Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PENGARUH KONSENTRASI ENZIM TERHADAP


AKTIVITASNYA

OLEH:

A.A. Istri Diah Berlianthy 1613031027


Ayu Putu Arya Mega Utami 1613031043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2018
I. JUDUL
Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitasnya

II. TUJUAN
Untuk menentukan nilai Vmaks dan Km menggunakan grafik hubungan antara laju
reaksi enzimatis dengan konsentrasi substrat

III. DASAR TEORI


Enzim merupakan suatu protein yang mempunyai struktur tiga dimensi
tertentu yang mampu mengkatalisis reaksi biologik (aktivitas biokatalitik). Enzim
dapat meningkatkan laju reaksi karena dengan adanya enzim maka reaksi yang
terjadi akan mempunyai energi aktivasi lebih rendah daripada reaksi biasanya. Pada
umumnya, enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti katalis,
yaitu ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi akan didapat kembali dalam bentuk
semula. Hal tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah
melaksanakan aktivitasnya, sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam
jumlah yang besar. Jumlah atau kadar enzim yang kecil dapat menimbulkan
kesulitan tersendiri untuk mengukur kadar enzim tersebut sehingga memerlukan
teknik yang rumit. Secara klinis, pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan
(Tika,2010).

Enzim merupakan protein yang mengkatalisis reaksi-reaksi kimia dalam


sistem biologi. Seperti halnya katalis lain, enzim mempengaruhi laju reaksi pada
saat kesetimbangan tercapai, tetapi tidak mempengaruhi kesetimbangan total dari
reaksi. Enzim membantu reaksi dengan menyediakan jalur reaksi yang memiliki
energi aktivasi lebih rendah untuk transisi substrat menjadi produk dibandingkan
dengan proses yang tidak dikatalisis (Tika, 2010).
Pada praktikum ini dilakukan penentuan kadar enzim berdasarkan
kecepatan reaksi yang dikatalisisnya. Pada kinetika reaksi enzim akan ditentukan
Vmaks dan Km dengan menggunakan grafik hubungan antara laju reaksi enzimatis
dengan konsentrasi substrat. Dimana konsentrasi substrat ini akan diperoleh dari
pengukuran %T melalui Spektrofotometer 20+ dimana dari %T akan diperoleh
absorbansi dan dari absorbansi tersebut dapat dicari konsentrasinya. Dari hubungan
antara konsentrasi substrat dan laju reaksi akan dapat ditentukan nilai Vmaks dan Km
(Tika, 2010).

Laju reaksi awal (V0) dari reaksi yang dikatalisis oleh enzim meningkat
dengan bertambahnya konsentrasi substrat hingga tercapai keadaan dimana
penambahan substrat tidak lagi meningkatkan laju reaksi awal. Keadaan dimana
laju reaksi awal maksimum (Vmaks) dicapai pada kondisi substrat jenuh. Hal ini
dapat dijelaskan dengan postulat reaksi sebagai berikut, dimana E, S, dan P masing-
masing adalah enzim, substrat, dan produk reaksi.

k1 k3
E+S ES E+P
k2 k4

Reaksi berlangsung melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES).


Kompleks ES dapat berdisosiasi lagi untuk membentuk enzim ataupun substrat atau
membentuk enzim dan produk. Konstanta kecepatan K1, K2 dan K3 menunjukkan
kecepatan yang berhubungan dengan masing-masing tahap proses katalitik. Dari
pengamatan terhadap beberapa sifat-sifat enzim, diketahui bahwa kecepatan awal
(Vo) pada konsentrasi substrat yang rendah akan berbanding lurus dengan [S].
Namun pada kondisi dimana kecepatan substrat yang tinggi, maka akan memiliki
nilai maksimum dimana kecepatan tidak lagi bergantung pada substrat. Bila semua
enzim berada dalam keadaan ES (enzim dijenuhkan oleh substrat atau semua sisi
aktif enzim sudah mengikat substrat), maka laju reaksi akan mencapai nilai
maksimum (Vmaks). Kecepatan disosiasi produk dari enzim dan penambahan
substrat lebih lanjut tidak akan mempengaruhi V0 (Tika, 2010).

