Anda di halaman 1dari 120

PENGARUH SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

TERHADAP PROFESIONALISME GURU SMA AL-


MUAWANAH CIANJUR

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pendidikan Islam pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam

Oleh
ACHMAD MUHARAM NURJAMAN
NIM 1030010109008

PROGRAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS


AGAMA ISLAM UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR
2013 M/1434 H
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa dalam lingkup pendidikan yang

terkecil yaitu sekolah, guru memegang peranan yang amat penting dan strategis.

Kelancaran proses seluruh kegiatan pendidikan terutama di sekolah, sepenuhnya

berada dalam tanggung jawab para guru. Guru adalah seorang pemimpin yang

harus mengatur, mengawasi dan mengelola seluruh kegiatan proses

pembelajaran di sekolah yang menjadi lingkup tanggung jawabnya dalam

menghadapi tuntunan situasi perkembangan zaman dan pembangunan nasional,

sistem pendidikan nasional harus dapat dilaksanakan secara tepat guna dan hasil

guna dalam berbagai aspek dimensi, jenjang dan tingkat pendidikan. Keadaan

semacam itu pada gilirannya akan menuntut para pelaksana dalam bidang

pendidikan diberbagai jenjang untuk mampu menjawab tuntutan tersebut

melalui fungsi-fungsinya sebagai guru.

Seorang guru yang mengajar karena panggilan jiwanya, ada misi untuk

mengantarkan mereka (anak didiknya) kepada kehidupan yang lebih baik secara

intelektual dan sosial bukan sekedar karena profesi gurulah pekerjaan yang paling

mudah didapatkan. Maka ia akan bisa mengalirkan energi kecerdasan, kemanusiaan,

kemuliaan, dan keislaman yang besar dalam dada setiap muridnya, bahkan sesudah

ia meninggal. Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah sekaligus

pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk

2
mendapat upah bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan

energi agar tetap lembut menghadapi murid yang membuat kening berkerut.

Guru selalu mendarma baktikan tenaga dan pikirannya demi kemajuan

pendidikan, dan mereka juga ikhlas dalam melakukannya. Guru juga tidak

menuntut balas jasa, karena pekerjaannya itu bukan bisnis yang harus ada

kalkulasi untung dan rugi. Tapi yang dituntut guru cuma satu, yakni keadilan

akan haknya sebagai warga negara, sebagai pegawai, dan sebagai pemangku

profesi yang sangat mulia dan berat sekali tanggung jawabnya.

Oleh karena itu dalam sejarah pendidikan, tentu seorang gurulah yang

paling awal muncul, baru kemudian murid dan infrastruktur lain yang terkait

dengan paradigma pengelolaannya. Setelah terciptanya pendidikan baru

kemudian berkembang kurikulum yang berkaitan dengan manajemen lembaga

pendidikan, seperti bangunan sekolah, kepala sekolah, karyawan, hingga sampai

pada perdana mentri pendidikan.

Sebuah reposisi guru sangat diperlukan karena perannya tidak lagi hanya

sebagai “pengabdi” pendidikan yang dicekoki rutinitas, tapi harus menjadi

“pendidik murni” yang mendapatkan kesempata-kesempatan yang luas untuk

mengembangkan sendiri pola pembelajarannya dan meningkatkan kualitas

pribadi sehingga bisa menghasilkan anak didik yang cerdas dan bermoral.

Dalam rangka turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, peranan guru

sangat penting sekali untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas

dan berakhlak mulia. Kita sadari, bahwa peran guru sampai saat ini masih eksis,

3
sebab sampai kapanpun posisi atau peran guru tersebut tidak akan bisa digantikan

sekalipun dengan mesin sehebat apapun, mengapa? Karena, guru sebagai seorang

pendidik juga membina sikap mental yang menyangkut aspek-aspek manusiawi

dengan karakteristik yang beragam dalam arti berbeda antara satu siswa dengan

lainnya. Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh seorang guru semata-mata

ingin melihat anak didiknya bisa berhasil dan sukses kelak. Tetapi perjuangan guru

tersebut tidak berhenti sampai disitu, guru juga merasa masih perlu meningkatkan

kompetensinya agar benar-benar menjadi guru yang lebih baik dan lebih profesional

terutama dalam proses belajar mengajar sehari-hari.

Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh

guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat

berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan

suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus

sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang

pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar

bidang kependidikan.

Namun, dibalik itu semua juga tersirat suatu dilema profesi ini dimana

seringkali guru tidak menerima penghargaan ataupun perlakuan yang sebanding

dengan apa yang telah dikorbankan. Sebagai seorang yang berprofesi sebagai

seorang guru apakah yang harus kita lakukan? Bagaimana pula sebaiknya kita

menyikapi hal ini dengan lebih arif dan bijaksana? Karangan ini hanyalah

sebuah tulisan, namun dengan tulisan ini, penulis bisa berharap dapat

memberikan masukan untuk merefleksikan kembali pilihan kita.

4
Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya

membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka

pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat

ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh

yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan

multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru

yang cukup kompleks dan unik.

Oleh sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang

maksimal untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara

berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik

kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun profesional. Profesional

artinya dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan didukung oleh para petugas

secara profesional. Petugas yang profesional adalah petugas yang memiliki

keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika

profesi yanng kuat. Untuk menguji kompetensi tersebut, pemerintah menerapkan

sertifikasi bagi guru khususnya guru dalam jabatan. Penilaian sertifikasi

dilakukan secara portofolio.

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa guru yang profesional

merupakan salah satu indikator penting dari sekolah berkualitas. Guru yang

profesional akan sangat membantu proses pencapaian visi misi sekolah.

Mengingat strategisnya peran yang dimiliki oleh seorang guru, usaha-usaha

untuk mengenali dan mengembangkan profesionalisme guru menjadi sangat

penting untuk dilakukan.

5
Sejak tahun 2005, isu mengenai profesionalisme guru gencar dibicarakan

di Indonesia. Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang

cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi

guru. Ketiga faktor tersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat

dengan kualitas pendidikan.

Menurut Barnawi & Mohammad Arifin (2012: 28) bahwa, “Guru

profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan

mendorong terwujudnya proses dan produk kinerja yang dapat menunjang

peningkatan kualitas pendidikan. Guru kompeten dapat dibuktikan dengan

perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi yang memadai menurut

ukuran Indonesia. Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi,

akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh

tunjangan profesi. Fakta bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi

yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi. Kompetensi guru tersebut

mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogik (2) kompetensi

profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian”.

Dengan demikian, penguasaan empat kompetensi tersebut mutlak harus

dimiliki setiap guru untuk menjadi tenaga pendidik yang profesional seperti yang

disyaratkan Undang-undang Republik Indonesia no 14 tahun 2005 tentang guru dan

dosen. Berdasarkan paparan diatas, kompetensi kepribadian merupakan salah satu

kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai tenaga profesional. Pengertian

kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantab, stabil,

dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak

6
mulia (Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b)

Persoalan yang muncul kemudian, bahwa guru yang diasumsikan telah

memiliki kompetensi yang hanya berlandaskan pada asumsi bahwa mereka telah

tersertifikasi, tampaknya dalam jangka panjang sulit untuk dapat

dipertanggungjawabkan secara akademik. Bukti tersertifikasinya para guru adalah

kondisi sekarang, yang secara umum merupakan kualitas sumber daya guru sesaat

setelah sertifikasi. Oleh karena sertifikasi erat kaitannya dengan proses belajar,

maka sertifikasi tidak bisa diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul

sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan tonggak awal bagi guru

untuk selalu meningkatkan kompetensi dengan cara belajar sepanjang hayat. Untuk

memfasilitasi peningkatan kompetensi guru, diperlukan manajemen pengembangan

kompetensi guru. Hal ini perlu dipikirkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan,

karena peningkatan kompetensi guru merupakan indikator peningkatan

profesionalisme guru itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, penulis untuk membahasnya dalam bentuk

skripsi yang berjudul: ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap

Profesionalisme Guru (Studi Kasus di SMA Al-Mu’awanah Cianjur)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasar kepada paparan dalam latar belakang masalah di atas,

permasalahan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

7
1. Bagaimanakah keadaan sarana dan prasarana pendidikan serta

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur?

2. Apakah sarana dan prasarana pendidikan berpengaruh terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur?

3. Berapa besar pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

medeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

1. Keadaan sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru

SMA Al-Muawanah Cianjur.

2. Pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap profesionalisme guru

SMA Al-Muawanah Cianjur.

3. Besarnya pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat atau kegunaan bagi

berbagai pihak bagi penulis, lembaga pendidikan, serta SMA Al-Muawanah

Cianjur.

8
1. Bagi Penulis

a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengelolaan

manajemen sekolah, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan

sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru.

b. Untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Manajemen Pendidikan Islam.

2. Bagi SMA Al-Muawanah Cianjur

a. Sebagai bahan evaluasi dalam upaya pengembangan manajemen

sekolah.

b. Dapat memperkenalkan eksistensi SMA Al-Muawanah Cianjur di

masyarakat luas serta dapat digunakan sebagai masukan.

3. Bagi Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Agama Islam

Universitas Suryakancana.

Sebagai tambahan referensi dan informasi, khususnya bagi akademisi

mengenai bentuk-bentuk aktivitas pengelolaan manajemen sekolah.

E. Kerangka Pemikiran

Salah satu aspek yang seyogyanya mendapat perhatian utama dari setiap

administrator pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan.

Sarana pendidikan umumnya mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang

secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan, seperti:

gedung, ruang belajar/kelas, alat-alat/media pendidikan, meja, kursi dan

9
sebagaianya. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang

secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti: halaman,

kebun/taman sekolah, jalan menuju ke sekolah.

Arikunto (1993:82) mengemukakan bahwa “sarana pendidikan

merupakan sarana penunjang bagi proses belajar mengajar”. Sedangkan menurut

rumusan Tim Penyusun Pedoman Pembukuan Media Pendidikan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, yang dimaksud dengan sarana pendidikan adalah

”semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang

bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dan

berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efesien”. Arti sarana sering kali

disamakan dengan kata fasilitas. Lebih luas fasilitas diartikan sebagai segala

sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan sesuatu usaha.

Usaha ini dapat berupa benda-benda maupun uang. Jadi, dalam hal ini fasilitas

dapat disamakan dengan sarana.

Secara mikro atau sempit maka kepala sekolah bertanggung jawab

masalah pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di tingkat satuan

pendidikan yang dikelolanya. Pengelolaan tersebut mengacu kepada langkah-

langkah sistematis yang meliputi (1) perencanaan, (2) pengadaan, (3)

inventarisasi, (4) penyimpanan, (5) penataan, (6) penggunaan, (7) pemeliharaan

dan, (8) penghapusan. Mengingat pentingnya keberadaan sarana dan prasarana

pendidikan tersebut, maka pengelolaannya memerlukan perhatian dan

konsistensi yang tinggi.

10
Agar tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai, ada beberapa

prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola perlengkapan di sekolah.

Prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut menurut Bafadal (2003) adalah (1)

prinsip pencapaian tujuan, (2) prinsip efisiensi, (3) prinsip administratif, (4)

prinsip kejelasan tanggung jawab, dan (5) prinsip kekohesifan.

Sarana dan prasarana pendidikan yang baik dan layak, dapat memberikan

pengaruh terhadap berbagai situasi pelaksanaan pendidikan di tingkat satuan

pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan memberikan peran besar terhadap

kelangsungan proses pembelajaran, kualitas pembelajaran, motivasi guru dan

siswa, serta hasil akhir dari proses pembelajaran itu sendiri.

Salah satu unsur yang diduga dipengaruhi oleh keberadaan sarana dan

prasarana pendidikan di tingkat satuan pendidikan adalah profesionalisme guru.

Profesionalisme merupakan konsep yang mengacu kepada karakteristik. Di tingkat

sekolah, profesionalisme tersebut mengacu kepada sikap dan kinerja guru. Oleh

karena itu, Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

memberikan batasan tentang profesionalisme guru dengan persyaratan bahwa guru

profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis,

kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang

guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan

baik. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2)

memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan

bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang

tugasnya. Di samping itu, mereka juga harus (4)

11
mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam

melaksanakan tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai

dengan prestasi kerja-nya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan

profesinya secara berke-lanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas profesi-onalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang

berbadan hukum (sumber UU tentang Guru dan Dosen).

Atas dasar pemikiran tersebut, penelitian ini memiliki paradigma sebagai

berikut.

Sarana dan Profesionalisme


Prasarana
Pendidikan (X) Guru (Y)

Indikator yang digunakan pada variabel sarana dan prasarana pendidikan

adalah:

(1) prinsip pencapaian tujuan,

(2) prinsip efisiensi,

(3) prinsip administratif,

(4) prinsip kejelasan tanggung jawab, dan

(5) prinsip kekohesifan.

Sedangkan indikator yang digunakan pada variabel profesionalisme guru

adalah

(1) kompetensi pedagogik,

12
(2) kompetensi kepribadian,

(3) kompetensi sosial, dan

(4) kompetensi profesional.

F. Hipotesis

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan pada bagian terdahulu,

hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Keberadaan sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru

SMA Al-Muawanah Cianjur adalah baik.

2. Terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.

3. Besar pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur di atas 50%.

G. Metode Penelitian

Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap

Profesionalisme Guru (Studi Kasus di SMA Al-Mu’awanah Cianjur)” ini

menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif

survey. Singarimbun (2003:3) mengemukakan bahwa penelitian survei adalah

penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner

sebagai alat pengumpul data yang pokok. Sementara itu, Sugiyono (2004:11)

mengemukakan bahwa menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke

dalam penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang

13
mencari pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Variabel yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) sarana dan prasarana pendidikan dan

(2) profesionalisme guru.

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Al-Mu’awanah Jl. Taifur Yusuf No. 43

Cianjur dengan populasi seluruh guru SMA Al-Muawanah Cianjur yang

berjumlah 18 orang. Mengingat jumlah populasi tersebut sedikit, maka seluruh

populasi digunakan sebagai sampel penelitian, atau dengan menggunakan

sampel sensus.

14
BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Kajian Teoretis

1. Sarana dan Prasarana Pendidikan

a. Pengertian Sarana dan Prasarana

Manajemen Sarana dan prasarana pendidikan memiliki peran penting

dalam pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

Perencanaan pengadaan, pemanfaatan dan pemeliraharaan sarana dan prasarana

pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen

pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan pada sekolah menengah tingkat

atas (SMA) merupakan suatu komponen yang menentukan terlaksananya

kegiatan belajar mengajar pada SMA bersamaan dengan komponen pendukung

yang lainnya.

Proses belajar mengajar dapat berlangsung jika ada pendidik, peserta

didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan yang mendukung. Semua

faktor merupakan sebuah siklus dalam proses pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan.

Pendidikan yang ideal sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu banyak komponen

pendidikan yang merupakan sebagai satu kesatuan sistem yang lengkap dan terpadu

untuk menggerakkan pembelajaran kepada manusia secara sempurna

15
sehingga pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat berjalan

sebagaimana yang telah direncanakan. Salah satu komponen tersebut adalah

sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.

Lebih tegas lagi dalam pasal 42 bahwa “setiap satuan pendidikan wajib

memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,

buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang

diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”.

Sedangkan pada ayat (2) menekankan bahwa setiap satuan pendidikan

wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan

pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang labora-

torium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan

jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi,

dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran

yang teratur dan berkelanjutan.

