Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001:2007

2.1.1. Pengertian, Tujuan, Manfaat Sistem Manajemen K3

2.1.1.1. Pengertian Sistem Manajemen K3

Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani

(Sustema) yang berarti suatu kesatuan yang terdiri atas komponen atau

elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi,

materi, atau energi. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang

saling berhubungan yang berada dalam suatu organisasi, produk, benda, alat

atau kegiatan. Terdapat beberapa elemen yang membentuk sebuah sistem

yaitu tujuan, masukan, proses, keluaran, batas, mekanisme pengendalian dan

umpan balik, serta lingkungan. (Ramli S, 2013)

Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno (menagement) yang

berarti seni pelaksanaan dan mengatur. Ada juga yang mengaitkan dengan

bahasa Italia (maneggiare) yang berarti mengendalikan, terutamanya

“mengendalikan kuda”. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis

manege yang berarti seni mengendalikan kuda, dimana istilah inggris ini

juga berasal dari bahasa Italia. (Ramli, 2013)

Menurut Follet, M.P, 1924 (dalam Ramli S, 2013) definisi

manajemen diartikan sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang

lain yang berarti bahwa seorang manager bertugas mengatur dan

1
2

mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Selain itu, dalam

bukunya Griffin, R.W, 2004 (dalam Ramli S, 2013) mendefinisikan

manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengendalian sumber daya untuk mencapai sasaran

(goals) secara efektif (tujuan tercapai sesuai perencanaan) dan efisien

(dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai jadwal.(Ramli S, 2013)

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek

perlindungan tenga kerja yang diatur dalam undang–undang. Dengan

menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja,

diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan

tingkat kesehatan yang tinggi. Arti penting dari keselamatan dan kesehatan

kerja bagi perusahaan merupakan tujuan dan efesiensi perusahaan juga akan

tercapai apabila semua pihak melakukan pekerjaaannya masing–masing

dengan tenang dan tentram, tidak khawatir akan ancaman yang mungkin

menimpa mereka. Kesehatan para pekerja dapat terganggu dengan penyakit,

stres dalam bekerja, atau kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan

menguntungkan para pekerja secara materil. Selain itu mereka dapat bekerja

dalam lingkungan yang lebih nyaman sehingga secara keseluruhan para

karyawan dapat bekerja lebih produktif. (Cecep Triwibowo, 2013 dalam

Nopri R.S, 2016)

Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara

keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan


3

bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian

risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja

yang aman, efisien dan produktif (PP No. 50 Tahun 2012).

Sistem Manajemen K3 merupakan konsep pengelolaan secara

sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh

melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan

(Ramli S, 2010).

2.1.1.2. Tujuan Sistem Manajemen K3

Prof. Dr. Hj. Sedarmayanti (2016) mengemukakan Tujuan inti dari

Sistem Manajemen K3 adalah memberi perlindungan kepada karyawan.

Bagaimanapun pekerja adalah aset perusahaan yang harus dipelihara dan

dijaga keselamatannya. Dengan adanya jaminan keselamatan, keamanan,

kesehatan selama bekerja, mereka tentu akan memberikan kepuasan dan

meningkatan loyalitas mereka terhadap perusahaan. Dengan menerapkan

Sistem Manajemen K3, setidaknya sebuah perusahaan telah menunjukkan

itikad baiknya dalam mematuhi peraturan dan perundang-undangan

sehingga mereka dapat beroperasi normal tanpa menghadapi kendala dari

segi ketenagakerjaan. Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatan

kerjanya akan bekerja lebih optimal dan ini akan berdampak pada produk

yang dihasilkan.
4

Berbagai tujuan Sistem Manajemen K3 dapat digolongkan sebagai

berikut (Ramli S, 2010) :

1. Alat ukur kinerja K3 dalam organisasi

Sistem Manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur

kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan

pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi

dapat mengetahui tingkat pencapaian K3. Pengukuran ini dilakukan

melalui audit Sistem Manajemen K3.

2. Pedoman implementasi K3 dalam organisasi

Sistem Manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan

dalam mengembangkan Sistem Manajemen K3. Beberapa bentuk

Sistem Manajemen K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO

OHSMS Guidelines, API HSE MS Guideline, Oil and Gas Producer

Forum (OGP) HSEMS Guidelines dan lainnya.

3. Dasar penghargaan (awards)

Sistem Manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk

pemberian penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3.

Penghargaan K3 diberikan baik oleh instansi pemerintah maupun

lembaga independen lainnya seperti Sword of Honour dari British

Safety Council, Five Star Safety Rating System dari DNV atau

National Safety Council Award dan SMK3 dari Depnaker.

Penghargaan K3 diberikan atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan


5

tolak ukur masing-masing. Karena bersifat penghargaan, maka

penilaian hanya berlaku untuk periode tertentu.

4. Sertifikasi

Sistem Manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi

penerapan manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikasi diberikan

oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh suatu badan

akreditasi.

2.1.1.3. Manfaat Sistem Manajemen K3

Menurut Syartini, 2010 (dalam Nopri R.S, 2016), manfaat

implementasi Sistem Manajemen K3 bagi perusahaan adalah :

1. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur

sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional,

kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya.

2. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja

K3 di perusahaan.

3. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan

bidang K3.

