Anda di halaman 1dari 30

PERENCANAAN PEMBANGUNAN JARINGAN DISTRIBUSI LISTRIK PEDESAAN

KABUPATEN MAGELANG
CV. GRAHA REKHA

Oleh:
FEBRI ANTONI
G1D012011
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Listrik merupakan komoditi utama untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
sosial. Ketersediaan tenaga listrikyang cukup, aman, andal dan ramah lingkungan merupakan
unsur penting dalam menjalani roda perekonomian. Mengingat sebagai komoditi utama, maka
ketersediaan listrik harus dijaga baik produksi maupun pasokannya. Sehingga jaminan inilah
sebagai bagian dari ketahanan ekonomi kita harus selalu kita perhatikan.

Gangguan listrik sekecil apapun, akan berdampak buruk pada tatanan sosial ekonomi
masyarakat. Listrik merupakan urat nadi kehidupan masyarakat kita.

Pertumbuhan sektor ketenagalistrikan memberikan andil yang besar bagi per-

tumbuhan ekonomi nasional, demikian pula sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan

memacu peningkatan kebutuhan tenaga listrik, sehingga diperlukan peningkatan infrastriktur

penyediaan tenaga listrik dari waktu ke waktu. Undang-undang No. 30 tahun 2009 tentang

ketenagalistrikan mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyediakan tenaga listrk dengan


jumlah yang cukup dan mutu yang baik

bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari

Sabang sampai Merauke. Hal tersebut dapat tercapai adanya dukungan dari seluruh

stakeholders di sektor ketenaga-listrikan baik badan usaha penyedia listrik maupun badan

usaha jasa penunjang tenaga listrik. Oleh


karena itu, diharap selalu terjalin kerjasama yang harmonis antara badan usaha penyedia
listrik maupun badan usaha jasa penunjang tenaga listrik dengan para stakeholders seperti PT.
PLN (Persero) dan perusahaan-perusahaan listrik swasta sebagai penyedia tenaga listrik dalam
rangka pembangunan sarana dan prasara kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik
yang semakin meningkat.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dilaksanakannya kerja praktek ini adalah :

 Pengenalan dari dekat keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan

 Mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perencanaan jaringan distribusi

dan mempelajari jenis-jenis konstruksi

JTM dan JTR 1Φ ( satu phasa

 Mengetahui lingkup kerja jasa kontraktor listrik terhadap PT. PLN (Persero)

1.3. Batasan Masalah

Materi Kerja Praktek ini dibatasi tentang

masalah Perencanaan Jaringan Distribusi yang meliputi survey & tracking,

perencanaan tiang dan konstruksinya dan

perencanaan RAB (Rencana Anggaran

Biaya).

II. DASAR TEORI

2.1. Sistem Distribusi

Sistem distrbusi adalah suatu sistem jaringan

distribusi yang terdiri dari sejumlah peralatan listrik (peralatan gardu, proteksi dan lain-lain)
dan orang yang berada di dalamnya yang bekerja men-distribusikan energi listrik dari Gardu
Induk ke konsumen.

Gambar 1. Line Diagram Sistem Distribusi

Adapun bagian-bagian dari sistem distribusi tenaga listrik adalah:

1. Gardu Induk Distribusi

Transformator daya merupakan kom- ponen utamanya, fungsinya menurunkan

tegangan tinggi menjadi tegangan distribusi primer.

2. Jaringan Primer (Jaringan Tegangan

Menengah)

Adalah jaringan yang berfungsi untuk

menyalurkan energi listrik dari Gardu Induk Distribusi ke transformator distribusi. Jaringan
distribusi primer atau jaringan distribusi tegangan menengah memiliki tegangan sistem sebesar
20 kV.

3. Gardu Distribusi atau Transformator

Distribusi

Gardu distribusi (Trafo distribusi) berfungsi merubah tegangan listrik dari jaringan distribusi
primer menjadi tegangan

terpakai yang digunakan untuk konsumen dan disebut sebagai jaringan distribusi sekunder.

