Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
“Sub Kultur Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”
Disusun Oleh :
LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
UNIT IN VITRO
FAKULTAS PERTANIAN
2018
I. PENDAHULUAN
bibit unggul yang bermutu. Upaya untuk mempercepat pencapaian hasil melalui
perluasan areal pertanaman tebu memerlukan bibit dalam jumlah yang banyak.
Pengadaan bibit tebu dalam skala besar, cepat dan murah merupakan hal yang
sangat diperlukan saat ini. Penyediaan bibit unggul yang berkualitas baik
besar-besaran atau dalam skala besar, dalam waktu yang cepat akan sulit dicapai
melalui teknik konvensional. Maka dari itu, salah satu teknologi harapan yang
teknik kultur jaringan. Melalui kultur jaringan khususnya sub kultur tanaman tebu
yang tinggi, bahkan dapat dilakukan kapanpun sehingga sangat mudah untuk
dilakukan. Teknik sub kutur jaringan tanaman merupakan teknik yang mudah
singkat.
ini diyakini sebagai metode yang ampuh dalam mengatasi permasalahan produksi
bibit tanaman. Selama kurang lebih tiga puluh tahun terakhir, aplikasi kultur
jaringan tanaman semakin meluas penggunaannya terutama dalam menyediakan
bibit tanaman secara massal, cepat, murah dan bebas patogen pada tanaman
bila telah ada metode regenerasi tunas secara in vitro yang efektif. Dalam kultur
jaringan tanaman, materi tanaman yang diisolasi (protoplas, sel, jaringan dan
organ) diupayakan untuk tumbuh dan membentuk tanaman baru. Sub kultur
merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan.
Pada dasarnya sub kultur kita memotong, membelah dan menanam kembali
eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Sub
kotiledon dan daun muda memiliki potensi untuk membentuk tunas yang lebih
baik dibandingkan dengan jenis eksplan lainnya. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian lain yang juga telah dilakukan. Pada tebu, ZPT yang biasa digunakan
untuk menginduksi pembentukan tunas adalah benzil amino purine (BAP) dan
indole acetic acid (IAA). BAP dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi
1.2. Tujuan
eksplan melalui sub kultur jaringan dengan harapan agar tumbuh dengan baik
Sub kultur merupakan organ salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Prinsip dasarnya sub kultur ialah memotong, membelah
dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah akan
dengan tujuan perbanyakan atau pengakaran suatu eksplan. Sub ultur dilakukan
jika eksplan pada medium kultur mengalami browing sebagai indikasi dari
kematian sel dan ketidakpraktisan fungsi media. Eksplan yang baru saja ditanam
dan diinkubasikan dalam ruangan incubator akan menghasilkan kalus. Bila kalus
sudah cukup umur maka dilakukan sub kultur. Kalus yang terlambat disub-
Aseptik dalam sub kultur merupakan salah satu tahap yang dilakukan agar
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa
(Aisya, 2011).
teknik kultur jaringan. Manfaat kultur jaringan yaitu diperoleh sifat fisiologi dan
berpengaruh adalah zat pengatur tumbuh. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan
senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,
Aseptik dalam kultur organ merupakan salah satu tahap yang dilakukan
agar bahan terbebas dari mikroorganisme, sedangkan aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa
(Yusnita, 2008).
lain media, fotoperiode, jenis eksplan, suhu, zat pengatur tumbuh dan kondisi
gelap selama kultur (Rice et al., 2011). Auksin merupakan salah satu ZPT yang
pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, serta pembentukan akar.
pertumbuhan kalus, suspensi sel morfogenesis akarm dan tunas. Auksin sintetis
terdiri atas indole 3 acetic acid (IAA), indole 3 butyric acid (IBA), 1-
naphthaleneacetic acid (NAA) dan herbisida yang bersifat auksin (Ardiana,
2010). Sitokinin dalam kultur jaringan berperan pada proses pembelahan sel dan
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
enzimatik seperti IAA (Indole-3 Asetic Acid). Senyawa tersebut dapat diberikan
pada medium kultur konsentrasi yang lebih rendah, berkisar 0,1-2,0 mg/l
(Zulkarnain, 2009).
