TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia memiliki banyak batasan pengertian antara lain sebagai
berikut:
a. Pengertian pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang
biasanya menyebabkan gangguan pertukaran udara. Prognosis baik
pasien yang memiliki paru-paru normal dan pertahanan tubuh yang
cukup sebelum mulai terjadinya pneumonia, meskipun demikian
pneumonia merupakan peringkat ke-6 penyebab kematian tersering di
Amerika Serikat (Robinson & Lyndon, 2014).
b. Pneumonia merupakan radang parenkim paru. Pneumonia dapat
disebabkan oleh virus, bakteri Mycopalsma atau jamur (Behrman,
Kliegman & Arvin, 2000).
c. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat (Suyono, 2007).
d. Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan konsolidasi
karena eksudat yang mengisi alveoli dan bronkiolus. Saat saluran napas
bagian bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan
obstruksi jalan napas. Darah dipirau disekitar area yang tidak berfungsi
ini sehingga menyebabkan hipoksemia. Pneumonia biasanya terjadi
sebagai penyakit primer atau jarang terjadi setelah penyebaran
hematogen. Pneumonia dapat terlokalisasi pada satu area yang yang
sfesifik (pneumonia lobular) atau deseminata di seluruh paru (Axton &
Terry, 2014).
5
e. Pneumonia merupakan infeksi dan inflamasi akut pada parenkim paru,
seperti alveolus, kantong alveolar, duktus dan bronkiol. Kondisi ini jika
parah dapat mengganggu pertukaran gas dan menyebabkan penyakit akut
pada anak-anak (Palmer & Linnard, 2013).
f. Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernapasan bawah akut. Dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak napas yang disebabkan agen
infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi) dan aspirasi
substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi (Sylvia A. Price, 2015).
g. Sedangkan pengertian lain dari pneumonia yaitu, peradangan pada
parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada
masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan dapat juga
akibat penyakit komplikasi (Hidayat, 2016).
2. Etiologi Pneumonia
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptokokus pneumonia, melalui selang infuse oleh stphyococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p.aeruginosa dan enterobacter.
dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan
tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang
tidak tepat. Setelah masuk ke paru-paru organisme bermultiplikasi dan jika
telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia.
Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya
antara lain, yaitu:
a. Bacteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus
hemolyticus, Streptokoccus aereus, Hemophilus Influenzae,
Mycobacteriumtuberkolusis, Bacillus Friedlander.
b. Virus: Respiratory Syncytial Virus, Adeno virus, Virus Sitomegalitik,
Virus Influenza.
c. Mycoplasma pneumonia.
5
d. Jamur: Histopalsma capsulatum, Cryptococcus Neuroformans,
Blastomyces dermatitides, Coccidodies immitis, Aspergiluas species,
Candida albicans.
e. Asprasi: Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
f. Pneumonia Hipostatik.
g. Sindrom Loeffler.
Klasifikasi berdasarkan anatomi. (IKA FKUI).
a. Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau salah satu sebagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
b. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatanya, disebut juga
pneumonia loburalis.
c. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di
dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta
interlobular.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan:
a. Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada
lansia, gram negative pada pasien dari rumah, dengan adanya PPOK,
penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak atau paskaterapi antibiotika
spectrum luas.
b. Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada tiga faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko
untuk jenis pathogen tertentu dan masa menjelang timbul onset
pneumonia.
5
Tabel 2.1
Faktor Utama Untuk Pathogen Tertentu
Phatogen Faktor resiko
Sumber : IPD
Tabel 2.2
Faktor Resiko Pneumonia Yang Didapat dari Rumah Sakit
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit
5
- Adanya alat pemantau tekanan intrakranial (TIK)
- Terapi antibiotic sebelumnya
- Terapi antacid
- Peningkatan PH lambung
- Penyakit reseptor histamine tipe-2
- Pemberian makan enteral
- Pembedahan kepala, pembedahan thoraks atau abdomen atas
- Posisi telentang
Faktor resiko terkait-infeksi
- Mencuci tangan kurang bersih
- Mengganti selang ventilator kurang dari 48 jam sekali
Sumber : (Morton, Kritis vol 1 2000).
c. Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan
toksik, akibat aspirasi cairan makanan atau lambung, edema paru dan
obstuktif mekanik simple oleh bahan padat.
d. Pneumonia pada Gangguan Imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi
dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang
biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur dan
cacing.
Etiologi dan macam pneumonia antara lain: pertama, pneumonia
lobaris yang terjadi pada seluruh atau bagian besar dari lobus paru dan bila
kedua lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris. Kedua,
pneumonia interstisial yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar dan
jaringan peribronkhial serta interlobaris. Ketiga, adalah bronchopneumonia
yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus (Hidayat,
2016).
5
Bronkhopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada
parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda
asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispne, napas
cepat dan dangkal, muntah, diare, batuk kering dan produktif (Hidayat,
2016).
Organisme penyebabnya adalah bakteri, virus atau mikoplasma.