Kapasitas transformator yang digunakan pada transformator distribusi ini tergantung pada
jumlah beban yang akan dilayani dan luas

daerah pelayanan beban.


4. Jaringan Sekunder (Jaringan Tegangan

Rendah)

Jaringan distribusi sekunder atau jaringan

distribusi tegangan rendah merupakan jaringan tenaga listrik yang langsung berhubungan

dengan konsumen. Oleh karena itu besarnya

tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 220 V.

2.2. Perlengkapan Sistem Distribusi

1. Trafo Distribusi

Trafo yang dipakai pada sistem distribusi

adalah sebagai berikut :

1. Trafo 1 phasa, dengan kapasitas 10, 15, 25 dan 50 kVA, dengan type CSP

(Completely Self Protecting) yang berarti trafo lengkap dengan proteksi terletak

pada body trafo.


2. Trafo 3 phasa, dengan kapasitas 100, 160,

225, 300, 500, 630, 800, 1000 dan 5000 kVA.

2. Recloser

Recloser berfungsi untuk meningkatkan mutu keandalan karena adanya gangguan yang bersifat
sementara. Recloser biasanya dipasang

pada percabangan feeder utama dan feeder 3 phasa. Biasanya dikoordinasi dengan OCR di

Gardu Induk dan fuse cut out yang ada pada sisi beban.

3. Lightning Arrester

Penangkal petir digunakan untuk melindungi peralatan listrik dari gangguan

tegangan lebih yang disebabkan oleh petir. Penangkal petir biasanya dipasang pada Gardu

Induk dan trafo distribusi yang menempel pada tiang distribusi.

4. Pentanahan

Pentanahan pada jaringan distribusi berfungsi untuk mengalirkan arus gangguan ke

tanah baik gangguan dari sistem maupun dari luar. Pentanahan ada bermacam – macam,
yaitu:

5. Peralatan Proteksi

Peralatan yang dipakai pada jaringan

distribusi adalah sebagai berikut :

 Fuse Cut Out, sebagai pengaman arus lebih yang bekerja dengan cara

meleburkan elemen konduktifnya bila

dialiri arus yang melebihi ketentuan.

 SSO (Saklar Seksi Otomatis), sebagai pemutus arus gangguan secara otomatis.

 PMT (Pemutus Daya), berfungsi sebagai pemutus suatu rangkaian listrik yang

dilengkapi dengan relay – relay untuk

mendeteksi gangguan, antara lain gang- guan arus lebih dan dapat kembali seperti

semula bila gangguan hilang (bila

dioperasikan secara otomatis).

 Air Break Switch, berfungsi untuk mem- bebaskan sebagian line dari tegangan dan

dioperasikan secara manual.


2.3. Perencanaan Jaringan Distribusi

Langkah – langkah yang dilaksanakan

dalam perencanaan jaringan distribusi adalah sebagai berikut :

1. Survei, Staking dan Penentuan Tinggi Tiang

2. Penentuan Jenis dan Ukuran Tiang serta

Konstruksinya

3. Penentuan Isolator

4. Pemilihan penghantar dan penentuan jarak antar kawat

5. Penentuan Penghantar yang ekonomis


6. Penentuan Andongan, Roling Span dan

Clearance, dan

7. Pemilihan Transformator.

Selain memperhatikan langkah-langkah diatas, hal lain yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan jaringan distribusi adalah pemilihan rute / jalur jaringan distribusi. Dalam
pemilihan rute / jalur jaringan distribusi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

 Rute jaringan distribusi baru tidak boleh menggangu jaringan eksisting (untuk
meminimalkan pemadaman jaringan eksisting);

 Memperhatikan clearance / jarak bebas terhadap saluran telepon kecuali pada daerah
dimana saluran telepon ditanam di bawah tanah;

 Penempatan tiang harus diperhatikan terhadap kemungkinan pelebaran terhadap

jalan dimasa yang akan datang;

 Penempatan tiang harus memperhatikan pula terhadap jalur-jalur pipa gas, air minum,
pipa transmisi minyak, dan sebagainya;

 Pada daerah dengan jalan sangat lebar serta lingkungan yang padat harus

mempertimbangkan pembuatan jaringan

distribusi kedua sisi jalan untuk menghindari sambungan rumah yang terlalu panjang dan
banyak (tidak teratur).

