Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN KASUS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN An. MF DENGAN DIAGNOSA EPILEPSI


USIA 4 TAHUN HARI PERAWATAN KE 1
RUANG PERAWATAN MOTHER AND CHILD
DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2018

KELOMPOK I

HENI (R014181007)
REZKY (R014181005)
SULAEHA (R014172037)
ANDI NURFADILAH REZKY (R014172045)
PUTRI PENRIANI YAHYA (R014172021)
NUR AYUANA ANDINI (R014181003)
MUH. NUR ANNISAN (C12111268J)

CI LAHAN CI INSTITUSI

Tuti Seniawati S.Kep.,Ns.,M.Kes

PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subahanahu Wataala Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan kasus kelompok. Semoga laporan ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pemberian
asuhan keperawatan.Harapan kami semoga laporan ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Laporan ini
kami akui masih ada kekurangan. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan laporan ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iii
BAB I LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 4
A. Latar belakang ................................................................................................................... 4
B. Tujuan ................................................................................................................................. 5
BAB II KONSEP MEDIS ............................................................................................................. 6
A. Definisi............................................................................... Error! Bookmark not defined.
B. Etiologi .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
C. Manifestasi klinis.............................................................. Error! Bookmark not defined.
D. Pemeriksaan penunjang .................................................. Error! Bookmark not defined.
E. Penatalaksanaan............................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ANAK F ...................................................................... 36
A. FORMAT PENGKAJIANRUANG PERAWATAN ANAKError! Bookmark not defined.
B. ANALISA DATA ............................................................................................................. 50
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN ..................................................................................... 53
D. RENCANA KEPERAWATAN ....................................................................................... 53
E. CATATAN PERKEMBANGAN .................................................................................... 58
BAB IV PEMBAHASAN JURNAL .......................................................................................... 66
BAB V PENUTUP ....................................................................................................................... 69
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 70

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan penyakit saraf yang ditandai dengan episode
kejang yang dapat disertai hilangnya kesadaran penderita. Meskipun
biasanya disertai hilangnya kesadaran, ada beberapa jenis kejang tanpa
hilangnya kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh ketidakstabilan muatan
listrik pada otak yang selanjutnya mengganggu koordinasi otot dan
bermanifestasi pada kekakuan otot atau pun hentakan repetitif pada otot
(Kristanto , 2017).
Epilepsi adalah salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan
pada semua umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas.
Diduga terdapat sekitar 50 juta orang dengan epilepsi di dunia Epilepsi
menempati urutan kedua daripenyakit saraf setelah stroke. Hampir 80%
orang dengan epilepsi ditemukan dinegaranegara berkembang, di mana
epilepsi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama, bukan
hanya karena implikasi kesehatan tetapi juga untuk konotasi sosial,
budaya, psikologis, dan ekonomi(Khasanah, Mahama, & Runtuwene,
2015)
Prevalensi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi
dari negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7
per 1000 orang dan 5-74 per 1000 orang di Negara sedang berkembang. Di
Indonesia belum ada data yang pasti mengenai penderita epilepsi, tetapi
diperkirakan ada 1-2 juta penderita epilepsi. Prevalensi epilepsi di
Indonesia adalah 5-10 kasus per 1.000 orang dan insiden 50 kasus per
100.000 orang per tahun(Khasanah, Mahama, & Runtuwene, 2015).
Walaupun penyakit ini telah dikenal lama dalam masyarakat,
terbukti dengan adanya istilah-istilah bahasa daerah untuk penyakit ini
seperti sawan, ayan, sekalor, dan celengan, tapi pengertian akan penyakit
ini masih kurang bahkan salah sehingga penderita digolongkan dalam

4
penyakit gila, kutukan dan turunan sehingga penderita tidak diobati atau
bahkan disembunyikan. Sehingga banyak di antara para penyandang
epilepsi tidak mendapat perhatian selayaknya. Di kalangan dokter pun
masih banyak yang belum memahami benar masalah epilepsi. Hal ini
sangat disayangkan, lebih-lebih kalau diingat bahwa sebagaian besar
penyandang epilepsi akan dapat sekolah, bahkan dapat meraih gelar
sarjana dan dapat bekerja serta hidup bahagia apabila serangan-serangan
dapat dicegah(Khasanah, Mahama, & Runtuwene, 2015).

B. Tujuan
1. Mengetahui konsep medis epilepsi
2. Mengetahui asuhan keperawatan An.MF dengan kasus epilepsi

5
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Epilepsy merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya
bangkitan (seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya
gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuron-neuron secara
paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik
dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan
sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh
hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh
suatu penyakit otak akut (unprovoked).
B. Klasifikasi
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 2017, epilepsi
diklasifikasikan menjadi:
1. Bangkitan Parsial
Bangkitan parsial diklasifikasikan menjadi 3 yakni,
a. Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik)
 Dengan gejala motoric
 Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
 Dengan gejala autonomy
 Dengan gejala psikis
b. Parsial Kompleks (kesadaran menurun)
 Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang menjadi
penurunan kesadaran
 Dengan penurunan kesadaran sejak awitan
c. Parsial yang menjadi umum sekunder
 Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik
 Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum
tonik-klonik

6
2. Bangkitan Umum
a. Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak
(absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana
motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi.Seragan ini
biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8
tahun.Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang
sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan
memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan
melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan,
penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa
yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan
gambaran yang khas yakni “spike wave” yang berfrekuensi 3 siklus
per detik yang bangkit secara menyeluruh.
b. Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang
klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh
ensepalopati metabolik.
c. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.
d. Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan,
pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh kekauan tubuh.
Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yag
disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak

7
sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai
mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan
dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur
setelahnya.
e. Mioklonik
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar
sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya
hanya berlangsung sejenak.Gambaran klinis yang terlihat adalah
gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak
yang berulang dan terjadinya cepat.
f. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan
kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba.
C. Etiologi
a. Epilepsy idiopatik
Merupakan yang paling sering terjadi, kejadiannya sekitar 40% di
seluruh dunia.Penyebab abnormalitas neuroanatomi maupun
neuropatologi tidak diketahui.Epilepsy idiopatik terjadi pada bayi,
anak, remaja, dan dewasa muda dengan MRI otak yang normal dan
tidak ada riwayat kelainan medis yang bermakna sebelumnya.
Terdapat predisposisi genetic, beberapa sindrom epilepsy idiopatik
memiliki distribusi autosomal dominan yang mengganggu pada kanal
ion
b. Epilepsy simptomatik
Epilepsy simptomatik berhubungan dengan abnormalitas struktur otak
yang mengindikasikan adanya penyakit atau kondisi yang mendasari,
yang termasuk kategori ini adalah kelainan perkembangan dan
kongenital baik akibat genetic maupun di dapat, dan juga kondisi yang
didapat.Contoh, cedera kepala, infeksi SSP, lesi desak ruang,
gangguan peredaran daerah otak, metabolic, dan kelainan
neurodegenerative.

8
c. Epilepsy kriptogenik
Epilepsy yang diduga adanya penyebab yang mendasari namun masih
belum dapat diidentifikasi.Termasuk disini adalah sindrom west,
sindrom Lennox-Gaustat, dan epilepsy mioklonik. Gambaran klinis
sesuai dengan ensefalopati difus

Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi

Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal

Cedera lahir intrakranial

Infeksi akut

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,


hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)

Malformasi kongenital

Gangguan genetic

Anak (2- 12 th) Idiopatik

Infeksi akut

Trauma

Kejang demam

Remaja (12- 18 th) Idiopatik

Trauma

Gejala putus obat dan alcohol

Malformasi anteriovena

Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma

Alkoholisme

Tumor otak

9
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak

Penyakit serebrovaskular

Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )

Alkoholisme

D. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik).Otak ialah
rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-
butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi
dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik
akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian
akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi,
aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan
otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang
umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.Hal ini terjadi
karena adanya influx 𝑁𝑎 + ke intraseluler.Jika natrium yang seharusnya
banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan

10
asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik.Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi
muatan yang berlebihan tersebut.Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di
serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat
membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan
energi akibat hiperaktivitas neuron.Selama kejang, kebutuhan metabolik
secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik.Aliran darah otak meningkat, demikian
juga respirasi dan glikolisis jaringan.Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin

11
mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh
terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan
cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.

E. Manifestasi Klinik
1. Kehilangan kesadaran
2. Aktivitas motorik
a. Tonik klonik
b. Gerakan sentakan, tepukan atau menggurau
c. Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
d. Kedipan kelopak mata
e. Sentakan wajah
f. Bibir mengecap – ecap
g. Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
3. Fungsi pernafasan
a. Takipnea
b. Apnea
c. Kesulitan bernafas
d. Jalan nafas tersumbat
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya
keadaan epilepsi yang dialami pada penderitagejala yang timbul berturut-
turut meliputi di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara
secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi
terhadap rangsangan.Tidak ada respon terhadap rangsangan baik rangsang
pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri.Badan tertarik ke segala
penjuru.Kedua lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya
menendang-nendang.Gigi geliginya terkancing.Hitam bola mata berputar-
putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung
berdebar.Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran
keringat.Terkadang diikuti dengan buang air kecil.Manifestasi tersebut
dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara
spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik.

12
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi.Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal
apabila:
a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak.
b. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya misal gelombang delta.
c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku
majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
d. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas,
misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia,
epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3
siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran
EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang
timbul secara serentak (sinkron).
2. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis
dan lokasi sumber serangan.Rekaman video EEG memperlihatkan
hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada.Prosedur yang
mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi
refrakter.Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.