Pneumonia bakterial biasanya di sebabkan oleh pneumokokus,
streptokokus, atau stafilokokus. Virus sinsisium respiratori (respiratory
syncytial virus, RSV) merupakan organisme penyebab pada sebagian besar
pneumonia viral. Organisme penyebab lainnya adalah virus influenza,
adenovirus, rinovirus, rubeola dan varisela. Pneumonia mikoplasma
umumnya terjadi pada anak yang lebih tua dan orang dewasa muda. Anak
yang mengalami fibrosis kistik, sindrom aspirasi, imuno defisiensi,
gangguan neurologis, atau malformasi pulmonal kongenital atau didapat
beresiko lebih tingi untuk mengalami pneumonia (Axton & Fugate, 2014).
Gambaran klinis pneumonia bervariasi, yang tergantung pada usia
anak, respon sistemik anak terhadap infeksi, agen etiologi, tingkat
keterlibatan paru, dan obstruki jalan napas. Takipnea, demam dan batuk
sering terjadi pada anak yang mengalami pneumonia, disertai penggunaan
otot bantu dan napas dan suara napas abnormal. Pemeriksaan radiografi dan
berbagai pemerriksaan laboratorium (seperti kultur sputum, hitung sel darah
putih, dll) akan membantu dalam menegakkan diagnosis (Axton & Fugate,
2014).
Terapi pneumonia biasanya bersifat simtomatik dan suportif. Terapi
tersebut dapat meliputi beberapa atau semua hal berikut ini: pemberian
oksigen, fisioterapi dada, pengisapan, farmakoterapi (seperti antibiotik,
antipiretik dan bronkodilator), hidrasi dan istirahat (Axton & Fugate, 2014).
5
3. Manifestasi Klinis Pneumonia
Manifestasi klinis pneumonia kebanyakan berasal dari virus
pneumonia didahului gejala-gejala pernafasan beberapa hari, termasuk
rhinitis dan batuk. Seringkali anggota keluarga yang lain sakit. Walaupun
biasanya ada demam, suhu biasanya lebih rendah daripada pneumonia
bakteri. Takipneu yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal dan
suprasternal, pelebaran cuping hidung dan penggunaan otot tambahan sering
ada (Behrman, Kliegman & Arvin, 2000).
Infeksi berat dapat diserati dengan sianosis dan kelelahan
pernafasan. Auskultasi dada dapat menampakan ronki dan mengi yang luas,
tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang
kebetulan ini pada anak yang amat muda dengan dada hipersonor. Pneumoia
virus tidak dapat secara tepat dibedakan dari penyakit mikoplasma atas
dasar klinis murni kadang-kadang mungkin sukar dibedakan dari pneumonia
bakteri (Behrman, Kliegman & Arvin, 2000).
Adapun manifestasi klinis yang lain, yaitu:
a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan - 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5◦c
bahkan denagan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau
terkadang euforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara
dengan kecepatan yang tidak biasa.
b. Meningismus, yaitu tanda-tanda mengineal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan dengan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit
kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda
kernig dan brudzinski dan akan berkurang saha suhu turun.
c. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit
masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit
menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap
demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai tahap pemulihan.
5
d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dan nyeri apendiksitis.
g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan
dan menyusu pada bayi.
h. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau
tanpa infeksi.
i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti selama fase akut.
j. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.
k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak
yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan
makan per oral.
l. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan dan minum,
atau memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,
distress pernafasan berat.
m. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat nafas cepat
saja. (Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan : >50 kali/menit. Pada anak
umur 1 tahun – 5 tahun: >40 kali/menit) (Behrman, Kliegman & Arvin,
2000).
5
4. Pathway Pneumonia
Bagan 2.1
Pathway Pneumonia
Penimbunan infiltrat
Bersihan jalan nafas dalam dinding Nekrosis Pembentukan
tidak efektif alveolus kaseosa kaverna
Pertukaran gas
Kerusakan Takikardi terganggu
pertukaran
gas
Daerah di sekitar
Sianosis alveoli tidak Kurang
dapat berfungsi pengetahuan
Intoleransi
aktivitas Dispnea
PNEUMONIA
5
5. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk penderita penyakit
pneumonia, antara lain:
a. Kajian foto thoraks diagnostik, digunakan untuk melihat adanya infeksi
di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru).
b. Nilai analisis gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi.
c. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis, digunakan untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi, proses inflamasi.
d. Pewarnaan gram (darah), untuk seleksi awal antimikroba.
e. Tes kulit untuk tuberkulin untuk mengesampingkan kemungkinan TB
jika anak tidak berespons terhadap pengobatan.
f. Tes fungsi paru digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit, dan membantu mendiagnosis keadaan.
g. Sinar X, untuk mengidentifikasikan distibusi struktural (misalnya lobar,
bronchial) dapat juga menyatakan abses.
h. Biopsi paru, untuk menentukan diagnosis
i. Pemeriksan serologi dapat membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
j. Spirometrik static digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diaspirasi.
k. Bronkostopi untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkial, jaringan yang diambil untuk uji diagnostik, secara
teraupetik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
l. Kultur jaringan pleura spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus (Huda & Hardhi.
2015).
5
6. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa
diberikan antibiotik per oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang
lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin
perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas
mekanik (Huda & Hardhi, 2015).
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang diberikan antara lain:
a. Memberikan oksigen 1-2 L/menit
b. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik denagan feeding drip.