Pengaruh konsentrasi substrat adalah jika konsentrasi substrat dinaikkan dua


kali, maka kecepatan reaksi awal (Vo) meningkat dua kali lipat. Pada konsentrasi
tinggi, peningkatan konsentrasi substrat akan menyebabkan perubahan Vo sangat
kecil dan pada konsentrasi substrat yang sangat tinggi, peningkatan konsentrasi
substrat tidak akan mempengaruhi harga Vo (harga Vo konstan). Keadaan ini
disebabkan karena enzim telah dijenuhkan oleh substrat. Kecepatan reaksi
meningkat sesaat konsentrasi substrat ditingkatkan sampai pada suatu titik dimana
enzim dikatakan jenuh dengan substrat. Kecepatan reaksi secara keseluruhan
tergantung pada kecepatan disosiasi produk dari enzim, dan penambahan substrat
tidak akan mempengaruhi Vo. Plot Vo terhadap [S] berbentuk hiperbolik.

Michaelis dan kawannya Menten menyatakan bahwa reaksi enzimatis pada


berbagai konsentrasi substrat mengalami dua fase: 1) ketika [S] rendah, daerah aktif
enzim tidak semuanya terikat dengan enzim, 2) pada [S] tinggi, sisi aktif yang telah
terikat seluruhnya dengan substrat. Pada saat ini enzim telah bekerja dengan
kapasitas penuh.

Gambar 1. Hubungan konsentrasi substrat dan Vo plot langsung

Gambar 2. Hubungan 1/Vo dan 1/[S] plot Lineweaver Burk


Gambar 1 memenuhi persamaan Michaelis-Menten sebagai berikut.

Vmaks [S]
Vo 
K M  [S]

Dimana : Vo = kecepatan reaksi enzim dengan kadar substrat [S]

KM = tetapan Michaelis –Menten (mol perliter)

Vmaks = Kecepatan maksimum enzim

KM merupakan ukuran kestabilan kompleks ES, yaitu kecepatan penguraian


kompleks ES sama dengan kecepatan pembentukan kompeks ES. Kekhasan suatu
substrat yang dikatalisis oleh enzim tampak pada terbentuknya terlebih dahulu
kompleks enzim substrat (ES), yang kemudian terurai menjadi enzim dan produk
(E dan P). Dalam hal ini k1, k2, k3,k4 merupakan tetapan kecepatan reaksi. Awalnya
akan tercapai keadaan kecepatan terurainya enzim sama dengan kecepatan
terbentuknya ES.

k1[S][E] + k4 [E][P] = k2 [ES] + k3 [ES]

[ES] k 1 [S] k [P]


  4
[E] k 2  k 3 k 2  k 3

Dalam kondisi ini konsentrasi P (produk) sangat sedikit sehingga diabaikan.


k2  k3
Tetapan k1, k2, k3 dan k4 ditulis sebagai tetapan KM. KM = . Persamaan
k1
menjadi:

[E] K M

[ES] [S]

Apabila jumlah konsentrasi enzim total atau [E]t dianggap sebagai jumlah enzim
yang bebas, [E] dan bergabung dengan substrat [ES] maka konsentrasi [E] = [E]t -
[ES], sehingga

[E] [E] t  [ES] [E] t K


  1  M
[ES] [ES] [ES] [S]
[E] t K M
 1
[ES] [S]

Kecepatan maksimum (Vmaks) bila enzim semua berada dalam bentuk kompleks
dengan substrat. Sedangkan Vo sebanding dengan [ES]. Hal ini dapat ditulis sebagai
berikut.

Vmaks [E] t Vmaks K M


 sehingga  1
V [ES] V [S]

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa KM dinyatakan sebagai mol perliter. Dan KM
sangat besar maka persamaan ditulis sebagai berikut.