Penjelasan di atas sejalan dengan pandangan Mulyasa (2007:49)

menyatakan bahwa:

”Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara


langsung dipergunakan dan untuk menunjang proses pendidikan,
khususnya dalam proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas,
meja, kursi serta alat-alat dan media pengajaran”. Adapun yang dimaksud
prasarana pendidikan atau pengajaran dalam proses pembelajaran, seperti
halaman sekolah, kebun sekolah, taman sekolah dan jalan menuju
sekolah. Prasarana yang dimanfaatkan secara langsung untuk proses
belajar mengajar di sekolah, seperti taman sekolah untuk pembelajaran
biologi, halaman sekolah sekaligus sebagai lapangan olah raga dan lain
sebagainya.”

16
Komponen-komponen sebagaimana yang disebutkan di atas merupakan

sarana pendidikan yang mutlak harus ada dan mempunyai standar, di samping

prasarana yang lainnya, sebagai penunjang dalam pembelajaran, hal ini, sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan Pasal 1 poin 8 yaitu :

”Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang


berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.”
Berdasarkan paparan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

sarana dan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang

secara tidak langsung menunjang proses pendidikan di sekolah. Dalam pendidikan

misalnnya lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang dan

sebagainya. Sedangkan sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,

bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di

sekolah, seperti: ruang, buku, perpustakaan, labolatorium dan sebagainya.

b. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.

Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dan fungsi-

fungsi manajemen itu. G.R. Terry menyatakan bahwa manajemen adalah satu

proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasi-

an, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta men-

capai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya

17
manusia dan sumber-sumber Lainnya. Jadi manajemen itu merupakan suatu

proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan Ada kaitan yang erat antara

organisasi, administrasi dan manajemen. Administrasi dan manajemen tidak

dapat dipisahkan dan harus merupakan suatu kesatuan, hanya saja kegiatannya

yang dapat dibedakan sesuai dengan perbedaan kedua wawasan. Administrasi

lebih sempit dari manajemen, dalam administrasi tercakup dalam manajemen.

Secara spesifik administrasi merupakan satu bidang dari manajemen sebab

manajemen terdiri dari enam bidang, yakni production, marketing, financial,

personal, human relation dan administrative management.

Sergiovani (1987) mengemukakan bahwa manajemen merupakan proses

pendayagunaan semua sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pendayagunaan melalui tahapan proses yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan disebut manajemen. Hal yang

sama juga berlaku bagi manajemen sarana dan prasarana pendidikan.

Dalam ruang lingkup manajemen sekolah, manajemen sarana dan prasarana

pendidikan merupakan salah satu bagian yang mutlak harus ada dalam sistem

pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan menegaskan bahwa keberlangsungan pendidikan di Indonesia untuk

mencapai standar nasional pendidikan harus dapat memenuhi seluruh aspek dari 8

standar nasional pendidikan. Kedelapan standar tersebut meliputi (1) standar isi, (2)

standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga

kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan pendidikan,

(7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian

18
pendidikan. Berdasar kepada peraturan tersebut jelaslah bahwa keberadaan sarana

dan prasarana pendidikan merupakan salah satu aspek yang tidak boleh diabaikan.

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami maksud sarana dan

prasarana pendidikan, pendapat Mulyasa (2007:49) yang menyatakan bahwa

”sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung

dipergunakan dan untuk menunjang proses pendidikan, khususnya dalam proses

belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat dan

media pengajaran”, perlu dipahami secara mendalam.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Murniati (2008:71) bahwa

”manajemen merupakan kegiatan mengatur berbagai sumber daya, baik manusia

maupun material, dalam rangka melakukan berbagai kegiatan suatu organisasi

untuk mencapai tujuan secara optimal”

Manajemen sarana dan prasarana dengan ruang lingkup pembahasannya

yaitu melakukan perencanaan terhadap kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,

inventarisasi, pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan, untuk dapat

memahami manajemen dengan baik dan benar, sebelumnya diperlukan adanya

persamaan persepsi tentang pengertian manajemen sarana dan prasarana, fungsi

manajemen sarana dan prasarana, proses manajemen sarana dan prasarana.

Rohiat (2009:26) menyatakan bahwa:

”Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan yang mengatur untuk


mempersiapkan segala peralatan/ material bagi terselenggaranya proses
pendidikan di sekolah. Manajemen sarana dan prasarana dibutuhkan untuk
membantu kelancaran proses belajar mengajar. Sarana dan prasarana pendidikan
adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak yang dibutuhkan untuk
menunjang kegiatan belajar mengajar, baik secara langsung maupun

19
tidak langsung. Manajemen sarana dan prasarana merupakan keseluruhan
proses peren‐canaan pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan sarana
dan prasarana yang digunakan agar tujuan pendidikan di sekolah dapat
dicapai dengan efektif dan efesien. Kegiatan manajemen sarana dan
prasarana meliputi (1) perencanaan kebutuhan, (2) pengadaan, (3)
penyimpanan, (4) penginventarisasian, (5) pemeliharaan, dan (6)
penghapusan sarana dan prasarana pendidikan.”

Menurut Soebagio, M. S. (2001), manajemen sarana dan prasarana

merupakan proses kegiatan perencanaan, pengorganisassian, pengadaan,

pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian logistik atau perlengkapan.

Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen

sarana dan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang sacara langsung

maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai

tujuan dalam pendidikan itu sendiri.

c. Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Untuk mengatur dan mempersiapkan segala peralatan dan material yang dibu‐

tuhkan sebagai penunjang demi lancarnya proses kegiatan belajar mengajar di sekolah/

madrasah perlu adanya sumber daya manusia yang mempunyai kapasitas tentang itu.

Pengalaman yang dimiliki seseorang baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun

dalam keahlian (SDM) akan berpengaruh besar dalam melakukan perencanaan

kebutuhan, pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan. Ilmu manajemen

mengupas tentang usaha‐usaha manusia dalam memamfaatkan semua potensi yang

ada secara optimal guna mencapai tujuan yang diharapkan, demikian pula dalam

bidang pendidikan pada tingkat madrash Ibtidaiyah guna mencapai tujuan lembaga

pendidikan tersebut perlu ditetapkan praktek‐praktek manajemen.

20
Dubrin dalam Rasima (2007:11) menegaskan bahwa “sumber daya yang

dimaksudkan dalam manajemen dapat dibagi ke dalam empat bentuk yaitu:

(a) Human Resourse, adalah manusia yang diperlukan untuk menjalan-


kan pekerjaan.
(b) Finansial resourse, merupakan uang yang dipergunakan manajer
dan organisasi untuk meembiayai pekerjaan guna mencapai tujuan
organisasi;
(c) Physical Resourse, merupakan barang dan bangunan termasuk
bahan baku, ruang kantor, fasilitas produksi, dan peralatan kantor
yang dipergunakan untuk beroperasinya suatu organisasi;
(d) Informasional resourse, merupakan data yang dipergunakan
manajer dan organisasi sebagai dasar pertimbangan untuk
menjalankan pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi.

Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam mengoperasionalkan, meng-

gerakkan sumberdaya manusia secara maksimal dan mendayagunakan sarana dan

prasarana secara efektif, kesemuanya itu adalah sebagai faktor penunjang dalam

meningkatkan kualitas keluaran pendidikan. Atmodiwirio (2005:161) menyatakan

bahwa: “kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat

untuk menduduki jabatan struktural (kepala Sekolah). Ia adalah pejabat yang

ditugaskan untuk mengelola sekolah”.

Semakin kompleknya kebutuhan dalam menyelenggarakan pendidikan,

semakin besar akan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, semakin majunya

pengetahuan maka semakin sistematis penataan dan pendekatan yang diperlukan.

Oleh karena itu, kepala sekolah harus menjadikan kebutuhan terhadap penerapan

manajemen dan menjalankan fungsi-fungsinya dalam bidang pendidikan.

Lebih lanjut, Suryobroto (2005:115) berpendapat bahwa: ”pada garis

besarnya manajemen sarana dan prasarana meliputi lima hal yakni: a) penentuan

21
kebutuhan, b) proses pengadaan, c) pemakaian, d) pengurus dan pencatatan, e)

pertanggungjawaban.

Dalam hal ini Bafadal (2008:27) menawarkan beberapa kriteria perencana-

an pengadaan perlengkapan sekolah sebagai berikut.

a) Perencanaan perlengkapan sekolah itu merupakan proses menetapkan


dan memikirkan.
b) Objek pikir dalam perencanaan perlengkapan sekolah adalah upaya
memenuhi sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan sekolah.
c) Tujuan perencanaan perlengkapan sekolah harus memenuhi prinsip-
prinsip:
(1) Perencanaan perlengkapan sekolah harus betul-betul merupakan
proses intelektual;
(2) Perencanaan didasarkan pada analisis kebutuhan melalui studi
komprehensif mengenai masyarakat sekolah dan kemungkinan
pertumbuhannya serta prediksi populasi sekolah.
(3) Perencanaan perlengkapan sekolah harus realitis, sesuai dengan
kenyataan anggaran.
(4) Visualisasi hasil perencanaan perlengkapan sekolah harus jelas dan
rinci, baik jumlah, jenis, merek, dan harganya.

Kriteria di atas perlu ditaati, di samping itu ada beberapa langkah pe-

rencanaan, pengadaan, perlengkapan yang perlu di perhatikan. Lebih lanjut

Bafadal (2008:29), berpendapat bahwa ada beberapa langkah perencanaan

pengadaan perlengkapan pendidikan disekolah, yaitu sebagai berikut:

a) Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang


diajukan setiap unit kerja sekolah dan atau menginvestasikan
kekurangan perlengkapan sekolah.
b) Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk peiode
tertentu, misalnya untuk satu triwulan atau satu tahun ajaran.
c) Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan
yang telah tersedia sebelumnya. Dalam rangka itu, perencana atau panitia
pengadaan mencari informasi tentang perlengkapan yang telah dimiliki oleh
sekolah. salah satu cara adalah dengan jalan membaca buku inventaris atau
buku induk barang, Berdasarkan panduan tersebut lalu disusun rencana

22
kebutuhan perlengkapan, yaitu membuat daftar semua perlengkapan yang
dibutuhkan disekolah.
d) Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah
yang telah tersedia. Apabila dana yang tersedia tidak mencukupi untuk
pengadaan kebutuhan ini maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua
kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan, dengan melihat
urgensi setiap perlengkapan tersebut. semua perlengkapan yang urgen
segera didaftar.
e) Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan dengan dana
atau anggaran yang ada. Apabila ternyata masih melebihi dari
anggaran yang tersedia perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara
membuat skala peioritas.
f) Penetapan rencana pengadaan akhir.

Sucipto, Basuki Mukti (2004) berpendapat bahwa tidak dapat kita

pisahkan antara kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan sarana dan prasarana

guna menyukseskan pendidikan di sekolah. Maka hal utama yang harus dilakukan

dalam pengelolaan perlengkapan sekolah adalah pengadaan sarana dan prasarana.

Aktivitas pertama dalam manajemen sarana prasarana pendidikan adalah

pengadaan sarana prasarana pendidikan. Pengadaan perlengkapan pendidikan

biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan

pendidikan di suatu sekolah menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, di

hapuskan, atau sebab-sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga

memerlukan pergantian, dan untuk menjaga tingkat persediaan barang setiap

tahun dan anggaran mendatang.

Kebutuhan akan sarana dan prasarana di sekolah haruslah direncanakan.

Sebagai manajer pendidikan, kepala sekolah haruslah mempunyai proyeksi

kebutuhan sarana dan prasarana untuk jangka panjang, jangka menengah, jangka

pendek. Proyeksi kebutuhan akan sarana dan prasana sekolah dibuat dengan

23
mempertimbangkan dua aspek, ialah kebutuhan aspek pendidikan di satu pihak

dan kemampuan sekolah di pihak lain.

Setelah rencana pengadaan sarana dan prasarana dibuat langkah berikut-nya

yakni pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengadaan

sarana dan prasrana ini, bisa dilakukan dengan pembelian, meminta sumbangan,

pengajuan bantuan ke pemerintah (untuk sekolah-sekolah negeri) dan pengajuan

kepihak yayasan (untuk sekolah-sekolah swasta), pengajauan ke komite sekolah

(dewan sekolah), tukar menukar dengan sekolah lain dan menyewa.

Tim yang ditunjuk untuk melakukan pengadaan sarana dan prasarana

sekolah hendaknya membuat daftar ceklis tentang berbagai jenis sarana dan

prasarana yang akan diadakan, semua spesifikasi teknis, standar kualitas akan

mudah direalisasi dan dikontrol. Oleh karena itu, agar spesifikasi teknis, standar

kualitas dan utilitas sarana dan prasarana yang proses pengadaannya dengan

meminta sumbangan atau bantuan dari pemerintah tidak mengalami deviasi,

perlu dibuat proposal yang jelas.

Sebelum proposal diselesaikan, tim yang ditunjuk oleh sekolah

melakukan survey baik terhadap harga, merek dan kualifikasi barang yang

dibutuhkan sebagai kajian banding atas berbagai jenis barang dengan merk dan

spesifikasi teknisnya, sehingga jenis barang yang akan diminta dapat diketahui

kelebihan dan kekurangannya (standar kualitasnya). Kemampuan sekolah sangat

menentukan dalam merumuskan kebutuhannya sendiri (termasuk di dalamnya

sarana dan prasarana sekolah), dengan memenuhi aspek utilitas dan memenuhi

syarat standar kualitas.

24
d. Pemanfaatan Sarana dan Prasraana Pendidikan

Manajemen aset sekolah merupakan upaya untuk mengelola sarana-

prasarana sekolah agar nilai gunanya tidak merosot. Kata ”pemanfaatan” adalah

serangkaian kegiatan terencana dan sistematis yang dilakukan secara rutin

maupun berkala, jadi anjuran untuk memanfaatkan sarana dan prasarana

pendidikan dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1993 tentang

Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa ”guru wajib

mengunakan perangkat atau sarana pendidikan seperti laboratorium untuk

kegiatan proses belajar mengajar dan dibarengi dengan peningkatan frekuensi

penggunaan secara maksimal”. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut

menggunakankan sarana pendidikan merupakan kewajiban.

Bafadal (2008:42) menawarkan bahwa ”ada tiga hal pokok yang perlu

dilakukan oleh personal sekolah yang akan memakai perlengkapan di sekolah,

yaitu: (a) memahami petunjuk penggunaan perlengkapan pendidikan, (b) menata

perlengkapan pendidikan, (c) memelihara, baik secara kontinyu maupun berkala

terhadap perlengkapan pendidikan.

e. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Aset sekolah, baik gedung, dan lingkungannya merupakan wahana belajar

yang perlu diperlakukan sebagai “amanah” yang perlu dikelola dengan baik.

Manajemen sekolah sepenuhnya bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan

pemeliharaan baik dalam bentuk perumusan, rincian pekerjaan, tugas serta kegiatan

adalah berdasarkan pada hirarkis organisasi, orang-orang yang memiliki

25
kesanggupan dan kemampuan melaksanakannya sebagai prasyarat bagi tercipta-

nya kerjasama yang harmonis dan optimal untuk mencapai tujuan secara efektif

dan efisien.

Kelancaran operasional pemeliharaan dilakukan sesuai dengan prosedur

yang sudah ditetapkan dan dibutuhkan organisasi pelaksana dengan ketentuan:

a) Seluruh personil mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang

jelas dan terukur.

b) Seluruh personil merupakan bagian dari manajemen sekolah, komite

sekolah, wali murid dan masyarakat sekitarnya yang dianggap memiliki

kepedulian dan pengalaman serta memahami permasalahan dibidang

bangunan gedung beserta sarana penunjangnya.

c) Seluruh personil tersebut siap untuk mengabdikan tenaga, waktu dan pikiran

demi tujuan dalam menjaga, memelihara dan merawat gedung sekolah.