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosiller.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,
antibiotik diberikan sesuai hasil kultur. Untuk kasus pneumonia
community based :
a. Ampisilin 100 mg/kg B/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital based:
a. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
b. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian (Huda &
Hardhi. 2015).
5
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses
dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien
(pasien) untuk memenuhi kebutuhan objektif klien, sehingga dapat mengatasi
masalah yang sedang dihadapinya. Maka dari itu asuhan keperawatan diberikan
dalam upaya memenuhi kebutuhan klien/pasien. Adapun 5 kebutuhan dasar
manusia menurut Abraham Maslow, yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan.
c. Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki.
d. Kebutuhan akan harga diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri.
Jadi bila menilik hasil dari pengertian di atas maka kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengertian dari asuhan
keperawatan adalah seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan
kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang
dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki
ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.
Proses keperawatan merupakan metodologi penyelesaian masalah
kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan pengetahuan ilmiah serta
menggunakan teknologi kesehatan dan keperawatan. Langkah-langkah proses
keperawatan terdiri dari 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2008).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keprawatan,
dimana pada tahap ini perawat melakukan pengkajian data yang diperoleh
dari hasil wawancara, laporan teman sejawat, catatan keperawatan atau
catatan kesehatan lainnya dan pengkajian fisik. Selama pengkajian perawat
mendapatkan dua tipe data yaitu, data subjektif dan data objektif. Data
subjektif adalah persepsi pasien tentang masalah kesehatan mereka. Hanya
5
pasien yang dapat memberikan informasi seperti ini. Contohnya adalah rasa
nyeri, data objektif adalah pengamatan atau pengukuran yang dibuat oleh
pengumpul data. Data ini bisa didapatkan dari pengkajian fisik keperawatan
(Sandra, 2014).
Pengkajian adalah mengumpulan data tentang status kesehatan klien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan
(Rifiani & Sulihandari, 2013).
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sitematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental sosial maupun spiritual
dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan, antara lain,
pengumpulan data, analisis data dan penentuan masalah kesehatan serta
keperawatan (Ali, 2001).
a. Pengumpulan data
Tujuan: diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang
ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil
untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut fisik, mental, sosial
maupun spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data
tersebut harus akurat dan mudah dianalisis (Ali, 2001).
Data yang dibutuhkan mencakup:
1) Segala sesuatu tentang pasien sebagai mahluk bio-psiko-sosio-
spiritual.
2) Data yang berkaitan dengan segala sesuatu yang mempengaruhi
kesehatan keluarga/masyarakat dan kebutuhan mereka terhadap
layanan kesehatan jika fokus asuhan keperawatan yang akan diberikan
adalah terhadap keluarga/masyarakat.
3) Data tentang sumber daya (tenaga, peralatan dan dana) yang tersedia
untuk mengatasi masalah yang terjadi.
4) Data lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien.
5
b. Analisis data
Analisis data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan
berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
Langkah-langkah dalam menganalisis data sebagai berikut.
Pengelompokan data (Ali, 2001).
1) Data fisiologis/biologis
a) Riwayat kesehatan dan penyakit
b) Masalah kesehatan saat ini
c) Masalah gangguan fungsi sehari-hari
d) Masalah resiko tinggi
e) Pengaruh perkembangan terhadap kehidupan.
2) Data psikologis
a) Prilaku
b) Pola emosional
c) Konsep diri
d) Gambaran diri
e) Penampilan intelektual
f) Tingkat pendidikan
g) Daya ingat
3) Data sosial
a) Status ekonomi
b) Kegiatan rekreasi
c) Bahasa dan komunikasi
d) Pengarah kebudayaan
e) Sumber-sumber masyarakat
f) Faktor resiko lingkungan
g) Hubungan sosial
h) Hubungan dengan keluarga
5
4) Data spiritual
a) Nilai-nilai/norma
b) Kepercayaan
c) Keyakinan
d) Moral
c. Perumusan masalah
Dari analisis data yang telah dilakukan dapat dirumuskan
beberapa masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat
diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi
ada juga yang tidak memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun
diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas (Ali, 2001).
Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan
segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan
menimbulkan komplikasi, misalnya turgor kulit yang jelek pada kasus
diare. Segera mencakup waktu, misalnya pada pasien stroke yang tidak
sadar, maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi
yang lebih parah atau bahkan kematian (Ali, 2001).
Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hirarki
kebutuhan menurut Maslow, yaitu:
1) Keadaan yang mengancam kehidupan.
2) Keadaan yang mengancam kesehatan.
3) Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.
Adapun beberapa contoh format pengkajian pada anak yang terdiri dari:
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien terdiri dari: Nama, tgl lahir/usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, suku bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
nomer medrec, diagnosa medis dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab terdiri dari: Nama, usia, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan
alamat,
5
3) Identitas saudara kandung
Tabel 2.3
Identitas Saudara Kandung
No. Nama Usia Anak Ke Status Kesehatan
5
c) Riwayat imunisasi, imunisasi adalah suatu proses untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukan
vaksin, yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh
atau bagian-bagian dari bakteri yang telah dimodifikasi. (Medkes
2014).