Vmaks [S]
V
KM

Dalam hal ini V bergantung pada konsentrasi substrat (reaksi filtrat order)
dan pada gambar 1 dapat pula dilihat kinetik zero dan first order. Jadi, persamaan
Michaelis-Menten memang memenuhi syarat untuk reaksi sederhana yang
dikatalisis oleh enzim.

Sering KM didefinisikan sebagai tetapan disosiasi reaksi yang dikatalisis oleh


enzim. Pada reaksi sederhana dapat dilihat.

k2 [E ][S ] k2
ES k1 E + S maka K s =[E S ] = k1

k2  k3 k  k3
Karena KM adalah maka Ks = 2
k1 k1

Jadi KM akan selalu sama atau lebih besar daripada Ks. Dilihat dari persamaan:

Vmaks [S] 1  K  1 1
V maka   M  
K M  [S] V  Vmaks  [S] Vmaks

Persamaan diatas identik dengan persamaan garis lurus y = ax + b

1 1 K 1
Dimana y = ; x  ; a  M dan b 
V [S] Vmaks Vmaks
Persamaan di atas dinyatakan Lineweaver-Burk dan dialurkan seperti gambar 2.

Berdasarkan gambar 2, dinyatakan persamaan garis lurus dengan titik potong pada
1 1 1 1
sumbu adalah , titik potong pada sumbu adalah  . Kemiringan
Vo Vmaks [S] KM

KM
garis sama dengan . Plot Lineweaver-Burk juga sangat berguna untuk
Vmaks
menentukan jenis inbibisi yang terjadi pada reaksi enzimatis (Tika, 2010).

IV. ALAT DAN BAHAN


Tabel 1. Rincian Alat
No. Nama Alat Jumlah
1. Tabung reaksi 1 rak
2. Spektronik 20+ 1 buah
3. Batang pengaduk 1 buah

4. Gelas kimia 100 mL 6 buah

5. Gelas ukur 5 mL 1 buah

6. Pipet volumetrik 1 mL 1 buah

7. Pipet volumetrik 5 mL 1 buah

8. Pipet tetes 3 buah

9. Inkubator air 1 buah

10. Sentrifugator 1 buah

11. Kaca arloji 1 buah

12. Spatula 2 buah


13. Pemanas 1 buah

Tabel 2. Rincian Bahan


No Nama Bahan Jumlah
1. Serbuk TCA 10 gram

2. Serbuk kasein 2 gram


3. Kristal NaOH 2 gram

4. Buffer fosfat 0,1 M (pH = 50 mL


8)
5. Serbuk tripsin 5 gram

6. Reagen Folin Caocalteu 10 mL

7. Aquades 100 mL

8. NaHCO3 5 gram

9. Kertas saring 5 lembar

V. LANGKAH KERJA DAN HASIL PENGAMATAN


Tabel 3. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan
No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan
1. Tabung reaksi disediakan sebanyak 8 buah. - Tabung telah disiapkan sebanyak 8
Setiap tabung ditambahkan larutan kasein, buah dan diisi dengan larutan, buffer
buffer fosfat pH = 8 dan tripsin dengan fosfat pH = 8 dan tripsin sesuai data
volume yang berbeda dan sudah ditentukan yang telah ditentukan.
sesuai dengan tabel di bawah ini. - Larutan kasein berwarna putih keruh
- Larutan buffer fosfat pH = 8 tidak
berwarna (bening).
- Larutan tripsin berwarna coklat.

