Anda di halaman 1dari 12

RUMAH SAKIT BUKIT

Lewoleba – Lembata – Nusa Tenggara Timur


Telp/Fax. (0383) 41009, Email: rsbukitlewoleba@yahoo.com
Penyelenggara :Yayasan Papa Miskin Keuskupan Sufragan Larantuka

TENTANG
PANDUAN PEMBERIAN OBAT
DI RS BUKIT LEWOLEBA

BAB I

DEFINISI

Pemberian obat adalah perlakuan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang memiliki
kewenangan dan kompetensi untuk memberikan obat kepada pasien.

Berikut ini adalah beberapa definisi operasional dari istilah-istilah yang berkaitan dengan
pemberian obat.

1. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

2. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
BAB II

RUANG LINGKUP

1. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Pemberian Obat


a. Peran Dokter dalam Pengobatan
Dokter bertanggung jawab terhadap diagnosis dan terapi. Dokter melakukan
rekonsiliasi obat sebelum menuliskan resep. Penulisan resep hanya dapat dilakukan
oleh dokter yang mempunyai ijin praktek di RS Bukit Lewoleba. Untuk obat tertentu,
Direktur Utama menetapkan secara khusus dokter-dokter yang memiliki kewenangan
untuk meresepkan obat-obat tersebut. Program pengobatan ditulis di catatan
perkembangan terintegrasi, catatan pengobatan dan kartu instruksi obat
b. Peran Apoteker dalam Pengobatan
Apoteker secara resmi bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi obat,
selain itu apoteker bertanggung jawab atas pembuatan sejumlah besar produk farmasi
seperti larutan antiseptik, dan lain-lain. Peran penting lainnya adalah sebagai
narasumber informasi obat. Apoteker bekerja sebagai konsultan untuk profesi
kedokteran, dan dapat memberi nasehat kepada staf keperawatan dan profesi
kesehatan lain mengenai semua aspek penggunaan obat, dan memberi konsultasi
kepada pasien tentang obat yang digunakan.
c. Peran Perawat dalam Pemberian Obat
Pemberian obat oleh perawat merupakan peran perawat dalam aspek penerima
delegasi. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada
pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan
bahwa obat itu benar diminum. Apabila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal
itu merupakan bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu
tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang
sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat dalam sediaan tertentu. Faktor
gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan
pasien sukar minum obat, harus dipertimbangkan. Rencana perawatan harus
mencakup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan
tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
Perawat memberikan obat kepada pasien dengan memperhatikan prinsip “ ENAM
TEPAT”

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Obat


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas kerja obat. Pasien
mungkin tidak memberikan respon yang sama terhadap setiap dosis obat yang diberikan.
Begitu juga, obat yang sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada pasien yang
berbeda.
a. Perbedaan Genetik
Susunan genetik mempengaruhi biotransformasi obat. Pola metabolik dalam
keluarga sering kali sama. Faktor genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk
secara alami ada untuk membantu penguraian obat.