2.4. Standar Konstruksi

2.4.1. Jaringan Tegangan Menengah

(JTM)

Konstruksi jaringan Tenaga Listrik

Tegangan Menengah dapat dikelompokkan menjadi 3 macam konstruksi sebagai berikut :

1. Saluran Udara Tegangan Menengah


(SUTM)
Saluran Udara Tegangan Menengah
(SUTM) adalah sebagai konstruksi termurah untuk penyaluran tenaga listrik pada daya yang
sama. Ciri utama jaringan ini adalah penggunaan penghantar telanjang yang ditopang dengan
isolator pada tiang besi atau beton.
2. Saluran Kabel Udara Tegangan

Menengah (SKUTM)

Untuk lebih meningkatkan keamanan dan

keandalan penyaluran tenaga listrik, peng- gunaan penghantar telanjang atau penghantar

berisolasi setengah pada konstruksi jaringan

Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kV, dapat juga digantikan dengan konstruksi
penghantar berisolasi penuh yang dipilin. Isolasi penghantar tiap Fase tidak perlu di
lindungi dengan pelindung mekanis. Berat kabel pilin menjadi pertimbangan terhadap
pemilihan kekuatan beban kerja tiang beton penopangnnya.

3. Saluran Kabel Tanah Tegangan

Menengah (SKTM)

Konstruksi SKTM adalah konstruksi yang

aman dan andal untuk mendistribusikan tenaga listrik Tegangan Menengah, tetapi relatif lebih
mahal untuk penyaluran daya yang sama. Keadaan ini dimungkinkan dengan konstruksi isolasi
penghantar per Fase dan pelindung mekanis yang dipersyaratkan. Pada rentang biaya yang
diperlukan, konstruksi ditanam langsung adalah termurah bila dibandingkan dengan
penggunaan konduit atau bahkan tunneling (terowongan beton).

2.4.1.1. Indeks Standar Konstruksi

Dalam menyusun suatu perencanaan

jaringan distribusi, perencana harus mengikuti standar konstruksi yang siudah ditetapkan.
Standar konstruksi ini menyesuaikan jenis jaringan yang akan dibangun.

1. Standar Konstruksi JTM 1 Fasa

Standar konstruksi JTM 1 fasa meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan, dead end dan
percabangan. Kode dari standar

konstruksi ini diawali dengan kode CA. Berikut tabel kode dan keterangan dari standar

konstruksi JTM 1 fasa.

2. Konstruksi SUTM 1 Fasa – 3 Fasa

Standar konstruksi SUTM 1 fasa dan 3

fasa meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar
konstruksi ini diawali dengan kode CA.

3. Konstruksi SUTM 3 Fase Single Circuit

Standar konstruksi SUTM 3 fasa single

circuit ini meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar
konstruksi ini diawali dengan kode CC.

4. Konstruksi SUTM 3 Fasa Double

Circuit

Standar konstruksi SUTM 3 fasa double

circuit ini meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar
konstruksi ini diawali dengan kode CC.
5. Konstruksi Kelengkapan JTM

Standar konstruksi untuk kelengkapan

JTM meliputi konstruksi untuk perpanjangan tiang (tarikan lurus maupun belokan), kawat tarik,
anchor, grounding, dan perlengkapan lainnya.
6. Konstruksi SKUTM 3 Fasa

Standar konstruksi SKUTM 3 fasa meliputi konstruksi untuk rise pole, tarikan

lurus, belokan, sambungan dan dead end. Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan kode
KU.

7. Konstruksi SKTM 3 Fasa

Standar konstruksi SKTM 3 fasa meliputi

konstruksi yang terkait dengan lokasi atau peletakan jaringan dan konstruksi sambungan. Kode
dari standar konstruksi ini diawali dengan kode KTM, PTM dan KTR.