4. Dapat meningkatkan pegetahuan, keterampilan dan kesadaran

tentang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam

pelaksanaan audit.

5. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.


6

2.1.2. Sejarah Sistem Manajemen K3

Sistem Manajemen K3 sebenarnya telah mulai di terapkan di

Malaysia pada tahun 1994 dengan dikeluarkannya undang-undang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tahun 1996. Lembaga ISO juga

telah mulai merancang sebuah Sistem Manajemen K3 dengan melakukan

pendekatan terhadap Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 dan Sistem

Manajemen Lingkungan ISO 14000. Hasil Work Shop yang diadakan saat

itu adalah didapatkan agar ISO menghentikan upayanya membangun sebuah

Sistem manajemen K3 sejenis ISO 9000 dan ISO 14000. Alasannya kala itu

adalah K3 merupakan struktur bersifat tiga pihak (tripartie) maka

penyusunan sebuah ketentuan Standar Sistem Manajamen K3 deserahkan ke

masing-masing negara. (Rudi Suardi, 2007)

Pada tahun 1998, The Occupational Safety and Health Branch (Safe

Work) ILO bekerja sama dengan The International Occupational Hygiene

Association (IOHA) melakukan identifikasi elemen-elemen kunci dari

sebuah Sistem Manajemen K3. Pada akhir tahun 1999, anggota Lembaga

ISO yaitu British Standar Institution (BSI) meluncurkan sebuah proposal

resmi (Ballot document ISO/TMB/TSP 190) untuk membuat sebuah Komite

Teknik ISO yang bertugas membuat sebuah standar Internasional

Nonsertifikasi. Hal ini menimbulkan persaingan dengan ILO yang sedang

mempopulerkan Sistem Manajemen K3. ILO sendiri didukung oleh

Internasional Organization of Employers (IOE) dan The International

Confederation of Free Trade Unions (ICFTY) dan afiliasi-afiliasinya.


7

Akibatnya proposal yang diusulkan oleh BSI pun ditolak. (Rudi Suardi,

2007)

Akan tetapi pada pada tahun 1999 BSI dengan badan-badan

sertifikasi dunia meluncurkan sebuah standar Sistem Manajemen K3 yang

diberi nama Occupational Health and Safety Management System (OHSAS

18001). Badan-badan sertifikasi dunia yang tergabung pada saat itu antara

lain (Rudi Suardi, 2007) :

1. National Standards Authority of Ireland

2. South African Bureau of Standards

3. Japanese Standards Association

4. British Standards Institution

5. Bureaus Veritas Quality International

6. Der Norske Veritas

7. Lyoyds Register Quality Assurance

8. National Quality Assurance

9. SFS Certification

10. SGS Yarsley International Certification Services

11. Association Espanola de Normalization y Certification

12. International Safety Management Organization Ltd

13. SIRIM QAS Sdn Bdn

14. International Certification Services

15. The High Pressure Gas Safety Institute of Japan

16. The Engineering Employers Federation


8

17. Singapore Productivity and Standard Board

18. Instututo Mexicano de Normalization y Certification

Beragamnya Sistem Manajemen K3 yang dikembangkan berbagai

lembaga atau institusi, mendorong timbulnya keinginan menetapkan suatu

standar yang dapat digunakan secara global. Dengan demikian, penerapan

K3 dalam organisai dapat diukur satu dengan lainnya dengan menggunakan

tolak ukur yang sama. OHSAS 18001 dikembangkan oleh OHSAS Project

Group, konsorsium 43 organisasi dari 28 negara. Tim ini melahirkan

kesepakatan menetapkan sistem penilaian (assessment) yang dinamakan

OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series) 18000 atas

dua (2) bagian, yaitu : OHSAS 18001 memuat spesifikasi Sistem

Manajemen K3 dan OHSAS 18002 pedoman implementasi. OHSAS

18001:2007 adalah standar SMK3. Standar ini diterbitkan pada Juli 2007,

menggantikan edisi sebelumnya, OHSAS 18001:1999. Secara umum,

OHSAS 18001 dapat digunakan bagi setiap organisasi yang ingin (Ramli S,

2010) :

1. Mengembangkan suatu Sistem Manajemen K3 untuk menghilangkan

atau mengurangi risiko terhadap individu atau pihak terkait lainnya

yang kemungkinan terpajan oleh aktivitas organisasi

2. Menerapkan,memelihara atau meningkatkan Sistem Manajemen K3

3. Memastikan bahwa kebijakan K3 telah terpenuhi

4. Menunjukkan kesesuaiaan organisasi dengan standar Sistem

Manajemen K3 dengan cara pernyataan sendiri bahwa organisasi


9

telah memenuhi standar Sistem Manajemen K3, memperoleh

konfirmasi kesesuaian Sistem Manajemen K3 oleh pihak ketiga yang

memiliki kepentingan dengan organisasi seperti pelanggan dan

pemasok, mendapatkan konfirmasi tentang pernyataan sendiri oleh

pihak eksternal organisasi dan memperoleh sertifikasi/ registrasi

Sistem Manajemen K3 oleh badan sertifikasi.

Indonesia sendiri juga telah mengembangkan Sistem Manajemen K3

sejenis yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 50 Tahun 2012 (PP 50 Tahun 2012) tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Walaupun OHSAS

18001 dan SMK3 PP 50 Tahun 2012 memiliki sistem penilaian yang

berbeda tetapi sistem penerapan, dokumentasi dan tujuannya memiliki

kesamaan. Beberapa perusahaan di Indonesia mengintegrasikan penerapan

SMK3 PP 50 Tahun 2012 dan OHSAS 18001:2007.