b. Variabel Fisiologis
Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mengubah metabolisme obat
tertentu. Hormon dan obat saling bersaing dalam biotransformasi karena kedua
senyawa tersebut terurai dalam proses metabolik yang sama. Variasi diurnal pada
sekresi ekstrogen bertanggung jawab untuk fluktuasi siklik reaksi obat yang di alami
wanita
c. Usia
Usia pasien berdampak langsung pada kerja obat. Bayi tidak memiliki banyak
enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat normal. Jumlah perubahan fisiologis
yang menyertai penuaan mempengaruhi respon terhadap terapi obat. Sistem tubuh
mengalami perubahan fungsi dan struktur yang mengubah pengaruh obat. Tim
kesehatan harus berupaya meminimalkan efek obat yang berbahaya dengan
mempertimbangkan kapasitas fungsi yang tersedia pada pasien.
d. Status Nutrisi
Status nutrisi mempengaruhi efektifitas kerja obat, Apabila status nutrisi
pasien buruk, sel tidak dapat berfungsi dengan normal, sehingga biotransformasi tidak
berlangsung sempurna, metabolisme obat bergantung pada nutrisi yang adekuat untuk
membentuk enzim dan protein. Kebanyakan obat berikatan dengan protein sebelum
didistribusi ke tempat kerja obat.
e. Status Kesehatan
Setiap penyakit yang merusak fungsi organ yang bertanggung jawab untuk
farmakokinetik normal juga dapat merusak kerja obat. Perubahan integritas kulit,
penurunan absorpsi atau motilitas saluran cerna, dan kerusakan fungsi ginjal dan hati
hanya beberapa kondisi penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang dapat
mengurangi kemanjuran obat atau membuat kliien berisiko mengalami toksikasi obat.
f. Kondisi Lingkungan
Stres fisik dan emosi yang berat akan memicu respon hormonal yang pada
akhirnya mengganggu metabolisme obat pada pasien. Radiasi ion menghasilkan efek
yang sama dengan mengubah kecepatan aktivitas enzim.
Pajanan pada panas dan dingin dapat memengaruhi respon terhadap obat.
Pasien hipertensi diberi vasodilator untuk mengontrol tekanan darahnya. Pada cuaca
panas, dosis vasodilator perlu dikurangi karena suhu yang tinggi meningkatkan efek
obat, cuaca dingin cenderung meningkatkan vasokontriksi, sehingga dosis vasodilator
ditambah.
Reaksi suatu obat bervariasi, bergantung pada lingkungan obat itu digunakan.
Pasien yang dilindungi dalam isolasi dan diberikan analgesik memperoleh efek
peredaan nyeri yang lebih kecil dibandingkan pasien yang dirawat di ruang tempat
keluarga dapat mengunjungi pasien
g. Faktor Psikologis
Sejumlah faktor psikologis mempengaruhi penggunaan obat dan respon
terhadap obat. Sikap seseorang berakar dari pengalaman sebelumnya atau pengaruh
keluarga. Melihat orang tua sering menggunakan obat – obatan dapat membuat anak
menerima obat sebagai bagian dari kehidupan normalnya.
Perilaku perawat saat memberikan obat sangat berdampak secara signifikan
pada respon pasien terhadap pengobatan. Apabila perawat memberikan kesan bahwa
obat dapat membantu, pengobatan kemungkinan akan memberikan efek yang positif.
Apabila perawat terlihat kurang peduli saat pasien kurang nyaman, obat yang
diberikan terbukti relatif tidak efektif.
h. Diet
Interaksi obat dan nutrien dapat mengubah kerja obat atau nutrien. contoh, vit.
K (terkandung dalam sayur hijau berdaun) merupakan nutrien yang melawan efek
warfarin natrium (coumadin), mengurangi efeknya pada mekanisme pembekuan
darah. Minyak mineral mengurangi absorpi vitamin larut lemak. Pasien
membutuhkan nutrisi tambahan saat mengkonsumsi obat yang menurunkan efek
nutrisi. Mengelola konsumsi nutrien tertentu dapat menjamin efek terapeutik obat.

3. Jalur / Rute Pemberian Obat

Jalur pemberian obat tergantung pada bentuk obat dan efek yang diharapkan, serta
kondisi fisik dan mental pasien.
a. Jalur Oral
Jalur oral merupakan jalur yang termudah dan paling sering digunakan, relatif
aman, praktis dan ekonomis. Obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Kelemahan
dari pemberian obat secara oral adalah efek yang timbul biasanya lambat, tidak
efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak kooperatif, kurang disukai
jika rasanya pahit.
b. Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya
adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah
lidah jumlahnya banyak. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual
adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan
metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.
c. Jalur Parenteral
Cara pemberiaan obat tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan)
tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan.
Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Kelebihannya bisa untuk
pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara
pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam
tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan.
1. Intravena (IV)
Tidak ada fase absorpsi dalam pemberian obat secara intravena karena
obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action” cepat, efisien,
bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan
dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya
pendek

2. Intramuskular (IM)
“Onset of action” pemberian obat secara intramusculer bervariasi, berupa
larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam
minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan
penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang
tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi

3. Subkutan (SC)
“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari
kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan,
menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan

d. Jalur Topikal
Obat yang dioleskan ke kulit dan membran mukosa biasanya memiliki efek
local. Memberikan obat topikal bisa dengan cara mengoleskan ke seluruh area,
memberikan di bawah pembalut, menggosok bagian tubuh dengan larutan,atau obat
diberikan pada saat mandi.
e. Jalur Inhalasi
Pemberiannya obat melalui saluran pernafasan. Kelebihan dari pemberian
obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat
dapat terkontrol dan dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang
diberikan dengan cara inhalasi dalam bentuk gas atau uap yang akan diabsorpsi
dengan cepat melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran
pernapasan. Perawat memberikan obat inhalasi melalui lubang hidung, mulut, selang
endotrakeal, atau trakeostomi. Obat yang diberikan melalui inhalasi dapat langsung
diserap dan bekerja dengan cepat karena jaringan paru memiliki suplai pembuluh
darah yang banyak. Obat-obatan inhalasi memiliki efek local maupun sistemik.
f. Rektal
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya
adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.
g. Pervaginam
Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan
secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina.

4. Kesalahan Pengobatan

Kesalahan pengobatan adalah suatu kejadian yang dapat membuat pasien


menerima obat yang salah dan tidak mendapat terapi obat yang tepat. Kesalahan
pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep,
transkirpsi, persiapan, penyaluran, dan pemberian obat.
Perawat memainkan peran yang sangat penting dalam lingkaran esential
pencegahan kesalahan pengobatan. Sayangnya kebanyakan kesalahan pengobatan
dilakukan oleh perawat dan terjadi saat perawat gagal mengikuti prosedur rutin.
Kesalahan yang terjadi harus segera diketahui dan dilaporkan kepada tenaga kesehatan
yang tepat. Perawat memiliki kewajiban etis dan profesi untuk melaporkan kesalahan
kepada dokter dan manager keperawatan. Perawat sebaiknya tidak menyembunyikan
kesalahan pengobatan.
Untuk mencegah kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien, perawat harus
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut ; (1) seorang perawat harus teliti membaca
label obat. Banyak obat atau produk tersedia dalam kotak, warna dan bentuk yang sama.
(2) Pertanyakan pemberian banyak tablet atau vial untuk dosis tunggal.Kebanyakan dosis
terdiri dari satu atau dua tablet atau kapsul atau satu vial dosis tunggal. Intervensi yang
salah terhadap program obat dapat mengakibatkan pemberian dosis tinggi berlebihan. (3)
Mewaspadai obat-obatan yang bernama sama. Banyak nama obat terdengar sama
misalkan digoksin dan digitoksin, keflex dan keflin, orinase dan ornade. (4) Mencermati
angka di belakang koma. Beberapa obat tersedia dalam jumlah yang merupakan perkalian
satu sama lain. Contoh, tablet cournadin dalam tablet 2,5 dan 25 mg, thorazine dalam
spansules (sejenis kapsul) 30 dan 300 mg. (5) Pertanyakan peningkatan dosis yang tiba-
tiba dan berlebihan. Kebanyakkan dosis diprogramkan secara bertahap supaya dokter
dapat memantau efek terapiutik dan responnya. (6) Ketika suatu obat baru atau obat yang
tidak lazim diprogramkan, konsultasikan kepada sumbernya. Jika dokter juga tidak lazim
dengan obat tersebut, maka risiko pemberian dosis yang tidak akurat menjadi masalah
lebih besar. (7) Jangan memberikan obat yang diprogramkan dengan nama pendek atau
singkatan tidak resmi. Banyak dokter menggunakan nama pendek atau singkatan tidak
resmi untuk obat yang sering diprogramkan. Apabila perawat atau ahli farmasi tidak
mengenal nama tersebut, obat yang diberikan atau dikeluarkan bisa salah. (8) Jangan
berupaya untuk menguraikan dan mengartikan tulisan yang tidak dapat dibaca. Apabila
ragu, sebaiknya menanyakan kepada dokter. Kesempatan terjadinya salah interpretasi
sangat besar, kecuali jika perawat mempertanyakan program obat yang sulit dibaca. (9)
Kenali pasien yang memiliki nama akhir sama dan juga minta pasien menyebutkan nama
lengkapnya atau perawat bisa mencermati nama yang tertera pada tanda pengenal.
Seringkali, satu atau dua orang pasien memiliki nama akhir yang sama atau mirip. Label
khusus pada kardeks atau buku obat dapat memberi peringatan tentang masalah yang
potensial. (10) Perawat juga mencermati ekuivalen. Saat tergesa-gesa, salah membaca
ekuivalen mudah terjadi. Contoh,dibaca miligram padahal mililiter.
BAB III

TATA LAKSANA

Pemberian obat kepada pasien dapat dilaksanakan oleh petugas kesehatan yang terdiri
dari tenaga keperawatan (perawat , perawat gigi dan bidan) dan dokter yang kompeten dan
memiliki kewenangan klinis untuk memberikan obat kepada pasien.

