faktor-faktor penentu kesuksesan dalam perspektif kesinambungan usaha; yang
dikelompokkan ke dalam tiga kategori oleh World Resource Institute.
1. Indikator operasional yang mengukur potensi tekanan pada lingkungan.
2. Indikator manajemen yang mengukur upaya untuk mengurangi pengaruh lingkungan.
3. Indikator kondisi lingkungan yang mengukur kualitas lingkungan.

Indikator kinerja sosial (social performance indicator—SPI) mencakup:


· Indikator kondisi pekerjaan yang mengukur keselamatan dan peluang bagi pekerja:
contohnya, jumlah jam pelatihan dan jumlah cedera.
· Indikator keterlibatan masyarakat yang mengukur pencapaian di luar perusahaan
terhadap masyarakat lokal dan masyarakat yang lebih luas: contohnya, darma bakti
karyawan dan partisipasinya pada Habitat bagi Kemanusiaan.
· Indikator kedermawanan yang mengukur kontribusi langsung oleh perusahaan dan
karyawannya terhadap organisasi sosial.

Peran akuntan manajemen, dalam mengembangkan perspektif kesinambungan usaha dari


BSC, adalah untuk membuat EPI dan EFI menjadi bagian yang terintergal dalam mengambil
keputusan manajemen, tidak hanya untuk ketaatan kepada peraturan tetapi juga untuk desain
produk, pembelian, perencanaan strategis, dan fungsi manajemen lainnya.

Anda mungkin juga menyukai