Secara makro manajemen aset ini menyangkut kegiatan inventarisasi

atau penyusunan data-base sarana-prasarana sekolah, penyusunan program

peme-liharaan, perawatan, perbaikan dan pembangunan (kembali) gedung

sekolah, perangkat dan lingkungannya. Secara mikro, manajemen aset sekolah

di tingkat sekolah sendiri menyangkut upaya pemeliharaan dan perawatan kecil

yang dilakukan oleh warga sekolah sendiri (siswa, guru, penjaga, komite

sekolah, masyarakat sekitar).

Pemeliharaan perlengkapan sekolah, seperti perabot dan peralatan kantor,

serta pengajaran dilakukan pemeliharaan secara kontinyu dan berkala agar selalu

26
dalam keadaan siap pakai. Sarana dan Prasarana sekolah yang difokuskan untuk

didata dan dilakukan kegiatan pemeliharaannya terutama: ruang kelas, ruang guru,

ruang pimpinan, perpustakaan, laboratorium (IPA), ruang UKS, tempat ibadah,

jamban (KM/WC), gudang, ruang sirkulasi dan tempat bermain/olah raga.

Tujuan kegiatan pemeliharaan Sarana dan Prasarana adalah: (a) untuk

memelihara prasarana secara berkelanjutan; (b) adanya jaminan terhadap

kualitas prasarana; (c) adanya keuntungan yang berkelanjutan dari hasil

pemanfaatan prasarana.

Dengan kata lain, pemeliharaan Sarana-Prasarana sekolah dan

lingkungan-nya dimaksudkan untuk: (a) Untuk mengoptimalkan pemakaian dan

umur bangunan, jika dilihat dari faktor ekonomis bahwa memelihara adalah

untuk mencapai efisiensi penggunaan anggaran perawatan. (b) menjamin

kesiapan operasional penggunaan gedung dan penunjangnya, sehingga kegiatan

yang dilakukan dapat optimal. (c) menjamin keandalan bangunan melalui

kegiatan pengecekan secara rutin dan teratur. (d) menjamin keselamatan orang

atau siswa yang menggunakan gedung beserta sarana penunjangnya.

Beberapa tindakan awal yang perlu dilakukan ialah sebagai berikut.

a. Membangkitkan rasa memiliki sekolah kepada seluruh siswa.

b. Membina siswa untuk disiplin dengan cara yang efektif dan di terima oleh

semua siswa.

c. Memupuk rasa tanggung jawab kepada siswa untuk menjaga dan memelihara

keutuhan dari sarana dan prasarana gedung sekolah yang ada. Siswa

27
dilibatkan dalam hal kegiatan positif yaitu: (1) Regu piket harian (2) Kegiatan

Jumat bersih (3) Lomba kebersihan kelas setahun (atau enam bulan) sekali.

d. Sarana dan prasarana gedung sekolah disiapkan secara prima sehingga

tidak mudah rusak jika digunakan secara benar.

e. Memberikan arahan/pengaruh yang dapat menyebabkan guru dan kepala

sekolah tergerak untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya secara

bersama-bersama melakukan upaya pemeliharaan.

f. Melakukan pembinaan dan kerjasama dengan masyarakat di luar sekolah.

f. Prinsip-prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Agar tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai ada beberapa

prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola perlengkapan di sekolah,

prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut menurut Bafadal (2003) adalah sebagai

berikut.

1) Prinsip Pencapaian Tujuan

Pada dasarnya manajemen sarana dan prasarana pendidikan di

sekolah diterapkan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam

keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, manajemen sarana dan prasarana

pendidikan dapat di katakan berhasil bilamana fasilitas sekolah itu selalu

siap pakai setiap saat, apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah

dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.

28
2) Prinsip Efisiensi

Dengan prinsip efisiensi semua kegiatan pengadaan sarana dan

prasarana sekolah di lakukan dengan perencanaan yang hati, sehingga

bisa memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif

murah. Dengan prinsip efisiensi berarti bahwa pemakaian semua fasilitas

sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat

mengurangi pemborosan. Maka perlengkapan sekolah hendaknya di-

lengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya.

Petunjuk teknis tersebut di komunikasikan kepada semua personil

sekolah yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilamana

dipandang perlu, di lakukan pembinaan terhadap semua personel.

3) Prinsip Administratif

Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan

yang berkenaan dengan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai contoh

adalah peraturan tentang inventarisasi dan penghapusan perlengkapan

milik negara. Dengan prinsip administratif berarti semua perilaku penge-

lolaan perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memper-

hatikan undang-undang, peraturan, instruksi, dan pedoman yang telah

diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya, setiap

penanggung jawab pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya me-

mahami semua peraturan perundang-undangan tersebut dan menginfor-

masikan kepada semua personel sekolah yang diperkirakan akan ber-

partisipasi dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan.

29
4) Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab

Di Indonesia tidak sedikit adanya kelembagaan pendidikan yang

sangat besar dan maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya

sangat banyak sehingga manajemennya melibatkan banyak orang.

Bilamana hal itu terjadi, maka perlu adanya pengorganisasian kerja

pengelolaan perlengkapan pendidikan. Dalam pengorganisasiannya,

semua tugas dan tanggung jawab semua orang yang terlibat itu perlu di

deskripsikan dengan jelas.

5) Prinsip Kekohesifan

Dengan prinsip kekohesifan berarti manajemen perlengkapan

pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses

kerja sekolah yang sangat kompak. Oleh karena itu, walaupun semua

orang yang terlibat dalam pengelolaan perlengkapan itu telah memiliki

tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun antara satu dengan

yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik.

2. Profesionalisme Guru

a. Pengertian Profesionalisme

Dalam konteks profesionalisme terdapat tiga istilah yang dibahas, yakni

profesi, profesional, dan profesionalisme.

30
1) Profesi

Profesi adalah riwayat pekerjaan, pekerjaan (tetap), pencaharian

pekerjaan yang merupakan sumber penghidupan. Soejipto dan Raflis

Kosasih mengutip pendapat Ornnstein dan Levine menyatakan bahwa

profesi adalah jabatan, dia menulis beberapa tentang pengertian profesi

yaitu (1) melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan

sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan); (2) memerlukan bidang

dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap

orang dapat melakukannya); (3) memerlukan perhatian khusus dengan

waktu yang panjang.

Kata profesi dapat diketahui dari tiga sumber makna, yaitu makna

etimology, makna terminology, dan makna sociology. Secara etimologi,

profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin

profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli

dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminology, profesi dapat

diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi

bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan

manual. Kemampuan mental di sini menurut Sudarwan Danim (2002:21)

adalah: “adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk

melakukan perbuatan praktis.” Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-

pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun

levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi. Secara sosiologi

dikemukakan Carr-Saunders dalam Peter Jarvis (1992:21)

31
bahwa: “profession may perhaps be defined as an accupation bessed

upon specialized intellectual study and training. The purpose of wich is

to supply skilled service or advice to other for definite fee or salary.”

Sedangkan Cogan (1953) dalam Peter Jarvis (1992:21) memberikan

batasan “… that a profession is vacation of some practice is founded

upon an understanding of teoritical structure of some depertemen of

learning or science.” Menurut Makmun (1996:47) “profesi menunjukkan

suatu kepercayaan (to profess mean to trust), bahkan suatu keyakinan (to

belief in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang,

dan menunjukkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular

business).”

2) Profesional

Profesional adalah tindakan melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai

atau telah dibandingkan baik secara konsepsional secara teknik atau

latihan. Menurut S. Prayudi A, (1979), istilah profesional dapat diartikan

pula sebagai: “usaha untuk menjalankan salah satu profesi berdasarkan

keahlian dan keterampilan yang dimiliki seseorang dan berdasarkan

profesi itulah seseorang mendapatkan suatu imbalan pembayaran

berdasar-kan standar profesinya.”

3) Profesionalisme

Istilah profesionalisme diangkat dari bahasa Inggris professionalism yang

secara leksikal berarti “sifat professional” (Sudarwan Danim, 2002:23).

32
Pandji Anoraga & Sri Suyati (1995:85) menyatakan “profesionalisme

merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang

menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi.” Profesinalisme

mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk

keuntungan atau sebagai sumber kehidupan.

Menurut Arifin (2002:78), professionalisme mengandung arti yang sama

dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang

diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Profesionalisme berarti

suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam

pekerjaan tertentu yang keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan

khusus atau latihan. Sedangkan Ahmad Tafsir (2004:16) mengatakan

profesionalisme ialah faham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan

harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional

adalah orang yang memiliki profesi, sedangkan profesi itu harus

mengandung keahlian artinya suatu program itu mesti dilandasi oleh

suatu keahlian khusus untuk profesi.

Profesionalisme berasal dari istilah professional yang dasar katanya adalah

profesi (profession). Makmun (1996:48) mengemukakan bahwa profesional berarti

persyaratan yang memadai sebagai suatu profesi. Selain itu menurut Tilaar (1999)

istilah profesional mengandung makna: (1) sesuatu yang bersangkutan dengan

profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (3)

mengharuskan adanya pembayaran untuk melaku-kannya (lawan amatir). Menurut

Dedi Supriyadi (1998:95) dan Sudarwan Danim (2002:22), kata professional

33
merujuk pada dua hal: Pertama, adalah orang yang menyandang sutau profesi,

orang yang biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdi diri

pada pada pengguna jasa disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan

profesionalnya, atau penampilan seseorang yang sesuai dengan ketentuan

profesi. Kedua, adalah kierja atau performance seseorang dalam melakukan

pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja itu dimuati

unsur-unsur kiat atau seni (art) yang menjadi ciri tampilan professional seorang

penyandang profesi.

Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi

dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh

melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu

menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang

profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan

di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa profesionalisme

merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam

pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai

kegiatan yang bermanfaat.

Mengingat pentingnya profesionalisme, dalam Hadits Shahih Al-Jamius

Shahih Bukhari Muslim dikemukakan bahwa:

Artinya “Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia, tetapi dia
akan menahan ilmu dengan ditahannya (diambilnya) para ulama,
sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim ahli maka manusia
selalu mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka.

34
Maka bertanyalah orang-orang, lalu dijawablah dengan tanpa ilmu,
maka sesatlah mereka dan menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim).

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin

haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan untuk

menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya tidak tertindas dan

mampu membawa mereka ke jalan yang lebih baik demikan juga dengan

umatnya untuk menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus

sebagai pemimpin yang profesional. Guru adalah seorang pemimpin. Bahkan,

lebih dari itu, guru memiliki peran yang sangat sentral dalam membentuk

pribadi-pribadi pemimpin.

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian

profesionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai

kegiatan kerja tertentu dalam kehidupan masyarakat dengan berbekal keahlian yang

tinggi dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dengan semangat untuk

melakukan pengabdian memberikan bantuan layanan pada sesama manusia

b. Karakteristik Profesi

Uraian tentang profesi, professional, profesionalisme, dan profesionalisasi

yang dikemukakan di atas sebenarnya sudah memberikan gambaran dan penjelasan

secara nyata tentang sifat-sifat khas atau karakteristik dari sebuah profesi. Telaahan

tentang karakteristik profesi telah banyak dilakukan para pakar yang meminatinya,

namun menurut Makmun (1996:48) “tidak ada kesimpulan hasil kajian para pakar

tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian.”

35
Ornstein & Levine dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999:15) menyata-

kan bahwa profesi itu adalah jabatan yang memiliki beberapa karakteristik.

Ornstein & Levine mengemukakan paling sedikit ada 14 karakteristik sebuah

profesi seperti yang diuraikannya di bawah ini

a) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan


sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan
khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori
baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mem-punyai persyaratan
masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau
ada persya-ratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendu-dukinya).
f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
(tidak diatur oleh orang luar).
g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk
kerja yang ditampilkan yang ber-hubungan dengan layanan yang
diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang
diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih
tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan
terhadap layanan yang akan diberikan.
i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relative
bebas dari supervisi dalam jaba-tan (misalnya dokter memakai tenaga
administrasi untuk mendapat klien, sementara tidak ada supervisi dari
luar terhadap pekerjaan dokter itu sendiri).
j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elite’ untuk mengetahui
dan mengakui keberhasilan anggo-tanya (keberhasilan tugas dokter
dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
bukan oleh Departemen Kesehatan).
l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau
menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

36
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan
diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu menyakini dokter
lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding
dengan jabatan lainnya).

Tidak berbeda jauh dengan ciri-ciri tersebut di atas, Sanusi et.al (1991)

mengemukakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:

1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang


menentukan (crusial).
2. Jabatan yang menentukan keterampilan/keahlian tertentu.
3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui
pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,
sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan
waktu yang cukup lama.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan
judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9. Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan
bebas dari campur tangan orang luar.
10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh
karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Oteng Sutisna (1993:303) yang mengutif pendapat More (1970) me-

nyebutkan ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut:

1. Seorang professional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan


pekerjaannya.
2. Terikat oleh suatu panggilan hidup dan dalam hal ini memperlakukan
pekerjaannya sebagai perangkat norma kepatuhan dan perilaku.
3. Anggota organisasi professional yang formal.

37
4. Menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar
latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus.
5. Terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan
pengabdian.
6. Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali.

Sementara Volmer & Mills dalam Abin Syamsuddin (1996:47) mengaju-

kan unsur-unsur essensial profesi adalah ”Suatu dasar teori sistematis, adanya

kewenangan yang diakui oleh klien; sanksi dan pengakuan masyarakat atas

kewenangan ini, adanya kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari

orang-orang professional dengan klien dan teman sejawat, dan adanya

kebudayaan profesi atau nilai-nilai, norma, dan lambang-lambang”.

c. Profesionalisme Guru

Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih,

dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi

rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah

siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar

yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya

memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu

melakukannya. Menyadari hal itu, maka penulis menganggap bahwa keberadaan

guru profesional sangat diperlukan.

Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang

bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati

diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada

pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak

38
buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara (Asrorun

Ni’am Sholeh, 2006:. 9).

Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat ini,

penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru

profesioanal. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan

profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan

tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik

baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang

perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta mampu

mendatangkan prestasi belajar yang baik.

Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam

bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa

guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar

melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk

pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan

belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan

pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung

jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut

membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian

integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru.

Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah (2007: 250) mengutip pendapat

Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:

a) Designer of intruction (perancang pengajaran)

39
b) Manager of intruction (pengelola pengajaran).

c) Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).

Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme dunia

pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkan melaksanakan

tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya hanya

mereka yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru, yang dapat

menjadi guru profesional.

Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan

menggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskan bahwa

guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan berbagai syarat,

dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiap orang

guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus

melakukannya dan menyadari bagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-

baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik.

Dengan berbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi

seorang profesional, yang menjadi semakin profesional. 14

Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional,

penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan

diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas

pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan

nasional akan terwujud dengan baik.

40
Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk mempengaruhi

proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan mampu memberikan

mutu pendidikan yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi.

Untuk mewujudkan itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau

sistem pendidikan guru yang memang juga bersifat profesional dan memeliki

kualitas pendidikan dan cara pandang yang maju.

d. Aspek-aspek Profesionalisme Guru

Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai

pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan

mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional.

Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi

profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa (2008), kompetensi yang

harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut.

a) Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a

dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta

didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar,

dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimilikinya (E. Mulyasa, 2008: 75).

b) Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b,

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah

41
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,

menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (E. Mulyasa,

2008: 117).

c) Kompetensi Profesioanal

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c

dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah

kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam

yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (E.

Mulyasa, 2008: 135).

d) Kompetensi Sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah ke-

mampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan

bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar (E.