13
3. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI)
untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler
abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang
didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan
atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang
tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal
dengan defisit neurologik yang jelas
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan
untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila
dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara
anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk
membandingkan hipokampus kanan dan kiri.

G. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk
epilepsi yakni:
a. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis
epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan
dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih
dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek
samping dari pengobatan tersebut.
b. Terapi dimulai dengan monoterapi
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan secara
bertahap sampai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek
samping obat.
d. Apabila dengan penggunaan OAE dosis maksimum tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila
sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya
diturunkan secara perlahan.

14
e. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti
bangkitan tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan
kedua.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE
dapat dihentikan tanpa kekambuhan.Pada anak-anak dengan epilepsi,
penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas
dari bangkitan kejang.Sedangkan pada orang dewasa penghentian
membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat
yang penting diperhatikan ketika hendak menghentikan OAE yakni:
a. Syarat umum yang meliputi :
 Penghentian OAE telah di diskusikan terlebih dahulu dengan
pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun
bebas bangkitan.
 Gambaran EEG normal
 Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis
semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
 Bila penderita menggunakan satu atau lebih OAE maka
penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
b. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
 Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan
kekambuhannya.
 Epilepsi simtomatik
 Gambaran EEG abnormal
 Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
 Penggunaan OAE lebih dari 1
 Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai
terapi
 Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
 Kekambuhan akan semakin kecil kemungkinanya bila
penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih
dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan
menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.

15
2. Penatalaksanaan Kejang
Adapun penatalaksanaan selama kejang dan setelah kejang, yaitu :
a. Selama kejang
1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari lingkungan
ramai
2) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
3) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari
benda keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda
berbahaya.
4) Longgarkan baju . Bila mungkin, miringkan kepalanya
kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan
pernapasan.
5) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras
diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah.
Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan
kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
6) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya
epilepsi atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai
dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2,
tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi
yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan
aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun
pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau
tidur.
7) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau
penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit
terdekat.
b. Setelah kejang
1) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
2) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah
aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas paten.

16
3) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
4) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang
5) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap
lingkungan
6) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang
selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
7) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang
(postiktal), coba untuk menangani situasi dengan pendekatan
yang lembut dan member restrein yang lembut
8) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini
penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang
pasien.Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat
menimbulkan kejang. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah
ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah
pasien mempunyai program rekreasi?Kontak sosial?Apakah
pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
a. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register,
tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk
masuk RS.Pasien sering mangalami kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul.Biasanya ditandai dengan anak
mulai rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan

17
(pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan.nyeri tulang
atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan
dengan keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan.
e. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan
post natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa
saja yang pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui
apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena
mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit
contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal
diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah kelahariran dan
pertumbuhan dan perkembanagannya.
f. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada
kaitannya dengan penyakit yang dideritanya.Pada keadaan ini
status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada yang
menderita gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya
kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan
membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan
penatalaksanaannya.
a. Selama serangan :
1) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
2) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
3) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
4) Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang
klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
5) Apakah pasien menggigit lidah.
6) Apakah mulut berbuih.

18
7) Apakah ada inkontinen urin.
8) Apakah bibir atau muka berubah warna.
9) Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
10) Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya
berubah pada satu sisi atau keduanya.
b. Sesudah serangan
1) Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
2) Apakah ada perubahan dalam gerakan.
3) Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi
sebelum, selama dan sesudah serangan.
4) Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau
frekuensi denyut jantung.
5) Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c. Riwayat sebelum serangan
1) Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
2) Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung
berdebar.
3) Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori,
auditorik, olfaktorik maupun visual.
d. Riwayat Penyakit
1) Sejak kapan serangan terjadi.
2) Pada usia berapa serangan pertama.
3) Frekuensi serangan.
4) Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti
demam, kurang tidur, keadaan emosional.
5) Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
6) Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
7) Apakah makan obat-obat tertentu
8) Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

19
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat kesadaran pasien
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.

Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.

c. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
d. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada
gusi
e. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
f. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.

Tanda : depresi, ansietas, marah.

g. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang
konsentrasi, pusing.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang
h. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram
otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
i. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi
cairan.
Tanda : dispnea, apnea, batuk

20
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme
jalan napas
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan
neurologis (gangguan kejang)
c. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kesehatan
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (status kesehatan)
e. Risiko cedera berhubungan dengan disfungsi integrasi sensori
(aktivitas kejang yang tidak terkontrol)

21
4. Rencana Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Ketidakefektifan bersihan jalan Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari


nafas saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas

Komponen Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)

Batasan karakteristik Kapatenan jalan napas Manajemen jalan nafas


1. Batuk yang tidak efektif
1. Frekuensi 1. Buka jalan nafas dengan tehnik chin
2. Dispnea
pernapasan lift atau jaw thrust, sebagaimana
3. Gelisah
2. Irama pernapasan mestinya
4. Kesulitan verbalisasi
3. Kedalaman inspirasi 2. Posisikan pasien untuk
5. Mata terbuka lebar
4. Suara auskultasi memaksimalkan ventilasi
6. Ortopnea
napas 3. Identifikasi kebutuhan
7. Penurunan bunyi napas
5. Volume tidal actual/potensial pasien untuk
8. Perubahan frekuensi napas
6. Pencapaian tingkat memasukan alat membuka jalan nafas
9. Perubahan pola napas
intensif spirometri 4. Memasukan alat nasopharyngeal
10. Sianosis
7. Kapasitas vital aieway (NPA) atau oropharyngeal
11. Sputum dalam jumlah yang
8. Saturasi oksigen airway (OPA) sebagaimana mestinya
berlebih
9. Tes faal paru 5. Lakukan fisioterapi dada,
12. Suara napas tambahan
10. Penggunaan otot sebagaimana mestinya
13. Tidak ada batuk
bantu nafas 6. Buang sekret dengan memotivasi
11. Pernafasan bibi pasien untuk bernafas pelan, dalam,
Faktor yang berhubungan
dengan mulut berpuat dan batuk
Lingkungan
mengerucut 7. Gunakan tehnik yang Instruksikan
1. Perokok
12. Sianosis bagaimna agar bisa melakukan batuk
2. Perokok pasif
13. Dispnue saat efektif
3. Terpajan asap
istirahat 8. Aukultasu suata nafas, catat area
14. Perasaan kurang yang ventilasinya menurun atau tidak
Obstruksi jalan napas istirahat ada dan adanya suara tambahan
1. Adanya jalan napas buatan 15. Mengantuk 9. Posisikan untuk meringankan sesak
2. Benda asing dalam jalan 16. Gangguan kesadaran nafas
napas 17. Akumulasi sputum 10. Monitor status pernafasan dan
3. Eksudat dalam alveoli 18. Suara nafas oksigenasi, sebagaimana mestinya
4. Hyperplasia dalam dinding tambahan Monitor penafasan:
bronkus 19. Gangguan ekspirasi 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
5. Mukus berlebihan 20. Mendesah dan kesulitan bernafas

22
6. Penyakit paru obstruksi 21. Demam 2. Cata pergerakan dada, catat
kronis Tingkat kecemasan ketidaksemetrisan, penggunaan otot-
7. Sekresi yang tertahan 1. Menghindari situsi otot bantu nafas, dan retraksi pada
8. Spasme jalan napas sosial otot supraclaviculas dan interkosta
2. Menghindari orang 3. Monitor suara nafas tambahan seperti
yang tidak dikenal ngorok atau mengi
Fisiologis
3. Respon aktivasi 4. Monitor pola nafas misalnya
1. Asma
sistem saraf simpatis bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
2. Disfungsi neuromuscular
Pencegahan aspirasi pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1,
3. Infeksi
1. Mngidentifikasi apneustik dan pola ataxic)
4. Jalan napas alergik
faktor-faktor resiko 5. Monitor saturasi oksiegen pada
2. Menghindari faktor- pasien yang tersedasi (seperti, SaO2,
faktor resiko SvO2, SpO2) Sesuai dengan protokol
3. Mempertahankan yang ada
kebersihan mulut 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
4. Memposisikan tubuh 7. Auskultasi suara nafas, catat area
agar tetap tegak dimana terjadi penurunan atau tidak
ketika makan dan adanya ventilasi dan keberadaan
minum suara nafas tambahan
5. Memposisikan tubuh 8. Kaji perlunya penyedotan pada jalan
untuk miring ketika nafas dengan auskultasi suara nafas
makan dan minum ronki di paru
jika dibutuhkan 9. Auskultasi suara nafas setelah
6. Memilih makanan tindakan lalu catat
sesuai emampuan 10. Monitor nilai fungsi paru terutama
menelan kapasitas vital paru, volume inspirasi
7. Memilih makanan maksimal, volume ekspirasi
dan cairan dengan maksimal selama 1 detik (FEV1) dan
konsistensi yang FEV1/FVC sesuai dengan data yang
tepat tersedia
8. Menggnakan cairan 11. Monitor hasil pemeriksan ventilasi
yang dipadatkan jika mekanik, catat peningkatan tekanan
dibutuhkan inspirasi dn penurunan volume tidal
9. Mempertahankan 12. Monitor peningkatan kelelahan,
tubuh dalam posisi kecemasan dan pengurangan udara
tegak selama 30 pada pasien
menit setelah makan 13. Catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
akhir

23
14. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
15. Monitor keluhan sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut
16. Monitor suara serak dan perubahan
suara tersebut tiap jam pada pasien
luka bakar
17. Monitor suara krepitasi pada pasien
18. Monitor hasil foto toraks
19. Buka jalan nafas dengan
menggunakan maneuver chin lift atau
jaw thrust dengan tepat
20. Posisikan pasien miring kesamping,
sesuai indikasi untuk mencegah
aspirasi, lakukan tehnik log roll, jika
diduga pasien mebgalami cedera
leher.
21. Berikan bantuan resusitasi jika
diperlukan
22. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan (misalnya nebulizer)

Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :

Ketidakefektifan pola napas Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tdak memberi ventilasi adekuat.