2.1.3. Kategori Implementasi Sistem Manajemen K3 dalam Organisasi

Impelementasi Sistem Manajemen K3 dalam organisasi bertujuan

untuk meningkatkan kinerja K3 dengan melaksanakan upaya K3 secara

efisien dan efektif sehingga risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

dapat dicegah dan dikurangi (Ramli S, 2010)


10

Penerapan K3 dalam organisasi dapat dikategorikan sebagai berikut

(Ramli S, 2010) :

1. Sistem Manajemen K3 Virtual (Virtual OHSMS)

Artinya organisasi telah memiliki elemen Sistem Manajemen K3 dan

melakukan langkah pencegahan yang baik, namun tidak memiliki

sistem yang mencerminkan bagaimana langkah pengamanan dan

pengendalian risiko dijalankan.

2. Sistem Manajemen K3 Salah Arah (Misguided OHSMS)

Artinya organisasi telah memiliki elemen Sistem Manajemen K3

yang baik, tetapi salah arah dalam mengembangkan langkah

pencegahan dan pengamanannya akibatnya isu atau potensi bahaya

yang bersifat kritis bagi organisasi terlewatkan.

3. Sistem Manajemen K3 Acak (Random OHSMS)

Artinya organisasi yang telah menjalankan program pengendalian

dan pencegahan resiko yang tepat sesuai dengan realita yang ada

dalam organisasi, namun tidak memiliki elemen-elemen manajemen

K3 yang diperlukan untuk memastikan bahwa proses pencegahan

dan pengendalian tersebut berjalan dengan baik. Elemen K3 yang

digunakan bersifat acak dan tidak memiliki keterkaitan satu dengan

lainnya.

4. Sistem Manajemen K3 Komprehensif (Comprehensive OHSMS)

Artinya organisasi yang menerapkan dan mengikuti proses

kesisteman yang baik. Elemen Sistem Manajemen K3 dikembangkan


11

berdasarkan hasil identifikasi risiko, dilanjutkan dengan menetapkan

langkah oencegahan dan pengamanan, serta melalui proses

manajemen untuk menjamin penerapannya secara baik.

2.1.4. Proses Implementasi Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001:2007

Proses Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001:2007 menggunakan

pendekatan PDCA (plan-do-check-action),


( ), yaitu mulai dari perencanaan,

penerapan, pemeriksaan dan tindakan


tindakan perbaikan. Dengan demikian, Sistem

Manajemen K3 akan berjalan terus menerus secara berkelanjutan selama

aktivitas organisasi masih berlangsung (Ramli S, 2010).

ACTION PLAN
Tinjauan Perencanaan
Manajemen SMO

CHECK
DO
Pengukuran dan
Implementasi
Pemantauan

Gambar 2.1

Siklus Manajemen (Ramli S, 2010)


12

Tahapan PDCA ini secara singkat dapat dideskripsikan sebagai

berikut (Ramli S, 2010) :

1. Plan (perencanaan) : menentukan tujuan dan proses yang diperlukan

untuk memberikan hasil yang sesuai dengan kebijakan K3

perusahaan.

2. Do (pelaksanaan) : mengimplementasikan proses yang telah

direncanakan.

3. Check (pemeriksaan) : memantau dan menilai pelaksanaan proses

berdasarkan kebijakan K3, tujuan, standar serta perysaratan lainnya,

dan melaporkan hasilnya.

4. Act (pengambilan tindakan) : mengambil tindakan untuk

meningkatkan performansi K3 secara terus menerus.


13

SIKLUS OHSAS 18001

1. Kebijakan K3
PLAN

ACT PERENCANAAN
2. Identifikasi bahaya,
17. Tinjauan Manajemen
penilaian, dan pengendalian
3. Persyaratan legal dan
lainnya
CHECK 4. Objektif dan program K3

PEMERIKSAAN
12. Pengukuran kinerja
dan pemantauan DO
13. Evaluasi pemenuhan
14. Penyelidikan insiden, IMPLEMENTASI DAN
OPERASI
ketidaksesuaian, koreksi,
5. Sumberdaya, peran, tanggung
dan pencegahan
jawab, tanggung gugat, dan
15. Pengendalian rekaman
wewenang
16. Audit internal
6. Kompetensi, pelatihan, dan
kepedulian
7. Komunikasi, partisipasi, dan
konsultasi
8. Dokumentasi
9. Pengendalian dokumen
10. Pengendalian operasi
11. Tanggap darurat

Gambar 2.2

Elemen Implementasi dari Sistem Manajemen K3 menurut OHSAS 18001

(Ramli S, 2010)
14

Unsur implementasi dari SMK3 menurut OHSAS 18001 adalah

sebagai berikut:

1. Kebijakan K3

2. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan

pengendaliannya

3. Persyaratan hukum dan lainnya

4. Obyektif K3 dan program K3

5. Sumber daya, peran, tanggungjawab, akuntabilitas dan wewenang

6. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian

7. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi

8. Pendokumentasian

9. Pengendalian dokumen

10. Pengendalian operasi

11. Tanggap darurat

12. Pengukuran kinerja dan pemantauan

13. Evaluasi kesesuaian

14. Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan langkah

pencegahan

15. Pengendalian rekaman.

16. Internal audit

17. Tinjauan manajemen


15

Dalam menerapkan SMK3 menurut pendekatan OHSAS 18001

memberikan persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam masing-masing

unsur (Ramli S, 2010)

