Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. R DENGAN DIAGNOSA


CHOLELITHIASIS
DI BANGSAL EDELWEIS RSUD WATES
(MINGGU 1 PKK KMB I)

DITA AYU PRATIWI


2720162827
2A

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan pada pasien Tn. R dengan diagnosa cholelithiasis. Laporan ini
disusun untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan Medical
Bedah I pada semester IV, pada:

Hari : Senin
Tanggal : 28 Mei 2018 – 2 juni 2018
Tempat: Di Bangsal Edelways RSUD Wates

Praktikan

(Dita Ayu Pratiwi)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

( ) (Rudi Haryono, M.Kep)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Tn. R Dengan
diagnosa cholelithiasis” dengan tepat pada waktunya. Selama pembuatan makalah
ini penulis juga mendapat banyak dukungan dan juga bantuan berbagai pihan, maka
dari itu penulis haturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Rudi Haryono,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing yang
memberikan bimbingan, kritik, dan saran kepada penulis
2. Ibu . Selaku pembimbing lahan, yang memberikan
dorongan dan masukan kepada penulis.
3. Kepada seluruh keluarga besar RSUD Wates yang telah menerima
penulis dengan baik dan memberikan pengetahuan, dan pengalaman
kerja selama di RS.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat berarti untuk penulis
agar makalah ini bisa lebih baik lagi.

Yogyakarta, Desember 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Penyakit batu empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di
klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Dalam
“Third National Health and Nutrition Examination Survey” (NHANES III),
prevalensi cholelithiasis di Amerika Serikat pada usia pasien 30-69 tahun adalah
7,9% pria dan 16,6% wanita, dengan peningkatan yang progresif setelah 20
tahun. Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian cholelithiasis
rendah, yaitu antara 3% hingga 15%, dan sangat rendah pada benua Afrika,
yaitu kurang dari 5%. (Syamsuhidajat, 2005).
Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak
menyerang dewasa dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda
dan bergejala. Sedangkan di Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh
berbeda dengan angka kejadian di negara lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun
1980 cholelithiasis identik dengan pemeriksaan ultrasonografi (De Jong,
Syamsuhidajat, 2005). Di negara barat 10-15% pasien dengan batu vesica fellea
juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu
dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa
melibatkan vesica fellea. Batu saluran empedu primer banyak ditemukan pada
pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.
Tindakan kolekistektomi termasuk salah satu tindakan bedah digesti
yang paling sering dilakukan. Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di
Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu
empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk
dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.
(De Jong, Syamsuhidajat, 2005). Cholelithiasis banyak ditemukan pada wanita
dan makin bertambah dengan meningkatnya usia. Prevalensi cholelithiasis
bervariasi secara luas di berbagai negara dan diantara kelompok-kelompok
etnik yang berbeda-beda pada satu negara. Faktor gaya hidup seperti diet,
obesitas, penurunan berat badan dan aktivitas tubuh yang rendah juga
berpengaruh. Prevalensi cholelithiasis lebih rendah dari kejadian sebenarnya,
sebab sekitar 90% bersifat asimtomatik. Di Indonesia cholelithiasis banyak
ditemukan mulai dari usia muda di bawah 30 tahun, meskipun ratarata tersering
ialah 40-50 tahun. Pada usia diatas 60 tahun, insidensi cholelithiasis meningkat
(De Jong, Syamsuhidajat, 2005).
Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas penunjang yang murah,
tidak invasif, aman dan tersedia dengan potensi sangat akurat untuk pencitraan
pada pasien suspect cholelithiasis. Pemeriksaan ultrasonografi pada perut
kanan atas merupakan suatu metode pilihan untuk mendiagnosis cholelithiasis.
Tingkat sensitivitasnya lebih dari 95% untuk mendeteksi cholelithiasis dengan
diameter 1,5 mm atau lebih.
2. TUJUAN PENULISAN
A. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum tentang Asuhan Keperawatan Cholelithiasis
B. Tujuan Khusus
a. Dapat menyebutkan pengertian cholelithiasis
b. Dapat menyebutkan penyebab cholelithiasis
c. Dapat menyebutkan pathofisiologi cholelithiasis
d. Dapat menyebutkan gejala cholethiasis
e. Dapat menyebutkan pemeriksaan penunjang cholelithiasis
f. Dapat menyebutkan komplikasi cholelithiasis
g. Dapat menegebutkan pengkajian cholelithiasis
h. Dapat menyebutkan diagnosa cholelithiasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus
Koledocus ).
b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung
empedu.
c. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.
d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.

B. Penyebab
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-
pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium
dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena :kenaikan sekresi kolesterol dan
penurunan produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
a) Infeksi kandung empedu
b) Usia yang bertambah
c) Obesitas
d) Wanita
e) Kurang makan sayur
f) Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2. Batu pigmen empedu , ada dua macam;
a) Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
b) Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada
dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan
akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
C. Pathofisiologi

Batu Empedu

Difusi kejaringan terhambat

Kandung empedu

Kegagalan hati dalam memproduksi urine Kolestrol


Bilirubin
Kalsium
protein

D. Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS

TANDA : TANDA:
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme abdomen
2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada 2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
kwadran kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan nyeri
4. Ikterus ringan
GEJALA: GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang 1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :
menetap abdomen bagian atas (mid epigastrium),
2. Mual dan muntah Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke
3. Febris (38,5C) arah skapula kanan
2. Nausea dan muntah
3. Intoleransi dengan makanan berlemak
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)

E. Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
1. lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi
sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6
mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu
empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur
diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan
untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus
duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras
untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di
sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran
pada saluran atau pembesaran pada gallblader.
F. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita
usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa
serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah
epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan
pergerakan dan dapat menjalar ke punggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada
kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (penderita berhenti bernafas
sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
dalam 20% kasus. Kebanyakan penderita akhirnya akan mengalami kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik (Garden, 2007).
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau
kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian
atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu
kanan (Murphy sign). Penderita dapat berkeringat banyak dan berguling ke
kanankiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung
selama berjam-jam atau dapat kembali terulang (Doherty, 2015).
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah
terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan
tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang
paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada
duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara,
intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan
peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu

G. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat:
a) subyektif : kelemahan
b) Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi :
a) Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :
a) Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
b) Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan
atas, urine pekat .
4. Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
a) Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
b) Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
c) Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
d) Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
a) Kegemukan.
b) Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
a) Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
b) Nyeri apigastrium setelah makan.
c) Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :
a) Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal
ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak
nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung
perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu
kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada
saluran cerna bagian bawah.
Prioritas Perawatan :
a. Mengurangi nyeri dan meningkatkan istirahat.
b. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Cegah komplikasi.
d. Berikan imformai tentang proses penyakit, prognosa dan pengobatan
yang dibutuhkan.
Tujuan Asuhan Perawatan :
a. Mengurangi nyeri.
b. Pencapaian keseimbangan (Homeostasis).
c. Mencegah komplikasi seminimal mungkin.
d. Proses penyakit, ramalan dan proses pengobatan.
H. Diagnosa Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
/masalah kolaborasi
1. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Observasi tanda – tanda vital 1. Menentukan keadaan umum klien
agen cedera 3x24 jam masalah keperawatan nyeri akut dapat 2. Observasi dan catat lokasi (beratnya skala 0- 2. Mengetahui kemajuan /perbaikan
biologi diminimalkan dengan kriteria hasil: 5) dan karakteristik nyeri nyeri
a. Ttv dalam batas normal 3. Beri posisi nyaman sesuai kebutuhan pasien 3. menghilangkan nyeri secara ilmia
b. Pasien tampak tidak kesakitan 4. Ajarkan teknik relaksasi non farmakolog 4. Mengurangi rasa nyer
c. Skala nyeri menurun 5. Kolaborasi dengfan pemberian obat 5. Mengatasi nyeri yang dirasakan
d. Nyeri berkurang atau bahkan hilang

2. Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Memberikan informsi status
1. Kaji membran mukosa
ketidak 3 x 24 jam masalah keperawatan ketidak cairan
2. Awasi mual / muntah
seimabangan seimbangan cairan dapat diminimalkan dengan 2. Bila muntah berepanjangan
cairan elektrilit kriteria hasil: menimbulkan defisit natrium,
b/d muntah a. TTV stabil klorida, kalium
3. Hindari lingkungan yang berbau
berlebihan b. Turgor kulit baik 3. Menurunkan rangsangan mual
4. Kolaborasi vitamin K
c. Tidak ada muntah 4. Memperbaiki volume cairan
3. 6. 6.
Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Masalah kolaborasi
4. Resiko ketidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 1. Kaji nutri klien, turgor kulit, riwayat 1. Menetapkan derajad masalah untuk
seimbangan jam masalah keperawatan ketidak seimbangan nutrisi mual muntah menentukan intervensi
nutrisi kurang dari kurang dari kebutuhan tubuh dapat diminimalkan 2. Memperthankan kebersihan mulut 2. Kebersihan mulut dapat menambah
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : nafsu makan
a. Nafsu makan meningkat 3. Berikan makanan selagi hangat 3. Memudahkan proses pencernaan
b. Tidak terganggu nutrisi terhadap nutrisi
c. Porsi makan habis 4. Berikan makann sedikit namun 4. Membangkitkan nafsu makan
d. Bb dalam rentan normal sering
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam 5. Merencanakan diit dengan nutrisi
pemberian diit (diet cair,tinggi serat) yang adekuat
Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
/ Masalah kolaborasi
Hypertermi b/d respon sistemik dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi TTV terutama suhu 1. Mendeteksi dini tanda – tanda
inflamasi gastrointestinal selama 3 x 24 jam masalah keperawatan peningkatan suhu tubuh
keseimbangan suhu tubuh dapat 2. Anjurkan memakai pakaian yang 2. Mempermudah pengupan
diminimalkan dengan kriteria hasil : tipis panas pada tubuh
a. Suhu tubuh dalam rentan normal 3. Beri kompres hangat 3. Dapat menurunkan suhu tubuh
b. Bibir lembab 4. Anjurkan banyak minum air 4. Menjaga keseimbangan cairan
c. Keringat yang keluar berkurang putih didalam tubuh
5. Kolaborasi dengan pemberian 5. Membantu menurtunkan panas
obat antipiretik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam masalah keperawatan
Gangguan integritas kulit b/d prosedur gangguan integritas kulit dapat 1. Observasi kulit, sclera 1. ikterik menunjukkan obstruksi
invasif, ikterus diminimalkan dengan kriteria hasil: 2. Berikan masase pada daerah aliran empedu
a. meningkatkan penyembuhan kulit yang mengalami gangguan 2. menurunkan itegritas kulit
b. mencegah kerusakan kulit 3. Pertahankan lingkungan yang 3. mengurangi gatal
dingin 4. mencegah gangguan lapisan
4. Mengoleskan lotian atau krim barier kulit
setelah mandi 5. mengurangi kerusakan kulit
5. Menjaga kuku agar selalu karena garukan
pendek
Daftar Pustaka

1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P:
586-588.
2. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa Adji Dharma, Edisi II.P: 329-330.
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

4. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia,


1993.P: 523-536.

5. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process


Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
6. Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.

Anda mungkin juga menyukai