Tuwo (2011) menyebutkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara
terpadu. Pengelolaan secara terpadu ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara
menyeluruh, perencanaan tujuan dan sasaran, dan pengelolaan segenap kegiatan
pemanfaatannya guna mencapai hasil pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.
Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan
mempertimbangkan aspek ekologi, sosial, ekonomi, kelembagaan, sarana wilayah dan
aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir, serta konflik kepentingan dan
pemanfaatan yang mungkin ada. Keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah
pesisir mencakup aspek keterpaduan wilayah beserta komponen ekologisnya,
keterpaduan sektor, keterpaduan disiplin ilmu, dan keterpaduan stakeholder. Adapun
menurut Dahuri, dkk (1996), keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir mengandung tiga
dimensi, yaitu :
a. Keterpaduan secara sektoral, yakni perlu adanya koordinasi tugas, wewenang,
dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat
integration).
c. Keterpaduan ekologis. Hal ini dikarenakan wilayah pesisir pada dasarnya tersusun
dari berbagai macam ekosistem yang satu sama lain saling terkait.
Dimensi pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan terdiri dari 4 hal, yaitu :
(Dahuri, dkk, 1996 dalam Tuwo, 2011). Secara ekologis, pemanfaatan sumber daya
ekosistem alamiah dan buatan di wilayah pesisir dan laut diupayakan agar dampak
empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yakni sebagai penyedia jasa-jasa pendukung
kehidupan, sebagai jasa kenyamanan, sebagai penyedia sumber daya alam, dan sebagai