Sebelum obat diberikan kepada pasien, terlebih dahulu harus diverifikasi


ketepatannya dengan resep dokter, meliputi : ketepatan obat, waktu dan frekuensi pemberian,
jumlah dosis, rute pemberian, dan identitas pasien.

Tindakan – tindakan dalam penerapan prinsip ENAM TEPAT :

1. Tepat obat
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter yang terdapat dalam catatan
perkembangan terintegrasi dan catatan pengobatan
b. Menanyakan ada tidaknya alergi obat
c. Menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat
d. Mengecek label obat 3 kali ( saat melihat kemasan, sebelum menuangkan, dan setelah
menuangkan obat) sebelum memberikan obat
e. Mengetahui interaksi obat
f. Mengetahui efek samping obat
g. Hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri
h. Mengecek kembali ketepatan obat bersama petugas kesehatan lain (double check)
2. Tepat dosis
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mengecek hasil hitungan dosis dengan petugas kesehatan lain (double check)
c. Mencampur / mengoplos obat sesuai petunjuk pada label / kemasan obat
3. Tepat waktu
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mengecek tanggal kadaluarsa obat
c. Memberikan obat dalam rentang 30 menit sebelum sampai 30 menit setelah waktu
yang diprogramkan
Obat dapat diberikan dalam rentang waktu sebagai berikut
1 X 1 pagi 06 – 07
1 X 1 malam 21 – 22
2X1 06 – 07 18 – 19
3X1 06 – 07 12 – 13 19 – 20
4X1 06 – 07 12 – 13 18 – 19 22 – 23
5X 1 06 – 07 10 – 11 15 – 16 20 – 21 23 – 24
6X1 05 – 06 09 – 10 13 – 14 17 – 18 21 – 22 01 – 02
d. Mengecek kembali ketepatan waktu bersama petugas kesehatan lain (double check)
4. Tepat pasien
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Meminta pasien menyebutkan nama pasien yang akan diberikan obat
c. Mengecek identitas pasien pada gelang identitas pasien yang akan diberikan obat
d. Mengecek kembali ketepatan pasien bersama petugas kesehatan lain (double check)
5. Tepat cara pemberian
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mengecek cara pemberian pada label / kemasan obat
c. Mengecek kembali ketepatan cara pemberian bersama petugas kesehatan lain (double
check)
d. Pemberian per oral : mengecek kemampuan menelan, membantu pasien minum
obatnya
e. Pemberian melalui intramuskular : tidak memberikan obat > 5 cc pada satu lokasi
suntikan
6. Tepat dokumentasi
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mencatat nama pasien , nama obat, dosis, cara dan waktu pemberian obat
c. Mencantumkan nama dan paraf dari kedua petugas kesehatan yang mempersiapkan
pengobatan (Double sign)
d. Mencatat keluhan pasien
e. Mencatat penolakan pasien
f. Mencatat jumlah cairan yang digunakan untuk melarutkan obat ( pada pasien yang
memerlukan pembatasan cairan)
g. Mencatat segera setelah memberikan obat
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi pemberian obat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa formulir


yaitu :
1. Catatan Perkembangan Terintegrasi
Di dalam catatan perkembangan terintegrasi terdapat catatan program pengobatan,
catatan respon pasien terhadap pemberian obat serta catatan keluhan maupun penolakan
pengobatan
2. Catatan Pengobatan
Dalam form ini berisi data identitas pasien, nama obat, dosis, cara pemberian,
waktu pemberian, identitas dokter yang memprogramkan pengobatan serta indikasi
pengobatan. Petugas kesehatan yang memberikan obat kepada pasien dan yang
memverifikasi menuliskan nama dan paraf pada formulir ini.

DITETAPKAN DI : Lembata
PADA TANGGAL : 6 DESEMBER 2016

DIREKTUR UTAMA,

dr. Kukuh, S.Ked


NIP. 195603211982112001

Anda mungkin juga menyukai