Tujuan dan Kriteria


Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)

Batasan Karakteristik : Respon penyapihan Manajemen jalan napas:


ventilasi mekanik:
1. Bradipnea 1. buka jalan napas dengan teknik chin
Dewasa
2. Dyspnea lift atau jaw thrust, sebagai mana
1. tingkat pernapasan
3. Fase ekspirasi memanjang mestinya.
spontan
4. Ortopnea 2. posisiskan pasien untuk
2. irama pernapasan
5. Pennggunaan otot bantu memaksimalkan ventilasi
spontan
pernapasan 3. identifikasi kebutuhan
3. kedalaman
6. Penggunaan posisi tiga titik actual/potensial pasien untuk

24
7. Penurunan tekanan ekspirasi pernapasan spontan memasukan alat membuka jalan
8. Penurunan tekanan inspirasi 4. apikal denyut napas
9. Penurunan ventilasi semenit jantung apikal 4. masukkan alat nasopharyngeal
10. Pernapasan bibir 5. PPaCO2 (tekanan airway (NPA) atau orpharyngeal
11. Pernapasan cuping hidung parsial oksigen airway (OPA), sebagaimana
12. Pola napas abnormal (mis., dalamm darah mestinya
irama, frekuensi, kedalaman) arteri) 5. lakukan fisioterapi dada,
13. Takipnea sebagaimana mestinya
6. buang sekret dengan memotivasi
Status pernapasan
pasien untukk melakukan batuk atau
Related Factors 1. frekuensi
menyedot lender
External pernapasan
7. motivasi pasien untuk bernapas
1. Ansietas 2. irama pernapasan
pelan, dalam, berputar, dan batuk
2. Deformitas dinding dada 3. kedalaman inspirasi
8. instruksikan bagaimana agar bisa
3. Hiperventilasi 4. suara auskultasi
melakukan batuk efektif
4. Imaturasi neurologis nafas
9. bantu dengan dorongan spirometer,
5. Keletihan 5. kepatenan jalan
sebagaimana mestinya
6. Keletihan otot pernapasan napas
10. auskultasi suara napas, catat area
7. Nyeri 6. volume tidal
yang ventilasinya menurun atau
8. Obesitas 7. pencapaian tingkatt
tidak ada dan adanya suara
9. Posisi tubuh yang menghambat insentif spinometri
tambahan
ekspansi paru 8. kapasitas vital
11. lakukan penyedotan melalui
10. Sindrom hipoventilasi 9. saturasi oksigen
endotrakea atau nasotrakea,
10. tes faal paru
sebagaimana mestinya
12. kelola pemberian bronkodilator,
sebagaimana mestinya
13. ajarkan pasien bagaimana
menggunakan inhaler sesuai resep,
sebagaimana mestinya
14. kelola pengobatan aerosol,
sebagaimana mestinya
15. kelola nebulizer ultrasonik,
sebagaimana mestinya
16. regulasi asupan cairan untukk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
17. posisikan untuk meringankan sesak
napas
18. monitor status pernapasan dan
oksigen, sebagaimana mestinya

25
Monitor pernapasan
1. monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulitan bernapas
2. catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
otot bantu napas, dan retraksi pada
otot supraclaviculas dan interkosta
3. monitor suara napas tambahan
seperti ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas (misalnya,
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul, pernapasan
1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
5. monitor saturasi oksigen pada
pasien yang tersedasi (seperti,
SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan
protokol yang ada
6. pasang sensor pemantauan oksigen
non-invasif (misalnya, pasang alat
pada jari, hidung, dan dahi) dengan
mengatur alarm pada pasien
berisiko tinggi (misalnya, pasien
yang obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit
dengan terapi oksigen menetap, usia
ekstrim) sesuai dengan prosedur
tetap yang ada
7. palpasi kesimetrisan ekspansi paru
8. perkusi torak anterior dan posterior,
dari apeks ke basis paru, kanan dan
kiri
9. catat lokasi trakea
10. auskultasi suara napas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan keberadaan
suara napas tambahan
11. kaji perlunya penyedotan, pada
jalan napas dengan auskultasi suara

26
napas ronki di paru
12. auskultasi suara napas setelah
tindakan, untuk dicatat
13. monitor nilai fungsi paru, terutama
kapasitas vital paru, volume
inspirasi maksimal, volume
ekspirasi maksimal selama 1 detik
(FEVI) dan FEVI/FVC sesuai
dengan data yang tersedia
14. monitor hasil pemeriksaan ventilasi
mekanik, catat peningkatan
kelelahan, kecemasan, dan
kekurangan udara pada pasien
15. catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
dengan tepat
16. monitor kemampuan batuk efektif
pasien
17. catat onset, karakteristik, dan
lamanya batuk
18. monitor sekresi pernapasan pasien
19. monitor secara ketat pasien-pasien
yang berisiko tinggi mengalami
gangguan respirasi (misalnya,
pasien dengan terapi opioid, bayi
baru lahir, pasien dengan ventilasi
mekanik, pasien dengan luka bakar
wajah dan dada, gangguan
neuromuscular)
20. monitor keluhan sesak napas pasien,
termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak napas tersebut
21. monitor suara serak dan perubahan
suara tersebut setiap jam pada
pasien luka bakar
22. monitor suara krepitasi pada pasien
23. monitor hasil foto thoraks
24. buka jalan napas dengan

27
menggunakan maneuver chin lift
atau jaw thrust dengan tepat
25. posisikan pasien miring kesamping,,
sesuai indikasi untuk mencegah
aspirasi, lakukan teknik log roll,
jika pasien diduga mengalami
cedera leher
26. berikan bantuan resusitasi jika
diperlukan
27. berikan bantuan terapi napas jika
diperlukan (misalnya, nebulizer)

Rencana Keperawatan

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Isolasi Sosial Kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul
karena orang lain dan sebagai suatu pernyataan negative atau
mengancam

Tujuan dan Kriteria


Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)

Batasan karakteristik Keparahan kesepian Peningkatan citra tubuh


1. Afek datar 1. Rasa ketakutan yang 1. Gunakan bimbingan antisipasif
2. Afek sedih tak beralasan menyiapkan pasien terkait dengan
3. Anggota subkultur tertentu 2. Rasa kelelahan yang perubahan-perubahan citra tubuh
4. Ingin sendirian ekstrim yang telah diprediksikan
5. Kesendirian yang ditentukan oleh 3. Rasa tidak memiliki 2. Tentukan perubahan fisik saat ini
orang lain 4. Pola makan tidak apakah berkontribusi pada citra diri
6. Keterlambatan perkembangan sehat pasien
7. Ketidakmampuan memenuhi 5. Gangguan tidur 3. Gunakan gambaran mengenai
harapan orang lain 6. Nyeri kepala gambaran diri sebagai mekanisme
8. Ketidaksesuaian budaya 7. Mual evaluasi dari persepsi citra diri
9. Kondisi difabel 8. Nyeri anak
10. Menarik diri 9. Depresi 4. Instruksikan anak-anak mengenai
11. Menunjukkan permusuhan Keterlibatan sosial fungsi dari berbagai bagian tubuh,
12. Merasa tidak aman ditempat 1. Berinteraksi dengan dengan cara yang tepat
umum teman dekat 5. Tentukan persepsi pasien dan
13. Nilai tidak sesuai dengan norma 2. Berinteraksi dengan keluarga terkait dengan perubahan
budaya tetangga citra diri dan realitas

28
14. Perasaan beda dari orang lain 3. Berinteraksi dengan 6. Identifikasi strategi-strategi
15. Preokupasi dengan pikiran sendiri anggota keluarga penggunaan koping oleh orangtua
16. Riwayat di tolak Tingkat rasa takut: dalam berespon terhadap
17. Sakit Anak perubahan penampilan anak
18. Tidak ada kontak mata 1. Kelelahan 7. Tentukan bagaimana anak berespon
19. Tidak ada sistem pendukungan 2. Kehilangan berat terhadap tindakan yang dilakukan
20. Tidak mempunyai tujuan badan orangtua, dengan cara yang tepat
21. Tindakan berulang 3. Menangis 8. Bantu orangtua untuk
22. Tindakan tidak berarti 4. Cekikikan berlebihan mengidentifikasi perasaan sebelum
5. Menarik diri mengintervensi anak, dengan cara
6. Gelisah yang tepat
Faktor yang berhubungan
7. Gemetar Peningkatan perkembangan: Anak
1. Faktor-faktor yang memengaruhi
1. Bangun hubungan saling percaya
hubungan personal yang
dengan anak
memuaskan (mis., keterlambatan
2. Lakukan interaksi personal dengan
perkembangan)
anak
2. Gangguan kesehatan
3. Damping setiap anak untuk
3. Ketidakmampuan menjalin
menyadari bahwa anak adalah
hubungan yang memuaskan
pribadi yang penting
4. Minat tidak sesuai dengan
4. Identifikasi kebutuhan unik setiap
perkembangan
anak dan tingkat kemampuan
5. Nilai-nilai tidak sesuai dengan
adaptasi yang diperlukan
norma budaya
5. Bangun hubungan saling percaya
6. Perilaku sosial tidak sesuai norma
dengan orangtua
7. Perubahan penampilan fisik
6. Ajarkan orangtua mengenai tingkat
8. Perubahan status mental
perkembangan normal dari anak
9. Sumber personal yang tidak
dan perilaku yang berhubungan
adekuat (mis., pencapaian buruk,
7. Demonstrasikan kepada orang tua
kesadaran diri buruk, tidak ada
mengenai kegiatan yang
afek dan pengendalian diri buruk)
mendukung tumbuh kembang anak
8. Dukung anak untuk berinteraksi
dengan teman-temannya melalui
keterampilan bermain peran
9. Sediakan aktivitas yang
mendukung interaksi di antara
anak-anak
10. Dukung anak untuk
mengekspresikan diri melalui
penghargaan yang positif atau
umpan balik yang baik