telah banyak dilaporkan efektif digunakan dalam kultur jaringan tanaman tebu
(Jalaja et al., 2008). Kandungan mineral media MS cukup tinggi, sehingga dapat
secara alami atau sinetik. Contoh zat pengatur tumbuh alami yaitu air kelapa, urin
sapid an ekstraksi dari bagian tanaman (Leovici et al., 2014). Contoh zat pengatur
alami sintesis adalah Asam Asetat (IAA), Indol Asam Butirat (IBA), Naftalen
(GA)1, GA2, GA3 (Hendrayono dan Wijayani, 2012; Istomo dan Kiswantara,
2012).
mampu mempengaruhi sifat genetik dan proses fisiologis yang terdapat dalam
untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan
tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi
umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum
tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan
dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman
Ali, A., S. Naz, F.A. Siddiqui, and J. Iqbal. 2008. Rapid Clonal Multiplication of
Sugarcane (Saccharum officinarum) Trough Callogenesis and
Organogenesis. Jurnal Bot, 4(11):123-138.
Ardiana, D. W dan Ida F. 2010. Teknik kultur jaringan tunas pepaya dengan
menggunakan beberapa konsentrasi IBA. Buletin Teknik Pertanian, 15
(2) : 52-55.
George, F.E., M.A. Hall, and Geert-Jan De Klerk. 2008. Plant Propagation by
Tissue Culture. 3rd Edition (1). The Background. Springer Publihser.
Dordrecht, Netherlands. 501 p.
Leovici H., D. Kastono dan E.T.S, Putra. 2014. Pengaruh Macam dan Konsetrasi
Bahan Organik Sumber Zat Pengatur Tumbuh Alami terhadap
Pertumbuhan Awal Tebu (Saccharum officinarum L.) Jurnal Vegetalika,
3(1) : 22-34.
Nisak K., Tutik N dan Kristanti I. P. 2012. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi ZPT
NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var.
Prancak 95. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 1(1) :1-6.
Yann, L.K., Jelodar, N.B., dan Keng, C.L. 2012. Investigation on the Effect of
Subculture Frequency and Inoculum Size on the Artemisinin Contect in a
Cell Suspension Culture of Artemisia Annua L. Australian Journal of
Crop Science, 6(5) :801-807.
Yasmin S., Wardiyati, T. dan Koesrihati. 2014. Pengaruh Perbedaan Waktu
Aplikasi dan Konsentrasi GA3 (Ga3) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Cabai Besar (Capsicumm annuum L.)
Yusnita, 2008. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyak Tanaman Budi Daya.
Bumi aksara. Jakarta.
Zulkarnain, H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu laminar air flow cabinet,
pisau scalpel, pinset, botol kultur, lampu bunsen, petridish, hand sprayer, alat tulis
dan kamera..
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu kalus tanaman tebu,
4. Menarik penutup laminar air flow cabinet, kemudian lap dengan alkohol
70 %.
5. Mensterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan didalam LAFC ke
dalam alkohol 70 %.
Bunsen.
dalam botol yang berisi media tanam sambil botol kultur di dekatkan
kultur.
11. Menutup botol kultur apabila selesai penanaman dan diberi label.
12. Menyimpan botol kultur di dalam ruang inkubasi dan letakkan di rak
5.1. Kesimpulan
bahwa subkultur merupakan salah salah satu tahap yang dapat dilakukan dalam
metode kultur jaringan. Melalui teknik sub kultur dengan memindahkan eksplan
dari media yang lama ke media yang baru bertujuan untuk mencegah tanaman
omponen yang mengindikasikan kalus tumbuh dengan baik dan sehat, yaitu lama
waktu kontam muncul, warna dan tekstur kalus. Kontaminasi terjadi akibat steril
atu tidaknya alat, medium bahkan saat melakukan pekerjaan sub kultur sangat
pada medium. Warna hijau dan tekstur kalus yang kuat, menyatu (bergerombol)
atau tidak terpisah-pisah mengindikasikan kalus tersebut sehat dan layak untuk
kecoklatan telah mengalami browning dan tekstur remah, tidak bisa digunakan
karena kalus tersebut tidak sehat dan tidak dapat tumbuh apabila dilakukan
perbanyakan. Berbeda halnya dengan kalus yang berwarna kuning masih bisa
5.2. Saran
Saran saya, sebaiknya lebih konsisten terhadap waktu yang telah
ditetapkan dan agar praktikan lebih tertib sehingga suasana praktikum dapar
kondusif.