2.4.1.2. Pekerjaan JTM 1 Fasa

Setelah persiapan lapangan selesai, dilanjutkan tahap berikutnya yaitu Pemasangan

JTM I Phasa yang terdiri dari :

1. Pemasangan Tiang Beton untuk JTM /

jaringan

a. Penggalian lubang tempat dudukan Tiang Beton yang sebelumnya telah ditentukan titik-
titik lokasi penempatan Tiang.

b. Penanaman Tiang Beton sedalam 1,8 meter.

2. Pemasangan Konstruksi.

Setelah Tiang Listrik didirikan, dilanjutkan pemasangan konstruksi pada tiap-tiap tiang
termasuk peralatan pendukungnya.

3. Pemasangan hantaran diatas tanah

Hal – hal yang harus diperhatikan adalah :

a. Jarak gawang

 Untuk daerah di luar pemukiman (JTM murni atau dengan JTR Semi Underbuild atau
SKUTM), berjarak antara 60 – 80 m, andongan maksimum 1.00 meter.

 Untuk daerah pemukiman (JTM

murni atau dengan JTR Underbuild atau SKUTM), berjarak antara 35 -

50 m, andongan maksimum 1 m. b. Jarak bebas : Minimum 6 m .

Jarak bebas penyeberangan dan jarak bebas dengan pohon dan bangunan

mengikuti PUIL dan Perda setempat yang berlaku.

c. Pemasangan sejajar SUTM atau


SKUTM dengan saluran telekomunikasi tidak dibenarkan, bila tidak memungkinkan harus
berjarak lebih dari 2,5 meter (PUIL760.B.4).

d. Pemasangan penghantar udara untuk tegangan yang lebih tinggi dipasang


diatas penghantar udara yang bertegangan yang lebih rendah.

2.4.2. Jaringan Tegangan Rendah (JTR)

Sistem Distribusi Tegangan Rendah

merupakan bagian hilir dari suatu sistem tenaga listrik pada tegangan distribusi dibawah 1 KV
dan langsung kepada para pelanggan tegangan rendah. Jaringan distribusi tegangan rendah
dimulai dari sumber yang disebut Gardu Distribusi mulai dari panel hubung bagi TR (Rak
TR) keluar didistribusikan. Untuk setiap sirkit keluar melalui pengaman arus disebut
“penyulang/ feeder”. Umumnya radius pelayanan berkisar 350 meter. Radius pelayanan ini
dibatasi oleh beberapa hal, antara lain :

 Susut Tegangan yang disyaratkan.

 Luas penghantar jaringan.

 Distribusi pelanggan sepanjang jalur jaringan distribusi.

 Sifat daerah pelayanan (desa, kota)

 Kelas pelanggan ( pada beban rendah, pada beban tinggi)

Di Indonesia (PLN) susut tegangan diizinkan ± 5% - 10% dari tegangan operasi. Penentuan
besar susut tegangan ini terkait dengan kualitas pasokan dari PLN, atau dengan kata lain
merupakan kebijakan dari PLN.

Pada sistem distribusi tegangan rendah ada 3 sistem tegangan, yaitu:

1. Sistem 3 fasa (fasa tiga)

2. Sistem 2 fasa (fasa dua)

3. Sistem 1 fasa ( fasa satu)

2.4.2.1. Standar Konstruksi

Tiang Penyangga Jaringan

Standar konstruksi yang harus diperhatikan

adalah sebagai berikut :

1. Gaya-Gaya Mekanis Pada Tiang

Penyangga/ Penyangga

2. Tinggi Tiang di Atas Permukaan Tanah

3. Pengaruh Kondisi Tanah

4. Penggunaan Kawat Peregang Atau Tiang


Penegang (Stake Pole)

5. Batasan Non Teknis Memilih Kekuatan

Tiang

6. Kekuatan Tiang Ujung

7. Kekuatan Tiang Sudut

Sistem Pembumian

1. Ketentuan-ketentuan tentang Pembumian :

a. Semua bagian konduktif terbuka pada suatu instalasi harus dibumikan (PUIL).

b. Apabila jalur yang sama dipasang

SUTM dan SUTR, maka pada setiap 3


tiang harus dipasang penghantar pembumian yang dihubungkan dengan penghantar netral
(PUIL).