29
11. Peluk anak dan nyamankan anak
saat merasa sedih
12. Bangun suasana yang aman bagi
anak untuk belajar dan
bereksplorasi
13. Tawarkan mainan sesuai dengan
usianya
14. Ajarkan anak untuk mengikuti
petunjuk

Rencana Keperawatan

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Ansietas Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar


disertai respon otonom (sumber sering kali tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu): perasaan ttakut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan memampukan individu
untuk bertindak menghadapi ancaman

Tujuan dan Kriteria


Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)

Batasan karakteristik Setelah diberikan Penurunan Kecemasan


1. Perilaku intervensi keperawatan 1. Kaji dan dokumentasikan
a. Agitasi selama……………pasien tingkat kecemasan pasien,
b. Gelisah akan menunjukan ansietas termasuk reaksi fisik
c. Gerakan ekstra berkurang, kriteria hasil: setiap......
d. Kontak mata yang buruk tingkat ansietas hanya 2. Kaji untuk faktor budaya
2. Afektif ringan sampai sedang dan (misalnya, konflik nilai)
a. Gelisah selalu menunjukan yang menjadi penyebab
b. Gugup pengendalian diri terhadap ansietas
c. Ketakutan ansietas ,konsentrasi dan 3. Gali bersama pasien
d. Menggemerutukkan gigi koping. tentang tekhnik yang
e. Perasaan tidak adekuat Pengendalian diri pada berhasil dan tidak berhasil
f. Senang berlebihan ansietas menurunkan ansietas
3. Fisiologis 1. Merencanakan strategi dimasa lalu
a. Gemetar koping untuk situasi 4. Reduksi ansietas (NIC):
b. Peningkatan keringat penuh tekanan menentukan kemampuan

30
c. Peningkatan ketegangan 2. Mempertahankan pengambilan keputusan
d. Suara bergetar performaperan pasien.
e. Tremor 3. Memantau distorsi Penyuluhan untuk
f. Tremor tangan persepsi sensori pasien/keluarga
g. Wajah tegang 4. Memantau manifestasi
1. Buat rencana dengan
4. Simpatis perilaku ansietas
tujuan yang realistis,
4. Dilatasi pupil 5. Menggunakan teknik
termasauk kebutuhan
5. Gangguan pernapasan relaksasi untuk
untuk pengulangan,
6. Jantung berdebar-debar meredahkan ansietas
dukungan dan pujian
7. Lemah Setelah dilakukan
terhadap tugas-tugas yang
8. Peningkatan denyut nadi tindakan keperawatan
telah dipelajari
9. Peningkatan frekuensi pernapasan selama……….pasien
2. Beriakan informasi
akan:
mengenai sumber
Faktor yang berhubungan: 1. Meneruskan aktivitas komunitas yang tersedia,
1) Ancaman kematian yang dibutuhkan seperti taman, tetangga,
2) Ancaman pada status terkini meskipun mengalami kelompok,
3) Hereditas kecemasan swabantu,tempat ibadah,
4) Hubungan interpersonal 2. Menunjukan lembaga sukarelawan dan
5) Kebutuhan yang tidak dipenuhi kemampuan untuk pusat rekreasi
6) Konflik nilai berfokus pada 3. Informasi tentang gejala
7) Konflik tentang tujuan hidup pengetahuan dan ansietas
8) Krisis maturasi keterampilan yang baru 4. Ajarkan anggota keluarga
9) Krisis situasi 3. Mengidentifikasi gejala bagaimana membedakan
10) Pajanan pada toksin yang merupakan antara setangan panik dan
11) Penularan interpersonal indikator ansietas gejalapenyakit fisik
12) Penyalahgunaan zat pasien sendiri 5. PenurunanAnsietas (NIC):
13) Perubahan besar (mis., status ekonomi, 6. Mengomunikasikan  Sediakan informasi
lingkungan, status kesehatan, fungsi kebutuhan dan perasaan aktual menyangkut
peran, status peran) negatif secara tepat diagnosis, terapi dan
14) Riwayat keluarga tentang ansietas 7. Memiliki tanda-tanda prognosis.
15) stresor vital dalam batas  Instruksikan pasien
normal. tentang penggunaan
teknik relaksasi
 Jelaskan semua
prosedur, termasuk
sensasi yang biasanya
dialami selama
prosedur.
Aktivitas kolaboratif
Penurunan ansietas

31
(NIC):berikan obat untuk
menurunankan ansietas, jika
perlu.
Aktivitas lain
1. Pada saat ansietas berat,
dampingi pasien, bicara
dengan tenang, dan
berikan ketenagan serta
rasa nyaman
2. Beri dorongan kepada
pasien untuk
mengungkapkan secara
verbal pikiran dan
perasaan untuk
mengeksternalisasikan
ansietas
3. Bantu pasien untuk
memfokuskan pada situasi
saat ini, sebagai cara
untuk mengidentifikasi
mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk
mengurangi ansietas
4. Sediakan pengalihan
melalui televisi,radio,
pemainan serta terapi
okupasi untuk
menurunkan ansietas dan
memperluas fokus
5. Coba teknik seperti
imajinasi seperti bimbing
dan relaksasi progresif
6. Berikan penguatan positif
ketika pasien mampu
meneruskan aktivitas
sehari-hari dan aktivitas
lainya meskipun
mengalami ansietas
7. Yakinkan kembali pasien
melalui sentuhan, dan

32
sikap empatik secara
verbal dan nonverbal
secara bergantian
8. Dorong pasien untuk
mengekspresikan
kemarahan dan iritasi
serta izinkan pasien untuk
menangis
9. Kurangi rangsangan yang
berlebihan dengan
menyediakan lingkungan
yang tenang, kontak yang
terbatas dengan orang lain
jika dibutuhkan, serta
pembatasan penggunaan
kafein dan stimulan lain
10. Sarankan terapi
alternative untuk
mengurangi ansietas yang
dapat di terima oleh
pasien
11. Singkirkan sumber-
sumber ansietas jika
memungkinkan
12. Penurunanansietas
(NIC):
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 Nyatakan dengan jelas
tentang harapan
terhadap prilaku
pasien
 Damping pasien (mis,
selama prosedur)
untuk meningkatkan
keamanan dan
mengurangi rasa takut
 Berikan pijatan
punggung/pijatan leher

33
jika perlu
 Jaga peralatan
perawatan jauh dari
pandangan
 Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
situasi yang
mencetuskan ansietas.

34
Rencana Keperawatan

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Risiko cedera Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi
dengan sumber adaptif dan sumber defensive individu, yang dapat
mengganggu kesehatan

Tujuan dan Kriteria


Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)

Faktor risiko Kejadian jatuh Manajemen kejang


Eksternal 1. Jatuh saat berdiri 1. Pertahankan jalan nafas
1. Agens nosocomial 2. Jatuh saat berjalan 2. Balikkan badan pasien ke satu sisi
2. Gangguan fungsi kognitif 3. Jatuh saat duduk 3. Monitor arah kepala dan mata selama kejang
3. Gangguan fungsi psikomotor 4. Jatuh dari tempat 4. Longgarkan pakaian
4. Hambatan fisik (mis., desain, tidur 5. Tetap disisi pasien selama pasien mengalami
struktur, pengaturan komunitas, 5. Jatuh saat naik kejang
pembangunan, peralatan) tangga 6. Berikan oksigen dengan benar
5. Hambatan sumber nutrisi (mis., 6. Jatuh saat 7. Monitor tanda-tanda vital
vitamin, tipe makanan) membungkuk 8. Catat lama kejang
6. Moda transportasi tidak aman Keparahan cedera 9. Catat karakteristik kejang (misalnya,
7. Pajanan pada kimia toksik fisik keterlibatan anggota tubuh, aktivitas motoric,
8. Pajanan pada pathogen 1. Memar dan kejang progresif)
9. Tingkat imunisasi di komunitas 2. Keseleo tulang 10. Berikan obat-obatan dengan benar
punggung 11. Berikan obat anti kejang dengan benar
Internal 3. Cedera kepala 12. Monitor tingkat obat-obatan anti epilepsy
1. Disfungsi biokimia tertutup dengan benar
2. Disfungsi efektor 4. Penurunan tingkat 13. Monitor durasi periode ketidaksadaran dan
3. Disfungsi imun kesadaran karakteristiknya
4. Disfungsi integrasi sensori Control kejang Pencegahan kejang
5. Gangguan mekanisme pertahanan sendiri 1. Sediakan tempat tidur yang rendah, dengan tepat
primer (mis., kulit robek) 1. Menggambarkan 2. Bawa pasien keluar selama aktifitas diluar
6. Gangguan orientasi afektif faktor-faktor yang bangsal, dengan tepat
7. Gangguan sensasi (akibat dari memicu kejang 3. Monitor pengelolaan obat
cedera medulla spinalis, diabetes 2. Menggunakan 4. Monitor kepatuhan dalam mengkonsumsi
mellitus, dll) obat-obatan sesuai pengobatan anti-epileptik
8. Hipoksia jaringan resep dokter 5. Singkirkan obyek potensial yang
9. Malnutrisi 3. Mencegah faktor membahayakan yang ada di lingkungan
10. Profil darah yang abnormal resiko/pemicu 6. Jaga alat suction berada di tempat tidur
11. Usia ekstrem kejang 7. Jaga ambu bag berada di sisi tempat tidur
4. Mendapatkan 8. Gunakan penghalang tempat tidur yang lunak
perhatian medis 9. Jaga penghalang tempat tidur tetap dinaikkan
dengan cepat jika
frekuensi kejang
meningkat