Mulyasa, 2008: 173).

Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan

Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar

apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatang-kan hasil belajar

pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel

menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage, process dan product.

Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru

42
yang efektif apabila ia dari segi: presage, ia memiliki personality attributes dan

teacher knowledge yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang

mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu

menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang

dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat

mendatang-kan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.

Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah

sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pen-

didikan guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan pemahaman dari

uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramal-

kan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan product yang unsur-

unsurnya sebagai berikut.

(1) Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri

dari unsur-unsur (a) latar belakang pre-service dan in-service guru, (b)

pengalaman mengajar guru, (c) penguasaan pengetahuan keguruan, dan

(d) pengabdian guru dalam mengajar.

(2) Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan

proses belajar mengajar) terdiri atas (a) kemampuan guru dalam

merumus-kan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP); (b) kemampuan

guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas; serta (c)

kemampuan guru dalam mengelola kelas.

43
(3) Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri

dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru

tersebut.

Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di

madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut

sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut

kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan,

metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan

mengelola proses belajar mengajar, di samping itu guru juga harus mampu

melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan

dialami oleh murid-muridnya (Alisuf Sabri, 1992: 16-18).

B. Kajian Kepustakaan

Sebagai perbandingan penelitian ini, penulis menyajikan beberapa hasil

penelitian terdahulu sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Desak Nyoman Puspayani (2009) berjudul

”Kontribusi Sarana Prasarana, Layanan Administratif, Kompetensi Profesional

Guru terhadap Kepuasan Belajar (Studi Tentang Persepsi Siswa SMA Negeri 1

Sukawati)” mengungkap: (1) besaran kontribusi sarana prasarana terhadap

kepuasan belajar siswa di SMA N 1 Sukawati, (2) besaran kontribusi layanan

administratif terhadap kepuasan belajar siswa di SMA N 1 Sukawati, (3) besaran

kontribusi kompetensi profesional guru terhadap kepuasan belajar siswa di SMA

N 1 Sukawati, dan (4) besaran kontribusi antara sarana

44
prasarana, layanan administratif, kompetensi profesional guru secara

bersama-sama terhadap kepuasan belajar siswa di SMA N 1 Sukawati.

Penelitian ini menggunakan rancangan ex-post facto dengan teknik

korelasional. Populasi penelitian ini berjumlah 837 siswa. Pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik stratified random sampling

dengan ukuran sampel sebanyak 250 siswa.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) terdapat kontribusi sarana

prasarana terhadap kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati dengan

kontribusi sebesar 32,0%, (2) terdapat kontribusi layanan administratif

terhadap kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati dengan kontribusi

sebesar 29,6%, (3) terdapat kontribusi kompetensi profesional guru terhadap

kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati dengan kontribusi sebesar

39,4%, dan (4) terdapat kontribusi sarana prasarana, layanan administratif,

dan kompetensi profesional guru terhadap kepuasan belajar siswa pada SMA

N 1 Sukawati dengan kontribusi sebesar 50,2%. Berdasarkan temuan hasil

penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi sarana

prasarana, layanan administratif, dan kompetensi profesional guru terhadap

kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Eka Yuni Setyowati (2010) berjudul

”Pengaruh Kompensasi dan Sarana Prasarana Terhadap Profesionalitas Guru

SMA se-Kota Pati” bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh kompensasi

dan sarana prasarana terhadap profesionalitas guru SMA se-Kota Pati secara

simultan, mengetahui pengaruh kompensasi terhadap profesionalitas guru

45
secara parsial dan mengetahui pengaruh sarana prasarana terhadap

profesionalitas guru secara parsial. Hasil analisis regresi dengan SPSS 16. 0

menunjukkan bahwa, terdapat pengaruh secara simultan antara kompensasi

dan sarana prasarana terhadap profesionalitas guru dengan koefisien

determinasi sebesar 47,2%, terdapat pengaruh secara parsial antara

kompensasi terhadap profesionalitas guru sebesar 29,26% dan terdapat

pengaruh secara parsial antara sarana prasarana terhadap profesionalitas guru

sebesar 20,79%. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa kompensasi dan sarana prasarana secara signifikan

mempengaruhi profesionalitas guru SMA se-Kota Pati, baik secara simultan

maupun parsial. Saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini yaitu, guru

hendaknya terus meningkatkan profesionalitasnya.

C. Posisi Teoretik

Pada dasarnya penelitian tentang profesionalisme guru sangatlah banyak

telah dilakukan oleh yang lain dengan berbagai cara dan metode. Akan tetapi,

pada penelitian ini akan dibahas bagaimana posisi profesionalisme guru

dikaitkan dengan keberadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah secara

umum, terutama pengaruh keberadaan sarana dan prasarana yang ada di SMA

Al-Muawanah Cianjur.

Pada penelitian-penelitian terdahulu, pengkajian atas sarana dan prasarana

pendidikan diteliti secara parsial, khususnya yang berkaitan dengan media

pembelajaran saja. Demikian pula halnya permasalahan profesionalisme guru

46
yang hanya difokuskan terhadap profesionalisme akademik saja. Pada penelitian

ini, variabel sarana dan prasarana diteliti dalam berbagai aspek, yakni

manajemen sarana dan prasarana pendidikan yang ada di sekolah. Demikian

pula halnya dengan profesionalisme guru yang mencakup empat kompetensi

guru secara terpadu, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi,

kompetensi profesi, dan kompetensi sosial.

Atas dasar pemikiran tersebut, kerangka pemikiran yang digunakan

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Sarana dan Profesionalisme


Prasarana Guru (Y)
Pendidikan (X)

1. Prinsip pencapaian 1. Kompetensi pedagogik,


tujuan. 2. Kompetensi kepribadian,
2. Prinsip efisiensi. 3. Kompetensi profesi,
3. Prinsip administratif. 4. Kompetensi soisal
4. Prinsip
kejelasan
tanggung jawab.
5. Prinsip kekohesifan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

47
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional Penelitian

Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap

Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” terdiri atas dua variabel,

yakni variabel sarana dan prasarana pendidikan sebagai variabel independen (X),

dan variabel profesionalisme guru sebagai variabel dependen (Y).

Agar penggunaan peristilahan pada kedua variabel tersebut tidak rancu,

maka diperlukan definisi operasional atas keduanya disertai dengan pengembang-

an masing-masing variabel secara operasional.

1. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini ada-lah

pengelolaan manajemen sarana dan prasarana pendidikan dengan me-ngacu

kepada teori yang dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 poin 8:

”Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang


berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel
kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber
belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.”

48
Di samping itu, operasionalisasi variabel ini juga didasarkan kepada

pendapat Bafadal (2003) tentang prinsip-prinsip manajemen sarana dan

prasarana, yang kemudian dijadikan indikator penelitian ini, yakni:

a. Prinsip Pencapaian Tujuan

b. Prinsip Efisiensi

c. Prinsip Administratif

d. Prinsip Kejelasan Tanggungjawab

e. Prinsip Kekohesifan.

2. Profesionalisme Guru

Profesionalisme guru sebagai variabel dependent mengacu kepada pasal 28

ayat (3) butir (a), (b), (c), dan (d) tentang kompetensi guru. Keempat kompetensi

tersebut adalah (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c)

kompetensi profesi, dan (d) kompetensi sosial.

Berdasarkan kedua teori yang dijadikan landasan di atas, dapat disusun

operasionalisasi variabel penelitian sebagai berikut.

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Skala

Sarana dan Prasarana Prinsip Pencapaian Tujuan Ordinal


Pendidikan (Bafadal,
Ibrahim, 2003:45-48) Prinsip Efisiensi Ordinal

Prinsip Administratif

Prinsip Kejelasan Ordinal

49
Variabel Dimensi Skala

Tanggungjawab
Prinsip Kekohesifan Ordinal

Profesionalisme Guru Kompetensi pedagogik Ordinal


(Pasal 28 ayat (2), PP 19
tahun 2005) Kompetensi kepribadian Ordinal

Kompetensi profesi Ordinal

Kompetensi sosial Ordinal

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan

terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” ini

menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan

salah satu pendekatan yang ada dalam penelitian. Pendekatan ini

menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-

variabel penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi

dasar penelitian kuantitatif. Pembahasan asumsi dasar yang dipakai dalam

penelitian kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel

sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan

dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan

validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan

pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil

penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan

50
model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan

adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan

tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula

statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan

makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna

secara kebahasaan dan kulturalnya.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana

penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana.

Dalam penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan

terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” ini

digunakan metode deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei.

Singarimbun (2003:3) mengemukakan bahwa penelitian survei adalah

penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Sementara itu,

Sugiyono (2004:11) mengemukakan bahwa menurut tingkat eksplanasinya,

penelitian ini termasuk ke dalam penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif

adalah penelitian yang mencari pengaruh antara satu variabel dengan

variabel lainnya. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah (1)

sarana dan prasarana pendidikan dan (2) profesionalisme guru SMA Al-

Muawanah Cianjur.

C. Sumber Data Penelitian

51
Sumber data mengacu kepada populasi penelitian serta penentuan sampel

yang digunakan dalam penelitian. Populasi menurut Husaeni adalah semua nilai

baik melalui perhitungan kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu

mengenai objek yang lengkap dan jelas. Ditinjau dari banyaknya anggota populasi,

maka populasi terdiri dari populasi terbatas (terhingga) dan populasi tak terbatas

(tak terhingga), dan dilihat dari sifatnya populasi dapat bersifat homogen dan

heterogen. Menurut Sugiyono (2004:4) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Populasi yang menggunakan seluruh populasi disebut sampel total atau

sensus. Penggunaan ini berlaku jika anggota populasi relatif kecil, untuk anggota

populasi yang relatif besar bisa mengambil sampel sebagian dari anggota

populasi sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah staf pendidik di SMA

Al-Muawanah Cianjur yang seluruhnya berjumlah 18 orang, terdiri atas 4 orang

guru PNS yang dipekerjakan dan telah tersertifikasi, 2 orang guru honorer yang

telah tersetifikasi, 7 orang guru honorer yang belum tersertifikasi, serta 5 orang

guru yang berasal dari SMA lain dengan status menambah jam pelajaran di SMA

Al-Muawanah Cianjur.

Mengingat jumlah populasi di atas sedikit (18 orang), maka seluruh

populasi dijadikan sebagai sampel atau sensus penelitian. Seluruh responden

akan menjawab seluruh item yang terdapat pada angket yang diajukan tanpa

pemilahan dan pengklasifikasian.

52
D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini data yang akan diungkap adalah ”Pengaruh Sarana

dan Prasarana Pendidikan terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah

Cianjur”. Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala

Likert. Adapun alasan meng-gunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap,

pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena

sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian produk dapat

dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu, penggunaan skala

Likert pada penelitian ini dapat diterima.

Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Penskoran pada Skala Likert

Pernyataan Bobot Pernyataan Bobot


Penilaian Penilaian
Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5
Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4

Netral Skor : 3 Netral Skor : 3

Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2

Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1

Selain penggunaan angket, pada penelitian ini juga digunakan studi

dokumentasi dan studi kepustakaan.

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan

sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian

yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi

53
penelitian maupun di instansi lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi

penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari

lembaga perbankan meliputi buku-buku, laporan kegiatan dan keuangan, serta

dokumen lain yang relevan dengan fokus penelitian.

Studi kepustakaan digunakan sebagai acuan teoretis atas temuan-temuan

yang diperoleh dalam penelitian.

E. Tahap-tahap Penelitian

Pada dasarnya sebagian besar para ahli mengemukakan langkah-langkah

penelitian dalam penelitian relatif hampir sama, yaitu prapenelitian,

pelaksanaan, dan pengolahan data serta menyusun laporan hasil penelitian. Oleh

karena itu, langkah-langkah penelitian merupakan bagian yang harus dipahami

dan dijalan-kan oleh peneliti.

Untuk keperluan penelitian ini, langkah-langkah penelitian yang akan

digunakan adalah sebagai berikut

1) Prasurvei. Tahap ini merupakan langkah awal dalam upaya penjajagan

dengan melakukan dialog-dialog bersama Wakil Kepala Sekolah Urusan

Kurikulum di SMA Al-Muawanah Cianjur. Gambaran yang diperoleh

dari hasil wawancara sederhana tersebut kemudian dikonsultasikan

dalam bentuk proposal penelitian kepada pembimbing.

2) Mengajukan permohonan izin pengajuan penelitian kepada Ketua Program

Studi Manajemen Pendidikan Islam, FAI, Universitas Suryakancana

54
Cianjur, serta pengajuan permohonan izin penelitian kepada Kepala SMA

Al-Muawanah Cianjur.

3) Melaksanakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan,

serta rambu-rambu yang harus dilakukan. Penelitian dilakukan dengan

menyebarkan angket kepada seluruh guru SMA Al-Muawanah Cianjur

sesuai dengan sampel yang telah ditetapkan.

4) Melakukan analisis data hasil penelitian.

5) Menyusun laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi.

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan dalam kerangka

pengembangan instrumen penelitian. Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam

pengembangan instrumen penelitian secara garis besarnya adalah sebagai berikut.

1) Merumuskan definisi operasional setiap variabel penelitian hingga

masing-masing variabel memiliki batasan yang jelas mengenai aspek dan

subaspek yang akan diukur serta indikatornya masing-masing.

2) Menyusun penjabaran konsep yang akan dijadikan panduan dalam

penulisan butir-butir pertanyaan.

3) Merumuskan butir-butir pertanyaan sesuai dengan penjabaran konsep

instrumen penelitian yang telah ditetapkan.

4) Mendiskusikan perangkat instrumen dengan pembimbing untuk men-

dapatkan masukan dan pertimbangan mengenai kelayakan konstruksi,

lingkup dan redaksi dari setiap pernyataan.

55
5) Menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dengan tujuan

untuk mengukur valid tidaknya instrumen itu.

a) Teknik yang dipergunakan adalah teknik r Product Moment, yaitu

hasil perhitungan dibandingkan dengan kriteria validitas yaitu suatu

butir pernyataan dinyatakan valid jika koefesien rhitung lebih besar dari

rtabel pada taraf signifikansi α = 0,05. Rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut.

= n∑ XY - (∑ X)(∑Y )
rxy
[n ( X2 ) − ( X)2 ] [n ( Y2 ) − ( Y)2 ]
∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi

n : jumlah responden

X : Jumlah skor setiap item

Y : Jumlah skor total seluruh item


2
(∑X) : Kuadrat jumlah skor item X
2
∑X : Jumlah kuadrat skor item X
2
(∑Y) : Kuadrat jumlah skor item Y
2
(∑Y) : Jumlah kuadrat skor item Y

b) Menata ulang instrumen pernyataan sesuai dengan butir-butir per-

nyataan yang valid (sahih).

c) Uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan koefesien

reliabilitas dari Alpha Cornbach.

56
2
k ∑ Si
α= k
− 11 −
S
2
i

Keterangan :
α = nilai koefisien reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑ Si2 = mean kuadrat kesalahan

2 = varians total
Si

Hasil yang diperoleh dari ini selanjutnya dikonsultasikan dengan

tabel interpretasi nilai, seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5
Pedoman untuk memberikan interpretasi nilai r

Interval Koefesien Interpretasi

0.000 - 0,199 Sangat rendah

0.200 - 0.399 Rendah

0.400 - 0.599 Sedang

0.600 - 0.799 Kuat

0.800 - 1.000 Sangat Kuat

Instrumen sebagai alat pengumpul data dalam penelitian harus

memenuhi persyaratan kesahihan (validity) dan keterandalan (realiability).