c. Nilai resistansi pembumian setiap 200 meter lintasan (5 gawang) tidak boleh

melebihi dari 10 Ohm (PUIL).

d. Petunjuk praktis semua nilai resistansi

pembumian maksimal sebesar 5 Ω.

e. Berdasarkan kekuatan mekanis luas penampang minimum penghantar pembumian adalah


sebesar 50 mm2 dan terbuat dari tembaga.

f. Sambungan penghantar bumi dengan elektroda bumi harus kuat secara mekanis / elektris dan
mudah dibuka untuk dilakukan pengujian resistansi pembumian. Klem pada elektroda pipa
harus memakai ukuran minimal 10

Ohm dan dilindungi dari kemungkinan korosi.

g. Penghantar bumi harus dilindungi

secara mekanis kimiawi.

h. Elektroda batang dimasukkan tegak lurus ke dalam tanah. Panjangnya

disesuaikan dengan kebutuhan dengan memperhatikan resistansi tanah.

i. Prosedur instalasi pembumia PHB –TR

/ Rak TR di gardu distribusi harus memperhatikan jenis sistem

pembumian yang dianut (TT, TN, IT).

2. Penghantar Pembumian dan Elektroda bumi

a. Elektroda Bumi adalah penghantar

yang ditanam dalam bumi dan membuat kontak langsung dengan

bumi.

b. Penghantar Bumi yang tidak berisolasi ditanam dalam bumi dianggap sebagai bagian
elektroda bumi.

c. Umumnya elektroda bumi yang dipakai pada jaringan saluran udara

tegangan rendah / menengah memakai elektroda barang.

d. Sebelum dipasang harus diteliti dulu berapa resitance jenis tanah.

Sistem Penghantar

1. Jenis Penghantar Udara


 Penghantak tidak berisolasi A3C, BCC, A2C , ACSR

 Pernghantar berisolasi (Jenis twisted cable yang umumnya dipakai NYM-T,

NYMZ, NFYM, NFY, NF2X, NFA2X, NFA2X, NFA2XSEY-T (TWISTED

CABLE).
2. Persilangan Dengan Kabel

Telekomunikasi

Kabel telekomunikasi harus di bawah penghantar udara tegangan rendah.

a. TWISTED CABLE : Berjajar 1 meter, Bersilang 0,3 meter

b. TAK BERISOLASI : Berjajar / Berisolasi 1 meter

3. Jarak Antar Penghantar Telanjang

Jarak antara ini bergantung atas jarak titik tumpu jaringan (jarak gawang). Untuk jarak 6

S/D 10 meter, maka jarak penghantar 20 cm,

sedangakan ntuk jarak 10 S/D 40 meter jarak penghantar 25 cm.

4. Jarak lendutan (SAG).

Diukur dari titik terendah sekurang- kurangnya :

 Jalan Umum 5 Meter (Penghantar Tak Berisolasi) dan 4 Meter (Penghantar


Berisolasi)

 Halaman Rumah 5 Meter (Penghantar Tak Berisolasi) dan 4 Meter (Penghantar


Berisolasi)

5. Jarak Bebas

Jarak bebas (ruang bebas) penghantar tak berisolasi dengan benda lain (pohon, bangunan) a.
Pada dasarnya tidak boleh

bersinggungan

b. Jarak yang dipersyaratkan 0,5 meter. Pada konstruksi saluran udara baik tak

berisolasi ataupun berisolasi (twisted cable).

Umumnya mengikuti ketentuan Pemerintah

Daerah setempat atau ketentuan departemen yang memerlukan.

6. Penghantar Udara Tak Berisolasi

Tegangan Rendah Diatas Atap Bangunan

Instalasi penghantar adalah sedemikian sehingga tidak menganggu perbaikan atap

bangunan.

Jarak dengan bagian bangunan :

 Minimal (1,5 meter dari bagian bangunan termasuk antena, cerobong).

 Minimal 2,5 meter (diluar jangkauan tangan) dari balkon bordes, lorong, panggung yang
dalam keadaan biasa
dikunjungi umum.