Tabel 2.4
Jadwal Pemberian Imunisasi
Vaksin Jumlah Interval Waktu pemberian
pemberian
BCG 1 Kali - 0-11 Bulan
Tabel 2.5
Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi
Vaksin Dosis Cara pemberian
BCG 0,5 CC Intra Cutan (IC)
5
8) Pertumbuhan dan perkembangan (KPSP)
a) Pertumbuhan
b) Perkembangan
9) Status psikologi
10) Pemeriksaan fisik terdiri dari:
a) Keadaan umum, Penilaian ini dilihat seberapa berat kondisi sakit
pasien (INTC, 2014).
(1) Compos mentis
Pasien sadar penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang
dirinya dan lingkungannya.
(2) Apatis
Pasien bersikap tidak peduli, acuh tak acuh dan segan
berhubungan dengan orang dan lingkungannya.
(3) Samnolen
Pasien mengantuk dan cenderung untuk tertidur, masih dapat
dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan
jawaban secara verbal namun mudah tertidur kembali.
(4) Delirum
Pasien gelisah, kebingungan, dapat diikuti dengan disorientasi,
gangguan memori dan agitasi.
(5) Sopor/stupor
Kesadaran pasien hilang, hanya berbaring dengan mata
tertutup, tidak menunjukan reaksi bila dibangunkan kecuali
dengan rangsangan nyeri.
(6) Koma
Kesadaran pasien hilang, tidak memberiakan reaksi walaupun
dengan semua rangsangan dari luar termasuk rangsangan nyeri.
Pada koma yang dalam semua refleks tidak didapatkan (Siti,
Nafrialdi, Alwi, Syam & Simadibrata, 2013).
5
b) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dapat menggunakan (Glasgow Coma
Scale/GCS), yaitu dengan memperhatikan respons pasien terhadap
rangsangan yang diberikan dan menilai respons tersebut dengan
skor tertentu (Siti, Nafrialdi, Alwi, Syam & Simadibrata, 2013).
Respons yang diberikan adalah respon membuka mata,
respons motorik (gerakan) dan respons verbal (bicara). Biasanya
diangkat dengan menggunakan istilah bahasa Inggris yaitu, EMV
(E=Eye, M=Motor responses, V=Verbal responses) (Siti, Nafrialdi,
Alwi, Syam & Simadibrata 2013).
Tabel 2.6
Glasgow Coma Scale/GCS Pada Anak
Respons membuka mata
5
5 Orientasi baik Kata-kata tepat
4 Disorientasi Kata-kata tidak sesuai
3 Kata-kata yang Berteriak
tidak tepat
2 Suara yang tidak berarti Merintih
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
5
b) Sirkulasi
Gejala: Riwayat adanya/GJK kronis.
Tanda: Takikardi, penampilan kemerahan atau pucat.
c) Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
d) Makanan/Cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering
dengan turgor buruk, penampilan keksia (malnutrisi).
e) Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (Influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
f) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk,
nyeri dada substernal (influenza). mialgia, artalgia.
g) Pernafasan
Gejala: Riwayat adanya ISK kronis, PPOM, takipnea, dispnea
progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebran
nasal.
Tanda: Sputum merah muda, bekarat atau purulen. Perkusi: pekak
di atas area konsolidasi. Fremitus: taktil dan vokal bertahap
meningkat dengan konsolidasi. Bunyi nafas: menurun atau tak ada
diatas area yang yang terlihat, atau nafas bronkial. Warna: pucat
atau sianosis bibir/kuku.
h) Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, misalnya SLE, AIDS,
pengguanaan streoid atau kemoterapi, situsionalisasi,
ketidakmampuan umum. Demam misalnya, 38,5-39,6◦C).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan
mungkin ada pada kasus rebeola atau varisela (Doenges & Geissler,
2002).
5
2. Diagnosis
a. Pengertian Diagnosis
Diagnosis keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh
perawat profesional yang mengambarkan tanda dan gejala yang
menunjukan masalah kesehatan yang dirasakan pasien/klien dimana
perawat yang berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu
menolongnya (Gordon dalam Ali, 2001).
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan tentang masalah
ketidaktahuan dan/atau ketidakmampuan pasien/klien, baik memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari maupun dalam penanggulangan masalah
kesehatan tersebut berhubungan dengan penyebab (etiologi) atau gejala
(Ali, 2001).
Pengertian lain dari diagnosis keperwatan yaitu, suatu
pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang status kesehatan pasien
yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan (Cristine S. Iibrahim
dalam Ali 2001).
Diagnosis keperawatan adalah respons individu terhadap
rangsangan yang terdiri dari diri sendiri maupun luar (lingkungan).
Sifat diagnosis keperawatan adalah; berdasar pada kebutuhan dasar
manusia, menggambarkan respon individu terhadap kondisi dan situasi
sakit dan berubah bila respons individu juga berubah (Patimah P, 2015).
Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari:
P (Problem): Masalah
E (Etiology): Penyebab
S (Symptom): Tanda dan gejala
Akan tetapi terkadang hanya terdiri dari P dan S saja.
Perumusan diagnosa keperawatan, antara lain:
1) Actual, menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik
yang ditemukan.
2) Resiko, menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika
tidakdilakukan intervensi.
5
3) Kemungkinan, menjelaskan bahwa perlu adanya dat tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan.