Oleh karena itu, dalam penelitian instrumen yang digunakan untuk

pengumpulan data dari penelitian terlebih dahulu diujicobakan guna menge-

tahui kesahihan dan keterandalan instrumen tersebut. Suatu instrumen dikata-

57
kan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Reliabilitas

adalah indeks yang mampu menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat di-percaya atau dapat diandalkan. Hal ini sesuai dengan apa yang

dikemukakan Sugiyono, yang mengatakan bahwa hasil penelitian itu valid

jika terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang

sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.

G. Analisis Data Hasil Penelitian

1. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian

Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur persepsi,

sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah peristiwa

atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan

oleh peneliti. Pengolahan data secara deskriptif adalah dengan cara

memperoleh hasil perkalian dari jumlah responden dengan skor pilihan

jawaban yang diberikan. Seluruh hasil perkalian dari jumlah responden pada

masing-masing pilihan jawaban ini (pada masing-masing item) dijadikan

dasar penafsiran data hasil penelitian secara deskriptif.

Untuk mencari skor total vaiabel dalam batas-batas nilai minimum,

kuartil I, median, kuartil III, dan nilai maksimal yang dapat dicapai,

dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a) Menentukan skor maksimum, yaitu skor jawaban terbesar dikalikan

banyak item.

58
b) Menentukan skor minimum, yaitu skor jawaban terkecil dikalikan

banyak item.

c) Menentukan nilai median, yakni hasil penjumlahan skor maksimum

dengan skor minimum dibagi dua.

d) Menentukan nilai kuartil I, yaitu hasil penjumlahan skor minimum

dengan median dibagi dua.

e) Menentukan nilai kuartik III berupa hasil penjumlahan skor maksimum

dengan median dibagi dua.

f) Membuat skala yang menggambarkan skor minimum, nilai kuartil

pertama, nilai median, nilai kuartil ketiga, dan skor maksimum.

Skala interpretasi yang digunakan adalah sebagai berikut.

ƒ Angka 0% – 20% = Sangat lemah


ƒ Angka 21% – 40% = Lemah
ƒ Angka 41% – 60% = Cukup
ƒ Angka 61% – 80% = Kuat
ƒ Angka 81% – 100% = Sangat kuat

2. Analisis Regresi Sederhana

Analisis data diarahkan pada pengujian hipotesis yang diawali

dengan deskripsi data penelitian dari ketiga variabel dalam bentuk distribusi

frekuensi dan histogramnya serta menentukan persamaan regresinya.

59
Analisis regresei linier sederhana diawali dengan pengujian asumsi klasik

dengan persamaan regresi sebagai berikut.

Ŷ = a + bX + e

Keterangan:
Y : tingkat keberhasilan usaha nasabah
X : pembiayaan musyarakah
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X
e : epsilon, galat presiksi yang terjadi secara acak.

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas Distribusi Data

Karena statistik parametrik berlandaskan pada asumsi bahwa data

yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, maka dilakukan pengujian

normalitas untuk mengetahui apakah data yang dihasilkan berdistribusi

normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan syarat penting pada

pengujian kebermaknaan koefisien regresi. Apabila data residual dari mode

regresi tidak mengikuti distribusi normal, maka kesimpulan dari uji F dan

uji t perlu dipertanyakan karena statistik uji dalam analisis regresi

diturunkan dari data yang berdistribusi normal.

Uji normalitas distribusi data yang digunakan pada penelitian ini

adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Dasar pengambilan keputusannya jika

thitung < ttabel maka data telah berasal dari data yang berdistribusi normal.

60
Untuk data yang banyak, data diasumsikan mendekati distribusi normal

dengan syarat data > 100.

b. Uji Asumsi Heteroskedastisitas

Persyaratan kedua dalam analisis regresi linier klasik adalah harus

tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Artinya, varian residu pada data

harus bersifat homogen atau sama. Uji heteroskedastitas dilakukan dengan

menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara variabel bebas dengan

nilai residu regresi parsialnya. Jika probabiltias kesalahan statistik atau p-

value > (α = 0,05) atau nonsignifikan, maka diputuskan tidak terjadi situasi

heteroskedastitas.

c. Uji Autokorelasi

Menurut Maurice G. Kendall (1971:8), autokorelasi akan menjelas-

kan bahwa varian residual (e) tidak saling berpengaruh. Hal ini dapat

dilihat dengan menggunakan tes dari Durbin-Watson.

Mekanisme tes Durbin-Watson (dalam Gujarati, 1993:217) ini

adalah sebagai berikut.

(1) Menentukan regresi OLS dan menentukan residual ei.

(2) Menghitung nilai d (dengan menggunakan aplikasi komputer).

(3) Untuk ukuran sampel tertentu, menghitung nilai kritis dL dan dU.

(4) Menghitung nilai d-dL dan 4-dU dan kemudian membandingkan-nya

dengan nilai d pada daerah berikut.

1 dL dU 4-dL 4-dU 4

61
4 1,660 1,660 2,340 2,340 4

Autokorelasi Tidak Tidak ada Autokorelasi Tidak Autokorelasi


(+) meyakinkan meyakinkan (-)

Jika nilai d terletak di antara dU dan 4-dU, maka dapat disimpulkan

tidak ada autokofrelasi dalam data. Sedangkan jika nilai d berada pada

daerah lainnya maka kesimpulan diberikan oleh gambar di atas. Untuk

mengatasi masalah autokorelasi dilakukan transformasi melalui

transformasi p = 1 – d/2 (d= nilai Durbin-Watson). Untuk menghindari

data pertama yang hilang, maka data pertama ditransformasi-kan melalui

perkalian dengan √(1-p2).

4. Pengujian Hipotesis

Sebelum digunakan sebagai dasar kesimpulan, persamaan regresi

yang diperoleh dan telah memenuhi asumsi regresi melalui pengujian di

atas, perlu diuji koefisien regresinya. Pengujian regresi ini dilakukan untuk

melihat apakah model yang diperoleh dan koefisien regresinya dapat

dikatakan bermakna secara statistik sehingga dapat diambil kesimpulan

secara umum untuk populasi penelitian.

Untuk mengetahui apakah variabel independen (X) memiliki

pengaruh terhadap variabel Y dengan tingkat keyakinan 1 – α, maka

digunakan uji t. Bentuk hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai berikut.

Hipotesis untuk X adalah sebagai berikut.

62
HO : βi = 0 Tidak terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan

terhadap profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.

HA : βi ≠ 0 Terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.

Statistik Uji-t yang digunakan menggunakan rumus sebagai berikut.

thitung = β atau thitung = r n - 2


SEβ 1-r2

Keterangan:

β = koefisien regresi

SEβ = standard error dari koefisien regresi

r = koefisien korelasi

n= ukuran sampel

Terdapat 2 (dua) cara pengambilan keputusan atas hasil pengujian

di atas, yakni dengan cara sebagai berikut.

1) Membandingkan nilai thitung dengan ttabel.

a) Jika thitung > ttabel, maka HO ditolak dan HA diterima.

b) Jika thitung ≤ ttabel, maka HA ditolak dan HO diterima.

2) Membandingkan nilai signifikansi dengan nilai alpha.

a) Jika nilai signifikansi (p-value) < ά, maka H O ditolak dan HA

diterima.

63
b) Jika nilai signifikansi (p-value) ≥ ά, maka H A ditolak dan HO

diterima.

Jika HO ditolak, berarti variabel independen berpengaruh secara

nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika H O

ditolak, maka variabel independen tidak bepengaruh secara nyata

(signifikan) terhadap variabel dependen.

5. Menentukan Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi dihitung untuk menentukan variabel independen

secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi

multiple diperoleh dari jumlah kuadrat regresi dan jumlah kuadrat total

dengan mengguna-kan rumus sebagai berikut.

KD = r2 x 100% atau dengan rumus:


2 K
= ∑ Yi - Y2 RJK
regresi

R =
∑ Yi - Y2 n-k-1
RJK
sisa

Untuk mempermudah pengolahan dan analisis, maka dalam penelitian ini

digunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions ) for

Windows Release 18. Langkah ini ditempuh mengingat pengolahan data pada

paket program tersebut lebih cepat dan mempunyai tingkat ketelitian yang

lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan secara manual.

64
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Latar Penelitian

1. Letak/Riwayat Bangunan

Secara geografis sesungguhnya SMA Al-Muawanah terletak

didaerah strategis yang dapat terjangkau dari berbagai arah di kota

kecamatan Cianjur. Kondisi ini seharusnya mampu menjadi pendukung

utama dalam meningkatkan populasi serta kepercayaan masyarakat

untuk menggunakan jasa layanan pendidikan di lingkumgan SMA Al-

muawanah Cianjur.

2. Kondisi Nyata SMA Al-Mu’awanah Cianjur

Kondisi nyata yang saat ini berlangsung di SMA Al-Muawanah

Cianjur belum mencapai tahap ideal sebagaimana dikemukakan di atas.

Akan tetapi dalam beberapa aspek telah diupayakan sesuai dengan

ketentuan. Kondisi nyata sekolah tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut.

a. Sekolah belum sepenuhnya mengembangkan manajemen berbasis

sekolah karena berbagai kondisi yang melingkungi sekolah,

b. Prasarana penyelengaraan pendidikan sudah terpenuhi secara mini-

mal, tetapi belum sepenuhnya didukung oleh sarana pembelajaran

yang memadai,

65
c. Seluruh guru telah memiliki kualifikasi sesuai dengan latar belakang

pendidikan masing-masing. 5 orang guru dari 15 orang guru yang

ada telah tersertifikasi yaitu 3 orang guru PNS dan 2 orang guru

tidak tetap (honor),

d. Tenaga pendidik yang ada telah memenuhi persyaratan baik latar

belakang pendidikan maupun keterampilan yang dimiliki,

e. Kurikulum yang dimiliki oleh SMA Al-Muawanah adalah

kurikulum mandiri yang mengacu pada standar isi yang

dikembangkan sesuai dengan konteks dan kebutuhan siswa,

f. Sumber-sumber pemdanaan lain selain dari orangtua siswa, masih

bergantung pada proyek-proyek pembinaan yang diselenggarakan

oleh pemerintah pusat maupun daerah,

g. Pembelajaran yang berlangsung sudah mengacu pada kompetensi

meskipun masih terdapat kekurangan pada beberapa aspek yang

berkaitan dengan sarana pembelajaran siswa,

h. Penilaian yang dilaksanakan telah berbasis kompetensi dan berbasis

kelas,

i. Setiap kegiatan belum seluruhnya dievaluasi secara menyeluruh.

3. Visi dan Misi

Visi sekolah SMA Al-Mu’awanah Cianjur adalah sebagai berikut :

Terwujudnya warga sekolah yang religius, kreatif, inovatif, dan

berprestasi.

66
Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan visi di

atas adalah sebagai berikut.

a. Berkembangnya nilai-nilai aqidah, keimanan, dan ketaqwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada seluruh warga sekolah,

b. Terwujudnya masyarakat belajar (learning community) yang

kompetitif, kreatif, inovatif, dan kondusif pada seluruh komponen

sekolah,

c. Berprestasi dalam bidang akademis,

d. Berprestasi dalam bidang nonakademis,

e. Terwujudnya sikap profesionalisme guru serta tenaga kependidikan

lainnya,

f. Berkembangnya budaya mutu pada seluruh personal sekolah dengan

mengacu kepada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Untuk mencapai tahapan-tahapan pencapaian indikator visi

sekolah yang telah dirumuskan, SMA Al-Mu’awanah mencanangkan

misi sebagai berikut :

Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa sebagai inti dan substansi pendidikan dengan berbagai upaya

penciptaan lingkungan dan komunikasi yang kondusif.

a. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan mewujudkan komunitas

belajar (learning community) di lingkungan siswa, guru, serta personal

sekolah lainnya,

67
b. Menumbuhkan sikap kompetitif yang sehat antarsiswa dan antarguru

untuk berprestasi,

c. Menumbuhkan sikap rasa ingin tahu terhadap berbagai fenomena

lingkungan, masyarakat, dan bangsa, terutama yang berhubungan

dengan esensi dan substansi pendidikan,

d. Mengembangkan lingkungan yang bersih, sehat, indah, nyaman,

aman, dan berwibawa,

e. Mengembangkan dan meningkatkan prestasi dalam bidang-bidang

kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi kegiatan olah raga prestasi,

kesenian, kepramukaan, serta kegiatan siswa lainnya, baik di tingkat

kabupaten, propinsi, maupun tingkat nasional,

f. Menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan sikap

profesionalisme guru dengan memadukan secara harmonis berbagai

integritas pribadi, integritas akademik, integritas pengabdian, dan

selalu berorientasi masa depan sebagai upaya menjawab tantangan

zaman.

Untuk mencapai misi tersebut, maka ada beberapa strategi yang

diterapkan dalam pengembangan misi pendidikan di lingkungan SMA

Al-Muawanah cianjur pada dasarnya adalah mengambangkan

pemberdayaan kapasitas kelembagaan sekolah dengan meningkatkan

efektifitas dan efisiensi setiap komponen sekolah. Secara operasional,

68
strategi yang dikembangkan dalam pencapaian misi dan visi sekolah

adalah sebagai berikut :

1. Pemberdayaan setiap komponen sekolah secara proporsional yang

terdiri atas sumber daya manusia (SDM) serta kapasitas kelembaga-

annya,

2. Pembenahan dan pengembangan infrastruktur pendidikan secara

bertahap dan berkesinambungan,

3. Penerapan pembelajaran kontekstual dengan mengembangkan aneka

sumber belajar dan aneka strategi pembelajaran,

4. Pengembangan pendekatan sosial terhadap pengembangan kelemba-

gaan sekolah.

B. Hasil Penelitian

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

a. Uji Validitas Instrumen

Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas internal,

yaitu validitas yang dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian

instrumen dengan instrumen secara keseluruhan (Arikunto, 2002:147). Dengan kata

lain sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas internal apabila setiap instrumen

mendukung misi instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data dari variabel

yang dimaksud. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi item

total melalui koefisien korelasi r Product Moment dari Pearson. Data yang digunakan

adalah data yang telah dinaikkan skalanya menjadi skala

69
interval. Hasil uji validitas setiap item untuk masing-masing variabel dengan

menggunakan SPSS for Windows Release 18 disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Instrumen Sarana dan Prasarana Pendidikan (X)

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Squared Cronbach's
Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted
Correlation Correlation Deleted
Item 1 33,7778 27,359 ,524 ,525 ,771
Item 2 33,5000 29,206 ,606 ,652 ,783
Item 3 33,7222 24,095 ,727 ,758 ,732
Item 4 34,3889 25,546 ,554 ,713 ,768
Item 5 33,9444 25,703 ,644 ,609 ,747
Item 6 33,7778 27,124 ,571 ,577 ,778
Item 7 33,9444 27,232 ,562 ,526 ,797
Item 8 34,0556 24,879 ,732 ,739 ,757
Item 9 33,6667 25,294 ,717 ,661 ,759
Item 10 33,7222 28,095 ,602 ,626 ,774

Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r product

moment sebesar 0,468 pada taraf signifikansi 5% dan N = 18. Hasil pada tabel di

atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.

1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,524 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 1 dinyatakan


Valid.

2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,606 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 2 dinyatakan


Valid.

3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,727 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 3 dinyatakan


Valid.

70
4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,554 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 4 dinyatakan


Valid.

5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,644 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 5 dinyatakan


Valid.

6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,571 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 6 dinyatakan


Valid.

7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,562 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 7 dinyatakan


Valid.

8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,732 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 8 dinyatakan


Valid.

9) Skor Item 9. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,717 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 9 dinyatakan


Valid.

10) Skor Item 10. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,602 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 10 dinyatakan


Valid.

Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai kritis

pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=18, yakni sebesar

0,468. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa seluruh item memiliki validitas

cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi item yang

terletak antara 0,400 – 0,699 (Sugiyono, 2001:149).

71
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Instrumen Profesionalisme (Y)

Item-Total Statistics
Corrected Item- Squared Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Correlation Deleted
Item 1 31,5556 31,320 ,667 ,569 ,711
Item 2 31,7778 36,301 ,557 ,582 ,755
Item 3 32,0556 32,056 ,579 ,747 ,723
Item 4 31,3333 38,000 ,484 ,575 ,776
Item 5 31,6111 35,546 ,521 ,664 ,761
Item 6 31,5000 34,500 ,609 ,675 ,737
Item 7 31,7222 35,507 ,519 ,595 ,761
Item 8 32,0000 33,529 ,514 ,504 ,734
Item 9 32,2778 33,389 ,519 ,610 ,733
Item 10 31,6667 34,824 ,550 ,653 ,758

Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r product

moment sebesar 0,468 pada taraf signifikansi 5% dan N = 18. Hasil pada tabel di

atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.

1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,667 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 1 dinyatakan


Valid.

2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,557 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 2 dinyatakan


Valid.

3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,579 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 3 dinyatakan


Valid.

4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,484 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 4 dinyatakan


Valid.

72
5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,521 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 5 dinyatakan


Valid.

6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,609 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 6 dinyatakan


Valid.

7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,519 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 7 dinyatakan


Valid.

8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,514 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 8 dinyatakan


Valid.

9) Skor Item 9. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,519 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 9 dinyatakan


Valid.

10) Skor Item 10. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =

0,550 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 10 dinyatakan


Valid.

Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai kritis

pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=18, yakni sebesar

0,468. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa seluruh item memiliki validitas

cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi item yang

terletak antara 0,400 – 0,699 (Sugiyono, 2001:149).

b. Uji Reliabilitas Instrumen

73
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkat

konsistensi atau kehandalan penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan teknik belah dua (split-half) melalui formulasi Spearman-Brown.

Hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3
Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Sarana dan Prasarana
Pendidikan (X)

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Part 1 Value ,715
N of Items a
5
Part 2 Value ,754
N of Items b
5
Total N of Items 10
Correlation Between Forms ,656
Spearman-Brown Coefficient Equal Length ,793
Unequal Length ,793
Guttman Split-Half Coefficient ,793

a. The items are: Item 1, Item 2, Item 3, Item 4, Item 5.


b. The items are: Item 6, Item 7, Item 8, Item 9, Item 10.

Koefisien Reliabilitas 10 item instrumen sarana dan prasarana pendidikan

dengan metode Split-half pada tabel 4.3 di atas menunjukkan korelasi belahan I

terhadap belahan II sebesar 0,698. Besarnya reliabilitas Guttman Split-half = 0,793.

Belahan pertama terdiri 5 item dengan Alpha = 0,715 dan belahan ke dua terdiri 5

item dengan koefisien Alpha = 0,754. Karena R hitung = 0,793 > Rkitis (0,700), maka

kesepuluh instrumen yang digunakan pada penelitian dinyatakan reliabel, sehingga

dapat digunakan untuk mengukur variabel sarana dan prasarana.

74
Selanjutnya, hasil analisis reliabilitas instrumen dengan menggunakan

SPSS 18 for Windows Release atas data hasil penelitian variabel

Profesionalisme Guru dapat dijelaskan melalui tabel berikut.

Tabel 4.4
Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Profesionalisme (Y)

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Part 1 Value ,644
N of Items a
5
Part 2 Value ,662
N of Items b
5
Total N of Items 10
Correlation Between Forms ,634
Spearman-Brown Coefficient Equal Length ,796
Unequal Length ,796
Guttman Split-Half Coefficient ,796

a. The items are: Item 1, Item 2, Item 3, Item 4, Item 5.


b. The items are: Item 6, Item 7, Item 8, Item 9, Item 10.

Koefsien Reliabilitas 10 item instrumen Profesionalisme Guru dengan

metode Split-half pada tabel 4.4 di atas menunjukkan korelasi belahan I terhadap

belahan II sebesar 0,634. Besarnya reliabilitas Guttman Split-half = 0,796. Belahan

pertama terdiri 5 item dengan Alpha = 0,644 dan belahan ke dua terdiri 5 item

dengan koefisien Alpha = 0,662. Karena R hitung = 0,796 > Rkitis (0,700), maka

kesepuluh item instrumen yang digunakan pada penelitian dinyatakan reliabel,

sehingga dapat digunakan untuk mengukur variabel profesionalisme guru.

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kedua

instrumen penelitian reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian tentang

75
”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap Profesionalisne Guru

SMA Al-Muawanah Cianjur”.

2. Hasil Analisis Deskriptif

Untuk memperoleh gambaran tentang keadaan sarana dan prasarana

pendidikan dan profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur, pada

bagian ini diuraikan hasil tanggapan responden mengenai variabel-variabel

tersebut dalam bentuk analisis deskriptif untuk setiap indikator atas variabel

berdasarkan frekuensi jawaban responden.

Data yang digunakan pada analisis deskriptif ini adalah data primer

hasil penelitian yang diolah. Hasil analisis deskriptif ini disajikan sebagai

berikut.

a. Deskripsi Sarana dan Prasarana Pendidikan di SMA Al-Muawanah

Cianjur

Pada variabel sarana dan prasarana pendidikan ini disediakan 10

item pertanyaan yang disampaikan kepada responden yang dikembangkan

dari 4 indikator sebagaimana dikemukakan pada Bab II. Keempat indikator

tersebut adalah (1) ruang lingkup administrasi sarana prasarana, (2) proses-

proses manajemen sarana prasarana, (3) tanggung jawab kepala sekolah dan

kaitannya dengan pengurusan dan prosedur sarana-prasarana, dan (4)

pengadaan dan pendistribusian sarana dan prasarana sekolah.

Hasil penelitian selengkapnya serta analisis yang ditafsirkan adalah

sebagai berikut.

76
1) Item 1: Profesionalisme guru seringkali disorot dari ketersediaan

berbagai macam sarana prasarana.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.5 Hubungan sarana dan prasarana dengan profesionalisme

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 4 20
b. Setuju 4 8 32
c. Ragu-ragu 3 5 15
d. Tidak Setuju 2 1 2
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 69
Persentase 76,67

Analisis:

Pada item ini terdeteksi tanggapan responden sebesar 76,67%.

Menurut Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006), dalam

menyusun pen-skalaan dengan metode Likert’s Summated Rating, untuk

mengetahui posisi setiap responden tentang suatu item atau variabel

ditentukan oleh skor maksimum dan skor minimum yang mungkin

dicapai oleh setiap responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek profesionalisme sering di-

hubungkan dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan berada

pada tingkat yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z z z z z
20 40 60 80 100
76,67

77
2) Item 2: Sarana pendidikan merupakan penunjang bagi proses belajar

mengajar.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.6 Sarana pendidikan sebagai penunjang PBM

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 5 25
b. Setuju 4 10 40
c. Ragu-ragu 3 3 9
d. Tidak Setuju 2 0 0
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 74
Persentase 82,22

Analisis:

Tanggapan responden atas item 2 ini sebesar 82,22%. Persentase

tanggapan ini tergolong tinggi sehingga disimpulkan bahwa seluruh

res-ponden bergantung kepada keberadaan sarana dan prasarana

pendidik-an.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z z z z z
20 40 60 80 100
82,22

3) Item 3: Administrasi sarana dan prasarana pendidikan itu pada

dasarnya merupakan proses kerjasama pendayagunaan semua sarana

dan pra-sarana pendidikan.

78
Hasil Penelitian:

Tabel 4.7 Administrasi sarana dan prasarana

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 5 25
b. Setuju 4 8 32
c. Ragu-ragu 3 3 9
d. Tidak Setuju 2 2 4
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 70
Persentase 77,78

Analisis:

Persentase tanggapan responden atas item 3 terdeteksi sebesar 77,78%.

Angka persentase ini menunjukkan tingkat sedang atau cukup baik.

Artinya, sebagian besar responden memiliki asumsi yang sama dengan

konteks yang diajukan.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z z z z z
20 40 60 80 100
77,78

4) Item 4: Ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang atau tidak

memadai akan menghambat proses belajar mengajar

Hasil Penelitian:

Tabel 4.8 Pengaruh ketiadaan sarana dan prasarana

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 2 10
b. Setuju 4 6 24
c. Ragu-ragu 3 5 15
d. Tidak Setuju 2 4 8

79
e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1
Jumlah 18 58
Persentase 64,44

Analisis:

Hasil analisis menunjukkan bahwa tanggapan responden atas keter-

hambatan proses pembelajaran akibat ketiadaan sarana dan prasarana

pendidikan sebesar 64,44%. Angka persentase ini menunjukkan

tingkat sedang.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z
z z z z
20 40 60 80 100
64,44

5) Item 5: Banyaknya kasus penyalahgunaan dana administrasi sekolah,

membuat sarana dan prasarana pendidikan tidak terwujud sesuai

dengan harapan, adanya permainan uang dalam administrasi membuat

pendidik-an semakin tidak cepat mencapai titik keberhasilan.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.9 Perihal penyalahgunaan sarana dan prasarana pendidikan

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 2 10
b. Setuju 4 10 40
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 2 4
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 66
Persentase 73,33

80
Analisis:

Tanggapan responden atas konten item 5 terdeteksi sebesar 73,33%.

Angka persentase ini tergolong cukup tinggi atau sedang. Artinya,

sebagian besar responden menyatakan persetujuannya bahwa penyalah-

gunaan dana sarana dan prasarana akan menghambat tujuan pendidikan.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z z z z z
20 40 60 80 100
73,33

6) Item 6: Setelah kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dapat

terpenuhi dan tertata sesuai dengan pemakaiannya, maka perlu dibuat

peraturan bagi pengguna sarana dan prasarana tersebut.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.10 Peraturan penggunaan sarana dan prasarana

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 5 25
b. Setuju 4 7 28
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 2 4
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 69
Persentase 76,67

Analisis:

Sebanyak 76,67% responden memberikan tanggapan setuju atas

adanya peraturan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan.

Tingkat persen-tase ini menunjukkan tingkat sedang.

81
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
z z z z z
20 40 60 80 100
76,67

7) Item 7: Tujuan dari pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini

adalah untuk memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan

sarana dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa

berlangsung secara efektif dan efisien.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.11 Tujuan pengelolaan sarana dan prasarana

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 6 30
b. Setuju 4 4 16
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 4 8
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 66
Persentase 73,33

Analisis:

Tanggapan responden atas item 7 terdeteksi sebesar 73,33%. Angka

persentase ini termasuk kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa

tanggapan responden atas konteks yang teruang pada item 7 ini cukup

baik.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z z z z z
20 40 60 80 100
73,33

82
8) Item 8: Sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan

sekolah-sekolah Islam yang bersih, rapi, indah, sehingga menciptakan

kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun untuk berada di

sekolah Islam.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.12 Harapan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 3 15
b. Setuju 4 8 32
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 2 4
e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1
Jumlah 18 64
Persentase 71,11

Analisis:

Tanggapan responden atas konteks item 8 adalah 71,11%. Persentase

ini termasuk ke dalam kategori sedang, yang menunjukkan bahwa

tanggap-an responden atas item 8 cukup baik.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z z z z z
20 40 60 80 100
71,11

9) Item 9: Selain dengan cara membeli, sarana dan prasarana pendidikan

sekolah juga dapat diperoleh dari hadiah atau dengan cara meminta

sumbangan kepada perorangan ataupun lembaga, yayasan, organisasi

atau badan-badan tertentu.

83
Hasil Penelitian:

Tabel 4.13 Sumber sarana dan prasarana pendidikan

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 7 35
b. Setuju 4 5 20
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 2 4
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 71
Persentase 78,89

Analisis:

Tanggapan responden atas item 9 terdeteksi sebesar 78,89%. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat tanggapan responden berada pada

kategori sedang. Artinya, sebagian besar responden setuju bahwa

sarana dan prasarana pendidikan sekolah juga dapat diperoleh dari

hadiah atau dengan cara meminta sumbangan kepada perorangan

ataupun lembaga, yayasan, organisasi atau badan-badan tertentu.

Pada grafik, posisi kategori tersebut digambarkan sebagai berikut.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z
z z z z
20 40 60 80 100
78,89

10) Item 10: Sarana dan prasarana pendidikan sering disebut sebagai

fasilitas pendidikan.

84
Hasil Penelitian:
Tabel 4.13 Fasilitas pendidikan

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 4 20
b. Setuju 4 8 32
c. Ragu-ragu 3 6 18
d. Tidak Setuju 2 0 0
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 70
Persentase 77,78

Analisis:

Tanggapan responden atas isi item 10 terdeteksi sebesar 77,78%.

Angka ini menunjukkan bahwa pendapat sebagian besar responden

tentang fasilitas pendidikan sama dengan sarana dan prasarana

pendidikan ber-ada pada posisi sedang.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z
z z z z
20 40 60 80 100
77,78

Jika diakumulasikan, seluruh data menunjukkan tingkat kategori persen-

tase yang sedang sebagaimana terlihat pada tabel rata-rata berikut ini.

Tabel 4.14 Rekapitulasi Data Responden Variabel Sarana dan Prasarana

Item Nomor Kategori Persentase


1 76,67
2 82,22
3 77,78
4 64,44
5 73,33

85
Item Nomor Kategori Persentase
6 76,67
7 73,33
8 71,11
9 78,89
10 77,78
Rata-rata 75,222 %

Tabel 4.14 di atas memperlihatkan rata-rata persentase dari

kesepuluh item variabel sarana dan prasarana pendidikan yang men-

capai 75,222 %. Rata-rata tersebut diperoleh dari persentase kategori

masing-masing jawaban responden dengan berorientasi pada indikator

yang ada.

Menurut Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006) dalam

menyusun penskalaan dengan metode Likert’s Summated Rating, untuk

mengetahui posisi setiap responden tentang suatu variabel, ditentukan

skor maksimal dan skor minimal yang mungkin dicapai oleh setiap

responden.

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi


z z z z z
20 40 60 80 100
75,22

Dengan perolehan nilai sebagaimana terlihat pada tabel di atas,

rata-rata persentase pelaksanaan sarana dan prasarana pendidikan

menunjukkan pada skala yang sedang dan cenderung tinggi. Hal

86
tersebut menandakan bahwa sekalipun belum sempurna dan sesuai

dengan kaidah yang berlaku, pengelolaan sarana dan prasarana

pendidikan di SMA Al-Muawanah Cianjur telah relatif cukup baik serta

ada kecenderungan sesuai dengan keempat dimensi yang dikemukakan.

b. Deskripsi Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur

Pada variabel profesionalisme guru ini disediakan 10 item pertanya-an

yang disampaikan kepada responden yang dikembangkan dari 4 indikator

sebagaimana dikemukakan pada Bab II. Keempat indikator tersebut adalah

(1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi

profesi, dan (4) kompetensi sosial.

Hasil penelitian selengkapnya serta analisis yang ditafsirkan adalah

sebagai berikut.

1) Item 1: Sebelum proses pembelajaran, guru menjelaskan apa yang

telah dicapai oleh siswa dari pengajaran yang telah di ajarkan.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.15 Langkah apersepsi guru

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 6 30
b. Setuju 4 5 20
c. Ragu-ragu 3 3 9
d. Tidak Setuju 2 4 8
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 67
Persentase 74,44

87
Analisis:

Tanggapan responden atas pelaksanaan apersepsi guru sebelum pembel-

ajaran menunjukkan angka persentase 74,44%. Persentase ini termasuk ke

dalam kategori sedang yang berarti sebagian besar responden setuju.

