Anda di halaman 1dari 11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Daun Jeruk Purut
Jeruk (atau limau/limo) purut (Citrus hystrix DC.) merupakan tumbuhan
perdu yang dimanfaatkan terutama buah dan daunnya sebagai bumbu
penyedap masakan. Dalam perdagangan internasional dikenal sebagai kaffir
lime. Jeruk purut termasuk kedalam subgenus Papeda karena bentuknya yang
berbeda dengan jenis jeruk pasaran lainnya. Tumbuhanya berbentuk pohon
kecil (perdu). Jeruk purut (Citrus hystrix DC) adalah tanaman yang tumbuh
pada daerah tropis, yang tersebar luas di Asia bagian selatan. Daun dan buah
digunakan sebagai makanan. Buahnya berkerut, berbentuk pir dan berwarna
hijau tua dan akan menjadi kuning apabila sudah matang. Daunya berwarna
hijau tua, mengkilap, dan permukaan bawah hijau muda atau kekuningan,
buram, jika diremas baunya harum. Biasanya daunnya tumbuh berpasangan
dan seperti angka delapan. Tangkai daun sebagian melebar menyerupai anak
daun. Helaian anak daun berbentuk bulat sampai lonjong, pangkal membundar
atau tumpul, ujung tumpul sampai meruncing (Joko, 2010). Tanaman jeruk
purut memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus hystrix (Joko, 2010)
Gambar 2.1 merupakan kenampakan dari tanaman jeruk purut (Citrus hystrix
DC).
8
9

Gambar 2.1 Tanaman jeruk purut (Munawaroh dan Prima, 2010)

Jeruk purut termasuk suku Rutaceae yang berpotensi sebagai penghasil


minyak atsiri. Daun jeruk purut mengandung sabinena dan limonene yang
berguna untuk kosmetik, aromaterapi pencuci rambut, antelmintik, obat sakit
kepala, nyeri lambung, dan biopestisida. Daunnya juga sering digunakan
sebagai rempah yang berfungsi untuk memberi aroma yang khas pada
masakan. Minyak atsiri daun jeruk purut disebut kaffir lime oil yang banyak
digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum,
pewarna. Misalnya dalam industri pangan banyak digunakan sebagai pemberi
cita rasa dalam produk olahan (Munawaroh dan Prima, 2010).
Beberapa peneliti telah menguji aktivitas antibakteri jeruk purut terhadap
banyak bakteri. Chowdhury dkk. (2009), melaporkan bahwa ekstrak methanol
buah jeruk purut dan beberapa fraksinya mempunyai aktivitas antibakteri
dengan tingkat sedang sampai kuat terhadap beberapa bakteri gram positif dan
gram negatif. Ekstrak etil asetat dan minyak atsiri kulit buah jeruk purut lebih
potensial terhadap S. aureus dibandingkan dengan E. coli (Chanthaphon dkk.,
2008). Penelitian yang dilakukan oleh Lohasupthawee (2005) menunjukkan
bahwa ekstrak etanol dan minyak atsiri daun dan kulit jeruk purut mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap beberapa spesies Salmonella dan enterobakteri.
10