4) Wellness, keputusan klinik tentang keadaan individu keluarga atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat
sejahtera yang lebih tinggi.
5) Syndrom, diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa
keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan
muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu (Patimah,
2015).
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas maka
diagnosis keperawatan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Pernyataan yang singkat, tegas, jelas tentang keadaan kesehatan
pasien/klien.
2) Pasien/klien meliputi individu, keluarga dan masyarakat baik yang
sakit maupun yang sehat.
3) Masalah kesehatan yang dihadapi, yaitu:
a) Ketidaktahuan tentang bagaimana mengatasi kebutuhan
hidupnya sehari-hari berhubungan dengan kesehatannya.
b) Ketidakmauan/keenganan pasien untuk mengatasi masalah
kebutuhan hidupnya sehari-hari berhubungan dengan
kesehatannya.
c) Ketidakmampuan pasien/klien untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari berhubungan dengan kesehatan (Ali,
2001).
b. Diagnosa pneumonia yang mungkin muncul, antara lain (Doenges &
Geissler, 2002) dan (Axton & Fugate, 2014).
Berikut beberapa diagnosis untuk penyakit pneumonia, antara lain:
1) Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan infeksi paru
(bakteri, virus, atau mikoplasma).
5
2) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan (gawat nafas,
penurunan asupan cairan, peningkatan kehilangan air yang tidak
didasari akibat pernafasan yang cepat, demam).
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif.
4) Gangguan pertukaran gas, kerusakan.
5) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
6) Intoleransi aktivitas.
7) Nyeri akut berhubungan dengan (Inflamasi parenkim paru, batuk
menetap).
8) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan
kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurang terpajan, kesalahan
interprestasi, kurang mengingat.
9) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi.
3. Intervensi/Perencanaan
a. Pengertian Intervensi
Pengertian perencanaan keperawatan adalah perumusan tujuan,
tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien
berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan pasien dapat diatasi (Ali, 2001).
Sedangkan pengertian lain dari perencanaan keperawatan yaitu
suatu tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
meningkatkan kesehatan klien. Berikut Intervensi dari beberapa
diagnosis keperawatan penyakit pneumonia.
Rencana keperawatan adalah suatu proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan
atau mengurangi masalah klien (Reza, 2016).
Kesimpulan rencana keperawatan adalah suatu proses
penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah, menurukan atau mengurangi masalah klien.
5
Kriteria proses:
1) Perencanaan terdiri dari penetapan:
a) Prioritas masalah
b) Tujuan
c) Rencana tindakan
2) Melibatkan klien dalam membuat perencanaan keperawtan.
3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
klien saat itu.
4) Mendokumentasikan rencana keperawatan.
b. Contoh intervensi keperawatan pneumonia
1) Diagnosa keperawatan: Ketidakefektifan pola nafas yang
berhubungan dengan infeksi paru (bakteri, virus, atau mikoplasma).
Kemungkinan berhubungan dengan:
Insfeksi paru (sebutkan apakah disebabkan oleh bakteri, virus atau
mikoplasma).
Kriteria hasil:
Anak akan memiliki pola nafas efektif yang ditandai dengan.
a) Frekuensi pernafasan dalam rentang yang dapat diterima
b) Suara nafas bersih dan sama secara bilateral A dan P
c) Tidak terdapat:
(1) Batuk
(2) Rabas nasal
(3) Retraksi
(4) Sianosis
(5) Diaforesis
d) Sinar-X dada bersih dengan diameter A-P yang tepat.
e) Saturasi oksigen (melalui oksimeter nadi) 94%-100% di udara
ruangan.
f) Sinar-X dada bersih dengan diameter A-P yang tepat.
g) Suhu dalam rentang yang sangat diterima, yaitu 36,5◦C-37,2◦C.
5
h) Frekuensi jantung dalam rentang yang dapat diterima (sebutkan
rentang sfesifik).
i) Hitung SDP dalam rentang yang dapat diterima (sebutkan rentang
sfesifik).
j) Tidak ada tanda atau gejala ketidakefektifan pola nafas (Axton &
Fugate, 2014).
Tabel 2.7
Intervensi Diagnosa Ketidakefektifan Pola Nafas
Kemungkinan Evaluasi
Intervensi Rasional Pencatatan
Keperawatan
Kaji dan catat hal Jika anak mengalami Dokumentasikan
berikut ini setiap ketidakefektifan pola rentang frekuensi
4 jam dan PRN: nafas, frekuensi pernafasan, frekuensi
1. Frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan suhu.
pernafasan, jantung dan suhu akan Jelaskan suara nafas
frekuensi berubah dan anak dan setiap tanda atau
jantung dan akan berupaya lebih gejala
suhu keras untuk bernafas. ketidakefektifan pola
2. Suara nafas nafas yang terlihat.
3. Tanda atau
gejala
ketidakefektif
an pola nafas
Ketika Secara tidak langsung Dokumentasikan
menggunakan mengukur saturasi rentang saturasi
oksimeter nadi, oksigen dapat oksigen.
catat hasil digunakan untuk
pembacaan setiap menentukan apakah
1-2 jam dan PRN terapi efektif atau
5
mengindikasikan
kebutuhan untuk
mengubah terapi.