35
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK MF
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/NO.RM : An. MF/ 859636
2. Tempat, tanggal lahir : Makassar, 2 Juni 2014
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Belum sekolah
6. Alamat : Makassar
7. Tanggal Masuk : 14 November 2018
8. Tanggal Pengkajian : 14 November 2018
9. Diagnosa Medik : Epilepsi
10. Rencana Terapi : Kontrol pengobatan dan pemeriksaan EEG
B. Identitas Orang Tua
1. Ayah
a. Nama : Tn.A
b. Usia : 29 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan/Sumber Penghasilan: Wiraswasta
e. Agama : Islam
f. Alamat : Makassar
2. Ibu
a. Nama : Ny.R
b. Usia : 19 tahun
c. Pendidikan : SD
d. Pekerjaan/Sumber Penghasilan: IRT
e. Agama : Islam
f. Alamat : Makassar

36
C. Identitas Saudara Kandung
Status
No Nama Usia Hubungan
Kesehatan

1 An. K 5 tahun kakak sehat

II. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit :


Keluhan utama saat pengkajian :Pasien belum dapat berjalan dengan sempurna (berjalan
sempoyongan).

Keluhan masuk rumah sakit: Keluarga mengatakan bahwa anak belum mampu berjalan
dengan sempurna (sempoyongan) dan BB anak turun 1 kg sejak 1 minggu terakhir, riwayat
kejang 3 hari yang lalu durasi 20 detik , anaknya juga belum dapat berbicara sesuai usianya
(bicaranya belum terlalu jelas dan pasien hanya mampun mengatakan maa ppa). Akan tetapi,
anaknya mengerti jika ibunya memanggilnya dan responnya agak lambat. Riwayat jatuh dari
tempat tidur di umur 10 bulan dan anak muntah 2 kali, riwayat kejang dari umur 2 tahun dan
dirawat di RS Daya diagnosa Epilepsi.

III. Riwayat Kesehatan


A. Riwayat Kesehatan Sekarang: Pasien memiliki riwayat kejang dan demam
B. Riwayat Kesehatan lalu
(Khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1. Pre Natal Care
a. Pemeriksaan kehamilan : 2 kali
b. Keluhan selama hamil: Ngidam, muntah-muntah
c. Riwayat: -
d. Kenaikan berat badan selama hamil; 10 kg
e. Imunisasi TT :1 kali.
f. Golongan darah ibu:B,Golongan darah Ayah: -
2. Natal
 Tempat melahirkan : RS Sayang Rakya

37
 Lama dan jenis persalinan : Pukul 22.00-24.00
 Penolong persalinan : Bidan
 Cara untuk memudahkan persalinan : -
 Komplikasi waktu lahir :-
3. Post Natal
a. Kondisi Bayi: BB lahir :3,4 gram, PB: ibu lupa
b. Pada saat lahir anak mengalami penyakit: kuning dan kebiruan, problem
menyusui, BB tidak stabil.
 Penyakit yang pernah dialami: Demam
 Kecelakaan yang dialami: -
 Ada riwayat alergi makanan, obat-obatan zat kimia dan tekstil :.-
 Konsumsi obat-obatan bebas: -
 Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya: pasiennya kurang aktif bermain
dengan kakaknya
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan pasien

Genogram

s
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Anak (Pasien )
Tinggal serumah

38
IV. Riwayat Immunisasi
No Jenis Immunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah
Pemberian

1. BCG Usia 1 bulan Lupa

2. DPT (I,II,III) DPT 1 : usia 2 bulan Lupa

DPT 2: usia 3 bulan

DPT 3: usia 4 bulan

3. Polio (I,II,III,IV) Polio1 : usia 1 bulan Lupa

Polio 2: usia 2 bulan

Polio 3: usia 3 bulan

Polio 4: usia 4 bulan

4. Campak Usia 9 bulan Lupa

5. Hepatitis 0 3 jam setelah bayi Lupa


lahir

6. Lain-lain - -

V. Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertubuhan Fisik
1. Berat Badan : 13 Kg.
2. Tinggi Badan : 95 Cm.
3. Waktu tumbuh gigi : usia6 bulan

39
B. Perkembangan Tiap Tahap
Usia anak saat:
1. Berguling : 4 bulan
2. Duduk : 6 bulan
3. Merangkak : 9 bulan
4. Berdiri : 1 tahun
5. Berjalan : 1,5 tahun
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : 1 bulan
7. Bicara pertama kali : 1 tahun
8. Berpakaian tanpa bantuan : belum mampu

VI. Riwayat Nutrisi


A. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui : Hari kedua
2. Cara pemberian : Menyusui langsung
3. Lama pemberian :-
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : telah berhenti melalukan pemberian ASI karena kurang ASI yang
keluar
2. Jumlah pemberian : tergantung minat anak
3. Cara memberikan : disimpan dalam dot
C. Pola perubahan nutrisi tiap tahapan usia sampai nutrisi saat ini :
No Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian

1 ASI 6 bulan
0-6 bln
Bubur kotak 2 bulan
2 6-8 bln
Bubur saring 4 bulan
8-12 bln
3 Nasi 36 bulan
12bln-

4 sekarang

40
VII. Riwayat Psichososial
 Anak tinggal bersama : Keluarga
 Lingkungan berada di: kota
 Rumah dekat : -
 Di Rumah ada tangga yang bisa berbahaya : tidak ada
 Hubungan antar anggota keluarga:baik
 Pengasuh anak adalah: tidak ada
 Ibu mengatakan kurang berintraksi dengan anaknya karena kesibukan ibu rumah tangga
dan mengurus 2 anak sekaligus tanpa bantuan dari orang tua
VIII. Riwayat Spiritual
 Belum bisa berdoa
IX. Reaksi Hospitalisasi
Reaksi Orang Tua: Cemas ringan
Reaksi Anak: Sedikit rewel

X. Aktivitas Sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Selera makan Baik Tidak nafsu makan


2. Menu makan
Nasi, sayuran ikan, daging Susu, bubur dan ikan
3. Frekuensi makan
4. Makanan pantangan 3x/hari Tidak teratur

5. Pembatasan pola Tidak ada Tidak ada


makan
Tidak ada Tidak ada
6. Cara makan
7. Ritual saat makan Oral Oral

Makan bersama keluarga Makan disuap Ibu

 Ibu pasien mengatakan pasien hanya bisa makan sekitar 3-5 sendok
makan

41
 Saat pasien disuapi oleh ibunya, pasien tampak menolak makanan dengan
mengangkat tangannya.
 BB sebelumnya 14 kg dan turun menjadi 13 kg 1 minggu terakhir
B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Jenis minuman Susu dan air putih Susu dan Air putih
2. Frekuensi minum Tidak menentu Tidak menentu
3. Kebutuhan cairan Tidak tau Tidak tau
4. Cara pemenuhan Minum dengan oral Oral

C. Eliminasi (BAB/BAK)
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
BAB (Buang Air Besar)
1. Tempat pembuangan WC WC
2. Frekuensi (waktu) 0-2x sehari 2x sehari
3. Konsistensi - -
4. Kesulitan - -
5. Obat pencahar - -
BAK (Buang Air Kecil)
1. Tempat pembuangan WC WC
2. Frekuensi 5-8x per hari 5x perhari
3. Warna dan Bau Kuning dan pesing Kuningan dan pesing
4. Volume - -
5. Kesulitan Tidak Tidak

42
D. Istirahat Tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Jam tidur
 Siang 12.00 12.00
 Malam 22.00 21.00
2. Pola tidur Teratur Teratur
3. Kebiasaan sebelum Tidak ada Tidak ada
tidur
4. Kesulitan tidur Tidak ada Tidak ada

E. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Program olah raga Tidak ada Tidak ada


2. Jenis dan frekuensi Tidak ada Tidak ada
3. Kondisi setelah olah Tidak ada Tidak ada
raga

F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

 Mandi
 Cara Dibantu oleh orangtua Dibantu oleh
 Frekuensi 2x sehari orangtua
 Alat mandi Air + sabun 2x sehari
Menggukan handuk
kecil + air
2. Cuci rambut
2x 1 minggu
 Frekuensi
Rambut dibasahi Tidak ada keramas
 Cara
dengan air kemudian Tidak ada keramas

43
dibilas

3. Gunting kuku
2x 1 minggu Tidak ada
 Frekuensi
Kuku digunting menggunting kuku
 Cara
menggunakan
pemotong kuku
4. Gosok gigi
 Frekuensi 2x sehari Belum ada
 Cara Dibantu oleh orangtua menggosok gigi

G. Aktivitas /Mobilitas Fisik


Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Kegiatan sehari-hari Bangun tidur- Bangun tidur-


sarapan- mandi- sarapan- mandi-
bermain- makan bermain- makan
siang- tidur siang- siang- tidur siang-
bermain- mandi- bermain- mandi-
makan malam- makan malam-
menonton tv- tidur bermain- tidur
malam. malam.