Tabel 2.1

Pokok – pokok Persyaratan OHSAS 18001

KLAUSUL PERSYARATAN

4.1.Persyaratan 1. Kembangkan SMK3 yang memenuhi persyaratan


umum OHSAS18001

2. Dokumentasikan SMK3 sesuai dengan OHSAS


18001

3. Implementasikan SMK3 sesuai dengan OHSAS


18001

4. Pelihara SMK3 sesuai OHSAS 18001

5. Tingkatkan SMK3 sesuai dengan OHSAS 18001

4.2.Persyaratan 1. Tetapkan kebijakan K3 organisasi


Kebijakan
2. Dokumentasikan kebijakan K3

3. Implementasikan kebijakan K3

4. Pelihara kebijakan K3

5. Komunikasikan kebijakan K3

4.3.Perencanaan Persyaratan perencanaan

4.3.1.Identifikasi 1. Identifikasi bahaya dan evaluasi risiko


Bahaya, Penilaian
2. Kembangkan metodologi untuk mengidentifikasi
16

Risiko, dan bahaya dan penilaian risiko


Pengendalian
3. Tetapkan prosedur untuk mengidentifikasi bahaya
Risiko
dan pengendalian risiko

4. Pelihara metode dan prosedur identifikasi bahaya


dan penilaian risiko

5. Kurangi risiko melalui pilihan pengendalian

6. Tetapkan prosedur untuk memilih teknik


pengendalian

7. Implementasikan prosedur pengendalian risiko

8. Pelihara prosedur pengendalian risiko

4.3.2.Persyaratan 1. Tetapkan prosedur untuk mengidentifikasi dan


perundangan dan mengakses persyaratan legal dan lainnya yang
lainnya relevan dengan organisasi

2. Pertimbangkan semua persyaratan legal dan


lainnya ketika mengembangkan SMK3

3. Pelihara semua persyaratan tersebut selalu


mutakhir

4. Komunikasikan semua persyaratan kepada pihak


terkait

4.3.3.Sasaran dan 1. Tetapkan obyektif K3


Program
2. Tetapkan obyekif

3. Implementasikan obyektif

4. Kembangkan program untuk mencapai obyektif


17

5. Implementasikan program K3

6. Pelihara program K3 untuk mencapai obyektif

4.4. Implementasi dan Persyaratan Penerapan


Operasional

4.4.1.Sumberdaya, 1. Tetapkan tanggungjawab manajemen puncak


Peran, Tanggung
2. Pastikan agar manajemen menunjukkan
Jawab dan
komitmennya
Wewenang
3. Tunjuk anggota manajemen sebagai Management
Representative(MR) untuk mengelola dan
memantau SMK3

4. Pastikan bahwa semua individu memiliki


tanggungjawab K3

4.4.2.Kompetensi, 1. Pastikan agar semua individu yang melakukan


Pelatihan, dan kegiatan berbahaya memiliki kompetensi
Kesadaran
2. Pelihara rekaman kompetensi seluruh individu