Berikan oksigen Oksigen yang Dokumentasikan
yang dilembapkan dilembapkan akan jumlah dan rute
dalam jumlah dan mendilatasi vaskulatur pemberian oksigen.
rute pemberian pulmonal, yang Jelaskan
yang benar. Catat meningkatkan area keefektifannya.
persen oksigen permukaaan yang
dan rute tersedia untuk
pemberian. Kaji pertukaran gas.
dan catat Oksigen sumber
keefektifan terapi. ekstra juga akan
memungkinkan
oksigenisasi yang
lebih baik untuk
jaringan tubuh
sehingga membantu
memperbaiki
pertukaran gas.
Jika Antibiotik diberikan Dokumentasikan
diindikasikan, untuk mengatasi apakah antibiotik
berikan antibiotik infeksi. diberikan sesuai
sesuai jadwal. jadwal.
Kaji dan catat Jelaskan setiap efek
setiap efek samping yang
samping terlihat.
(misalnya, ruam,
diare)
Pastikan bahwa Perkusi dada dapat Dokumentasikan
5
fisioterapi dada mengencerkan sekresi apakah fisioterapi
dilakukan sesuai dan pengaturan dada dilakukan sesui
jadwal. Dorong sekresi keluar dari jadwal. Jelaskan
anak utuk batuk paru-paru melalui keefektifannya dan
selama dan gaya gravitasi. Hal ini respon anak terhadap
setelah terapi. akan membantu terapi.
Kaji dan catat memperbaiki bersihan
keefektifan terapi. jalan nafas dan pola
nafas.
Jika Antipiretik digunakan Dokumentasikan
diindikasikan, untuk menurunkan apakah antipiretik
berikan antipiretik demam. dibutuhkan dan
sesuai jadwal. jelaskan
Kaji dan catat keefektifannya.
keefektifannya.
Lakukan Pengisapan membantu Dokumentasikan
pengisapan PRN mengeluarkan sekresi apakah jenis
jika anak tidak yang berlebihan dan pengisapan jika
mampu pada gilirannya diindikasikan.
membersihkan membantu Jelaskan jumlah dan
jalan nafas. memperbaiki pola karakteristik sekresi.
Catat jumlah dan nafas.
karakteristik
sekresi.
Periksa dan catat Perubahan hasil sinar- Dokumentasikan
hasil sinar-X dada X dada dapat hasil sinar-X dada
jika diindikasikan. mengindikasikan jika diindikasikan.
kebutuhan untuk
perubahan terapi
Sumber: (Axton & Fugate, 2014).
5
2) Diagnosa keperawatan: Kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan (gawat nafas, penurunan asupan cairan,
peningkatan kehilangan air yang tidak didasari akibat pernafasan
yang cepat, demam).
Kemungkinan berhubungan dengan:
Gawat nafas, penurunan asupan cairan, peningkatan kehilangan air
yang tidak disadari akibat pernafasan cepat, demam.
Kriteria hasil:
Anak akan memiliki volume cairan yang adekuat, yang ditandai
dengan:
a) Asupan cairan adekuat, IV atau oral.
b) Suhu dalam rentang yang dapat diterima, yaitu 36,5◦C – 37,2◦C
c) Frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan tekanan darah dalam
rentang yang dapat diterima (sebutkan rentang sfesifik masing-
masing).
d) Keluaran urine adekuat (sebutkan rentang sfesifik, 1-2
ml/kg/jam)
e) Berat jenis urine dari 1,008-1,020.
f) Membran mukosa lembap.
g) Kulit kembali ke bentuk semula dalam waktu cepat (kurang dari
2-3 detik).
h) Tidak ada letargi, lesu, muntah dan diare.
i) Tidak ada tanda atau gejala kekurangan volume cairan (Axton &
Fugate, 2014).
5
Tabel 2.8
Intervensi Diagnosa Kekurangan Volume Cairan
Kemungkinan Evaluasi
Intervensi Rasional Pencatatan
Keperawatan
Buat catatan asupan Memberikan Dokumentasikan
dan keluaran yang informasi tentang asupan dan
akurat. status hidrasi anak. keluaran.
Jika diindikasikan, Penurunan keluaran
dorong pemberian urine dapat
cairan per oral. mengindikasikan
dehidrasi.
Kaji dan catat: Memberikan Dokumentasikan
1. Cairan IV dan informasi tentang jumlah cairan IV
kondisi area IV status cairan pasien. dan jelaskan
setiap jam. Penting untuk untuk kondisi area IV
2. Frekuensi mencatat jumlah bersama setiap
pernafasan, cairan IV setiap jam intervensi yang
frekuensi jantung, untuk memastikan dibutuhkan.
tekanan darah dan bahwa anak tidak Dokumentasikan
suhu setiap 4 jam kelebihan atau rentang frekuensi
dan PRN. kekurangan hidrasi. pernafasan,
3. Tanda dan gejala Area IV harus dikaji frekuensi jantung,
kekurangan setiap jam untuk tekanan darah dan
volume cairan. mengetahui adanya suhu. Jelaskan
tanda kemerahan setiap tanda atau
atau pembengkakan. gejala kekurangan
Jika pasien volume cairan yang
mengalami volume terlihat.
cairan, frekuensi
jantung akan
5
meningkat pertama
kali, dan akhirnya
akan menurun. Jika
frekuensi pernafasan
dan suhu meningkat,
anak dapat
mengalami
kehilangan air yang
tidak disadari yang
menyebabkan
dehidrasi.