Tidak teratur Teratur


Tidak ada Tidak ada

2. Pengaturan jadwal harian Tidak ada Tidak ada

3.Penggunaan alat bantu aktivitas

4. Kesulitan pergerakan tubuh

44
H. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Waktu luang Jarang ada waktu


luang, rekreasi Tidak ada
hanya pada saat
hari raya saja 1
tahun sekali

2. Perasaan setelah rekreasi Senang Tidak ada

3. Waktu senggang keluarga Jarang ada waktu Tidak ada


senggang

4. Kegiatan hari libur Hanya dirumah saja Tidak ada

XI. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum Klien :
B. Tanda-tanda vital
 Suhu : 36,8ºC
 Nadi : 88 x/menit
 Respirasi : 24 x/menit
 Tekanan darah :- mmHg
C. Antropometri
 Tinggi badan : 95cm
 Berat badan : 13 Kg
 Lingkar lengan atas: 12.3 cm
 Lingkar kepala : 46 cm
 Lingkar dada : 60 cm
 Lingkar perut : 50 cm
D. Sistem Pernapasan
 Hidung : Simetris, pernapasan normal
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

45
 Dada :Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, ronchi dan wheezing tidak
ada.
E. Sistem Cardio Vaskuler
 Konjungtiva tidak tampak anemis, bibir tidak tampak pucat, arteri karotis teraba kuat,
tidak ada pembesaran vena jugularis.
 Ukuran jantung: normal
 Capillary Refilling Time: < 2 detik.
F. Sistem Pencernaan
 Sklera: tidak tampak icterus, bibir: tampak kering
 Mulut: Kemampuan menelan baik
 Gaster: kembung, Peristaltik ada meningkat 20x/menit,
 Abdomen: hepar dan lien tidak teraba, feces cair
 Anus: tidak tampak lecet dan tidak tampak adanya haemorroid.
G. Sistem Indra
 Mata: Kelopak mata tampak baik, bulu mata tampak lebat, alis simetris.
 Hidung: Penciuman baik, tidak tampak adanya iritas, dan tidak ada mimisan.
 Telinga: Tampak bersih, daun telinga simetris, pendengaran baik.
H. Sistem Saraf
1. Fungsi Cerebral
 Status mental: orientasi baik, bicara kurang jelas.
 Kesadaran: baik
 Bicara: hanya mampu mengatakan maaa pappa
2. Fungsi Cranial
 N III, IV, VI: gerakan bola mata baik, pupil isokor
 N VIII: fungsi pendengaran baik, keseimbangan baik.
 N XII: gerakan lidah baik
3. Fungsi Motorik: Massa otot ada, kekuatan otot 55
4 4

4. Fungsi Sensorik : Suhu 36,7 °C

46
5. Fungsi cerebellum: Koordinasi dan keseimbangan baik
6. Refleks: bisep dan trisep baik
7. Iritasi meningen : tidak ada kaku kuduk.
I. Sistem Muskulo Skeletal
 Kepala : Bentuk kepala ovale, gerakan baik.
 Vertebrae : tidak ada kelainan
 Pelvis : tidak ada kelainan
 Lutut : Tidak ada bengkak dan kaku
 Kaki : lemah kedua kaki.
 Tangan : Gerakan tangan normal
 Kekuatan Otot Ekstremitas :

5 5

4 4
I. Sistem Integumen
 Rambut: mudah tercabut
 Kulit: terasa lembab
 Kuku: kelihatan panjang dan kotor
J. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, ekresi urine normal dan berwarna jernih.

K. Sistem Perkemihan
Tidak tampak adanya edema palpebral, tidak ada distensi kandung kemih.

L. Sistem Reproduksi
Tidak tampak adanya kelainan dibagian sistem reproduksi
M. Sistem Imun
Tidak ada alergi makanan

XII. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan.


A. 0 – 6 Tahun
Dengan menggunakan DDST
a. Motorik kasar : sesuai usia
b. Motorik halus : sesuai usia 3 tahun

47
c. Bahasa : belum mampu berbahasa 1 sampai 3 kata
d. Personal Sosial : sesuai usia 3 tahun

 Pasien belum terlalu jelas dalam berbicara dan pasien hanya mampun mengatakan maa
ppa
 Pasien belum mampu berbicara 1-3 kata
 Pasien bisa tersenyum jika diberikan benda
 Pasien menangis saat ibunya tidak ada disampingnya (ibunya pergi ke WC).

XIII. Test Diagnostik


A. Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
WBC 11.8 4.00-10.0 Leukositosis
RBC 4.39 4.00-6.00 Normal
HGB 11.2 12.0-16.0 Anemia
HCT 33 37.0-48.0 Anemia
MCV 74 80.0-97.0 Abnormal
MCHC 26 26.5-33.5 Abnormal
PLT 35 31.5-35.0 Normal
RDW-SD 411 150-400 Abnormal
RDW-CV 14.9 37.0-54.0 Abnormal
MPV 9.1 10.0-15.0 Abnormal
P-LCR 9.0 10.0-18.0 Abnormal
PCT 0.00 6.50-11.0 Abnormal
NEUT 60.8 13.0-43.0 Abnormal
LYMPH 29.6 0.15-0.50 Abnormal
MONO 4.7 52.0-75.0 Abnormal
EO 4.3 20.0-40.0 Abnormal
BASO 0.6 2.00-8.00 Abnormal
IMUNOSEROLOGI

48
Ferritine 28.40 13.00-400

B. Pemeriksaan Radiologi
CT – Kepala (tanpa kontras )

 Tanda-tanda brain edema


 Dandy-Walker variant

49
A. ANALISA DATA

No. Data Masalah Keperawatan


1 DS : Ketidakseimbangan nutrisi kurang
 Ibu pasien mengatakan dari kebutuhan tubuh
anaknya malas makan
 Ibu mengatakan berat badan
anaknaya turun 1 kg sejak
1 minggu terakhir
 Ibu pasien mengatakan
anaknya makan 3 sampai 5
sendok saja
 Ibu mengatakan rambut
anaknya gambang tercabut
bila ditarik

DO :
 BB sebelumnya 14 kg dan
BB sekarang 13 kg
 Pasien tampak mendorong
tangan ibunya bila disuap
makanan
 Lingkar lengan atas 12.3 cm
 Rambut Pasien gampang
tercabut bila ditarik
2 DS : Hambatan komunikasi verbal
- Ibu mengatakan anaknya
bicara belum jelas
- Ibu mengatakan anaknya
mengerti bila ibunya bicara

50
tetapi respon balik anak
kurang jelas
- Ibu mengatakan anaknya
kejang 3 hari yang
lalu,durasi kejang 20 detik.
DO :
 Pasien bila diajak bicara
mengerti tetapi respon
baliknya kurang (anak
hanya mengatakan
mamamaama)
 Pasien belum mampu
berbicara 1 sampai 2 kata
 Pasien tersenyum bila
diberikan suatu benda

3 DS : Ketidakmampuan menjadi orang


- Ibu mengatakan kurang tua
interaksi dengan anaknya
- Ibu mengtakan anaknya
sering sakit ( kejang )
- Ibu mengatakan jarak
kelahiran anak pertama
dengan pasien beda 1 tahun

DO :
- Pasien menangis bila ibunya
tidak disampingnya
- Pasien tampak kurang

51
stimulus dari orang tua
4 Faktor risiko: Resiko jatuh
 Pasien tampak berjalan
sempoyongan
 Kekuatan otot 5 5
4 4
 Pasien belum mampu
berbiacara dengan jelas
 Pasien mengalami gangguan
fungsi kognitif
 Ibu mengatakan anaknya
kejang 3 hari yang
lalu,durasi kejang 20 detik.

52
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tanggal
No. Diagnosa Keperawatan
Ditemukan Teratasi
1 Ketidakseimbangan nutrisi 14 November 2018 -
kurang dari kebutuhan tubuh
b/d kurang asupan makanan
2 Hambatan komunikasi verbal 14 November 2018 -
b/d gangguan fisiologis

3 Ketidakmampuan menjadi 14 November 2018 14 November


orang tua b/d Jarak 2018
kehamilan terlalu dekat

5 Resiko jatuh 14 November 2018 -

C. RENCANA KEPERAWATAN
NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan  Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan 1x8 makanan
kebutuhan tubuh b/d jam kekurangan nutrisi  Yakinkan diet yang
kurang asupan tubuh pasien teratasi dimakan mengandung
makanan dengan indikator: tinggi serat untuk
Asupan makanan dan mencegah konstipasi
cairan terpenuhi yang  Ajarkan pasien
ditandai dengan: bagaimana membuat
 Asupan makanan secara catatan makanan harian.
oral adekuat  Monitor adanya
 Asupan cairan secara penurunan BB dan gula
oral adekuat darah
 Monitor lingkungan

53
selama makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Anjurkan banyak minum

2 Hambatan komunikasi Setelah dilakukan Peningkatan komunikasi :


verbal b/d intervensi keperawatan kurang bicara
ketidakcukupan selama 1 x 8 jam,  Sediakan metode
stimulus hambatan komunikasi alternatif untuk
verbal dapat teratasi berkomunikasi dengan
dengan kriteria hasil: berbicara (misalnya
Komunikasi menulis di meja,
 Menganali pesan yang menggunakan kartu,
diterima kedipan mata, papan
 Mampu menggunakan komunikasi dengan
bahasa verbal maupun gambar dan huruf)
lisan  Sediakan metode
 Mampu menggunakan alternatif menulis atau
foto dan gambar membaca dengan cara

