Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN PRAKTIK KEFARMASIAN

RESUME SKENARIO 1

OLEH

NAMA : AZIZA DARWIS

STAMBUK : 151 2018 0017

KELOMPOK : III

ANGKATAN : V (LIMA)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2018
STEP 6 ( INDIVIDUAL LEARNING)

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan standar pelayanan


kefarmasian di rumah sakit berdasarkan undang – undang.
 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
(4) Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf j hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit yang
mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril.
 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit Bagian Keenam tentang Kefarmasian
Pasal 15
(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau.
(2) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar
pelayanan kefarmasian.
(3) Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di
Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu.
(4) Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit
harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan
Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perencanaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit.
 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini
berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
 Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Direktorat
Jenderal Binakefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Bekerjasama Dengan Japan Internasional Cooperation Agency Tahun
2010
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan
dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Adapun Tujuan
perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi meliputi:
1. Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benarbenar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit
di rumah sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu meliputi:
a. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
kesamaan jenis.
b. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi
mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
c. Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan
(drug of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi. Pemilihan obat di
rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai
dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium RS, Formularium
Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga obat
(DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sedangkan
pemilihan alat kesehatan di rumah sakit dapat berdasarkan dari data
pemakaian oleh pemakai, standar ISO, daftar harga alat, daftar harga alat
kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan Alkes, serta spesifikasi
yang ditetapkan oleh rumah sakit.
2. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang
didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah:
a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing
unit pelayanan.
b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahum seluruh unit pelayanan.
c. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
3. Perhitungan Kebutuhan
Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan perbekalan
farmasi secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan
perbekalan farmasi yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu,
dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa
metode:
a. Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel
konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan
koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah
perbekalan farmasi yang dibutuhkan adalah:
a. Pengumpulan dan pengolahan data
b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c. Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana.
b. Metode Morbiditas/Epidemiologi
Dinamakan metode morbidotas karena dasar perhitungan adalah jumlah
kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity
load) yang harus dilayani. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan
perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan
waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metode ini adalah:
a. Menentukan jumlah pasien yang dilayani
b. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit.
c. Menyediakan formularium/standar/pedoman perbekalan farmasi.
d. Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi.
e. Penyesuaian dengan aloksai dana yang tersedia.
4. Evaluasi Perencanaan
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang
akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan, dan idealnya diikuti
dengan evaluasi Cara/teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Analisa nilai ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
b. Pertimbangan/kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/terapi
c. Kombinasi ABC dan VEN
d. Revisi daftar perbekalan farmasi
1) Analisa ABC
Alokasi anggaran ternyata didominasi hanya oleh sebagian kecil atau beberapa
jenis perbekalan farmasi saja. Suatu jenis perbekalan farmasi dapat memakan
anggaran besar karena penggunaannya banyak, atau harganya mahal. Dengan
analisis ABC jenis-jenis perbekalan farmasi dapat diidentifikasi, untuk kemudian
dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini misalnya dengan mengoreksi kembali
apakah penggunaannya memang banyak atau apakah ada alternatif sediaan lain
yang lebih efisiensi biaya (mis merek dagang ain, bentuk sediaan lain, dsb).
Evaluasi terhadap jenis-jenis perbekalan farmasi yang menyerap biaya terbanyak
juga lebih efektif dibandingkan evaluasi terhadap perbekalan farmasi yang relatif
memerlukan anggaran sedikit. ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan
yang menunjukkan peringkat/rangking dimana urutan dimulai dengan yang
terbaik/terbanyak. Prosedur: Prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-
jenis perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang
memakan anggaran/rupiah terbanyak. Urutan langkah sbb:
a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu
metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang diperlukan
untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam jenisjenis/kategori, dan
jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan farmasi.
b. Jumlahkan anggaran total, jitung masing-masing prosentase jenis perbekalan
farmasi terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis yang
memakan prosentase biaya terbanyak.
d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.
e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70% anggaran total
(biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja).
- Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
- Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%
- Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
2) Analisa VEN
Berbeda dengan istilah ABC yang menunjukkan urutan, VEN adalah singkatan
dari V = vital, E = Esensial, N = Non-Esensial. Jadi melakukan analisis VEN
artinya menentukan prioritas kebutuhan suatu perbekalan farmasi. Dengan kata
lain, menetukan apakah suatu jenis perbekalan farmasi termasuk vital (harus
tersedia), esensial (perlu tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk
disediakan). Kriteria VEN Kriteria yang umum adalah perbekalan farmasi
dikelompokkan sebagai berikut:
- Vital (V) bila perbekalan farmasi tersebut diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan (life saving drugs), dan bila tidak tersedia akan meningkatkan risiko
kematian.
- Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien.
- Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan
untuk penyakit yang sembuh sendiri (self-limiting desease), perbekalan farmasi
yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang mahal namun tidak
mempunyai kelebihan manfaat dibanding perbekalan farmasi sejenis lainnya, dll.
3) Analisis Kombinasi ABC dan VEN
Jenis perbekalan farmasi yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah
benar-benar jenis perbekalan farmasi yang diperlukan untuk penanggulangan
penyakit terbeanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari
VEN. Sebaliknya, jenis perbekalan farmasi dengan status N harusnya masuk
kategori C. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana
anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.

A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat.


Mekanismenya adalah:
 Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas utama untuk dikurangi
atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka
obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk
kategori
NA menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan
pendekatan ini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah
selanjutnya.
 Pendekatan yang sama dengan pada saat pengurangan obat pada kriteria
NC, NB, NA dimulai dengan pengurangan obat kategori EC, EB, dan EA.
4) Revisi daftar perbekalan farmasi Bila langkah-langkah dalam analisis ABC
maupun VEN terlalu sulit dilakukan atau diperlukan tindakan cepat untuk
mengevaluasi daftar perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu
evaluasi cepat (rapid evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar
perencanaan perbekalan farmasi. Namun, sebelumnya, perlu dikembangkan
dahulu kriterianya, perbekalan farmasi atau nama dagang apa yang dapat
dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak hanya dari aspek ekonomik dan medik,
tetapi juga dapat berdampak positif pada beban penanganan stok.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit.
 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan
maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi
Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok
Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat
Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan
jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan
jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien
di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada
pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak
sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.
 Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Direktorat
Jenderal Binakefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Bekerjasama Dengan Japan Internasional Cooperation Agency Tahun
2010
Tujuan pengadaan: mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang
layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat
waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu
berlebihan.
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui:
a. pembelian
b. produksi/pembuatan sediaan farmasi,
c. sumbangan/droping/hibah.
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu
metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga,
apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kritera
berikut: mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu
pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang
yang dikembalikan, dan pengemasan.
Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang harus diperhatikan:
a. Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi”
b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja (harga kontrak = visible cost +
hidden cost), sangat penting utuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan
terjamin mutu (misalnya persyaratan masa kadaluwarsa, sertifikat
analisa/standar mutu, harus mempunyai Material Safety Data Sheet
(MSDS), untuk bahan berbahaya, khusus untuk alat kesehatan harus
mempunyai certificate of origin, waktu dan kelancaran bagi semua pihak,
dan lain-lain.
c. Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu, dan tempat.
Guna menjamin tata kelola perbekalan farmasi yang baik, dalam proses
pengadaan harus diperhatikan adanya:
a. Prosedur yang transparan dalam proses pengadaan
b. Mekanisme penyanggahan bagi peserta tender yang diolak penawarannya.
c. Prosedur tetap untuk pemeriksaan rutin consignments (pengiriman).
d. Pedoman tertulis mengenai metode pengadaan bagi panitia pengadaan
e. Pernyataan dari anggota panitia pengadaan bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai konflik kepentingan.
f. SOP dalam pengadaan.
g. Kerangka acuan bagi panitia pengadaan selama masa tugasnya.
h. Pembatasan masa kerja anggota panitia pengadaan misalkan maksimal 3
tahun.
i. Standar kompetensi bagi anggota tim pengadaan, panitia harus mempunyai
Sertifikat Pengadaan Barang dan Jasa.
j. Kriteria tertentu untuk menjadi anggota panitia pengadaan terutama:
integritas, kredibilitas, rekam jejak yang baik.
k. Sistem manajemen informasi yang digunakan untuk melaporkan produk
perbekalan farmasi yang bermasalah.
l. Sistem yang efsien untuk memonitor post tender dan pelaporan kinerja
pemasok kepada panitia pengadaan.
m. Audit secara rutin pada proses pengadaan.
1. PEMBELIAN
Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan
farmasi. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar
perbekalan farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing
item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih
metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja,
memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran
serta menyimpan kemudian mendistribusikan.
Ada 4 metode pada proses pembelian :
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih
menguntungkan. Untuk pelaksanaannya memerkukan staf yang kuat, waktu
yang lama serta perhatian penuh.
b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga
masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila
dibandingkan denan lelang terbuka.
c. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak penting,
tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
d. Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga
tertentu, relatif agak lebih mahal.
2. PRODUKSI
Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat,
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi:
a. Seidaan farmasi dengan formula khusus
b. Seidaan farmasi dengan mutu sesuai standar denan harga lebih murah
c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
d. Seidaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika
h. Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru

Jenis sediaan farmasi yang diproduksi


a. Produksi Steril
1. Sediaan steril
2. Total parenteral nutrisi
3. Pencampuran obat suntik/sediaan intravena
4. Rekonstitusi sediaan sitostatika
5. Pengemasan kembali
b. Produksi nonsteril terdiri dari:
1. Pembuatan puyer
2. Pembuatan sirup
3. Pembuatan salep
4. Penegemasan kembali
5. Pengenceran
3. SUMBANGAN/HIBAH/DROPING
Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan, mengikuti
kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang
tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tujuan serta tahapan
penyususnan formularium rumah sakit.
 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit adalah dokumen yang berisi daftar obat yang
digunakan oleh profesioal kesehatan di rumah sakit disusun bersama oleh para
pengguna dibawah koordinasi KFT masing-masing rumah sakit.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi (KFT) yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Komite Farmasi dan Terapi, merupakan unit fungsional
yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit yang ebrtugas memberikan
rekomendasi kepada pimpinan RS mengenai rumusan kebijakan dan prosedur
untuk evaluasi, pemilihan dan penggunaan obat di rumah sait. Sedangkan di
bidang penddikan, KFT merumuskan program yang berkaitan dengan edukasi
tentang obat dan penggunaannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi
Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit.
Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan
revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit. Penyusunan dan revisi
Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik
dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit
yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional
(SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika
diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik;
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau.
 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/Sk/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah
Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi
dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas
waktu yang ditentukan.
Komposisi Formularium :
a. Halaman judul
b. Daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi
c. Daftar Isi
d. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat
e. Produk obat yang diterima untuk digunakan
f. Lampiran
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap
berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu
digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi
mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang
ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien.
Pedoman Penggunaan Formularium Pedoman penggunaan yang
digunakan akan memberikan petunjuk kepada dokter, apoteker perawat
serta petugas administrasi di rumah sakit dalam menerapkan sistem
formularium. Meliputi :
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu
dengan Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka
mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis
harus mendukung Sistem Formularium yang diusulkan oleh Panitia
Farmasi dan Terapi.
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan
kebutuhan tiap-tiap institusi.
c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang
ditulis oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem
Formularium yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan terapi.
d. Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik.
e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di
Instalasi Farmasi.
f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang
efek terapinya sama, seperti :
 Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat
generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai
produk asli yang diminta.
 Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu
harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.

Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari
sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk
mendiagnosa dan mengobati pasien.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan peran apoteker dalam
menangani lose stok akibat wabah pada skenario.
 Menurut Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit Tahun
2010
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan
jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
Peran apoteker dalam Perencanaan dan pengadaan yang dilakukan
untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang
dapat di pertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.

Anda mungkin juga menyukai