2.4.2.2. Konstruksi Jaringan

Berikut adalah jenis konstruksi jaringan

dalam sistem Jaringan Tegangan Rendah

(JTR):

1. Konstruksi TR-1 (J5-T)

Konstruksi J5-T merupakan konstruksi saluran kabel udara tegangan rendah (SKUTR) yang
menggunakan suspension small angle
assembly (penggantung untuk tiang sangga /

tumpu).

Gambar 2. Konstruksi TR-1 (J5-T)

2. Konstruksi TR-2. (J7-T)

Konstruksi J7-T merupakan konstruksi

pemasangan SKUTR dengan sudut kurang dari

45°, dengan menggunakan large angle assembly (penggantung untuk tiang

belokan/sudut). TR-2 ini termasuk tiang sudut,

yang merupakan tiang yang dipasang pada saluran listrik, dimana pada tiang tersebut arah

penghantar membelok dan arah gaya tarikan

kawat horizontal.
Gambar 3. Konstruksi TR-2 (J7-T)

3. Konstruksi TR-3 (J6-T)

Konstruksi TR-3 merupakan konstruksi

pemasangan SKUTR untuk tiang akhir atau tiang awal dengan treck schoor. Pengait kabel

digunakan fixed dead-end clamp complete

plastic strip (peralatan untuk penarik pada tiang awal/akhir lengkap dengan plastic strap).

Gambar 4. Konstruksi TR-3 (J6-T)


III. ANALISA DAN PEMBAHASAN

1. Wilayah Perencanaan

Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan

Kabupaten Magelang, ada tiga wilayah perencanaan, yaitu :

 Dusun Clombo

 Dusun Kadipolowetan

 Dusun Magelangombo

2. Tahap Survei dan Tracking

Sebelum masuk dalam tahap perencanaan,

hal pertama yang dilakukan adalah melakukan survei lapangan. Dalam tahap survei ini, ada
beberapa hal yang dilakukan untuk mendapatkan data :

1. Survei lokasi, untuk mengetahui kea- daan lokasi.

2. Wawancara, untuk mendapatkan gam-

baran awal dalam perencanaan jalur jaringan.

Data yang didapatkan ini djadikan pertimbangan untuk survei lanjutan, untuk mendapatkan data
yang dibutuhkan dalam perencanaan jaringan listrik. Pada survei ini didapatkan data sebagai
berikut :

1. Data tracking GPS

2. Gambar perencanaan jalur jaringan

3. Gambar / foto kondisi daerah

4. Gambar / foto lokasi pemasangan tiang

Data utama pada perencanaan jaringan listrik pedesaan ini adalah gambar. Ada dua data
gambar yang didapatkan selama survei, yaitu gambar hasil tracking GPS dan gambar manual
sebagai data backup. Data gambar ini harus sesuai dengan keadaan aslinya agar realisasi
perencanaan bisa sesuai dengan keadaan lokasi.

Tracking

Tracking merupakan penyusuran daerah jalur jaringan dari awal sampai ujung jaringan.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan data gambar sesuai dengan kondisi lokasi. Tracking
dilakukan dengan bantuan alat GPS Tracker.
Pada survei ini, alat yang digunakan adalah

GPS Tracker dengan merk etrex.


Gambar 5. GPS Tracker merk etrex

3. Tahap Perencanaan

3.1. Penentuan Konstruksi Tiang

Pada perencanaan listrik pedesaan,

penentuan lokasi tiang tidak selalu bisa mengikuti standar yang ada. Ada beberapa hal yang
harus dijadikan pertimbangan, yaitu :

1. Jarak dari jalan

2. Kondisi geografis

3. Kondisi di sekitar lokasi

Tiang jaringan listrik memiliki bermacam

– macam jenis sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Macam – macam jenis tiang ini dapat
dibedakan dengan menggunakan kode

– kode tertentu yang menunjukkan spesifikasi khusus dari tiang tersebut. Kode – kode ini

akan dimunculkan dalam gambar perencanaan untuk membedakan spesifikasi dari konstruksi

tiang yang akan dibangun nantinya. Dalam realisasi perencanaan, pemasangan tiang sesuai
dengan spesifikasi yang sudah direncanakan,
termasuk spesifikasi peralatan tambahan,
dikarenakan terdapat trafo distribusi. Tiang ini digunakan untuk konstruksi tunggal (JTM only
atau JTR only) maupun ganda (JTM dan JTR). Span maksimum sebesar 50 m untuk konstruksi
ganda dan 80 meter untuk konstruksi tunggal.

 A1

Konstruksi pada tarikan lurus dengan sudut 0° - 5°.

 A2

Konstruksi pada tarikan ke kanan dengan sudut 5° - 30°

 A3

Konstruksi pada belokan dengan sudut belokan 30° - 60°

 A4

Konstruksi pada belokan dengan sudut belokan 60° - 90°

 A5

Konstruksi pada akhir / dead end

 J5

Konstruksi dengan menggunakan kawat telanjang (dengan bolt machine) pada tarikan lurus
dengan sudut 0° - 5°.

 J6-T

Penggunaan konstruksi JTR dengan LVBC (kabel pilin udara) pada tarikan akhir / dead end
seperti grounding, trafo, anchor dan Pemasangan trafo 1 fasa pada JTM 1 fasa
(sebagai pelindung ujung kabel.
sebagainya. lurus (105) dan pada JTM 1 fasa dead end.
Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan M5-9
Kabupaten
J7-T Magelang ini, jenis tiang yang Perlengkapan konstruksi tegangan me-
digunakan adalah : nengah.
Penggunaan
 C11-200E konstruksi JTR dengan LVBC (kabel pilin udara) untuk konstruksi pada tarikan
M2-11
belokan.
Tiang konstruksi beton dengan ketinggian Perlengkapan pentanahan atau ground rod
11 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 200 type.
daN.
CG 105/106
Digunakan untuk konstruksi tunggal (JTM  M2-12
only atau JTR only) maupun ganda (JTM dan Perlengkapan pentanahan atau ground rod
JTR). Span maksimum sebesar 50 m untuk type.
konstruksi ganda dan 80 m konstruksi tunggal.  M2-12A
 C9-200E Perlengkapan pentanahan atau ground rod
Tiang konstruksi beton dengan ketinggian type.
9 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 200  MJ 6-T
daN. Tiang ini digunakan untuk konstruksi Konstruksi pada tarikan akhir / dead end
tunggal (JTR only). Span maksimum sebesar sebagai pelindung ujung kabel dengan
60 m. konstruksi JTR menggunakan LVBC
 C11-350E (kabel pilin udara)
Tiang konstruksi beton dengan ketinggian  F 1-2
11 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 350 Perlengkapan anchor assemblies.
daN. Kekuatan tiang direncanakan lebih besar
 E 1-2

Perlengkapan down guy.

3.2. Pemilihan Kabel Saluran

Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan

Kabupaten Magelang ini, data pemilihan kabel saluran adalah sebagai berikut :

1. Lokasi : Dusun Clombo

Untuk JTM menggunakan kabel jenis AAACS dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel fasa dan
kabel jenis AAAC dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel netral.

Untuk JTR menggunakan kabel jenis LVTC dengan ukuran 70 mm2, untuk fasa dan kabel
berjenis sama dengan ukuran 50 mm2, untuk kabel netral.

2. Lokasi : Dusun Kadipolowetan

Untuk JTM menggunakan kabel jenis AAACS dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel fasa dan
kabel jenis AAAC dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel netral.

Untuk JTR menggunakan kabel jenis LVTC dengan ukuran 70 mm2, untuk fasa dan kabel
berjenis sama dengan ukuran 50 mm2, untuk kabel netral.

3. Lokasi : Dusun Tegalombo

Untuk JTM menggunakan kabel jenis AAACS dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel fasa dan
kabel jenis AAAC dengan ukuran 70 mm2, untuk kabel netral.

Untuk JTR menggunakan kabel jenis LVTC dengan ukuran 70 mm2, untuk fasa dan kabel
berjenis sama dengan ukuran 50 mm2, untuk kabel netral.