Periksa dan catat Berat jenis urine Dokumentasikan
berat jenis urine pada memberikan rentang berat jenis
setiap berkemih atau informasi tentang urine.
sesuai indikasi. status hidrasi.
Kaji dan catat Memberikan Jelaskan status
kondisi membran informasi tentang membran mukosa
mukosa dan turgor status hidarsi. dan turgor kulit.
kulit setiap sif dan
PRN.
Berikan perawatan Perawatan mulut Dokumentasikan
mulut setia 4 jam diberikan untuk apakah perawatan
dan PRN. mengatasi membran mulut dilakukan
mukosa yang kering. dan jelaskan
keefektifannya.
5
3) Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan dengan:
Inflamasi trakeabronkial. Pembentukan edema. Peningkatan
produksi sputum. Nyeri pleuritik. Penurunan energi, kelemahan.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan, bunyi nafas tak normal,
penggunaan otot aksesori, dispnea, sianosis.
Hasil yang diharapkan:
Mengidentifikasi atau menunjukkan prilaku mencapai bersihan jalan
nafas. Menunjukan jalan nafas paten dengan nafas bersih, tak ada
dispnea, sianosis (Doenges & Geissler, 2002).
Tabel 2.9
Intervensi Diagnosa Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Kemungkinan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:
Kaji frekuensi atau kedalaman Takipnea, pernafasan dangkal
pernafasan dan gerakan dada. dan gerakan dada tak simetris
sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan
dinding dada dan/atau cairan
paru.
5
inspirasi dan/atau ekspirasi
pada respons terhadap
pengumpulan cairan, sekret
kental dan spasme jalan
nafas/obstruksi.
5
spirometer insentif, IPPB, tiupan pneumonia interstisial atau
botol, perkusi, drainase postural. menyebabkan eksudat alveolar.
5
Hasil yang diharapkan:
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernafasan.
Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenisasi
(Doenges & Geissler, 2002).
Tabel 2.10
Intervensi Diagnosa Gangguan Pertukaran Gas, Kerusakan
Kemungkinan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:
Kaji frekuensi kedalaman dan Manisfestasi distres pernafasan
kemudahan bernafas. tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum.
5
dapat sebagai respons terhadap
hipoksemia.
5
kondisi, catat hipotensi, penyebab umum kematian
banyaknya jumlah sputum pada pneumonia dan
merah mudah atau berdarah, membutuhkan intervensi medik
pucat, sianosis, perubahan segera.
tingkat kesadaran, dispnea berat,
gelisah.
Siapkan untuk pemindahan ke Intubasi dan ventilasi mekanik
unit perawatan kritis bila mungkin diperlukan pada
diindikasikan. kejadian kegagalan pernafasan.
Kolaborasi:
Berikan terapi oksigen dengan Tujuan terapi adalah
benar, misalnya dengan nasal mempertahankan PaO2 di atas
kanul, masker venturi. 60 mmHg. Oksigen diberikan
dengan metode yang
memberikan pengiriman tepat
dalam toleransi pasien.
5
Hasil yang diharapkan:
Anak menunjukan peningkatan napsu makan. Mempertahankan atau
meningkatkan berat badan (Doenges & Geissler, 2002).
Tabel 2.11
Intervensi Diagnosa Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Kemungkinan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:
5
atau menunjukan pengaruh
toksin bakteri pada saluran GI.
5
Tabel 2.12
Intervensi Diagnosa Intoleransi Aktivitas
Kemungkinan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:
Evaluasi respon pasien terhadap Menetapkan kemampuan atau
aktivitas. kebutuhan pasien dan
Catat laporan dispnea, memudahkan pilihan
peningkatan kelemahan atau intervensi.
kelelahan dan perubahan tanda
vital selama dan setelah aktivitas
Berikan lingkungan tenang dan Menurunkan stres dan
batasi pengunjung selama fase rangsangan berlebihan,
akut sesuai indikasi. meningkatkan istirahat.
Dorong penggunaan manajemen
stres dan pengalih yang tepat.
Jelaskan pentingnya istirahat Tirah baring dipertahankan
dalam rencana pengobatan dan selama fase akut untuk
perlunya keseimbangan aktivitas menurunkan kebutuhan
dan istirahat. metabolik, menghemat energi
untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan responas
individual pasien terhadap
aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan.
5
penyembuhan. suplai dan kebutuhan oksigen.
Tabel 2.13
Intervensi Diagnosa Nyeri
Kemungkinan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:
Tentukan karakteristik nyeri. Nyeri dada biasanya ada dalam
misalnya: tajam, konstan, beberapa derajat pada
ditusuk. Selidiki perubahan pneumonia, juga dapat timbul
karakter/lokasi dan insentitas komplikasi pneumonia seperti
nyeri. perikarditis dan endokarditis.
5
perubahan posisi, relaksasi). lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan
memperbesar efek terapi
analgesik.