3. Identifikasi kebutuhan pelatihan K3

4. Tetapkan metode dan prosedur pelatihan

5. Lakukan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan


pelatihan

6. Evaluasi efektivitas pelatihan

7. Pelihara rekaman pelatihan dan evaluasi hasilnya

8. Tetapkan prosedur untuk membina kepedulian


tentang K3
18

9. Implementasikan prosedur untuk membina


kepedulian

10. Pelihara prosedur untuk membina kepedulian

4.4.3.1.Komunikasi 1. Tetapkan prosedur untuk komunikasi internal

2. Kembangkan prosedur untuk mengelola


komunikasi internal

3. Implementasikan prosedur komunikasi internal

4. Pelihara prosedur komunikasi internal

5. Tetapkan prosedur untuk kontraktor dan


pengunjung

6. Kembangkan prosedur untuk mengelola


komunikasi dengan pihak ketiga seperti
kontraktor dan pengunjung

7. Implementasikan prosedur komunikasi

8. Pelihara prosedur komunikasi

9. Tetapkan prosedur untuk komunikasi eksternal

10. Kembangkan prosedur untuk mengelola


komunikasi eksternal

11. Implementasikan prosedur komunikasi eksternal

12. Pelihara prosedur komunikasi eksternal

4.4.3.2.Partisipasi dan 1. Tetapkan prosedur partisipasi kerja


Konsultasi
2. Kembangkan prosedur untuk mengelola
keterlibatan pekerja
19

3. Implementasikan prosedur

4. Pelihara prosedur

5. Konsultasi dengan pekerja tentang isu-isu K3

6. Konsultasi dengan kontraktor dan pihak lainnya

7. Kembangkan prosedur untuk mengelola


keterlibatan kontraktor

8. Pelihara prosedur

9. Konsultasi dengan kontraktor dan pihak terkait


tentang isu-isu K3

4.4.4.Dokumentasi 1. Dokumentasikan kebijakan K3

2. Dokumentasikan obyektif K3

3. Dokumentasikan lingkup SMK3

4. Dokumentasikan seluruh unsur SMK3

5. Dokumentasikan seluruh keterkaitan antara unsur


SMK3

4.4.5.Pengendalian 1. Dokumen harus melalui proses persetujuan


Dokumen sebelum digunakan secara formal

2. Dokumen di tinjau ulang secara berkala

3. Setiap ada perubahan dari suatu dokumen harus


jelas identitasnya

4. Versi dokumen yang berlaku atau revisi terakhir


harus senantiasa di tempatkan dimana dokumen
tersebut digunakan
20

5. Dokumen yang sudah kadaluarsa atau tidak


berlaku lagi harus di beri tanda yang jelas

4.4.6.Pengendalian 1. Identifikasi semua operasi kegiatan yang perlu


Operasional dikendalikan bahayanya dan mengurangi risiko

2. Implementasikan pengendalian untuk mengelola


bahaya K3 dan pengurangan risiko

3. Implementasikan semua prosedur yang


didokumentasikan untuk mengurangi risiko

4. Pelihara prosedur operasi dan pengendalian

5. Pelihara kriteria operasi untuk menekan risiko

4.4.7.Persiapan dan 1. Persiapkan untuk situasi darurat yang dapat


Respon Tanggap timbul
Darurat
2. Tetapkan prosedur keadaan darurat

3. Uji coba prosedur keadaan darurat

4. Implementasikan prosedur keadaan darurat

5. Tinjau ulang prosedur keadaan darurat

6. Perbaiki prosedur keadaan darurat

4.5.Pengecekan Persyaratan pemeriksaan

4.5.1.Pengukuran 1. Tetapkan prosedur untuk memantau dan


Performa dan mengukur kinerja SMK3
Monitoring
2. Implementasikan prosedur pemantauan dan
pengukuran kinerja

3. Pelihara prosedur pemantauan dan pengukuran


21

kinerja

4. Rekam hasil pematauan dan pengukuran

5. Tetapkan prosedur peralatan pemantauan dan


pengukuran

6. Pelihara prosedur untuk peralatan pemantauan


dan pengukuran

4.5.2.Evaluasi Persyaratan evaluasi pemenuhan perundangan dan


Kesesuaian persyaratan lainnya

4.5.2.1.Evaluasi 1. Tetapkan prosedur untuk mengadakan evaluasi


pemenuhan pemenuhan perundangan secara berkala
persyaratan
2. Rekam hasil evaluasi pemenuhan perundangan
perundangan

4.5.2.2.Evaluasi 1. Tetapkan prosedur untuk mengadakan evaluasi


pemenuhan pemenuhan persyaratan lainnya secara berkala
dengan
2. Rekam hasil evaluasi pemenuhan persyaratan
persyaratan
lainnya
lainnya

4.5.3.Investigasi Persyaratan penyelidikan insiden dan langkah


kecelakaan, perbaikan
ketidaksesuaian,
Tindakan
Perbaikan dan
Pencegahan

4.5.3.1.Investigasi 1. Tetapkan prosedur penyelidikan insiden


Kecelakaan
2. Implementasikan prosedur penyelidikan insiden
22

3. Pelihara prosedur penyelidikan insiden

4.5.3.2.Ketidaksesuaian, 1. Tetapkan prosedur untuk mengelola


Tindakan ketidaksesuaian
Perbaikan dan
2. Implementasikan prosedur mengelola
Pencegahan
ketidaksesuaian

3. Pelihara prosedur mengelola ketidaksesuaian

4.5.4.Pengendalian 1. Tetapkan rekaman K3 yang diperlukan


Rekaman
2. Pelihara rekaman K3

3. Tetapkan prosedur untuk mengelola rekaman K3

4. Implementasikan prosedur pengelolaan dan


penyimpanan rekaman

4.5.5.Internal Audit 1. Tetapkan program audit internal K3

2. Implementasikan prosedur audit internal

3. Implementasikan prosedur audit internal

4.5.6.Rapat Tinjauan 1. Tinjau ulang SMK3 melalui berbagai masukan


Manajemen
2. Kaji hasil tinjau ulang

3. Keluarkan hasil tinjau ulang manajemen

4. Komunikasikan hasil tinjau ulang

Sumber : Klausul OHSAS 18001:2007 (Ramli S, 2010)

Langkah-langkah diatas selanjutnya dituangkan dalam Road Map

implementasi Sistem Manajemen K3 yang meliputi 3 (tiga) tahapan dan 20

(dua puluh) langkah implementasi yaitu (Ramli S, 2010) :


23

a) Tahap I : Kebijakan dan Perencanaan

Tahap pertama ini terdiri dari 8 langkah yaitu :

1. Pembentukan Tim

2. Penentuan Lingkup Sistem Manajemen

3. Tinjau Awal

4. Kebijakan K3

5. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan

Pengendalian

6. Persyaratan Hukum dan lainnya

7. Sasaran K3

8. Program K3

Dalam tahap ini, organisasi diminta untuk mulai menyusun landasan

K3 dalam organisasi seperti penetapan kebijakan K3 yang disusun melalui

proses tinjau awal sebagai Base Line Assessment sebelum menyusun sistem

K3 yang baik.

Dalam tahap ini, organisasi juga mulai mengidentifikasi bahaya K3

yang terkait atau terdapat dalam operasinya yang akan mempengaruhi

implementasi K3 organisasi.

b) Tahap II : Impelementasi dan Operasi

Tahap kedua ini terdiri atas 7 langkah yaitu :

9. Sumberdaya, peran, tanggung jawab, tanggung gugat, dan

wewenang

10. Pelatihan, Kepedulian, dan Kompetensi


24

11. Komunikasi, Konsultasi, dan Partisipasi

12. Pendokumentasian

13. Pengendalian Dokumen

14. Pengendalian Operasi

15. Kesiagaan dan Tanggap Darurat

Dalam tahap ini, Sistem Manajemen K3 telah memasuki proses

implementasi dan operasional sehingga mulai bersifat teknis seperti

melaksanakan pelatihan, pengendalian dokumen, dan lainnya.

c) Tahap III : Evaluasi dan Tinjauan Ulang

Tahap ini telah memasuki tahap pemantauan hasil implementasi

Sistem Manajemen K3 yang terdiri atas 5 langkah yaitu :

16. Pengukuran Kinerja dan Pemantauan

17. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Koreksi, dan

Pencegahan

18. Pengendalian Rekaman

19. Audit Internal

20. Tinjauan Manajemen

Dalam tahap ini, dilakukan berbagai kegiatan untuk mamantau dan

meyakinkan bahwa implementasi Sistem Manajemen K3 telah berjalan

sebagaimana yang diharapkan antara lain dengan melakukan pengukuran

kinerja K3 organisasi, melakukan pemantauan dan penyelidikan insiden.

Dalam tahap ini, termasuk juga mengelola ketidaksesuaian dengan

persyaratan OHSAS 18001 atau ketentuan perundangan yang berlaku.


25

Sebagai tahap akhir dalam siklus manajemen K3 adalah audit internal dan

tinaju ulang manajemen, yang dilakukan oleh manajemen secara berkala

untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen K3 dalam organisasi.

2.2. Kecelakaan Nihil (Zero Accident)

2.2.1. Pengertian Zero Accident

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia PER-01/MEN/I/2007, keselamatan dan kesehatan kerja

merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat

dan sejahtera, bebas dari kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran

lingkungan, dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan nihil (Zero Accident)

adalah kondisi tidak terjadi kecelakaan di tempat kerja yang mengakibatkan

pekerja sementara tidak mampu bekerja (STMB) selama 2 x 24 jam dan atau

menyebabkan terhentinya proses dan atau rusaknya peralatan tanpa korban

jiwa dimana kehilangan waktu kerja tidak melebihi shift berikutnya pada

kurun tertentu dan jumlah jam kerja orang tertentu. Nihil kecelakaan kerja

yaitu tidak terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan hari

kerja kurang dari 48 jam (Hadipoetro, 2014).

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya mencegah

mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (Zero Accident).

Zero Accident atau biasa dikenal dengan sebutan Kecelakaan Nihil yang

berarti tidak ada lagi kecelakaan di lokasi kerja, baik itu yang bersifat cidera

memerlukan pertolongan pertama atau P3K hingga mengakibatkan


26

kematian. Untuk menciptakan lingkungan kerja yang Zero Accident tidaklah

semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini perlu proses yang bukan

sehari atau bertahun-tahun, tetapi dibutuhkan proses yang terus menerus.

Oleh sebab itu perlu usaha untuk mengatasinya sehingga tercapai kondisi

perusahaan tanpa kecelakaan atau Zero Accident dan terbebas dari penyakit

akibat kerja. (Suma’mur, 2006 dalam Augusta A.P, dkk, 2015)

2.2.2. Penghaargaan Zero Accident

Pencapaian Zero Accident merupakan bukti keseriusan perusahaan

dalam hal pengelolaan K3. Menurut Peraturan Menteri Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman

Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

penghargaan kecelakaan nihil adalah tanda penghargaan keselamatan dan

kesehatan yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang

telah berhasil melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

sehingga mencapai nihil kecelakaan kerja pada jangka waktu tertentu.

Penghargaan nihil kecelakaan kerja diberikan dalam bentuk piagam dan

plakat yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Republik Indonesia kepada perusahaan yang telah berhasil mencegah

terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu

kerja.
27

Ketentuan dalam pemberian penghargaan Zero Accident adalah

sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan besar : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang

menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 tahun atau telah

mencapai 6.000.000 jam kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden) yang

menghilangkan waktu kerja.

2. Bagi perusahaan menengah : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden)

yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 tahun atau

telah mencapai 1.000.000 jam kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden)

yang menghilangkan waktu kerja

3. Bagi perusahaan kecil : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang

menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 tahun atau telah

mencapai 300.000 jam kerja tanpa kecelakaan (inseden) yang

menghilangkan waktu kerja

4. Bagi perusahaan sektor konstruksi : perusahaan kontraktor utama

yang telah selesai melaksanakan pekerjaan tanpa terjadi kecelakaan

kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja dengan waktu

pelaksanaan kegiatan minimal 1 tahun. Perusahaan sub-kontraktor

merupakan pendukung data bagi perusahaan kontraktor utama.

