EPIDEMIOLOGI
“EPIDEMIOLOGI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN KESEHATAN
REPRODUKSI’’
Dosen Pembimbing: Dr. Sri Utami, M. Kes
Oleh:
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswi
akbid maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata
kuliah Organisasi Manajemen Pelayanan Kebidanan dengan judul “Epidemiologi Dalam
Pelayanan Kebidana Kesehatan Reproduksi”. Dalam penulisan makalah ini penulisan
berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
Penulisan ini menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan.Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun
dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………..…………………………..…………….…i
KATA PENGANTAR……………………………….…………………………..…………...ii
DAFTAR ISI……………………..……………………….………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN:
1.1. Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
1.3. Tujuan Makalah…………………………….......….…………………………………..1
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Kesehatan Reproduksi dalam Deteksi Dini ……...………….………………..……….2
2.2. Kesehatan Reproduksi Dalam Asuhan Kebidanan ……………………………….…...11
2.3. Sistem Rujukan Dalam Kesehatan Reproduksi …………….………………………....15
2.4. Rehabilitasi Dalam Sistem Rujukan………………….…………………………....….18
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan....................................................................................................................22
3.2. Saran..............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….………………….….23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja deteksi dini kesehatan reproduksi?
2. Bagaiman asuhan pelayanan kesehatan reproduksi?
3. Bagaiman alur rujukan pada masalah kesehatan reproduksi?
4. Bagaimana rehabilitasi pada masalah kesehatan reproduksi?
1.3 Tujuan
5. Mengetahui deteksi dini kesehatan reproduksi
6. Mengetahui asuhan pelayanan kesehatan reproduksi
7. Mengetahui rujukan pada masalah kesehatan reproduksi
8. Mengetahui rehabilitasi pada masalah kesehatan reproduksi
BAB II
PEMBAHASAN
1
2.1 Kesehatan Reproduksi dalam Deteksi Dini
2.1.1 Pengertian Skrining
Skrining, dalam pengobatan, adalah strategi yang digunakan dalam suatu
populasi untuk mendeteksi suatu penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau
gejala penyakit itu. Tidak seperti apa yang biasanya terjadi dalam kedokteran, tes
skrining yang dilakukan pada orang tanpa tanda-tanda klinis penyakit.
Skrining sama artinya dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder,
mencakup pemeriksaan (tes) pada orang-orang yang belum mempunyai simptom-
simptom penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau pada
stadium praklinik.
Isi kebijakan yang mengatur pelaksanaan surveilans respons IMS dari kegiatan
pap smear merupakan policy memoranda yang dibuat berdasarkan hasil round table
discussion, studi pustaka dan studi dokumen. Isi kebijakan yang dihasilkan meliputi
issue utama, opsi kebijakan dan rekomendasi:
3
Opsi Kebijakan yang dihasilkan untuk pelaksanaan surveilans IMS adalah: 1)
Fokus upaya pencegahan dan mengatasi penyebaran penyakit IMS diperluas bukan
hanya pada kelompok risiko tinggi saja namun juga memperhatikan kelompok
risiko rendah; 2) Pemanfaatan data dan informasi dari berbagai kegiatan yang
bertujuan untuk deteksi diniIMS dan HIV/AIDS pada kelompok risiko rendah; 3)
Memperkuat sistem surveilans epidemiologi IMS dan HIV/AIDS sebagai upaya
pemantauan terus-menerus pada masalah kesehatan masyarakat; 4) Meningkatkan
kualitas sumber daya surveilans meliputi sumber daya manusia, dana, material dan
metode surveilans; 5) Memperkuat jejaring sistem surveilans yang dapat menjamin
pertukaran informasi tentang IMS dan HIV/AIDS; 6) Melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan surveilans termasuk fungsi kontrol terhadap kualitas
data.
1. Kanker Payudara
a) Pengertian
Kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu
penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma.Penyakit ini
oleh Word Health Organization (WHO) dimasukkan kedalam International
Classification of Diseases (ICD) dengan kodenomor 17.
Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Ini adalah jenis
kanker paling umum yang diderita kaum wanita. Kaum pria juga dapat
terserang kanker payudara, walaupun kemungkinannyalebih kecil dari 1 di
antara 1000. Pengobatan yang paling lazimadalah dengan pembedahan dan
jika perlu dilanjutkan dengan kemoterapi maupun radiasi.