Sedangkan hasil penelitian Luangnarumitcha dkk. (2007) mengindikasikan


bahwa minyak atsiri kulit buah dan daun jeruk purut mampu menghambat
pertumbuhan 5 strain Propinibacterium acne. Pada penelitian Yuliani dkk.
(2011) menunjukkan aktivitas antibakteri minyak atsiri daun jeruk purut
terhadap Staphylococcus aures dan Escherichia coli. Pada penelitian tersebut
juga disebutkan bahwa senyawa aktif yang mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan E. coli tersebut adalah terpen. Daun jeruk
purut menghambat pertumbuhan hampir seluruh strain Staphylococcus spp.
Sitronelal pada daun jeruk purut mempunyai aktivitas penghambatan terhadap
Saccharomyces cerevisiae, Salmonella spp, C. freundit, E. aerogenes, E. coli
dan K. pneumontae (Nanasombat dan Pana, 2005). Sitronelol dan sitronelil
asetat mempunyai aktivitas penghambatan terhadap S. aureus, S.epidermidis,
S. mutans, E. coli, M. snegmatis dan juga jamur seperti C. albicans, T. rubrus,
M. gypseum, A. flavus dan A. niger (Singh, 2012). Penelitian Khasanah dkk.
(2015), minyak atsiri daun jeruk purut memiliki kandungan senyawa aktif
yaitu sitronelal 64,15%, β-sitronelol 10,71%, linalool 5,54%, dan trans-
caryophyllene sebesar 5,31%yang didapat dari hasil destilasi daun jeruk purut
dengan perlakuan pendahuluan pemeraman.
2. Oleoresin
Oleoresin merupakan bentuk ekstraktif rempah yang mempunyai karakter
perisa yang lengkap dan mirip dengan aslinya yang di dalamnya terkandung
komponen-komponen utama pembentuk perisa yang berupa zat-zat volatil
(minyak atsiri) dan non-volatil (resin dan gum) yang masing-masing berperan
dalam menentukan aroma dan rasa. Oleoresin bersifat tidak stabil terhadap
pemanasan, cahaya atau adanya oksigen karena mengandung zat-zat volatil.
Karakter perisa oleoresin dapat berubah selama penyimpanan atau pengolahan
dan menimbulkan off-flavour. Oleh karena itu, oleoresin memerlukan
penanganan khusus selama penyimpanannya agar terhindar dari pengaruh
panas, cahaya, oksigen dan kelembaban. Oleoresin diperoleh dengan cara
11

mengekstrak hancuran rempah kering dengan suatu pelarut dan memisahkan


pelarutnya. Bentuk oleoresin berupa cairan kental yang lengket dengan
intensitas perisa yang sangat pekat (20-40 kali rempah segar). Dalam bentuk
oleoresin, perisa ditambahkan ke dalam formula makanan dan minuman
dalam konsentrasi yang sangat rendah (0,01- 0,05%) (Uhl, 2000).
Oleoresin didapatkan dari penguapan pelarut yang terdapat dalam ekstrak
sampel. Merurut Earle (1982), penguapan bahan cair yang dipengaruhi oleh
suhu tinggi lebih baik jika digunakan suhu tinggi, mengurangi proses
pendidihan dengan melakukan proses hampa udara. Ketika tekanan uap bahan
cair mencapai tekanan sekelilingnya, bahan cair mendidih. Penurunan
tekanan, dibutuhkan mendidihkan cairan pada suhu rendah, yang dilakukan
mekanis atau dengan pompa hampa udara, gabungan yang umumnya dengan
mengembun untuk uap dari penguapan. Biaya operasi pompa hampa udara
pada umumnya lebih murah. Didalam alat penguapan, pompa hampa udara
biasanya dilengkapi dengan kondensor untuk memindahkan suatu jumlah uap
yang besar dengan jalan memadatkannya untuk menjadi bahan cair.
Oleoresin dapat diperoleh dengan menggunakan 2 metode, yaitu ekstraksi
satu tahap ataupun ekstraksi dua tahap. Ekstraksi satu tahap dilakukan pada
sampel segar, sedangkan untuk ekstraksi dua tahap dilakukan destilasi pada
sampel untuk didapatkan minyak atsiri. Ampas hasil destilasi kemudian
diekstraksi untuk didapatkan oleoresin. Oleoresin yang didapatkan kemudian
dicampurkan dengan minyak atsiri hasil destilasi dengan perbandingan
tertentu. Uyun (2013), menyebutkan bahwa oleoresin dua tahap memiliki
rendemen yang lebih tinggi dibandingkan pada oleoresin yang dihasilkan dari
ekstraksi satu tahap.
Dalam penelitian Khasanah dkk. (2013) dilaporkan bahwa oleoresin daun
jeruk purut ampas destilasi masih mengandung minyak atsiri dan resin yang
tertinggal. Diketahui bahwa kandungan sitronelal pada oleoresin daun jeruk
purut cukup tinggi yaitu sekitar 75,73% dan kadar linalool sebesar 4,67%.
12