Tabel 4. Tabung reaksi yang diisi dengan larutan kasein, buffer dan tripsin
Substrat kasein
No. Buffer Fosfat Tripsin (dalam
Waktu 1% (dalam
Tabung pH = 8 buffer)
buffer)
t = 0 5 mL 1,5 mL 0,5 mL
menit
I
t = 20 5 mL 1,5 mL 0,5 mL
menit
t = 0 5 mL 1,0 mL 1,0 mL
menit
II
t = 20 5 mL 1,0 mL 1,0 mL
menit
t = 0 5 mL 0,5 mL 1,5 mL
menit
III
t = 20 5 mL 0,5 mL 1,5 mL
menit
t = 0 5 mL 0 mL 2,0 mL
menit
IV
t = 20 5 mL 0 mL 2,0 mL
menit

2. Waktu Inkubasi (t = 20 menit)


a. Larutan kasein 1% sebanyak 5 mL - Larutan kasein 1% berwarna putih
diinkubasi dalam tabung reaksi selama 5 kekuningan.
menit pada suhu 35oC. - Empat tabung reaksi diinkubasi selama
5 menit pada suhu 350C.
- Setelah diinkubasi larutan kasein 1%
tidak berubah warna pada keempat
tabung.

Gambar 1. Inkubasi larutan pada suhu


35oC.

Gambar 2. Perubahan warna pada


masing-masing tabung.
b. Larutan buffer fosfat pH=8 dan larutan - Larutan kasein 1% ditambahkan
tripsin ditambahkan pada larutan kasein 1% dengan buffer fosfat pH=8 terjadi
sambil diaduk secara perlahan-lahan. perubahan sebagai berikut pada
Diinkubasi pada suhu 35oC selama tepat 20 masing-masing tabung.
menit, dihitung dari mulai enzim Tabel 5. Perubahan warna larutan
ditambahkan. kasein 1% ditambahkan dengan buffer
fosfat pH=8.
Tabung Warna
I Putih keruh
II Putih keruh
III Putih keruh
IV Putih keruh

Gambar 3. Perubahan warna pada


masing-masing tabung ketika
ditambahkan buffer fosfat pH=8.

- Larutan kasein 1% dan buffer fosfat


pH=8 ditambahkan dengan larutan
tripsin terjadi perubahan sebagai
berikut pada masing-masing tabung.
Tabel 6. Perubahan warna larutan
kasein 1% dan buffer fosfat pH=8
ditambahkan dengan larutan tripsin.
Tabung Warna
I Putih kecoklatan
II Coklat
III Coklat
IV Coklat pekat

Gambar 4. Perubahan warna ketika


ditambahkan larutan tripsin.

- Setelah larutan tersebut diinkubasi


selama 20 menit pada suhu 35oC
terbentuk endapan pada larutan
tersebut.

Gambar 5. Perubahan warna pada


masing-masing tabung setelah diinkubasi
pada suhu 35oC.

c. Reaksi dihentikan dengan penambahan - Keempat tabung ditambahkan


larutan TCA 20% sebanyak 3 mL yang sebanyak masing-asing 3 mL larutan
disertai dengan pengadukan TCA 20% yang berwarna bening.
- Setelah penambahan larutan TCA 20%
terjadi perubahan warna sebagai
berikut.
Tabel 7. Perubahan warna larutan
kasein 1%, buffer fosfat pH=8 dan
larutan tripsin ketika ditambahkan
larutan TCA 20%.
Tabung Warna
I Putih keruh
II Putih keruh terdapat
endapan
III Coklat
IV Coklat

Gambar 6. Perubahan warna setelah


ditambahkan larutan TCA 20%.
d. Didiamkan selama 30 menit dalam air es - Warna kelima tabung tetap tidak terjadi
agar pengendapan protein termasuk tripsin perubahan warna setelah larutan
berlangsung sempurna. didiamkan dalam air es.
Gambar 7. Larutan didiamkan dalam air
es selama 30 menit.

e. Larutan disentrifugasi selama 10 menit - Larutan disentrifugasi selama 10 menit.


kemudian disaring menggunakan kertas
saring. Filtrat yang diperoleh dikerjakan
menurut cara ANSON.

Gambar 8. Larutan disentrifugasi


selama 10 menit di dalam sentrifuge.

- Filtrat pada keempat tabung yang


diperoleh dengan cara ANSON
mengalami perubahan warna, yaitu pada
tabung I, dan II berwarna biru tua
kehijauan sedangkan tabung III dan IV
berwarna biru pekat.
Gambar 9. Perubahan warna ketika
filtrat dikerjakan dengan metode
ANSON.