Kolaborasi:
Kolaborasi dalam pemberian Obat ini dapat digunakan
obat analgesik dan antitusif untuk menekan batuk non-
sesuai indikasi. produktif/paroksimal atau
menurunkan mukosa
berlebihan, meningkatkan
kenyamanan atau istirahat
umum.
5
Hasil yang diharapkan:
Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan (Doenges & Geissler, 2002).
Tabel 2.14
Intervensi Diagnosa Kurang Pengetahuan
Kemungkinan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:
Kaji fungsi normal paru Meningkatkan pemahaman
situasi yang ada dan penting
menghubungkannya dengan
program pengobatan.
5
untuk mengasimilasi
informasi atau mengikuti
program medik.
5
peningkatan dispnea, nyeri dada, komplikasi.
kelemahan memanjang,
kehilangan berat badan, demam
atau menggigil, menetapnya batuk
produktif, perubahan mental.
Sumber: (Doenges & Geissler, 2002).
Tabel 2.15
Intervensi Diagnosa Resiko Tinggi Terhadap Penyebaran
Infeksi
Kemungkinan Intervensi Rasional
Keperawatan
Mandiri:
5
pengeluaran sekret (misalnya: menemukan pengeluaran dan
meningkatkan pengeluaran upaya membatasi atau
daripada menelannya) dan menghindarinya, penting
melaporkan perubahan warna, bahwa sputum harus
jumlah dan bau sekret. dikeluarkan dengan cara
aman.
Perubahan karakteristik
sputum menunjukan
perbaikan pneumonia atau
terjadinaya infeksi sekunder.
5
jam.
Kolaborasi:
5
4. Implementasi
a. Pengertian Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat dan pasien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika
melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual dan tekhnikal, intervensi harus dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan
dan pelaporan (Gaffar, 2014).
Implementasi keperawatan adalah perumusan tindakan yang
harus dilakukan berdasarkan diagnosis pasien. Dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan perawat harus bekerja sama dengan anggota
keperawatan lain dan dengan pasien/keluarga dan petugas kesehatan
lain (Ali, 2001).
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah
diidentifikasi dalam asuhan keperawatan (Patimah, 2015).
Kriteria proses:
1) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
2) Berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan
kesehatan lain.
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan klien.
4) Menjadi koordinator pelayanan dan advocator bagi klien dalam
mencapai tujuan perawatan.
5) Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan
fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
6) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkugan yang digunakan.
5
7) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
Dalam penelitian ini ditemukan 3 diagnosa yang peneliti
lakukan, adapun implementasi yang dilakukan.
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
Mengkaji tanda-tanda vital, frekuensi atau kedalaman
pernafasan dan gerakan dada, mengauskultasi area paru, berkolaborasi
dalam memberikan obat, sesuai indikasi dan memberikan terapi oksigen
dengan nebulizer, menganjurkan keluarga untuk memberikan air hangat
secukupnya.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler (efek inflamasi).
Mengkaji frekuensi kedalaman dan kemudahan bernafas,
mengobservasi warna kulit membran mukosa dan kuku, mengawasi
suhu tubuh sesuai indikasi, berkolaborasi dalam terapi oksigen dengan
nasal kanul dan menganjurkan keluarga untuk mempertahankan
istirahat dan tidur klien.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan infeksi paru (virus).
Mengkaji tanda-tanda vital dan ketidakefektifan pola nafas,
mengobservasi warna kulit membran mukosa dan kuku, kolaborasikan
dalam pemberian terapi oksigen dengan nasal kanul.
5. Evaluasi
a. Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan
sudah berhasil dicapai (Reza, 2016).
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam
pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan (Patimah,
2015).
5
Kriteria proses:
1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil terhadap intervensi secara
komprehensif. tepat waktu dan terus menerus.
2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
3) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat dan
klien,
4) Bekerjasama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan.
5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
b. Hasil Evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi, yaitu:
1) Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan atau
kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara
maksimal, sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
3) Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan
perubahan/kemajuan sama sekalai bahkan timbul masalah baru.
Dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam
apabila terdapat data, analisis, diagnosis, tindakan da faktor –faktor
lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya
tujuan (Ali, 2001).
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya
masalah pasien, serta pencapaian tujuan, serta ketepatan intervensi
keperawatan. Akhirnya penggunaan proses keperawatan secara tepat
pada praktek keperawatan akan memberi keuntungan pada pasien dan
perawat (Gaffar, 2014).
5
Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif
yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan
intervensi dengan respon segera, dan evaluasi sumatif yang merupakan
rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu
tertentu.
Modifikasi rencana dan tindakan mengikuti perubahan keadaan
pasien. Pada tekhnik ini catatan perkembangan dapat menggunakan
bentuk SOAPIER, yaitu sebagai berikut :
S : Data Subjektif
O : Data Objektif
A :Data subjektif dan objektif dinilai dan dianalisa, apakah
berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat
menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau
adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa
keperawatan baru.
P : Perencanaan/problem
Rencana penanganan pasien berdasarkan pada hasil analisis yang berisi
melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum
teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
I : Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi
Penilaian sejauh mana rencana tindakan dan implementasi telah
dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien dapat teratasi.
R : Reassesment
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian
ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data
subjektif dan objektif dan proses analisisnya.
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian
ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data
subjektif dan objektif dan proses analisisnya.