Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
“Sub Kultur Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”

Disusun Oleh :

NAMA : DIA AYU FAUZIAH


NIM : D1B116065
KELAS : AGT-A
KELOMPOK : II (DUA)

LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI

UNIT IN VITRO

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2018
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Meningkatnya produksi tanaman tebu dapat dipengaruhi oleh penyediaan

bibit unggul yang bermutu. Upaya untuk mempercepat pencapaian hasil melalui

perluasan areal pertanaman tebu memerlukan bibit dalam jumlah yang banyak.

Pengadaan bibit tebu dalam skala besar, cepat dan murah merupakan hal yang

sangat diperlukan saat ini. Penyediaan bibit unggul yang berkualitas baik

merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan

pertanian di masa mendatang khususnya tanaman tebu.

Pengadaan bibit tanaman tebu khususnya yang akan dieksploitasi secara

besar-besaran atau dalam skala besar, dalam waktu yang cepat akan sulit dicapai

melalui teknik konvensional. Maka dari itu, salah satu teknologi harapan yang

banyak dilaporkan dan telah terbukti memberikan keberhasilan adalah melalui

teknik kultur jaringan. Melalui kultur jaringan khususnya sub kultur tanaman tebu

dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya

yang tinggi, bahkan dapat dilakukan kapanpun sehingga sangat mudah untuk

dilakukan. Teknik sub kutur jaringan tanaman merupakan teknik yang mudah

dilakukan bahkan sangat mendukung perbanyakan tanaman dalam waktu yang

singkat.

Aplikasi bidang bioteknologi tanaman melalui teknik kultur jaringan saat

ini diyakini sebagai metode yang ampuh dalam mengatasi permasalahan produksi

bibit tanaman. Selama kurang lebih tiga puluh tahun terakhir, aplikasi kultur
jaringan tanaman semakin meluas penggunaannya terutama dalam menyediakan

bibit tanaman secara massal, cepat, murah dan bebas patogen pada tanaman

holtikultura, tanaman pangan dan tanaman industri.

Perbaikan genetik tanaman tebu melalui rekayasa genetika dapat dilakukan

bila telah ada metode regenerasi tunas secara in vitro yang efektif. Dalam kultur

jaringan tanaman, materi tanaman yang diisolasi (protoplas, sel, jaringan dan

organ) diupayakan untuk tumbuh dan membentuk tanaman baru. Sub kultur

merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan.

Pada dasarnya sub kultur kita memotong, membelah dan menanam kembali

eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Sub

kultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan

kegiatan lain dalam kultur jaringan.

Hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa eksplan yang berasal dari

kotiledon dan daun muda memiliki potensi untuk membentuk tunas yang lebih

baik dibandingkan dengan jenis eksplan lainnya. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian lain yang juga telah dilakukan. Pada tebu, ZPT yang biasa digunakan

untuk menginduksi pembentukan tunas adalah benzil amino purine (BAP) dan

indole acetic acid (IAA). BAP dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi

dengan GA dapat mempercepat perkecembahan biji, pertumbuhan tunas,

pemanjangan batang, petumbuhan daun, merangsang pembungaan, perkembangan

buah, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar cabai.


Oleh karena itu maka perlu dilakukan praktikum mengenai “Sub kultur

Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)” sehingga mahasiswa dapat

mengetahui cara melakukan teknik sub kultur yang benar.

1.2. Tujuan

Tujuan pelaksanaan praktikum ini yaitu untuk mengetahui perbanyakan

eksplan melalui sub kultur jaringan dengan harapan agar tumbuh dengan baik

pada medium yang memiliki unsur hara yang cukup.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Sub kultur merupakan organ salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman

melalui kultur jaringan. Prinsip dasarnya sub kultur ialah memotong, membelah

dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah akan

bertambah banyak. Sub kultur adalah memindahkan eksplan kemedia multiplikasi

dengan tujuan perbanyakan atau pengakaran suatu eksplan. Sub ultur dilakukan

jika eksplan pada medium kultur mengalami browing sebagai indikasi dari

kematian sel dan ketidakpraktisan fungsi media. Eksplan yang baru saja ditanam

dan diinkubasikan dalam ruangan incubator akan menghasilkan kalus. Bila kalus

sudah cukup umur maka dilakukan sub kultur. Kalus yang terlambat disub-

kulturkan tidak dapat berkembang dengan baik (Yann, 2012).