2) Item 2: Setelah proses belajar mengajar di kelas, guru menjelaskan

keterkaitannya dengan kehidupan siswa sehari-hari.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.16 Keterkaitan materi dengan kehidupan sehari-hari

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 3 15
b. Setuju 4 6 24
c. Ragu-ragu 3 6 18
d. Tidak Setuju 2 3 6
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 63
Persentase 70,00

Analisis:

Pada item 2 ini terdeteksi tanggapan responden sebesar 70%. Kategori

persentasi tanggapan ini termasuk sedang. Hal ini berarti sebagian

besar guru selalu mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan

sehari-hari.

3) Item 3: Guru menjelaskan keterampilan dan pengetahuan yang harus

siswa dikuasai setelah kegiatan belajar mengajar.

88
Hasil Penelitian:

Tabel 4.17 Penjelasan tujuan pembelajaran

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 3 15
b. Setuju 4 5 20
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 5 10
e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1
Jumlah 18 58
Persentase 64,44

Analisis:

Pada item 3 ini terdeteksi tanggapan responden sebesar 64,44%, yang

berarti lebih dari setengah guru memberikan penjelasan tentang tujuan

pembelajaran sebelum proses pembelajaran dimulai.

4) Item 4: Guru menjelaskan pokok-pokok bahasan dalam pembelajaran

sesuai dengan urutan di buku.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.18 Penjelasan pokok-pokok bahasan

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 7 35
b. Setuju 4 5 20
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 2 4
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 71
Persentase 78,89

Analisis:

Pada item 4 ini terdeteksi 78,89% responden memberikan tanggapan

setuju bahwa mereka menjelaskan pokok-pokok bahasan pelajaran.

89
5) Item 5: Pada saat mengajar di kelas, guru membawa RPP (Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran).

Hasil Penelitian:

Tabel 4.19 Peran RPP

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 6 30
b. Setuju 4 4 16
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 4 8
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 66
Persentase 73,33

Analisis:

Pada item 5 ini terdeteksi sebanyak 73,33% responden memberikan

tanggapan bahwa mereka membawa RPP saat melaksanakan tugas

mengajar.

6) Item 6: Selain membuka buku pelajaran, guru juga membuka RPP

(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) pada saat menjelaskan pokok-

pokok pembahasan.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.20 Penggunaan RPP

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 5 25
b. Setuju 4 6 24
c. Ragu-ragu 3 5 15
d. Tidak Setuju 2 2 4
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 68
Persentase 75,56

90
Analisis:

Pada item 6 ini sebanyak 75,56% responden menyatakan bahwa mereka

membuka RPP pada saat menjelaskan pokok-pokok pembahasan materi

pembelajaran. Angka persentase ini termasuk ke dalam kategori sedang.

7) Item 7: Guru menggunakan media pada saat menjelaskan pokok

bahasan yang membutuhkan media.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.21 Kebutuhan media pembelajaran

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 5 25
b. Setuju 4 5 20
c. Ragu-ragu 3 3 9
d. Tidak Setuju 2 5 10
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 64
Persentase 71,11

Analisis:

Pada item 7 ini terdeteksi sebanyak 71,11% responden menggunakan

media pembelajaran pada saar menjelaskan materi yang memerlukan

media pembelajaran. Kategori persentase ini termasuk sedang.

8) Item 8: Jika siswa merasa jenuh, maka guru akan segera mengganti

metode pembelajaran dengan cara yang lebih menarik, sehingga siswa

tidak cepat jenuh.

91
Hasil Penelitian:

Tabel 4.22 Perubahan metode pembelajaran.

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 3 15
b. Setuju 4 5 20
c. Ragu-ragu 3 4 12
d. Tidak Setuju 2 6 12
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 59
Persentase 65,56

Analisis:

Perubahan metode dan model pembelajaran dapat saja terjadi pada saat

pembelajaran. Pada konteks ini sebanyak 65,56% responden menyata-

kannya. Angka persentase tanggapan responden ini termasuk ke dalam

kategori sedang.

9) Item 9: Siswa bebas memilih mengerjakan soal yang mana terlebih

dahulu, tetapi bobot nilai setiap soal telah dijelaskan terlebih dahulu

oleh guru.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.23 Menjawab soal ujian atau latihan

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 2 10
b. Setuju 4 4 16
c. Ragu-ragu 3 5 15
d. Tidak Setuju 2 6 12
e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1
Jumlah 18 54
Persentase 60,00

92
Analisis:

Pada item ini hanya 60% responden memberikan tanggapan positif.

Artinya, hanya setengah lebih sedikit saja responden membenarkan

siswa mengerjakan soal-soal ujian secara acak.

10) Item 10: Siswa memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan

oleh guru pada saat di depan kelas.

Hasil Penelitian:

Tabel 4.24 Perhatian siswa pada saat belajar.

Kriteria Skor F Nilai


a. Sangat Setuju 5 6 30
b. Setuju 4 4 16
c. Ragu-ragu 3 3 9
d. Tidak Setuju 2 5 10
e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0
Jumlah 18 65
Persentase 72,22

Analisis:

Pada item 10 ini terdeteksi sebanyak 72,22% responden memberikan

tanggapan dan menyatakan bahwa siswa memperhatikan guru pada

saat menjelaskan sesuatu di depan kelas.

Berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh responden pada 10 item

pernyataan yang diajukan, dapat diakumulasikan posisi kategori tanggapan

sebagai berikut.

93
Tabel 4.24 Rekapitulasi Data Responden Variabel Sarana dan
Prasarana
Item Nomor Kategori Persentase
1 74,44 %
2 70,00 %
3 64,44 %
4 78,89 %
5 73,33 %
6 75,56 %
7 71,11 %
8 65,56 %
9 60,00 %
10 72,22 %
Rata-rata 70,555 %

Tabel 4.14 di atas memperlihatkan rata-rata persentase dari

kesepuluh item variabel profesionalisme guru yang mencapai 70,555 %.

Rata-rata tersebut diperoleh dari persentase kategori masing-masing

jawaban responden dengan berorientasi pada indikator yang ada.

Menurut Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006) dalam

menyusun penskalaan dengan metode Likert’s Summated Rating, untuk

mengetahui posisi setiap responden tentang suatu variabel, ditentukan

skor maksimal dan skor minimal yang mungkin dicapai oleh setiap

responden.

94
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
z z z z z
20 40 60 80 100
70,56

Dengan perolehan nilai sebagaimana terlihat pada tabel di atas,

rata-rata persentase profesionalisme guru menunjukkan pada skala

yang sedang dan cenderung tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa

sekalipun belum sempurna dan sesuai dengan kaidah yang berlaku,

pengembangan profesionalisme guru di SMA Al-Muawanah Cianjur

telah relatif cukup baik serta ada kecenderungan sesuai dengan

keempat dimensi yang dikemukakan.

3. Analisis Regresi

a. Uji Asumsi Klasik

Analisis Regresi digunakan untuk mengukur pengaruh antara variabel

prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat. Sebelum dilakukan

analisis regresi, dilakukan uji asumsi klasik sebagai berikut.

1) Uji Normalitas Distribusi Data

Uji Normalitas data dilakukan sebelum data diolah berdasarkan

model-model penelitian yang diajukan. Uji normalitas data bertujuan

untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan

digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk

membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang

memiliki distribusi normal.

95
Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov satu

arah atau analisis grafis. Berikut ini adalah hasil uji normalitas dengan

Kolmogorov-Smirnov pada variabel independen dan variabel dependen.

Tabel 4.25

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Sarana dan
Prasarana Profesionalisme
Pendidikan Guru
N 18 18
a,b Mean 37,6111 35,2778
Normal Parameters
Std. Deviation 5,64789 6,44256
Most Extreme Differences Absolute ,097 ,117
Positive ,072 ,117
Negative -,097 -,087
Kolmogorov-Smirnov Z ,412 ,496
Asymp. Sig. (2-tailed) ,996 ,967

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Hasil analisis Kolomogorov-Smirnov dengan nilai Z untuk Y

sebesar 0,496 dan untuk X sebesar 0,412. Asymp signifikan untuk

variabel Y dan X, secara berturut-turut adalah 0,967 untuk Y dan 0,996

untuk X. Dari hasil tersebut nampak bahwa pada variabel Y dan X

memiliki distribusi data yang normal.

2) Uji Asumsi Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam

model regresi liner kesalahan pengganggu (e) mempunyai varians yang

sama atau tidak dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk

menguji Hetero-skedastisitas dapat diketahui dari nilai signifikan korelasi

96
Rank Spearman antara masing-masing variabel independen dengan

residu-alnya. Jika nilai signifikan lebih besar dari α (5%) maka tidak

terdapat Heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika lebih kecil dari α (5%)

maka terdapat Heteroskedastisitas. Berdasarkan perhitungan SPSS

diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.26

Correlations
Sarana dan
Prasarana Profesionalisme
Pendidikan Guru
Spearman's Sarana dan Correlation Coefficient 1,000 -,355
rho Prasarana Sig. (2-tailed) . ,149
Pendidikan N 18 18
Profesionalisme Correlation Coefficient -,355 1,000
Guru Sig. (2-tailed) ,149 .
N 18 18
* Correlation is significant at the .01 level (2-
tailed). a Listwise N = 18

Hasil pengujian korelasi Spearman pada tabel di atas

menunjukkan bahwa korelasi antara variabel X dengan nilai residual

adalah tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Sig = 0,149 > 0.05

sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak terjadi heterokesdasitas dalam

model regresi ini.

3) Uji Asumsi Autokorelasi

Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji

Autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Waston (DW), yaitu jika nilai

97
DW terletak antara du dan (4 – dU) atau du ≤ DW ≤ (4 – dU), berarti

bebas dari Autokorelasi. Jika nilai DW lebih kecil dari dL atau DW lebih

besar dari (4 – dL) berarti terdapat Autokorelasi. Nilai dL dan dU dapat

dilihat pada tabel Durbin Waston, yaitu nilai dL ; dU = α ; n ; (k – 1).

Keterangan : n adalah jumlah sampel, k adalah jumlah variabel, dan α

adalah taraf signifikan.

a) Perumusan hipotesis :

- Ho : ρ1 = ρ2 =... = ρp = 0 Æ Non Autokorelasi (Faktor pengganggu

periode tertentu tidak berkorelasi dengan faktor pengganggu pada


periode lain).

- Ha : ρ1 = ρ2 = ... = ρp ≠ 0 Æ Autokorelasi (Faktor pengganggu periode

tertentu berkorelasi dengan faktor pengganggu pada periode lain).

b) Kriteria pegujian :

- Jika d-hitung < dL atau d-hitung > (4-dL), Ho ditolak, berarti ada

autokorelasi.

- Jika dU < d-hitung < (4 – dU), Ho diterima, berarti tidak terjadi

autokorelasi.

- Jika dL < d-hitung < dU atau (4-dU) < d-hitung < (4-dL), maka

tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi.

98
Gambar 4.2
Daerah Penerimaan & Penolakan Ho, Uji Autokorelasi

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi

SPSS 18.0 for Windows diperoleh output sebagai berikut.

Tabel 4.27
Model Summary
b
Model Adjusted R Std. Error of the
R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 a ,055 -,004 6,45566 1,844
,234

a. Predictors: (Constant), Sarana dan Prasarana Pendidikan


b. Dependent Variable: Profesionalisme Guru

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Durbin Watson (d)

sebesar 1,844. Untuk N=18 pada 2 variabel, Nilai dL pada tabel adalah

1,15759 dan nilai dU adalah 1,39133. Dengan menggunakan grafik di

atas, dapat dihitung keberadaan DW sebagai berikut.

- Nilai dL adalah 1,15759

- Nilai dU adalah 1,39133

- Nilai 4 – dU adalah 2,60867

- Nilai 4 – dL adalah 2,84241

99
Berdasarkan grafik yang dikemukakan di atas dapat diketahui

bahwa nilai DW = 1,844 berada di antara nilai dU dan 4-dU atau 1,39133

< 1,844 < 2,60867 yang berarti nilai DW berada pada daerah

penerimaan HO. Artinya, pada penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.

b. Pembentukan Model Regresi Liniear Sederhana

Berdasarkan hipotesis yang diajukan, teknik analisis data dengan

menggunakan Analisis Regresi Sederhana dengan model persamaan sebagai

berikut.

Ŷ = a + bX + e

Keterangan:
Y : keputusan pembelian produk Mitra Emas
X : sarana dan prasarana pendidikan
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X
e : epsilon, galat presiksi yang terjadi secara acak.

Dengan menggunakan aplikasi PASW 18.0 for Windows diperoleh

taksiran regresi sebagai berikut.

Tabel 4.28
Coefficients
a
Model Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 21,590 9,614 4,246 ,039
Sarana dan Prasarana ,388 ,253 ,358 2,532 ,145
Pendidikan

a. Dependent Variable: Profesionalisme Guru

100
Berdasarkan tabel di atas dapat dibuat model regresi sebagai berikut.

Ŷ = 21,590 + 0,388X + e

Persamaan regresi yang terbentuk dapat diartikan sebagai berikut.

1) Konstanta sebesar 21,590 mengandung arti jika sarana dan prasarana

pendidikan (X) nilainya sama dengan 0, maka profesionalisme guru (Y)

nilainya sama dengan 21,590.

2) Variabel Sarana dan Prasarana Pendidikan (X) memiliki koefisien regresi

positif. Hal ini berarti jika skor Sarana dan Prasarana Pendidikan (X)

naik sebesar satu satuan, maka Profesionalisme Guru (Y) akan

mengalami peningkatan sebesar nilai koefisien regresinya, yaitu sebesar

0,388 kali atau sebesar 38,80 %.

3) Nilai e dapat diabaikan karena telah dilakukan uji asumsi klasik yang

menyatakan bahwa seluruh data berdistribusi normal, tidak terdapat

heteroskedastisitas, serta tidak terjadi autokorelasi. Dengan demikian,

nilai e dinyatakan sama dengan 0.

c. Pengujian Hipotesis

Untuk membuktikan apakah model regresi yang telah diperoleh di

atas dapat digunakan atau tidak, akan dilakukan pengujian hipotesis dengan

menggunakan uji t.

Berdasarkan output pada tabel 4.28 dapat diketahui nilai t hitung untuk X

adalah sebesar 2,532 sedangkan ttabel pada α (tingkat kekeliruan) 0,05 dan db =

101
18 – 2 = 16 untuk pengujian satu sisi adalah 2,120. Kriteria pengujian satu

sisi adalah ’tolak Ho jika thitung > ttabel’.

Karena nilai thitung (2,532) lebih besar daripada nilai t tabel (2,120)

pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 16, maka H O ditolak dan HA diterima.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%

terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap Profesionalisme

Guru SMA Al-Muawanah Cianjur.

d. Penentuan Koefisien Determinasi

Besar pengaruh antar kedua variabel tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4.29
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate
1 a ,128 ,073 5,88986
,358

a. Predictors: (Constant), Sarana dan Prasarana Pendidikan

Tabel 4.29 di atas menunjukkan koefisien determinasi untuk variabel

Profesionalisme Guru (Y) dan sarana dan prasarana pendidikan (X) adalah

0,128. Nilai ini mengandung makna bahwa sebesar 12,80 % Profesionalisme

Guru (Y) dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidikan (X). Sedangkan

sisanya sebesar 87,20 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini.

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa Profesionalisme Guru

SMA Al-Muawanah Cianjur dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidik-

102
an. Dengan kata lain, semakin baik Sarana dan Prasarana Pendidikan dilaku-

kan, maka akan semakin baik pula Profesionalisme Guru. Sebaliknya, makin

tidak baik sarana dan prasarana pendidikan akan berakibat semakin tidak

baiknya Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur.