4
memiliki anak, atau memiliki anak pertama setelah usia 30 tahun
juga dapat meningkatkan risiko.
2. Hari Pertama Haid
Haid pertama di usia kurang dari 12 tahun atau menopause (berhenti
haid) di usia lebih dari 55 tahun dapat sedikit meningkatkan risiko
kanker payudara.
3. Riwayat Kontrasepsi
Menggunakan preparat hormonal yang lama seperti KB hormonal
(pil, suntik, susuk) atau terapi hormonal (misalnya terapi sulih
hormon estrogen pada wanita yang menopause) meningkatkan risiko
kanker payudara.
4. Faktor Makanan dan Gaya Hidup
Diet tinggi lemak dan alkohol meningkatkan kemungkinan hingga
1,5 kali untuk menderita kanker payudara dibandingkan wanita yang
tidak banyak makan lemak dan tidak minum alkohol.
5. Faktor Keturunan / Gen
6. Memiliki kerabat wanita dekat (seperti ibu kandung, kakak/adik,
anak) dengan kanker payudara dapat meningkatkan risiko kanker
payudara sampai 2 kali dibandingkan wanita yang tidak memiliki
riwayat keluarga dengan kanker payudara. Diperkirakan 20-30%
wanita dengan kanker payudara memiliki anggota keluarga yang
juga memiliki riwayat kanker payudara.
d) Manfaat Sadari
5
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membantu melakukan
deteksi dini adanya kelainan pada payudara (Suddart & Brunner 2003).
b) Penyebab
Infeksi Human Papiloma Virus/HPV atau virus Papiloma Manusia
biasa terjadi pada perempuan usia subur. HPV ditularkan melalui hubungan
seksual dan ditemukan pada 95% kasus kanker leher rahim. Infeksi HPV
6
dapat menetap dan berkembang menjadi displasia atau sembuh secara
sempurna.
Ada ratusan tipe HPV yang digolongkan menjadi dua, yaitu HPV
risiko tinggi (onkogenik), yang utamanya tipe 16, 18, dan 31, 33, 45, 52, 58;
dan HPV risiko rendah (non onkogenik) yaitu HPV tipe 6, 11, 32, dan
sebagainya. Tipe 16 dan 18 sebagai penyebab kanker serviks.
Proses terjadinya kanker leher rahim berhubungan erat degan proses
metaplasia. Masuknya mutagen (bahan-bahan yang dapat mengubah
perangai sel secara genetik) pada saat fase aktif metaplasia dapat berubah
menjadi sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di zona
transformasi. Sel yang mengalami mutasi disebut sel displastik dan kelainan
epitelnya disebut displasia (Neoplasia Intra-epitrl Serviks/NIS).
Perkembangan kanker leher rahim dimulai dari displasia (ringan,
sedang dan berat). Lesi displasia sering disebut “lesi pra-kanker”, yaitu
kelainan pertumbuhan sel yang perkembangannya sangat lamban. Displasia
kemudian berkembang menjadi karsinoma in-situ (kanker yang belum
menyebar), dan akhirnya menjadi karsinoma invasif (kanker yang dapat
menyebar). Perkembangan dari displasia menjadi kanker membutuhkan
waktu bertahun-tahun (7-15 tahun).
c) Faktor Risiko
Faktor risiko menyebabkan perempuan terpapar HPV (sebagai
etiologi dari kanker leher rahim) adalah:
a. Menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari
21 tahun).
b. Berganti-ganti pasangan seksual dan tanpa menggunakan kondom.
c. Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan.
d. Riwayat infeksi di daerah kelamin dan radang panggul. Infeksi
Menular Seksual (IMS) dapat menjadi peluang meningkatnya risiko
terkena kanker leher rahim.
e. Perempuan yang melahirkan banyak anak.
f. Perempuan perokok mempunyai risiko dua setengah kali lebih besar.
g. Perempuan yang menjadi perokok pasif mempunyai risiko 1,4 kali
lebih besar daripada perempuan yang hidup dengan udara bebas.
h. Defisiensi vitamin A, C, dan E.