Aseptik dalam sub kultur merupakan salah satu tahap yang dilakukan agar

bahan terbebas dari mikroorganisme, sedangkan aseptik berarti bebas dari

mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa

eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan

memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya

paling kuat, untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya

(Aisya, 2011).

Salah satu usaha untuk mempertahankan varietas tanaman adalah dengan

teknik kultur jaringan. Manfaat kultur jaringan yaitu diperoleh sifat fisiologi dan

morfologi tanaman yang sama persis dengan tanaman induknya. Untuk


menunjang keberhasilan kultur jaringan maka perlu diperhatikan factor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. Salah satu faktor yang

berpengaruh adalah zat pengatur tumbuh. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan

senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,

menghambat, dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. Fungsi ZPT

tersebut adalah untuk merangsang pertumbuhan morfogenesis dalam kultur sel,

jaringan dan organ (Nisak et al., 2012).

Aseptik dalam kultur organ merupakan salah satu tahap yang dilakukan

agar bahan terbebas dari mikroorganisme, sedangkan aseptik berarti bebas dari

mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa

eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan

memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling

kuat, untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya

(Yusnita, 2008).

Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan kalus secara in vitro antara

lain media, fotoperiode, jenis eksplan, suhu, zat pengatur tumbuh dan kondisi

gelap selama kultur (Rice et al., 2011). Auksin merupakan salah satu ZPT yang

sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman dengan dimasukkan ke dalam

media tumbuh. Peran fisiologis auksin adalah mendorong pemanjangan sel,

pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, serta pembentukan akar.

Dalam kultur jaringan, auksin diperlukan untuk pembentukan klorofil,

pertumbuhan kalus, suspensi sel morfogenesis akarm dan tunas. Auksin sintetis

terdiri atas indole 3 acetic acid (IAA), indole 3 butyric acid (IBA), 1-
naphthaleneacetic acid (NAA) dan herbisida yang bersifat auksin (Ardiana,

2010). Sitokinin dalam kultur jaringan berperan pada proses pembelahan sel dan

regenerasi tanaman dengan menstimulasi kalus untuk berdiferensiasi membentuk

tunas, tetapi penggunaan dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan

keracunan pada jaringan tanaman (Ali et al., 2008).

Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat

penting adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin (BAP) berfungsi sebagai

perangsang pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel,

pembelahan sel, merangsang sel, mendorong pembentukan buah dan biji,

mengurangi dormansi apikal, serta mendorong inisiasi tunas lateral . α-Naftalen

Asam Asetat (NAA) merupakan auksin sintetik, tidak mengalami oksidasi

enzimatik seperti IAA (Indole-3 Asetic Acid). Senyawa tersebut dapat diberikan

pada medium kultur konsentrasi yang lebih rendah, berkisar 0,1-2,0 mg/l

(Zulkarnain, 2009).

Proses regenerasi dan pembentukan tunas sangat ditentukan oleh

keseimbangan nutrisi dalam formulasi media yang digunakan. Media dasar MS

telah banyak dilaporkan efektif digunakan dalam kultur jaringan tanaman tebu

(Jalaja et al., 2008). Kandungan mineral media MS cukup tinggi, sehingga dapat

mencukupi kebutuhan unsur hara yang diperlukan dalam partumbuhan tanaman

selama dalam kultur (George et al., 2008).

Berdasarkan sumbernya zat pengatur tumbuh tumbuh dapat diproleh

secara alami atau sinetik. Contoh zat pengatur tumbuh alami yaitu air kelapa, urin

sapid an ekstraksi dari bagian tanaman (Leovici et al., 2014). Contoh zat pengatur
alami sintesis adalah Asam Asetat (IAA), Indol Asam Butirat (IBA), Naftalen

Asam Asetat (NAA) dan 2,4 D Dikhlorofenoksiasetat (2,4-D), Gibberelic Acid

(GA)1, GA2, GA3 (Hendrayono dan Wijayani, 2012; Istomo dan Kiswantara,

2012).

Giberelin (GA3) dapat mempercepat perkecambahan biji, pertumbuhan

tunas, pemanjangan batang, pertumbuhan daun, merangsang pembuangan,

perkembangan buah, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar. GA3

mampu mempengaruhi sifat genetik dan proses fisiologis yang terdapat dalam

tumbuhan, seperti pembungaan, partenokarpi dan mobilisasi karbohidrat selama

masa perkecambahan berlangsung (Yasmin et al., 2014).

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut

untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan

tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi

dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda

umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum

kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan

tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan

pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum

dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman

induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh

eksplan muda agar kultur lebih berhasil (Basri, 2016).


DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., S. Naz, F.A. Siddiqui, and J. Iqbal. 2008. Rapid Clonal Multiplication of
Sugarcane (Saccharum officinarum) Trough Callogenesis and
Organogenesis. Jurnal Bot, 4(11):123-138.

Aisyah, S dan Surachman, D. 2011. Teknik Sterilisasi Rimpang Jahe sebagai


Bahan Perbanyakan Tanaman Jahe Sehat sacara In Vitro. Jurnal Buletin
Teknik Pertanian, 16(1):34-36.

Ardiana, D. W dan Ida F. 2010. Teknik kultur jaringan tunas pepaya dengan
menggunakan beberapa konsentrasi IBA. Buletin Teknik Pertanian, 15
(2) : 52-55.

Basri, A. H. P. 2016. Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan dalam Perbanyakan


Tanaman Bebas Virus. Agrica Ekstensia, 10 (1) : 64-73.

Bastian, 2010. Evaluasi Pertumbuhan In Vitro dan Produksi Umbi Mikro


Beberapa Klon Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil Persilangan
Kultivar Atlantik dan Granola. Skripsi. Program Studi Hortikultura
Fakultas Pertanian Bogor.

George, F.E., M.A. Hall, and Geert-Jan De Klerk. 2008. Plant Propagation by
Tissue Culture. 3rd Edition (1). The Background. Springer Publihser.
Dordrecht, Netherlands. 501 p.

Hendrayono, D.P.S. dan A. Wijayani. 2012. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan


dan Petunjuk Perbanyak Tanaman. Tanaman secara Vegetatif Modern.
Kanisius. Jakarta. 140 hlm.

Jalaja, N.C., D. Neelamathi, and T.V. Sreenivasan. 2008. Micropropagation for


Quality Seed Production in Sugarcane in Asia and the Pacific. FAO,
APCoAB and APAARI. p. i-x + 46.

Leovici H., D. Kastono dan E.T.S, Putra. 2014. Pengaruh Macam dan Konsetrasi
Bahan Organik Sumber Zat Pengatur Tumbuh Alami terhadap
Pertumbuhan Awal Tebu (Saccharum officinarum L.) Jurnal Vegetalika,
3(1) : 22-34.
Nisak K., Tutik N dan Kristanti I. P. 2012. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi ZPT
NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var.
Prancak 95. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 1(1) :1-6.

Rice. LJ., Finnie. JF dan van Staden 2011. In Vitrobulblet Production of


Brunsvigia Undulata from Twin Scale, Science Direct. S. Afr. J. Bot,. 77,
pp. 305- 12.

Soelaiman, V dan Andri E. 2013. Pertumbuhan dan


Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara
In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAPdan IAA. Bul.
Agrohorti, 1 (1) : 62 - 66.