3.3. Penentuan Trafo

Dalam penentuan lokasi trafo, perencana harus memperhatikan total beban, persebaran

beban dan lokasi dead end atau tiang JTR

(Jaringan Tegangan Rendah) yang terakhir.

1. Total beban

Letak trafo harus bisa memenuhi total beban yang ada sehingga lokasi trafo harus bisa
mencakup seluruh lokasi beban.

2. Persebaran beban

Lokasi trafo harus berada di ujung awal tarikan JTR. Selain itu, penentuan lokasi trafo ini
juga harus mempertimbangkan penambahan beban baru atau perluasan jaringan.
3. Lokasi Dead End

Maksimal tarikan tiang JTR dari trafo adalah 7 tiang. Sehingga letak trafo

maksimal berjarak 7 tiang dari dead

end JTR.

4. Penyusunan RAB

Tahap akhir dari perencanaan listrik

pedesaaan Kabupaten Magelang ini adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Rencana Anggaran Biaya (RAB) berisi rincian dana yang dibutuhkan dalam realisasi
pembangunan jaringan listrik yang sudah direncanakan.

IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Kabupaten Magelang masih memiliki

daerah yang belum bisa menikmati listrik, yaitu Dusun clombo yang terletak di Kecamatan
Salaman.

2. Dalam perencanaan jaringan distribusi perlu melakukan survei lokasi untuk

mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan karena hasil perencanaan tidak selamanya


bisa sesuai teori

sehingga data yang didapatkan bisa benar – benar menjadi acuan ketika

realisasi pembangunan nantinya.

3. Pemilihan spesifikasi dari tiang menyesuaikan dengan kondisi jalur

jaringan, yang ditunjukkan dengan kode – kode yang ada pada gambar

perencanaan. Begitu pula spesifikasi peralatan pendukung lainnya.

4. Hal – hal yang harus diperhatikan

dalam penentuan lokasi trafo antara lain total beban, persebaran atau distribusi beban dan
letak dead end atau tiang JTR yang paling akhir.

5. Dalam penyusunan RAB, harga dari masing – masing item harus sesuai

dengan harga yang ada di pasaran agar

dapat diketahui biaya sebenarnya dalam realisasi pembangunan nantinya


4.2. Saran

1. Perlu ditingkatkannya sarana dan prasarana pendukung yang lebih

memadai dalam perencanaan jaringan distribusi listrik pedesaan sehingga

tahap survei dapat berjalan dengan lancar.

2. Perlu adanya kerjasama yang baik

antara semua instansi yang terkait, baik dalam perencanaan maupun dalam realisasi
pembangunan nantinya agar pembangunan dapat terlaksana dengan baik karena listrik sudah
menjadi kebutuhan bagi masyarakat, termasuk masyarakat di Dusun Clombo Kabupaten
Magelang.

DAFTAR PUSTAKA

[1] AKLI DPD Jateng, Pedoman Standar Konstruksi Jaringan Listrik Distribusi, Semarang,
PLN dan Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia, 1992

[2] Guntoro, Hanif, “Sistem Distribusi Tenaga Listrik” http://dunia-


listrik.blogspot.com/2008/12/sistem- distribusi-tenaga-listrik.html

[3] Marsudi, Djiteng, Operasi Sistem

Tenaga Listrik, Yogyakarta, Graha Ilmu,

2006

[4] Suhadi, “Jaringan Distribusi Tegangan Rendah” http://www.crayonpedia.org/mw/JARIN


GAN_DISTRIBUSI_TEGANGAN_RE NDAH_-_SUHADI
BIODATA PENULIS

Telah menempuh pendidikan di TK Pertiwi Bandar Lampung, SD Negeri 2 Tanjung Gading,


SMP Negeri 4 Bandar Lampung, SMA Negeri 2

Bandar Lampung, dan saat ini sedang menempuh

pendidikan S1 di Teknik

Elektro Universitas

Diponegoro Semarang.

Semarang, Maret 2014

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Agung Nugroho, Ir. MKom

NIP 1959010501987031002

Anda mungkin juga menyukai