Apabila terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menyebabkan

hilangnya waktu kerja baik pada perusahaan kontraktor utama


28

maupun pada perusahaan-perusahaan sub-kontraktor, maka seluruh

jam kerja yang telah dicapai menjadi 0 secara bersama

Tata cara pengajuan serta penilaian untuk memperoleh penghargaan

Zero Accident (kecelakaan nihil) yakni :

1. Perusahaan telah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja serta Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja selama 3 tahun

2. Mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia c.q. Direktur Jenderal Binawas

melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

3. Melengkapi data pendukung sebagai berikut :

a. Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 tahun

berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerjatahunan.

b. Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja selama

3 tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja

lembur tahunan.

c. Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor

maupun sub-kontraktor (yang dianggap bagian dari perusahaan)

selama 3 tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam

kerja kontraktor dan atau sub-kontraktor tahunan.


29

d. Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja

kontaktor maupun sub-kontraktor (yang dianggap bagian dari

perusahaan) selama 3 tahun berturut-turut dan diperinci dalam

jumlah jam kerja lembur kontraktor dan atau sub-kontraktor

tahunan

4. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan terhadap data-data

yang diajukan perusahaan

5. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan ke lokasi

perusahaan meliputi :

a. Dukungan dan kebijakan manajemen secara umum terhadap

program K3 di dalam maupun di luar perusahaan.

b. Organisasi dan administrasi K3.

c. Pengendalian bahaya industri.

d. Pengendalian kebakaran dan hygiene industri.

e. Partisipasi, motivasi, pengawasan dan pelatihan.

f. Pendataan, pemeriksaan kecelakaan, statistik dan prosedur

pelaporan

6. Hasil penilaian dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia untuk selanjutnya ditetapkan


30

dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia

7. Penghargaan Zero Accident (kecelakaan nihil) diserahkan oleh

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia ataupun

pejabat lain yang ditunjuk.

8. Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian penghargaan Zero

Accident menjadi beban perusahaan bersangkutan.

Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemberian penghargaan Zero

Accident dapat dilakukan dengan mempertimbangkan saran-saran dari

perusahaan bersangkutan.

2.2.3. Dasar Hukum Zero Accident

Dasar Hukum pelaksanaan program Zero Accident (kecelakaan nihil)

di tempat kerja antara lain (PER-01/MEN/I/2007):

1. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1996 tentang

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1998 tentang

Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan


31

5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-436/MEN/1993

tentang Pola Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

2.2.4. Kriteria Perusahaan Peserta Zero Accident

Kriteria/kategori/kelompok perusahaan peserta program Zero

Accident (kecelakaan nihil) di tempat kerja dalam PER-01/MEN/I/2007

antara lain :

1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100

orang

2. Perusahaan Menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50

orang sampai dengan 100 orang

3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan

49 orang

Kriteria kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut

program nihil kecelakaan kerja dalam PER-01/MEN/I/2007 antara lain :

1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat

kembali bekerja dalam waktu 2 x 24 jam.

2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga

kerja) yang menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun


32

kerusakan peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal

berikutnya.

Selain itu ada kejadian atau proses yang tidak termasuk dalam

kriteria/kategori/kelompok kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu

kerja menurut PER-01/MEN/I/2007 dalam program Zero Accident

(kecelakaan nihil) di tempat kerja adalah :

1. Kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja karena perang,

bencana alam ataupun hal-hal lain di luar kendali perusahaan

2. Kehilangan waktu kerja karena proses medis tenaga kerja

2.2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Zero Accident

2.2.5.1. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu

pernyataan tertulis yang ditandatangai oleh pengusaha dan atau pengurus

yang memuat keseluruhan visi, misi, dan tujuan perusahaan, komitmen dan

tekad melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan

program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang

bersifat umum dan operasional (Silaban, 2015).

Pengembangan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus

mempertimbangkan faktor berikut (Ramli, 2010) :

1. Kebijakan dan objektif organisasi secara korporat


33

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus sejalan atau

mendukung kebijakan umum atau strategi bisnis yang ditetapkan.

2. Risiko dan potensi bahaya yang ada dalam organisasi

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya adalah

untuk merespon risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang ada

dalam organisasi. Karena itu dalam mengembangkan kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja harus mempertimbangkan faktor

risiko.

3. Peraturan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada

berbagai standar dan ketentuan perundangan dan standar lain yang

terkait dengan kegiatan bisnis organisasi. Kebijakan keselamatan dan

kesehatan kerja harus dapat menjawab kebutuhan untuk memenuhi

persyaratan perundangan yang berlaku.

4. Kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja disusun dengan

mempertimbangkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

sebelumnya, sehingga kebijakan tersebut dapat menjadi pedoman

untuk peningkatan berkelanjutan. Kinerja keselamatan dan kesehatan

kerja secara berkala harus dievaluasi melalui kajian manajemen.

Dengan demikian, kebijakan keselamatan dan kerja harus bersifat

dinamis dan harus disempurnakan secara berkala.

5. Persyaratan pihak luar


34

Persyaratan yang diminta oleh pihak lain yang terkait dengan

organisasi, misalnya: mitra usaha, konsumen, pemerintah atau pihak

lainnya.

6. Peningkatan berkelanjutan

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus dapat

memberikan ruang untuk peningkatan berkelanjutan. Masalah

keselamatan dan kesehatan kerja akan selalu timbul selama

organisasi masih hidup atau beroperasi. Karena itu, upaya

keselamatan dan kesehatan kerja harus terus menerus ditingkatkan.