Yann, L.K., Jelodar, N.B., dan Keng, C.L. 2012. Investigation on the Effect of
Subculture Frequency and Inoculum Size on the Artemisinin Contect in a
Cell Suspension Culture of Artemisia Annua L. Australian Journal of
Crop Science, 6(5) :801-807.
Yasmin S., Wardiyati, T. dan Koesrihati. 2014. Pengaruh Perbedaan Waktu
Aplikasi dan Konsentrasi GA3 (Ga3) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Cabai Besar (Capsicumm annuum L.)
Yusnita, 2008. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyak Tanaman Budi Daya.
Bumi aksara. Jakarta.
Zulkarnain, H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 30 Oktober 2018 pukul

10.00 WITA–selesai. Bertempat di Laboratorium Agroteknologi Unit In Vitro

Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu laminar air flow cabinet,

pisau scalpel, pinset, botol kultur, lampu bunsen, petridish, hand sprayer, alat tulis

dan kamera..

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu kalus tanaman tebu,

medium jadi, alkohol 70 % dan 96 % serta label..

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu sebagai berikut.

1. Menyalakan lampu ultraviolet (UV) selama 30 menit.

2. Mematikan lampu ultraviolet (UV).

3. Menghidupkan lampu dan blowerr.

4. Menarik penutup laminar air flow cabinet, kemudian lap dengan alkohol

70 %.
5. Mensterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan didalam LAFC ke

dalam alkohol 70 %.

6. Saat akan menggunakan pisau scalpel atau pinset dilewatkan dilampu

Bunsen.

7. Memotong eksplan (kalus tanaman tebu) menjadi beberapa bagian dengan

menggunakan pisau scalpel.

8. Membuka penutup botol.

9. Eksplan yang telah dipotong menjadi beberapa bagian selanjutnya ditanam

dalam botol yang berisi media tanam sambil botol kultur di dekatkan

dengan lampu bunsen.

10. Mengisi setiap botol kultur masing-masing 5 eksplan sebanyak 5 botol

kultur.

11. Menutup botol kultur apabila selesai penanaman dan diberi label.

12. Menyimpan botol kultur di dalam ruang inkubasi dan letakkan di rak

kultur. Rak kultur sebelumnya telah di semprot dengan alkohol 70%.

13. Melakukan pengamatan selama 2 minggu.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini dapat disimpulkan

bahwa subkultur merupakan salah salah satu tahap yang dapat dilakukan dalam

metode kultur jaringan. Melalui teknik sub kultur dengan memindahkan eksplan

dari media yang lama ke media yang baru bertujuan untuk mencegah tanaman

kultur jaringan kehabisan nutrisi, sehingga pertumbuhannya tetap baik. Beberapa

omponen yang mengindikasikan kalus tumbuh dengan baik dan sehat, yaitu lama

waktu kontam muncul, warna dan tekstur kalus. Kontaminasi terjadi akibat steril

atu tidaknya alat, medium bahkan saat melakukan pekerjaan sub kultur sangat

mempengaruhi tingkat kontam terjadi, sehingga menyebabkan munculnya lendir

pada medium. Warna hijau dan tekstur kalus yang kuat, menyatu (bergerombol)

atau tidak terpisah-pisah mengindikasikan kalus tersebut sehat dan layak untuk

digunakan dalam perbanyakan selanjutnya. Sedangkan untuk kalus yang berwarna

kecoklatan telah mengalami browning dan tekstur remah, tidak bisa digunakan

karena kalus tersebut tidak sehat dan tidak dapat tumbuh apabila dilakukan

perbanyakan. Berbeda halnya dengan kalus yang berwarna kuning masih bisa

digunakan karena masih berpotensi untuk tumbuh meskipun testurnya remah.

5.2. Saran
Saran saya, sebaiknya lebih konsisten terhadap waktu yang telah

ditetapkan dan agar praktikan lebih tertib sehingga suasana praktikum dapar

kondusif.

Anda mungkin juga menyukai