3. Waktu Inkubasi (t = 0 menit)

a. Larutan buffer dan larutan enzim - Larutan buffer fosfat pH = 8 tidak


dimasukkan ke dalam tabung reaksi berwarna (bening).
kemudian sebanyak 3 mL larutan TCA 20% - Larutan tripsin berwarna coklat.
ditambahkan ke dalam tabung sambil diaduk - Larutan TCA 20% tidak berwarna
dengan kuat. Selanjutnya, ditambahkan 5 mL (bening).
larutan kasein 1%. - Larutan kasein berwarna putih keruh.
- Perubahan warna setelah ditambahkan
larutan buffer pH=8, larutan tripsin,
larutan TCA 20% dan larutan kasein
1% pada masing-masing tabung dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Perubahan warna larutan
buffer pH=8, larutan tripsin, larutan
TCA 20% dan larutan kasein 1%.
Tabung Warna
I Putih keruh dan
terdapat endapan putih
II Putih keruh terdapat
endapan agak coklat
III Putih keruh terdapat
endapan agak coklat
IV Putih keruh terdapat
endapan coklat
Gambar 10. Perubahan warna pada
masing-masing tabung.

b. Larutan didiamkan selama 30 menit pada - Setelah didiamkan dalam air es selama
suhu rendah (air es), kemudian disentrifugasi 30 menit semakin banyak endapan
selama 10 menit dan disaring. Filtrat yang terbentuk.
dikerjakan dengan cara ANSON.

Gambar 11. Endapan yang terbentuk


pada masing-masing tabung.

- Larutan disentrifugasi selama 10 menit


dalam sentrifuge.

Gambar 12. Larutan disentrifugasi


selama 10 menit.
- Filtrat yang diperoleh dengan cara
ANSON berwarna hijau.

Gambar 13. Filtrat yang diperoleh dari


metode ANSON.

4. Metode ANSON
a. Diambil sebanyak 2 mL TCA-filtrat - Filtrat pada kedelepan tabung yang
ditambahkan larutan NaOH 0,5 M sebanyak ditambahkan dengan larutan NaOH 0,5
4 mL dan larutan Folin-Ciocalteu sebanyak 1 M dan reagen Folin Ciocalteu berubah
mL lalu diaduk dan didiamkan selama 10 warna.
menit.

Gambar 14. Perubahan warna ketika


ditambahkan NaOH 0,5 M dan reagen
Folin Ciocalteu pada t=20 menit.

Gambar 15. Perubahan warna ketika


ditambahkan NaOH 0,5 M dan reagen
Folin Ciocalteu pada t=0 menit.
e. Masing-masing larutan pada kedelapan - Kedelapan tabung diukur
tabung diukur absorbansinya menggunakan absorbansinya menggunakan
spektrofotometer (spektronik 20+) dengan spektrofotometer dengan panjang
panjang gelombang 650 nm. gelombang 650 nm.
Tabel 9. Transmitansi dan absorbansi
larutan pada tabung t = 20 menit.

Tabung %T Absorbansi
I 11 0,95
II 5 1,4
III 0 ~
IV 0 ~

(%T 11 ; Abs 0,95) (%T 5 ; Abs 1,4)

(%T 0 ; Abs ~) (%T 0 ; Abs ~)


Gambar 16. Absorbansi Larutan
Tabung I, II, III, IV.

Tabel 10. Transmitansi dan absorbansi


larutan pada tabung t = 0 menit
Tabung %T Absorbansi
I 63 0,2
II 45 0,35
III 42,5 0,375
IV 31,5 0,5

(%T 63 ; Abs 0,2) (%T 45 ; Abs 0,35)

(%T 42,5 ; Abs 0,375) (%T 31,5 ; Abs 0,5)


Gambar 17. Absorbansi Larutan
Tabung I, II, III, IV.

Anda mungkin juga menyukai