C. Pembahasan

1. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Manajemen Sarana dan prasarana pendidikan memiliki peran penting

dalam pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif maupun

kualitatif. Perencanaan pengadaan, pemanfaatan dan pemeliraharaan sarana

dan prasarana pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam

kajian manajemen pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan pada

sekolah menengah tingkat atas (SMA) merupakan suatu komponen yang

menentukan terlaksananya kegiatan belajar mengajar pada SMA bersamaan

dengan komponen pendukung yang lainnya. Proses belajar mengajar dapat

berlangsung jika ada pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan lingkungan

pendidikan yang mendukung. Semua faktor merupakan sebuah siklus dalam

proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan

terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” di antaranya

mengungkap kondisi sarana dan prasarana pendidikan di tingkat satuan

pendidikan, khususnya SMA Al-Muawanah Cianjur. Data informasi yang

berhasil dihimpun dari 18 responden guru mata pelajaran di SMA Al-

103
Muawanah Cianjur menunjukkan sebanyak 75,22% responden memberikan

tanggapan positif terhadap keberadaan sarana dan prasarana di SMA Al-

Muawanah Cianjur. Tingkat persentase tersebut menunjukkan kategori sarana

dan prasarana di SMA Al-Muawanah Cianjur pada tingkat yang cukup baik.

Instrumen yang digunakan untuk menghimpun data adalah angket

yang berisi 10 item. Item-item dalam instrumen ini telah dianalisis serta

dinyatakan valid dan reliabel sehingga dapat digunakan sebagai alat

pengumpul data. Validitas item pengumpul data secara keseluruhan

ditentukan oleh koefisien Alpha Cronbach yang di atas 0,700 sebagai nilai

kritis, yakni rata-rata 0,715. Kemudian nilai reliabilitas instrumen ditentukan

oleh koefisien Guttman Split-Half yang berada pada nilai 0,793 (lebih besar

daripada nilai kritis 0,700).

Hasil pengujian asumsi klasik menunjukkan bahwa pada variabel

sarana dan prasarana pendidikan dinyatakan (1) data telah berdistribusi

normal yang ditunjukkan dengan nilai Z pada uji One Sample K-S

(Kolmogorov-Simrnov) yang mencapai angka 0,412 (lebih besar daripada

0,05), (2) tidak terjadi heteroskedastisitas yang ditunjukkan dengan nilai

koefisien Spearmen rho sebesar 0,149 (lebih besar daripada 0,05), serta (3)

tidak terjadi autokorelasi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien hasil

hitung DW (Durbin-Watson) sebesar 1,844 yang berada di antara batas nilai

dU dan (4-dU).

104
2. Profesionalisme Guru

guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin

yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman,

nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa

dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang

terasa berat diterima oleh para siswa.

Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan

yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu

menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang

sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun

terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa

dan bernegara.

Variabel profesionalisme guru pada penelitian ini memberikan

gambaran bahwa 18 responden memberikan tanggapan positif terhadap

tingkat profesionalisme guru di SMA Al-Muawanah Cianjur. Tanggapan ini

ditunjukkan dengan angkat persentase sebesar 70,56% yang berarti bahwa

tingkat profesionalitas guru SMA Al-Muawanah berada pada kategori sedang

atau cukup baik.

Data tersebut dianggap valid karena telah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas instrumen yang menghasilkan nilai Alpha Cronbach sebesar

0,754 serta nilai Guttman Split-Half Coefficient sebesar 0,796.

105
Selanjutnya, pada pengujian asumsi klasik variabel profesionalisme

gurr ditunjukkan bahwa (1) data telah berdistribusi normal dengan nilai Z

pada One Sample K-S sebesar 0,496 serta Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar

0,967, (2) tida ada gejala heteroskedastistias yang ditunjukkan dengan

koefisien Sig. (2-tailed) sebesar 0,149 (lebih besar daripada 0,05), sarta (3)

tidak terjadi autokorelasi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien hasil

hitung DW (Durbin-Watson) sebesar 1,844 yang berada di antara batas nilai

dU dan (4-dU).

3. Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap Profesionalisme

Guru SMA Al-Muawanah Cianjur

Regresi liniear sederhana yang diperoleh dengan pengujian SPSS 18.0

menghasilkan persamaan Ŷ = 21,590 + 0,388X + e yang berarti variabel Sarana

dan Prasarana Pendidikan (X) memiliki koefisien regresi positif. Hal ini berarti

jika skor Sarana dan Prasarana Pendidikan (X) naik sebesar satu satuan, maka

Profesionalisme Guru (Y) akan mengalami peningkatan sebesar nilai koefisien

regresinya, yaitu sebesar 0,388 kali atau sebesar 38,80 %.

Pengujian hipotesis menunjukkan nilai thitung untuk X adalah sebesar

2,532 sedangkan ttabel pada α (tingkat kekeliruan) 0,05 dan db = 18 – 2 = 16

untuk pengujian satu sisi adalah 2,120. Kriteria pengujian satu sisi adalah ’tolak

Ho jika thitung > ttabel’. Karena nilai thitung (2,532) lebih besar daripada nilai ttabel

(2,120) pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 16, maka H O ditolak dan HA

diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat

106
kepercayaan 95% terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan

terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur.

Besar pengaruh tersebut ditunjukkan dengan koefisien determinasi

untuk variabel Profesionalisme Guru (Y) dan Sarana dan Prasarana

Pendidikan (X) sebesar 0,128. Nilai ini mengandung makna bahwa sebesar

12,80 % Profesionalisme Guru (Y) dipengaruhi oleh Sarana dan Prasarana

Pendidikan (X). Sedangkan sisanya sebesar 87,20 % merupakan pengaruh

faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

107
BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasar kepada hasil analisis atas data yang berhasil dihimpun pada

penelitian ini, diperoleh simpulan-simpulan sebagai berikut.

1. Keberadaan sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru

SMA Al-Muawanah Cianjur adalah cukup baik. Hal ini ditunjukkan

dengan kategori persentase dari tanggapan responden pada masing-

masing variabel sebesar 75,22% dan 70,56%.

2. Terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur. Pengaruh tersebut

ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 2,532 lebih besar daripada t tabel

yang sebesar 2,120.

3. Besar pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap

profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur adalah 12,80% yang

2
ditunjukkann dengan nilai koefisien determinasi (R ) sebesar 0,128.

Sedangkan, sisanya yang sebesar 87,20 % merupakan pengaruh faktor

lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

108
B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan-temuan selama melaksanakan penelitian, serta

keterkaitannya dengan konteks penelitian, direkomendasikan beberapa hal

sebagai berikut.

1. Sekolah sebaiknya memiliki manajemen sarana dan prasarana yang lebih

baik agar pendataan fungsi ini dapat berjalan dengan baik serta

terkendali. Inventarisasi barang yang ada di kelas (misalnya) sebaiknya

dipampang-kan pada dinding kelas yang menyatakan jumlah masing-

masing inventaris barang yang ada di kelas tersebut. Daftar inventaris

barang ini diketahui oleh penanggung jawab kelas (wali kelas), wakil

kepala sekolah urusan sarana dan prasarana, serta kepala sekolah.

2. Barang-barang sekolah merupakan barang inventaris yang harus dijaga

dan dipelihara sehingga fungsinya dapat dimaksimalkan. Pada konteks

ini, sebaiknya sekolah melakukan sistem manajemen sarana dan

prasarana dalam hal peminjaman alat-alat peraga (media pembelajaran)

secara cermat dan teliti sehingga tidak ada barang-barang sekolah yang

hilang dan tidak tentu keberadaannya.

3. Guru, sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan, sebaiknya dapat

memanfaatkan sarana dan prasarana pendidikan dengan maksimal sesuai

dengan kondisi sekolah. Jika tidak ditemukan media-media yang sesuai

dengan kebutuhan pembelajaran, sebaiknya ada upaya pengadaan media

pembelajaran serupa yang lebih sederhana tetapi fungsinya sama.

109
4. Kepala sekolah dan komite sekolah sebaiknya mampu menjalin kinerja yang

harmonis agar dapat mengembangkan proses pemberdayaan sekolah dalam

upaya mencapai sasaran mutu yang telah diprogramkan. Jalinan kinerja ini

harus meliputi berbagai aspek, terutama dalam menunjang proses

pendidikan. Komite sekolah harus mampu menjadi jembatan bagi

terlaksananya hubungan sekolah dengan dunia di luar pendidikan dalam

upaya mengembangan pendidikan yang berwawasan ke depan, berkualitas,

dan tetap menjaga nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5. Bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian dalam konteks yang

sama, direkomendasikan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan

memilih variabel-variabel determinan serta metode yang lebih variatif.

110
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch. Idochi. (2004) . Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya


Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Alisuf Sabri, Mimbar Agama dan Budaya, (Jakarta: Pusat Penelitian dan

Arikunto, Suharsimi. (1993) Organisasi dan Administrasi: Pendidikan Teknologi


dan Kejuruan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asrorun Ni’am Sholeh. (2006). Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta: Elsas.

Atmodiwirio, Soebagio. (2005). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:


Ardanizya Jaya.
Bafadal, Ibrahim (2008). Manajemen Perlengkapan Sekolah: Teori dan
Aplikasinya, Jakarta : PT Bumi Aksara.
Daryanto, M. (2005). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

E. Mulyasa. (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru , PT. Remaja Rosda
Karya: Bandung.
Gunawan, Ary (2005). Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Micro)
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Harahap, Baharuddin. (1983). Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh
Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai
Jaya
Muhaimin (2004) . Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-13, h.250.

Mulyasa, E. (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT Remaja


Rosda karya.
Murniati, A. R, (2008). Manajemen Stratejik: Peran Kepala Sekolah dalam
Pemberdayaan. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada,
Pengabdian Pada Masyarakat IAIN, 1992, Cet. Ke-1, h. 16-18.

111
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, tentang
Standar NasionalPendidikan, www.parlemen.ri./E3.pdf. didownload, 5
Maret 2011.
Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2008, Tentang Penyelenggaraan Pendidikan,
Pemerintah Aceh. Banda Aceh
Rohiat (2009). Manajemen Sekolah teori dasar dan Praktek, Bandung, Refika
Aditama.
Rasima (2007). Manajemen Perpustakaan Akper Aceh Selatan, tidak diterbitkan.

Surya, Muhammad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung:


Yayasan Bhakti Winaya.
Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis dan Praktis
Profesional. Bandung: Angkasa
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suryobroto, B. (2005). Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta. PT Rineka
Cipta.
Sucipto, Basuki Mukti (2004). Administrasi Pendidikan, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Jakarta: Depdikbud
http://Suciptoardi.wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme-
duniapendidikan-oleh -Winarno-Surakhmad/2008/05/12/.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Depdiknas.

112
ANGKET
Variabel X
(Sarana dan Prasarana Pendidikan)

Petunjuk:

1. Pada angket ini terdapat 10 pernyataan. Pertimbangkan baik-baik setiap


pernyataan dalam kaitannya dengan pembelajaran yang baru selesai pelajari,
dan tentukan kebenarannya. Berilah jawaban yang benar-benar cocok dengan
pilihanmu.
2. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya.
Jawaban anda jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.
3. Catat respons anda pada lembar jawaban yang tersedia dengan memberi
tanda silang ,dan ikuti petunjuk-petunjuk lain yang mungkin diberikan
berkaitan dengan lembar jawaban. Terima kasih.

Keterangan Pilihan jawaban:


1. = Sangat Tidak Setuju (STS)
2. = Tidak Setuju (TS)
3. = Ragu-Ragu (RR)
4. = Setuju (S)
5. = Sangat Setuju (SS)

1. Profesionalisme guru seringkali disorot dari ketersediaan berbagai


macam sarana prasarana, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

2. Sarana pendidikan merupakan penunjang bagi proses belajar mengajar,


apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

113
d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

3. Administrasi sarana dan prasarana pendidikan itu pada dasarnya merupakan


proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan,
apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

4. ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang atau tidak memadai akan
menghambat proses belajar mengajar, apakah anda setuju dengan
pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

5. Banyaknya kasus penyalahgunaan dana administrasi sekolah, membuat


sarana dan prasarana pendidikan tidak terwujud sesuai dngan harapan, adanya
permainan uang dalam administrasi membuat pendidikan semakin tidak cepat
mencapai titik keberhasilan, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

114
6. Setelah kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dapat terpenuhi dan tertata
sesuai dengan pemakaiannya, maka perlu dibuat peraturan bagi pengguna sarana
dan prasarana tersebut, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?

a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

7. Tujuan daripada pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini adalah untuk
memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan
prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara
efektif dan efisien, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

8. Sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah -


sekolah islam yang bersih, rapi, indah, sehingga menciptakan kondisi yang
menyenangkan baik bagi guru maupun untuk berada di sekolah islam, apakah
anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

9. Selain dengan cara membeli, sarana dan prasarana pendidikan sekolah juga
dapat diperoleh dari hadiah atau dengan cara meminta sumbangan kepada

115
perorangan ataupun lembaga, yayasan, organisasi atau badan-badan tertentu,
apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

10. Sarana dan prasarana pendidikan sering disebut sebagai fasilitas pendidikan,
apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

ANGKET
Variabel Y
(Profesionalisme Guru)

Petunjuk:

1. Pada angket ini terdapat 10 pernyataan. Pertimbangkan baik-baik setiap


pernyataan dalam kaitannya dengan pembelajaran yang baru selesai pelajari, dan
tentukan kebenarannya. Berilah jawaban yang benar-benar cocok dengan pilihanmu.

116
2. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya.
Jawaban anda jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.

3. Catat respons anda pada lembar jawaban yang tersedia dengan memberi tanda
silang ,dan ikuti petunjuk-petunjuk lain yang mungkin diberikan berkaitan
dengan lembar jawaban. Terima kasih.

Keterangan Pilihan jawaban:


1. = Sangat Tidak Setuju (STS)
2. = Tidak Setuju (TS)
3. = Ragu-Ragu (RR)
4. = Setuju (S)
5. = Sangat Setuju (SS)

1. Sebelum proses pembelajaran, guru menjelaskan apa yang telah dicapai oleh
siswa dari pengajaran yang telah di ajarkan, apakah anda setuju dengan
pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

2. Setelah proses belajar mengajar di kelas, guru menjelaskan keterkaitannya


dengan kehidupan siswa sehari-hari, apakah anda setuju dengan pernyataan
diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

3. Guru menjelaskan keterampilan dan pengetahuan yang harus siswa dikuasai


setelah kegiatan belajar mengajar, apakah anda setuju dengan pernyataan
diatas?

117
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

4. Guru menjelaskan pokok-pokok bahasan dalam pembelajaran sesuai dengan


urutan di buku, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

5. Pada saat mengajar di kelas, guru membawa RPP (Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran) , apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

6. Selain membuka buku pelajaran, guru juga membuka RPP (Rencana


Pelaksanaan Pembelajaran) pada saat menjelaskan pokok-pokok pembahasan,
apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

118
e. Sangat tidak setuju

7. Guru menggunakan media pada saat menjelaskan pokok bahasan yang


membutuhkan media, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

a. Sangat tidak setuju

8. Jika siswa merasa jenuh, maka guru akan segera mengganti metode
pembelajaran dengan cara yang lebih menarik, sehingga siswa tidak cepat
jenuh, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

9. Siswa bebas memilih mengerjakan soal yang mana terlebih dahulu, tetapi
bobot nilai setiap soal telah dijelaskan terlebih dahulu oleh guru, apakah
anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

10. Siswa memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan oleh guru pada
saat di depan kelas, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?

119
a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Ragu-ragu

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju

120

Anda mungkin juga menyukai