7
i. Penggunaan pil KB dalam waktu lama (lebih dari 5 tahun). Namun
menurut perhitungan keuntungan pil KB lebih banyak daripada
risikonya. Untuk itu bagi yang ada gen kanker sebaiknya
menggunakan alat kontrasepsi non-hormonal dan/atau minta petunjuk
dokter.
d) Gejala
Kanker leher rahim pada stadium dini sering tidak menunjukkan gejala atau
tanda-tanda yang khas, bahkan kadang-kadang tidak ada gejala sama sekali.
Gejala yang mungkin timbul antara lain:
8
2) Pemeriksaan Pap Smear
9
Pap smear dapat dilakukan setiap saat kecuali pada masa haid. Dua
hari sebelum pemeriksaan pap smear sebaiknya tidak melakukan
sanggama atau menggunakan obat-obatan yang dimasukkan ke dalam
vagina.
10
Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ
reproduksi;
Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan
lainnya.
11
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang
dapatberdampak buruk bagi keseshatan reproduksi :
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual
dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil)
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak
buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb)
c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi
karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria
yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca
penyakitmenular seksual, dsb).
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi
intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan
pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat
diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam
pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
1. Memiliki persepsi bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap warga negara
2. Pemerintah berkomitmen mengalokasikan dana kesehatan 5% APBN 2013
serta memastikan daerah-daerah untuk menganggarkan 10% APBD untuk
kesehatan diluar gaji
3. Memastikan bahwa 2/3 dari total anggaran kesehatan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan bukan untuk insfrastruktur seperti yang selama ini
banyak dilakukan pemerintah daerah
4. Pemerintah membuat kebijakan mengenai anggaran untuk meningkatkan
kesehatan perempuan, misalnya dengan mengharuskan 20% anggaran
kesehatan untuk kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan memastikan
anggaran tersebut tepat sasaran
5. Penyediaan fasilitas pelayanan obstetrik neonatal emergensi komprehensif
(PONEK), pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED), posyandu
dan unit transfusi darah yang belum merata dan belum seluruhnya terjangkau
oleh seluruh penduduk
13
6. Menjamin kebutuhan tenaga kesehatan di daerah terpencil, untuk mendukung
kinerja mereka sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan untuk ibu
hamil dan melahirkan
7. Memastikan sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit
berjalan optimal
8. Memperbaiki infrastruktur jalan dan fasilitas kesehatan sebagai upaya
multisektor
9. Memperbaiki sistem pencatatan terkait upaya penurunan AKI di Indonesia
sehingga data yang ditampilkan menggambarkan kondisi kesehatan perempuan
Indonesia saat ini.
10. Memasukkan fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi (melalui pendidikan
kesehatan reproduksi) untuk remaja dan perempuan ke dalam indikator SPM
serta mengupayakan tersedianya layanan kesehatan reproduksi remaja di
Puskesmas yang secara aktif juga memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi di sekolah-sekolah sesuai jenjang pendidikan
11. Membentuk peer conseling untuk remaja terkait kesehatan reproduksi
12. Menyediakan fasilitas konsultasi KTD hingga pelayanan aman untuk
pemulihan haid
13. Menghapus praktik aborsi tidak aman yang berpotensi menyebabkan AKI di
Indonesia
14. Melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat untuk mengubah pola pikir
agar permasalahan kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan reproduksi
remaja, merupakan masalah bersama dan tidak lagi menganggapnya sebagai
hal yang tabu untuk dibicarakan
15. Pemerintah tidak hanya menggunakan indikator angka sebagai target tetapi
juga indikator input dan proses seperti penetapan anggaran kesehatan
perempuan, pemerataan jumlah tenaga kesehatan yang terjangkau, serta
pendidikan kesehatan reproduksi untuk perempuan.
14
2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
5.Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya
7. Antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit
(Kebidanan Komunitas)
1. Stabilisasi Klien
15
Merupakan hal yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan kasus
ginekologi yang akan dirujuk, misalnya : pemberian oksigen, pemberian cairan
infus atau transfusi darah, dan pemberian obat-obatan (antibiotik, analgetik, dll).