54
yang tepat)
 Sesuaikan gaya
komunikasi (berdiri di
depan pasien saat
berbicara, bicara pelan
untuk menghindari
berteriak, mendengarkan
penuh dengan
perhatiaan, bantuan
keluarga dalam
memahami pembicaraan
pasien)
 Jaga lingkungan dengan
terstruktur (menyediakan
pengingat dengan sering,
menyediakan tanda-
tanda yang ada di
lingkungan).
3 Ketidakmampuan Setelah dilakukan  Bantu orang orang tua
menjadi orang tua b/d intervensi keperawatan untuk memiliki harapan
Jarak kehamilan selama 1 x 8 jam yang realistis sesuai
terlalu dekat ketidakmampuan menjadi tingkat perkembangan
orang tuai dapat teratasi dan kemampuan anak
dengan kriteria hasil:  Berikan bimbingan
 Mampu menunjukkan antisipatif yang
hubungan saling diperlukan sesuai
menyayangi tingkat perkembangan
 Mampu memberikan anak
aktifitas perkembangan  Sediakan pamflet, buku,
yang aman dan sesuai dan bahan lainnya
usia untuk mengembangkan

55
 Mampu berinteraksi keterampilan
yang tepas sesuai pengasuhan
temperamen anak  Mengajarkan orang tua
menganggapi isyarat
perilaku yang
ditunjukkan oleh anak
mereka
 Berikan contoh dan
dorong interaksi
orangtua-anak
4 Resiko jatuh Setelah dilakukan Manajemen Lingkungan :
tindakan keperawatan Keselamatan
selama 1x8 jam, Pasien  Identifikasi kebutuhan
tidak akan beresiko jatuh keamanan klen
dengan berdasarkan fungsi fisik
Kriteria Hasil : dan kognitif serta
Kejadian Jatuh : riwayat perilaku di
 Pasien tidak jatuh masa lalu.
saat berdiri  Identifikasi hal-hal yang
maupun berjalan dapat membahayakan
 Tindakan individu lingkungan
atau keluarga  Tentukan kemampuan
untuk pasien untuk
meminimalkan berpartisipasi dalam
faktor resiko yang kegiatan yang
dapat memicu membutuhkan
korban terjatuh keseimbangan
Pencegahan jatuh  Sediakan lingkungan
 pasien yang aman untuk
menggunakan latihan
pegangan tangan

56
jika diperlukan  Instrusikan keluarga
 pasien mendapat pasien untuk terapi
pencahayaan yang latihan dalam menjaga
diperlukan dan meningkatkan
 Kemampuan untuk keseimbangan
mempertahankan Pencegahan jatuh
keseimbangan  Identifikasi defisit
kognitif atau fisik pasien
yang dapat
meningkatkan potensi
jatuh dalam lingkungan
tertentu
 Identifikasi perilaku dan
faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
 Tempatkan busa di
tempat duduk pasien
untuk mencegah pasien
terjatuh.

57
D. CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa Hari Implementasi Evaluasi (SOAP)
/Tanggal
Ketidakseimbangan nutrisi 14 November  Kaji adanya alergi S:
kurang dari kebutuhan 2018 makanan  Ibu pasien
tubuh b/d kurang asupan Hasil: keluarga mengatakan
makanan pasien mengatakan anaknya malas
DS : bahwa anaknya makan
 Ibu pasien tidak memiliki  Ibu mengatakan
mengatakan alergi makanan berat badan
anaknya malas  Kolaborasi dengan anaknya turun 1 kg
makan ahli gizi untuk sejak 2 minggu
 Ibu mengatakan menentukan terakhir
berat badan jumlah kalori dan  Ibu pasien
anaknaya turun 1 nutrisi yang menagtakan
kg sejak 1 minggu dibutuhkan pasien. anaknya makan 3
terakhir Hasil: telah sampai 5 sendok
 Ibu pasien dilakukan konsul saja
mengatakan ke gizi O:
anaknya makan 3  Monitor turgor  BB turun sejak 2
sampai 5 sendok kulit minggu yang lalu
saja Hasil: baik  Pasien tampak
 Ibu mengatakan  Monitor intake mendorong
rambut anaknya nutrisi tangan ibunya
gambang tercabut Hasil: keluarga bila disuap
bila ditarik pasien mengatakan makanan
bahwa anaknya  Rambut pasien
DO : kurang nafsu gampang tercabut
 BB sebelumnya 14 makan bila ditarik
kg dan BB  Informasikan pada A:
sekarang 13 kg klien dan keluarga

58
 Pasien tampak tentang manfaat Ketidakseimbangan
mendorong tangan nutrisi nutrisi kurang tidak
ibunya bila disuap Hasil: keluarga teratasi
makanan pasien tampak P: Lanjutan intervensi
 Lingkar lengan mengerti  Kaji adanya alergi
atas 12.3 cm makanan
 Rambut Pasien  Kolaborasi dengan
gampang tercabut ahli gizi untuk
bila ditarik menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien
 Monitor turgor
kulit
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
 Monitor intake
nutrisi
 Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
Hambatan komunikasi 14 November  Mendorong S:
verbal b/d gangguan 2018 keluarga untuk  Keluarga pasien
fisiologis menyediakan mengatakan
DS : metode alternatif bahwa anaknya
- Ibu mengatakan untuk masih

59
anaknya bicara berkomunikasi mengalami
belum jelas dengan berbicara kesulitan untuk
- Ibu mengatakan seperti menulis di komunikasi
anaknya mengerti meja, secara lisan, sulit
bila ibunya bicara menggunakan untuk
tetapi respon balik kartu atau papan mengekspresikan
anak kurang jelas komunikasi dengan tubuh.
- Ibu mengatakan gambar atau huruf.  Keluarga pasien
anaknya kejang 3 Hasil : ibu mengatakan
hari yang mengerti mengenai anaknya mulai
lalu,durasi kejang apa yang di menerima pesan
20 detik. sampaikan dari yang
DO : mahasiswa perawat disampaikan
 Pasien bila diajak  Mendorong O:
bicara mengerti keluarga untuk Anak nampak
tetapi respon menyediakan mengerti apa yang
baliknya kurang alternatif untuk dikatakan dengan
(anak hanya menulis, memberikan suatu
mengatakan (menganjurkan benda
mamamaama) unruk memberikan (menginstruksikan
 Pasien belum pulpen dan kertas anak untuk menarik
mampu berbicara 1 untuk melatih meteran lalu
sampai 2 kata motorik anak) melepasnya )
 Pasien tersenyum Hasil : ibu A : hambatan
bila diberikan melakukan metode komunikasi verbal
suatu benda tersebut belum teratasi
 Mendorong P:
keluarga untuk  Mendorong
menyesuaikan keluarga untuk
gaya berbicara menyediakan
pada anak dengan metode alternatif

60
orang tua berdiri di untuk
depan anak saat berkomunikasi
berbicara dengan berbicara
Hasil : kedepannya seperti menulis di
oang tua akan lebih meja,
hati-hati untuk menggunakan
mengajak anak kartu atau papan
berkomunikasi dan komunikasi dengan
memperhatikan gambar atau huruf.
hal-hal yang harus  Mendorong
diterapkan keluarga untuk
 Mendorong menyesuaikan
keluarga untuk gaya berbicara
menyediakan pada anak dengan
gambar-gambar orang tua berdiri di
(tanda-tanda di depan anak saat
sekitar lingkunga berbicara
untuk menjadi  Mendorong
pengingat bagi keluarga untuk
anak. menyediakan
Hasil : ibu pasien gambar-gambar
mengrti dan (tanda-tanda di
mengatakan akan sekitar lingkunga
menerapkan untuk menjadi
metode tersebut pengingat bagi
anak.

Ketidakmampuan menjadi 14 November  Bantu orang tua S:


orang tua b/d Jarak 2018 untuk memiliki  Ibu mengatakan
kehamilan terlalu dekat harapan yang senang saat

61
DS : realistis sesuai diberikan edukasi
- Ibu mengatakan tingkat O:
kurang interaksi perkembangan dan  Anak tampak
dengan anaknya kemampuan anak kelihatan ceria
- Ibu mengtakan Hasil: Ibu tampak setelah diberikan
anaknya sering paham cara untuk permainan
sakit ( kejang ) memahami kondisi  Ibu tampak
- Ibu mengatakan anaknya mengerti apa yang
jarak kelahiran  Berikan bimbingan harus dilakukan
anak pertama antisipatif yang untuk
dengan pasien diperlukan sesuai perkembangan
beda 1 tahun tingkat anaknya
perkembangan anak A: ketidakmampuan
Hasil: Ibu jadi orang tua teratasi
memahami apa P: pertahakan
DO : yang harus intervensi
- Pasien menangis diberikan kepada  Bantu orang orang
bila ibunya tidak anaknya tua untuk memiliki
disampingnya  Sediakan pamflet, harapan yang
- Pasien tampak buku, dan bahan realistis sesuai
kurang stimulus lainnya untuk tingkat
dari orang tua mengembangkan perkembangan dan
keterampilan kemampuan anak
pengasuhan  Berikan bimbingan
Hasil: ibu antisipatif yang
memberikan buku diperlukan sesuai
gambar kepada tingkat
anaknya perkembangan
 Mengajarkan orang anak
tua menganggapi  Sediakan pamflet,
isyarat perilaku buku, dan bahan

62
yang ditunjukkan lainnya untuk
oleh anak mereka mengembangkan
Hasil: orang tua keterampilan
tampak mengerti pengasuhan
dan paham apa  Mengajarkan orang
yang anak mereka tua menganggapi
inginkan isyarat perilaku
 Berikan contoh dan yang ditunjukkan
dorong interaksi oleh anak mereka
orangtua-anak  Berikan contoh dan
Hasil: Orang tua dorong interaksi
tampaksenang dan orangtua-anak
paham cara
berinteraksi dengan
anaknya

Resiko jatuh 14 November  Menyediakan S:


Faktor risiko: 2018 lingkungan yang- Keluarga mengatakan
 Pasien tampak aman untuk latihan senang dengan
berjalan Hasil : keluarga informasi yang telah
sempoyongan mengatakan akan diberikan
 Kekuatan otot 5 5 membersihkan - Keluarga mengatakan
4 4 tempat bermain akan memperhatikan
 Pasien belum sebelum lingkungan rumah
mampu berbiacara melakukan latihan sebelum melakukan
dengan jelas  Menginstrusikan terapi.