Selain itu masih teridentifikasi kandungan senyawa sitronelol sebanyak


6,20%. Oleoresin ampas destilasi daun jeruk purut optimal didapatkan pada
suhu ekstraksi sebesar 740C dengan lama kontak 5 jam 14 menit. Ekstrak
kemudian diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada kecepatan
100 rpm dan suhu 800C.
Pada penelitian Narindra (2013), diketahui bahwa penambahan oleoresin
daun jeruk purut sebesar 0,015% dalam larutan edible film yang diaplikasikan
pada sosis sapi dapat menghambat pertumbuhan mikroba hingga pada
penyimpanan bulan ke-3. Konsentrasi penambahan oleoresin daun jeruk purut
segar sebesar 0,05% dapat menghambat kerusakan mikrobiologis dan
oksidatif edible coating sosis daging sapi selama penyimpanan suhu beku. Uji
mikroba menggunakan Pseudomonas putida FNCC 0070 dan Pseudomonas
flourescens FNCC 0071. Sedangkan dalam Utami dkk. (2014) menyebutkan
bahwa penambahan oleoresin daun jeruk purut dari ekstraksi 2 tahap pada
edible coating dapat penghambat pertumbuhan Pseudomonas putida dan
Pseudomonas flourescens pada daging sapi hingga penyimpanan bulan ke-4.
Penambahan oleoresin daun jeruk purut juga berpengaruh terhadap tingkat
kerusakan mikrobiologis dan oksidatif selam penyimpanan suhu beku
(-10+2 C0)
3. Ekstraksi
Ekstraksi oleoresin dilakukan menggunakan pelarut organik yang
mempunyai titik didih rendah sehingga pelarut dapat mudah diuapkan dan
dipisahkan dari oleoresin. Pelarut etanol merupakan pelarut yang mempunyai
polaritas tinggi sehingga dapat mengekstrak oleoresin lebih banyak dan
mempunyai titik didih rendah (Aprianto, 2011). Pada penelitian Uyun (2013),
ekstraksi yang menggunakan metode ekstraksi dua tahap menghasilkan
rendemen oleoresin optimum sebesar 10,7% yang lebih tinggi dari oleoresin
dari proses ekstraksi satu tahap dari penelitian Prasetyawan (2012), yang
hanya menghasilkan rendemen oleoresin sebesar 9,5%. Lama ekstraksi juga
13

berpengaruh terhadap rendemen oleoresin dan sisa pelarut. Semakin lama


ekstraksi, maka semakin lama waktu kontak antara pelarut dengan bahan
sehingga semakin banyak oleoresin yang dapat larut dalam pelarut
(Uyun, 2013).
Penelitian Khasanah dkk. (2013) menyebutkan bahwa proses ekstraksi
optimal ampas daun jeruk purut dilakukan pada suhu 740 C dengan lama
kontak 5 jam 14 menit. Pemilihan pelarut sangat menentukan senyawa pada
sampel yang akan terlarut selama proses ekstraksi. Ekstrak yang dihasikan
kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan alat vacuum rotary evaporator
dengan menggunakan suhu sebesar 800C dan kecepatan 100 rpm. Oleoresin
daun jeruk purut yang dihasilkan akan berwarna hijau kehitaman.
Pelarut yang lazim digunakan dalam proses salah satunya yaitu etanol.
Etanol disebut juga etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol
merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi
kamar, etanol berwujud cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak
berwarna (Rizani, 2000). Sifat fisik dan kimia dari etanol dijelaskan dalam
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Etanol

Karakteristik Syarat
Rumus molekul C2H5OH
Titik leleh −114,3°C
Titik didih 78,32°C
Kelarutan dalam air 20°C Sangat larut
Densitas pada 20°C 0,7893 g/cm3
Viskositas pada 20°C 1,17 cP
Kalor spesifik pada 20°C 0,579 kal/g°C
Sumber: Rizani (2000)