2. Persiapan Administrasi
3. Melibatkan Keluarga
Beritahui keluarga kondisi terakhir klien dan jelaskan pada mereka alasan
atau tujuan merujuk klien dirujuk ke fasilitas rujukan tersebut. Anggota keluarga
harus menemani klien ke tempat rujukan.
4. Persiapan Keuangan
Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang
diperlukan selama klien tersebut tinggal di fasilitas rujukan.
16
1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan
dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan
dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
(Idris, 2014)
Pada dasarnya Rehabilitasi yang diatur dalam regulasi tersebut ada 2 yaitu :
1. Rehabilitasi Medis
2. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
dalam kehidupan masyarakat.
4. Terapis Wicara.
5. Terapis Okupasi.
6. Ortotis / Prostetis.
Faktor pemicu kanker payudara masih belum diketahui. Kanker ini bisa
terkait dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga, menstruasi dini atau
kemungkinan faktor risiko lainnya. Karena sukar dipastikan, maka semua orang
berisiko, khususnya ketika berusia 40 tahun ke atas. Meskipun faktor-faktor
penyebabnya masih belum diketahui, penyembuhan sempurna sudah mungkin
terjadi berkat deteksi dini melalui pemeriksaan payudara yang teratur.
1. Rehabilitasi fisik
2. Rehabilitasi mental
Dukungan yang kuat dari pasangan, keluarga, teman & kelompok pendukung
18
Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya untuk sembuh.
PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk
memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk
menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang
negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap
sebagai sampah masyarakat.
19
Kelemahan dari rehabilitasi itu adalah karena kurang sesuai dengan
kebutuhan pekerja seks. Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya
yang besar ini juga dianggap tidak tepat sasaran, karena banyak pekerja
seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak menggunakan dan
mengembangkan ketrampilan yang didapatkan. Ketrampilan yang diberikan pun
dianggap mubazir kalau tidak memperhitungkan suara pelaku dan sistem
pemasaran hasil ketrampilan yang diajarkan.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode epidemiologi digunakan untuk mendefinisikan masalah kesehatan
reproduksi, menjelaskan penyebab masalah ini, menguji intervensi dan mengevaluasi
program. Definisi masalah termasuk gambaran populasi yang terpengaruh, etiologi
masalah kesehatan, identifikasi faktor risiko yang bisa diubah/dikendalikan dan
melakukan surveilans untuk mendeteksi tren masalah. Pengurangan faktor risiko melalui
intervensi tergantung pada penilaian yang akurat pada perbandingan safety dan efficacy
intervensi dan treatmen yang diusulkan. Epidmeiologi analitik digunakan untuk menguji
intervensi. Metode epidemiologi dan hasilnya digunakan untuk menilai apakah program
berdasarkan intervensi dan treatmen yang tepat dan apakah program dan treatmen
digunakan secara tepat. Cost-benefit analysis diaplikasikan untuk menentukan apakah
intervensi menggunakan sumber daya terbaik yang tersedia.
Epidemiologi kesehatan reproduksi merupakan aplikasi dari studi epidemiologi
dalam mengkaji risiko perilaku, lingkungan dan perawatan kesehatan terhadap sistem
reproduksi baik pada laki-laki maupun perempuan serta risiko terhadap kesehatan anak
yang dilahirkannya. Jadi, epidemiologi kesehatan reproduksi lebih banyak menjangkau
ranah penelitian.
3.2 Saran
Adapun saran dalam penulisan makalah ini adalah bagi pemerin agar dapat
mendeteksi secara dini permasalahan kesehatan reproduksi di masyarakat melalui metode
epidemiologi dan mampu mengehentikan sebaran penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
21
Kumalasari, I., dan Iwan, A. 2012. “Kesehatan Reproduksi” Palembang: Salemba
Medika
Joko Purwanto, D. “Deteksi Dini Kanker Payudara” diakses 10 agustus 2014 :
http://www.omni-hospitals.com/omni_alamsutera/blog_detail.php?id_post=5
Muhimatus. 2011. “Skrining Untuk Keganasan Dan Penyakit Sistemik” diakses 10 agustus
2014 : http://muhimatus.wordpress.com/2011/04/13/skrining-untukkeganasan-dan-
penyakit-sistemik/
22