7. Ketersediaan sumberdaya

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat direalisir

karena sumberdaya organisasi tidak mendukung. Sebaliknya

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sering dibuat tanpa

mempertimbangkan kemampuan organisasi sumberdaya yang

tersedia, sehingga tidak mampu direalisir. OHSAS 18001

menekankan peningkatan berkelanjutan. Dengan demikian, target

pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak harus dicapai

secara instan atau melampaui kemampuan organisasi untuk

mencapainya.

8. Peran pekerja

OHSAS 18001 mensyaratkan adanya peran pekerja dalam

pengembangan dan penyusunan kebijakan, sehingga memperoleh

dukungan dan partisipasi aktif dari semua pihak. Pengembangan


35

keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan misalnya : melalui

komite keselamatan dan kesehatan kerja, Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), atau perwakilan pekerja

lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan turut bertanggung

jawab untuk merealisirnya.

9. Partisipasi semua pihak

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tidak akan berhasil jika

tidak didukung oleh semua pihak dalam organisasi. Diperlukan peran

semua pihak termasuk pihak terkait dengan bisnis organisasi seperti

kontraktor, atau pihak eksternal lainnya.

Berdasarkan masukan yang diterima dan dihimpun dari semua pihak,

disusun kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Kebijakan ini harus

ditandatangani oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi atau unit kegiatan.

Selanjutnya kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada semua pihak.

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja juga harus mudah dimengerti,

dipahami dan didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua pihak

terkait dalam organisasi (Ramli, 2010).

2.2.5.2. Komitmen Perusahaan

Manajemen keselamatan kerja yang efektif menuntut adanya

komitmen perusahaan terhadap kondisi kerja yang aman. Akan tetapi, lebih

penting lagi, program keselamatan dan kesehatan kerja yang didesain

dikelola dengan baik juga dapat menyumbangkan keuntungan melalui


36

pengurangan biaya yang berhubungan dengan kecelakaan kerja. Upaya ini

harus dikoordinasikan dari tingkat manajemen puncak untuk memasukkan

semua anggota organisasi. Hal itu juga harus tercermin dalam tindakan

manajerial. (Mathis dan Jackson, 2003 dalam Annazmi, 2017).

Komitmen adalah kunci dari keberhasilan implementasi keselamatan

dan kesehatan kerja dalam perusahaan. Sistem K3 mensyaratkan adanya

komitmen semua elemen dalam perusahaan. Dengan demikian, aspek

keselamatan dan kesehatan kerja dapat dijalankan dan dilaksanakan di

seluruh fungsi dalam perusahaan yang mencakup semua aktivitas, fungsi

dan departemen atau bagian. Komitmen manajemen mengenai keselamatan

dan kesehatan kerja harus ditunjukkan dengan nyata dalam kegiatan dan

sikap sehari-hari yang selanjutnya tertuang dalam setiap kebijakan

perusahaan. Untuk mendukung keberhasilan keselamatan dan kesehatan

kerja, manajemen harus menunjukkan komitmen yang dapat dilihat dan

dirasakan oleh semua elemen dalam organisasi. Komitmen yang terlihat ini

sangat menentukan karena akan menjadi acuan dan pedoman bagi semua

pihak dalam menjalankan keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli S, 2013).

Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukkan oleh pemimpin

dan manajemen dalam keselamatan dan kesehatan kerja antara lain (Ramli

S, 2013) :

1. Dengan memenuhi semua ketentuan keselamatan dan kesehatan

kerja yang berlaku dalam organisasi, seperti penggunaan alat


37

keselamatan yang diwajibkan dan persyaratan keselamatan dan

kesehatan kerja lainnya.

2. Memasukkan isu keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap

kesempatan, rapat manajemen, dan pertemuan lainnya.

3. Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan

harapannya mengenai keselamatan dan keselamatan kerja kepada

semua pemangku kepentingan.

4. Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan

keselamatan dan kesehatan kerja, seperti pertemuan keselamatan,

kampanye keselamatan dan kesehatan kerja, pertemuan audit

keselamatan dan kesehatan kerja.

5. Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumber daya yang

diperlukan untuk melaksanakannya keselamatan dan kesehatan kerja

dalam organisasi.

6. Memberikan keteladanan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik

dengan menjadikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bagian

dari integral dalam setiapkebijakan organisasi.

Adapun pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan

komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang diwujudkan

dalam :

1. Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada

posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan.


38

2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas, dan sarana-

sarana lain yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan

kerja.

3. Menetapkan personil yang memiliki tanggung jawab, wewenang,

dan kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan

kesehatan kerja.

4. Merencanakan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi.

5. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan

keselamatan dan kesehatan kerja.

Kelima komitmen dan kebijakan tersebut diadakan peninjauan ulang

secara teratur. Setiap tingkat pemimpin dalam perusahaan harus

menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga

Sistem Manajemen K3 berhasil diterapkan dan dikembangkan. Demikian

pula tenaga kerja dan orang lain yang berada di kerja harus berperan serta

dalam menjaga dan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja

(Siswanto, 2003 dalam Annazmi, 2017).

2.2.5.3. Perencanaan Sistem Manajemen K3

2.2.5.4. Implementasi Sistem Manajemen K3

2.2.5.5. Pengawasan dan Tinjauan Ulang

Pengendalian kecelakan kerja


39

Eliminasi

Dkk

2.3.

2.4.

Anda mungkin juga menyukai