4. Pengemas aktif
Pengemas aktif atau kemasan aktif adalah teknik pengemasan yang
mempunyai sebuah indikator eksternal ataupun internal untuk menunjukkan
14

secara aktif perubahan produk serta menentukan mutunya. Kemasan aktif


disebut juga sebagai kemasan interaktif karena adanya interaksi aktif dari
bahankemasan dengan bahan pangan yang dikemas. Tujuan dari kemasan
aktif atau interaktif adalah mempertahankan mutu produk dan memperpanjang
masa simpannya. Pengemasan aktif merupakan kemasan yang mempunyai
bahan diantaranya yaitu ; penyerap oksigen (oxygen scavenger), bahan
penyerap atau penambah karbondioksida, ethanol emiters, penyerap etilen,
penyerap air, bahan antimikroba, heating/cooling, absorber yang dapat
mengeluarkan aroma/flavor atau pelindung cahaya
(Julianti dan Nurminah, 2006).
Selain itu pengemas aktif juga didefinisikan sebagai satu sistem yang
secara aktif dapat merubah kondisi makanan yang dikemas untuk
memperpanjang umur simpan atau untuk meningkatkan keamanan pangan
atau mempertahankan rasa untuk menjaga kualitas makanan. Sistem ini dapat
menyerap atau melepaskan senyawa-senyawa yang ada di sekitar, maupun
senyawa yang dicampur dalam bahan pengemas. Jadi pengemas ini dapat
berinteraksi dengan isi yang dikemas (dalam hal ini makanan) dan menjaga
kondisi isi yang dikemas. Dengan kata lain pengemas aktif menjaga kualitas
nutrisi dan keamanan secara mikrobiologi pada makanan yang dikemasnya.
Pengembangan pengemas aktif akan sangat menguntungkan pengusaha dan
konsumen. Produk akan tahan lebih lama dan tetap terlindungi. Pengemas
aktif memiliki banyak varian tergantung dari isi yang dikemasnya, akan tetapi
teknologi manufaktur dan formulasinya tetap berbasis material polimer.
Varian pengemas aktif dibedakan menurut bahan additifnya. Pengembangan
pengemas aktif sangat diminati oleh industri pengemas lokal namun masih
terbentur dengan biaya teknologi yang harus dibayarkan untuk menghadirkan
pengemas aktif di Indonesia (Ismariny, 2010).
Beberapa jenis kemasan aktif yang telah diteliti yaitu MAP (Modified
Atmosphere Packaging), film yang sensitif suhu, pengemas plastik dan kertas
15

aktif serta Time-Temperature Packaging yang memiliki indikator suhu dan


waktu (Julianti dan Nurminah, 2006). Sedangkan pengertian pengemas kertas
aktif menurut Rodriguez (2008), yaitu jenis pengemas kertas yang dapat
meningkatkan umur simpan produk yang dikemasnya atau untuk
meningkatkan keamanan selama produk dikemas untuk mempertahankan
kualitas, namun berkembang menjadi salah satu alternative untuk mengontrol
pertumbuhan mikroba terutama kapang dalam produk yang dikemas.
Pada pembuatan pengemas kertas aktif skala penelitian digunakan kertas
saring sebagai bahan dasar pembuatan pengemas kertas. Jenis kertas saring
yang digunakan yaitu kertas saring selulosa asetat yang lazim digunakan di
laboratorium. Marliana (2008), menyebutkan definisi kertas saring adalah
suatu kertas yang umum digunakan untuk memisahkan zat padat dari cairan.
Kertas saring dibuat dengan berbagai kekuatan serap dan kualitas. Tiap pabrik
mempunyai standar yang berbeda-beda yang biasanya dinyatakan oleh
parameter kekuatan serap, retensi partikel, dan kecepatan menyaring. Kertas
saring mempunyai ukuran pori yang berbeda-beda dan terbuat dari bermacam-
macam bahan. Dan bahan kertas saring yang umum digunakan adalah selulosa
asetat.
Salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk antimikroba adalah
kitosan. Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer
rantai panjang glukosamin dengan bobot molekul 2,5x10-5 Dalton dan rumus
kimia poli (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul
(C6H11NO4)n. Kitosan sedikit larut dalam asam klorida, serta larut baik dalam
asam lemah, seperti asam formiat dan asam asetat. Beberapa diantara
keunggulan kitosan yakni mempunyai massa molekul besar sehingga memiliki
daya absorbsi besar dan non toksik. Kitosan mengandung enzim lisosim dan
gugus aminopolisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Kitosan juga memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menekan
pertumbuhan bakteri dan kapang. Molekul kitosan memiliki kemampuan
16

untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri kemudian


teradsorbsi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran
transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk
berkembang dan mengakibatkan matinya sel (Pebriani dkk., 2012).
Asam asetat lebih dikenal sebagai asam cuka (CH6OOOH) adalah suatu
senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa
asam yang tajam dan larut didalam air, alcohol, gliserol, eter. Pada tekanan
atmosferik, titik didihnya 118,10C. asam asetat mempunyai aplikasi yang
sangat yang sangat luas dibidang industri dan pangan. Proses produksi asam
asetat dapat dilakukan secara kimiawi dan biologis. Proses kimiawi produksi
asam asetat yang banyak dilakukan adalah oksidasi butane. Untuk kebutuhan
pangan, produksi asam asetat harus dilakukan melalui proses biologis, salah
satunya adalah fermentasi dari bahan baku alkohol (Hardoyo dkk., 2007).
Penelitian dari Manuhara (2013), tentang pengemas kertas aktif dengan
penambahan sinamaldehida sebagai antioksidan dan antimikroba. Selain itu
juga ditambahkan kitosan dalam bahan pembuatan pengemas kertas untuk
meningkatkan penghambatan terhadap gas dan memperbaiki kekuatan kertas.
Selain itu beberapa penelitian lain menyebutkan efektivitas dari pengemas
kertas dengan coating beberapa zat tertentu dapat menghambat kerusakan
yang diakibatkan oleh mikroba (Youssef, 2013; Dury-Brun, 2007; Rodriguez,
2008; Arfa, 2007). Dalam beberapa penelitian tersebut disebutkan bahwa
bahan kertas yang digunakan dari selulosa dengan penambahan coating
(pelapisan) sampel kertas dengan bahan antimikroba. Mascheroni dkk. (2011),
menyebutkan bahwa dalam pembuatan kertas dengan coating carvacrol
sebagai antimikroba, perlu penambahan asam asetat sebesar 7,5% untuk
menjaga keseimbangan pH kertas yang dihasilkan.
B. Kerangka Berpikir

Ampas destilasi kemasan kertas


dau jeruk purut

Fungsi utama
Masih mengandung resin dan melindungi produk Fleksibel,tahan
minyak atsiri sebagai cahaya,murah,mudah
antimikroba diperoleh

Pengemas aktif dapat


Ekstraksi dan evaporasi meningkatkaan umur simpan
Lazim sebagai pengemas

Oleoresin ampas Ditambahkan zat aktif


destilasi daun jeruk antimikroba untuk meningkatkan
purut fungsi pengemas aktif

Pengemas kertas aktif

Pengujian karakteristik fisik, aktivitas antimikroba dan


uji sensoris,

Pengemas kertas aktif dengan konsentrasi oleoresin terpilih

Analisa gugus fungsi

Penyimpanan pada suhu kamar


selama 5, 10, 15, 20 hari

Uji ketahanan tarik dan


ketahanan lipat

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

17
18

C. Hipotesis
Perbedaan penambahan konsentrasi oleoresin ampas destilasi daun jeruk
purut (Citrus hystrix DC.) pada pengemas kertas aktif berpengaruh terhadap
karakteristik pengemas kemasan kertas aktif. Perlakuan penyimpanan pada suhu
kamar selama 20 hari dapat mempengaruhi karakteristik fisik dan aktivitas
antimikroba pada pengemas kertas aktif dengan penambahan konsentrasi
oleoresin daun jeruk purut (Citrus hystrix DC.)

Anda mungkin juga menyukai