 Pasien mengalami keluarga pasien O :


gangguan fungsi untuk terapi latihan Keluarga pasien
kognitif dalam menjaga dan tampak mengerti apa
 Ibu mengatakan meningkatkan yang harus dilakukan

anaknya kejang 3 keseimbangan untuk menghindari

63
hari yang Hasil: keluarga resiko jatuh
lalu,durasi kejang pasien mengatakan A :
20 detik. akan meningkatkan Factor resiko
latihan dengan cara P : Intervensi
mengawasi anak dipertahankan
saat melakukan  Identifikasi
terapi kebutuhan
keseimbangan. keamanan klen
 Menempatkan busa berdasarkan
di tempat duduk fungsi fisik dan
pasien untuk kognitif serta
mencegah pasien riwayat perilaku
terjatuh. di masa lalu.
Hasil : keluarga  Identifikasi hal-
mengatakan akan hal yang dapat
menyiapkan busa membahayakan
saat di rumah. lingkungan
 Mendidik anggota  Tentukan
keluarga tentang kemampuan
faktor resiko yang pasien untuk
berkontribusi berpartisipasi
terhadap jatuh dan dalam kegiatan
bagaimana mereka yang
dapat menurunkan membutuhkan
resiko tersebut keseimbangan
Hasil : keluarga  Sediakan
mengerti akan lingkungan yang
faktor-faktorr yang aman untuk
dapat menyebabkan latihan
klien jatuh dengan  Instrusikan
cara keluarga pasien

64
mengantisipasinya. untuk terapi
latihan dalam
menjaga dan
meningkatkan
keseimbangan
 Identifikasi defisit
kognitif atau fisik
pasien yang dapat
meningkatkan
potensi jatuh
dalam lingkungan
tertentu
 Identifikasi
perilaku dan
faktor yang
mempengaruhi
resiko jatuh
 Tempatkan busa
di tempat duduk
pasien untuk
mencegah pasien
terjatuh.

65
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Kesenjangan Teori
Ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien epilepsi untuk menegakkan diagnosa.
Salah satu pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan namun tidak dilakukan pada An.
A adalah MRI. MRI merupakanpemeriksaan pencitraan yang sangatpenting pada kasus-
kasus epilepsi karena MRI dapatmemperlihatkan struktur otak dengan sensitivitas
yangtinggi. Gambaran yang dihasilkan oleh MRI dapatdigunakan untuk membedakan
kelainan pada otak, sepertigangguan perkembangan otak (sklerosis hipokampus,disgenesis
kortikal), tumor otak, kelainan pembuluh darahotak (hemangioma kavernosa) serta
abnormalitas lainnya (Detre, 2004 dalam Vera, Dewi, Nursiah 2014).
Meskipun MRI memiliki banyak keunggulan, pemeriksaandengan MRI tidak dilakukan
pada semua jenis epilepsi.MRI tidak dianjurkan pada sindrom epilepsi dengankejang umum
karena jenis epilepsi ini biasanya bukandisebabkan oleh gangguan struktural. Demikian juga
halnyadengan BETCS, karena BETCS tidak disebabkan olehgangguan pada otak (Detre,
2004 dalam Vera, dkk 2014).
Pemeriksaan penunjang yang ideal untuk mendeteksi kelainan jantunganak adalah yang
dapat menggambarkan seluruh aspek anatomi jantung,termasuk pembuluh darah
ekstrakardiak, dapat mengevaluasi parameterfisiologik seperti aliran darah, perbedaaan
tekanan pada katup jantung danpembuluh darah, serta fungsi ventrikel. Selain itu juga harus
efisien dari segibiaya, portabel, non-invasif dengan risiko serta ketidak nyamanan minimal
dantanpa radiasi ionisasi.Saat ini belum ada modalitas pemeriksaan kardiologiyang ideal
seperti ini. Karena itu kita harus memilih sesuai dengan tujuan danindikasi pemeriksaan.
MRI dapat memberi pencitraan yang diperlukanuntuk evaluasi struktural dan fungsional
tanpa mengalami hambatan karenaukuran tubuh maupun jendela akustik yang buruk.
Sayangnya alat ini mahalsehingga keberadaannya relatif tidak banyak. Dalam beberapa hal
juga dapatmenggantikan peran pemeriksaan invasif seperti angiografi.MRI mempunyai
kelebihan seperti dapat memperlihatkan kontras yangtinggi antara darah dan jaringan
sekitarnya serta dapat mengukur fungsi ventrikeldan katup.MRI dianggap sebagai baku
emas untuk pengukuran volume ventrikelkiri dan kanan. Tidak seperti pengukuran Doppler

66
yang hanya dapat mengukurkecepatan aliran yang dari dan ke transduser saja, MRI dapat
juga mengukur aliran pada berbagai bidang. MRI juga bebas dari radiasi sehingga unggul
dari CT scan sedangkan salah satu kelemahannya adalah tidak dapat digunakan pada pasien
dengan alat pacu jantung dan aritmia yang dapat mengurangi kualitas gambar MRI.
Kelemahan MRI yang lain adalah membutuhkan waktu paparanyang lama (berkisar 45-
60 menit) untuk mengurangi artifak akibat gerakan sehingga merupakan hambatan pada
pasien anak dan perlu sedasi atau anastesi yang lama juga.

67
WEB OF CAUTION

Aktifitas listrik
menyebar Epilepsi (infeksi, trauma lahir) Infeksi diluar susunan
saraf pusat

Gangguan impuls hipomagnesia Pengaktifan proksimal kanal


nyeri Ca2+ Inflamasi

Peningkatan
Memori menurun konsentrasi K + Dipolarisasi glutamat Pelepasan mediator
kimia
Defisiensi magnesium
Penurunan O2
Isolasi sosial
Suhu tubuh
Peningkatan kalium dalam meningkat terus
Hipoksia membran sel menerus

Pola napas tidak O2 menurun dan hipoglikemia Ansietas


efektif

Penurunan aktifasi silia Hilang kesadaran/kejang

Produksi sekret meningkat Risiko cedera

Obstruksi jalan
napas

Bersihan jalan napas


tidak efektif

68
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsi adalah salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan pada semua umur
dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga terdapat sekitar 50 juta orang
dengan epilepsi di duniaEpilepsi menempati urutan kedua daripenyakit saraf setelah
stroke. Hampir 80% orang dengan epilepsi ditemukan dinegaranegara berkembang, di
mana epilepsi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama, bukan hanya
karena implikasi kesehatan tetapi juga untuk konotasi sosial, budaya, psikologis, dan
ekonomi

B. Saran
Adapun saran dari laporan ini adalah mahasiswa profesi mampu memahami
konsep dasar mengenai epilepsi dan mengetahui tindakan keperawatan untuk pasien
dengan kasus epilepsi pada anak. Laporan ini juga diharapkan dapat mendorong
mahasiswa berkolaborasi lebih baik lagi dengan anggota kelompok dalam
penyusunannya.

69
DAFTAR PUSTAKA

Budikayanti A, Islamiyah WR, Lestari ND.Diagnosis dan Diagnosis Banding. In: Kusumastuti
K, Gunadharma S, Kustiowati E, editors. Pedoman tatalaksana epilepsy. (2014). 4th ed.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

Bulechek G. M, Butcher H. K, Dochterman J. M, Wagner C. M. (2013). Nursing interventions


classification (NIC).Yogyakarta: Mocomedia
Fisher RS, Cross JH, D’Souza C, French JA, Haut SR, Higrashi N, et al. Instruction manual for
the ILAE 2017 operasional classification of seizure types. Epilepsia. 58(4): 531-42
GJ Tucker. Textbook Of Traumatic Brain Injury: Seizures. American Psychiatric Publication.
2005. pp. 309–321
Herdman T.H & Kamitsuru S. (2016).Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-
2017.Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
J Mani,E Barry. Posttraumatic epilepsy: The Treatment of Epilepsy: Principles and Practice.
Hagerstown, MD: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. pp. 521–524

Khasanah, R., Mahama, C., & Runtuwene, T. (2015). Profil penyandang epilepsi di poliklinik
saraf RSUP Prof.DR. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic, Vol.3, No.1, 473.

Kristanto , A. (2017). Epilepsi bangkitkan umum toknik-klonik di UGD RSUP Sanglah


Denpasar-Bali. Intisari Sains Medis, Vol.8, No., Hal.169.

Moorhead S, Johnson M, Maas M. L, Swanson E. (2013).Nursing outcomes classification


(NOC). Yogyakarta: Mocomedia
PERDOSSI.Pedoman Penatalaksanaan Kejang dan Epilepsi. Perhimpunan Dokter Saraf 2007.
S. William, WM. Chelsea, SE Joseph. Adult onset epilepsies, DW Chadwick. From Cell to
Community-A practical guide to epilepsy. National Society for Epilepsy. 2007. pp 127-
132.
Setiawan I, Harsono, Asmedi A. (2018). EEG awal terapi sebagai predictor kekambuhan pada
penderita epilepsy yang mendapat terapi obat antiepilepsi.Volume 10 Nomor 1.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada

70
71

Anda mungkin juga menyukai