Laporan PDT Uas Citra
Laporan PDT Uas Citra
DOSEN PENGAMPU:
DR. Hemy Heryati Anward M.Sc
Disusun Oleh:
Citra Pertiwi Putri
I1C114012
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan
Laporan hasil turun lapangan dan mewawancarai subjek perempuan yang
menjalani pendidikan calon perwira polisi di Akademi Kepolisian Semarang. Saya
juga berterima kasih kepada Ibu DR. Hemmy Heryati Anward M.Sc selaku Dosen
pengampu mata kuliah Perilaku dan Tempat yang telah memberikan tugas ini
kepada saya.
Saya berharap hasil laporan ini dapat berguna dalam menambah wawasan,
pandangan serta pengetahuan kita mengenai Perilaku dan Tempat. Saya juga
menyadari bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa mendatang.
Semoga hasil laporan sederhana ini dapat dipahami dan berguna bagi saya
sendiri maupun pembacanya. Terima Kasih.
Penyusun
A. Latar Belakang
B. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah
adjusment atau personal adjusment. Penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga
sudut pandang, (Schneiders dalam Ali, 2005: 173-175) yaitu: 1)
Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), pada mulanya penyesuaian
diri diartikan sama dengan adaptasi, padahal adaptasi ini pada umumnya
lebih mngarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis atau
biologis. 2) Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity),
penyeuaian diri juga diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup
konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri sebagai
suatu usaha konformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan
mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari
penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional. 3)
Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery), penyesuaian diri
diartikan sebagai usaha penguasaan, yaitu kemampuan untuk merencanakan
dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-
konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Penyesuaian diri dalam arti yang
luas dan dapat berarti: mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan,
tetapi juga: mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri.
Penyesuaian diri dalam artinya yang pertama disebut juga penyesuaian diri
yang autoplastis (dibentuk sendiri), sedangkan penyesuaian diri yang kedua
juga disebut penyesuaian diri yang aloplastis (alo = yang lain). Jadi,
penyesuaian diri ada artinya yang “pasif”, dimana kegiatan kita ditentukan
oleh lingkungan, dan ada artinya yang “aktif”, dimana kita pengaruhi
lingkungan (Gerungan, 2009: 59-60). Penyesuaian diri merupakan
“perbaikan perilaku yang dibangun oleh seseorang”. Seseorang yang
merasa kalau selama ini perilakunya menyebabkan dirinya sulit untuk
menyatu dan diterima dalam kelompok, maka orang tersebut akan berusaha
untuk memperbaiki perilakunya, sehingga dapat diterima oleh kelompok
(Hurlock, 1994: 278). Penyesuaian diri adalah “sebagai suatu proses ke arah
hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal”
(Sunarto, 2002: 222-223). “Penyesuaian diri merupakan suatu proses
alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar
terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya”
(Fatimah, 2006: 194). “Tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai
reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup,
seperti cuaca dan berbagai unsur alamiah lainnya”. Semua makhluk hidup
secara alami telah dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan alam untuk
dapat bertahan hidup (Carles Darwin dalam Fatimah, 2006: 194). Jadi
penyesuaian diri menurut peneliti adalah suatu usaha atau proses yang
dilakukan oleh seorang individu dalam keadaan di lingkungan atau situasi
yang baru dikenalnya yang bertujuan untuk mencapai suatu hubungan yang
harmonis antara lingkungan yang baru dengan individu tersebut.
Penyesuaian diri di dalam penelitian ini lebih difokuskan pada lingkungan
di Akademi Kepolisian, yang dimana individu dalam subjek penelitian ini
adalah taruni akpol yang telah menjalani pendidikan selama kurang lebih
tiga tahun dalam lembaga pendidikan tersebut.
2. METODE ASSESMEN
1. Wawancara
Esterberg, (dalam Sugiyono, 2012) mengemukakan beberapa
macam wawancara yaitu wawancara testruktur (peneliti telah mengetahui
dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh sehingga peneliti
menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan tertulis yang
alternatif jawabannya pun telah disiapkan), wawancara semi
terstruktur (pelaksanaan wawancara lebih bebas, dan bertujuan untuk
menemukan pemasalahan secara lebih terbuka dimana responden dimintai
pendapat dan ide-idenya), dan wawancara tidak terstuktur (merupakan
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya).
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara semi terstruktur, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas
dan dapat lebih mengembangkan pertanyaan-pertanyaan. Tujuan dari
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-
idenya (Sugiyono, 2009). Pada wawancara semi terstruktur, pewawancara
biasanya memilki daftar pertanyaan-pertanyaan secara bebas yang terkait
dengan permasalahan (Kriyantono, 2006).
2. Kasus
Subjek merupakan salah satu taruni akademi kepolisian Semarang
yang telah menjalani pendidikan dan berada di lingkungan lemdik akpol
selama kurang lebih tiga tahun. Kondisi lingkungan akademi kepolisian
yang sangat berbeda dari kondisi tempat tinggal asalnya baik segi fisik
maupun sosial membuatnya harus melakukan penyesuaian diri saat
pertama kali memasuki lembaga pendidikan tersebut terutama dalam
segi sikap dan perilaku. Sehubungan dengan masa pendidikan yang
sudah dilalui subjek dalam waktu yang sudah cukup lama (3 tahun
lebih), peneliti ingin mengetahui apakah subjek telah berhasil
melakukan penyesuaian diri terhadap tempatnya menempuh
pendidikan.
3. Hasil Wawancara
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan subjek
pada hari Senin, 2 Januari 2016 tepat disaat subjek tengah menunggu
penerbangannya menuju Semarang untuk melanjutkan pendidikan
setelah cuti 2 minggu. Secara keseluruhan, subjek menunjukkan
bahwa ia telah berhasil dalam melakukan penyesuaian diri terhadap
tempat dimana ia menempuh pendidikan sekarang. Meski diakuinya,
saat awal-awal menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian,
subjek merasa cukup tertekan karena situasi lingkungannya yang
sangat berbeda dengan lingkungan rumah maupun lingkungan
sekolah formal tempat ia menempuh pendidikan sebelumnya.
Namun untuk saat ini, subjek menunjukkan bahwa kini ia sama
sekali tak lagi kesulitan dalam menjalani kehidupannya di asrama
Akademi Kepolisian. Secara fisik, subjek mengatakan bahwa mau
tidak mau, secara otomatis lamanya waktu pendidikan akan
membuat dirinya (termasuk taruni akpol lainnya) menjadi lebih kuat
dari sebelum mereka memasuki tempat pendidikan. Karena untuk
berada di Akademi Kepolisian, baik taruna maupun taruni
diharuskan untuk memiliki kondisi fisik yang sehat terutama kaki
yang kuat, karena untuk berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya di lingkungan akpol, para taruna dan taruni harus berjalan
kaki setiap hari dengan jarak yang jauh. Bahkan, subjek juga
mengatakan bahwa mereka tidak boleh sakit sama sekali. Oleh
karena itu, subjek mengatakan bahwa pola hidup calon perwira
disana diatur dan dijaga sedemikian rupa.
Sedangkan secara emosional, menurut subjek, Akademi
Kepolisian secara tidak langsung menuntut agar para peserta didik
disana harus memiliki kondisi emosional yang stabil dan mental
yang kuat, karena selain padatnya kegiatan, menjalani pendidikan
disana pun penuh aturan dan tekanan sebab kental dengan senioritas.
4. Pembahasan
3. KESIMPULAN
Sunarto dan Agung Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta.