Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN HIPOTERMI DI RUANG PERINATOLOGI


RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI
JEMBER

NAMA : IKA ADELIA SUSANTI, S.Kep


NIM : 14231110101093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOTERMI
Oleh : Ika Adelia Susanti, S.Kep

1. Diagnosa Medis
Hipotermi

2. Proses Terjadinya Hipotermi


a. Pengertian Hipotermi
Bayi hipotermia adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Suhu
normal pada neonatus adalah 36,5 oC – 37,5 oC. Gejala awal pada hipotermi
jika suhu <36 oC atau ke dua kaki dan tangan teraba dingin. Jika seluruh
tubuh bayi terasa dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (32-
36 oC). Hipotermi berat jika suhu <32 oC (Sembiring, 2017).

b. Etiologi
Berdarkan Rahardjo dan Marmi (2015) penyebab hipotermi adalah
1) Jaringan lemak subkutan tipis
2) Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar
3) BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil)
pada reaksi kedinginan
4) Syok hipovolemik
5) Infeksi
6) Gangguan termoregulasi.

c. Manifestasi Klinis
Berdasarkan Sudarti dan Fauziah (2013) tanda dan gejala hipotermi adalah
1. Vasokonstriksi perifer
a) Akral sianosis, ekstremitas dingin
b) Perfusi menurun

2. Depresi susunan saraf pusat


a) Latergis
b) Bradikardi
c) Apneu
d) Tidak mau minum
3. Peningkatan metabolisme
a) Hipoglikemia
b) Hipoksia
c) Asidosis
4. Penurunan tekanan pulmonal
a) Distress, takipnea
b) Penurunan BB, BB sulit naik
Tanda dan gejala hipotermi berdasarkan Yulianti (2010)
1) Aktivitas berkurang
2) Letergis
3) Tangisan lemah
4) Kulit berwarna tidak rata
5) Kemampuan menghisap lemah
6) Kaki teraba dingin
7) Bayi tidak mau menetek/minum
8) Bayi tanpak mengantuk dan lesu
9) Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit bayi
mengeras
Tanda hipotermi berat berdasarkan yulianti (2010):
1) Bibir kaku kebiruan
2) Pernapasan lambat
3) Pernapasan tidak teratur
4) Bayi jantung lambat
5) Selanjutnya timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
6) Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi, Muka ujung kaki dan tangan
berwarna merah terang dan bagian tubuh lainya pucat (Yulianti, 2010).
d. Patofisiologi
Termoregulasi merupakan mekanisme makhluk hidup dalam
mempertahankan suhu tubuh internal untuk tetap dalam suhu normal tubuh. Pusat
pengaturan termoregulasi terletak pada hipotalamus anterior (Andriyani dkk.,
2015). Pada keadaan normal suhu tubuh bayi dipertahankan (36,5–37,5 oC) yang
diatur oleh SSP (sistem termostat) yang terletak di hipotalamus. Perubahan suhu
akan mempengaruhi sel-sel yang sangat sensitif di hipotalamus (chemosensitive
cells). Pengeluaran panas dapat melalui keringat, dimana kelenjar-kelenjar
keringat dipengaruhi serat-serat kolinergik di bawah kontrol langsung
hipotalamus. Melalui aliran darah di kulit yang meningkat akibat adanya
vasodilatasi pembeluh darah dan ini dikontrol oleh saraf simpatik. Adanya
ransangan dingin yang di bawa ke hipotalamus sehingga akan timbul peningkatan
produksi panas melalui mekanime yaitu nonshivering thermogenesis dan
meningkatkan aktivitas otot. Akibat adanya perubahan suhu sekitar akan
mempengaruhi kulit. Kondisi ini akan merangsang serabut – serabut simpatik
untuk mengeluarkan norepinefrin. Norepinefrin akan menyebabkan lipolisis dan
reseterifikasi lemak coklat, meningkatkan HR dan O2 ke tempat metabolisme
berlangsung, dan vasokonstriksi pembuluh darah dengan mengalihkan darah dari
kulit ke organ untuk meningkatkan termogenesis.
Pusat pengaturan panas di otak bayi memiliki kemampuan untuk
meningkatkan produksi panas sebagai respons terhadap stimulus yang diterima
dari reseptor suhu (termoreseptor). Akan tetapi, ini bergantung pada peningkatan
aktivitas metabolik yang menggangu kemampuan bayi untuk mengontrol suhu
tubuh, terutama dalam kondisi lingkungan yang buruk. Bayi memiliki
kemampuan terbatas untuk menggigil dan tidak mampu meningkatkan aktifitas
volunter otot untuk menghasilkan panas. Oleh sebab itu, bayi harus bergantung
pada kemampuannya sendiri untuk menghasilkan panas melalui metabolisme.
Hipotermia cenderung terjadi pada masa transisi pada bayi baru lahir.
Masa transisi bayi merupakan masa yang sangat kritis pada bayi dalam upaya
untuk dapat bertahan hidup. Bayi baru lahir harus beradaptasi dengan kehidupan
diluar uterus yang suhunya jauh lebih dingin bila dibandingkan suhu didalam
uterus yang relatif lebih hangat sekitar 37 0C. suhu ruangan yang normalnya 25-27
0
C berarti ada penurunan sekitar 100C. Kemampuan bayi baru lahir tidak stabil
dalam mengendalikan suhu secara adekuat, bahkan jika bayi lahir saat cukup
bulan dan sehat sehingga sangat rentan untuk kehilangan panas (Jurnal Kesehatan
Andalas, 2014). Hipotermia terjadi karena perawatan bayi baru lahir yang salah,
hilangnya panas tubuh disebabkan oleh 4 hal yaitu radiasi, konveksi, konduksi,
dan evaporasi (Sudarti dan Fauziah, 2013; Deslidel, 2012).
1. Radiasi yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin,
misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang
lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang
dingin atau suhu inkubator yang dingin.
2. Konduksi yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu
antara kedua objek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung
antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan
panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang dingin,
seperti pada waktu proses penimbangan.
3. Konveksi yaitu transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu
antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin dipermukaan tubuh
bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : inkubator dengan jendela
yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
4. Evaporasi yaitu panas yang terbuang akibat penguapan, melalui permukaan
kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL
yang basah setelah lahir, atau pada waktu dimandikan. Gangguan salah satu
atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan mengakibatkan suhu tubuh
berubah, menjadi tidak normal (Kosim, 2008).
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan
respon untuk menghasilkan panas berupa (Kosim, 2008) :
1. Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa rnenggigil atau gemetar secara
involuner akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas

2. Non-shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisrne yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf sirnpatis
untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap
jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dan dalam tubuh
3. Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistern saraf simpatis, kemudian sistem
saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi
sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran
darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Respon fisiologis pada bayi terhadap paparan dingin adalah proses
oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada BBL, NST (proses
oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utarna dari suatu peningkatan
produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang tahun
pertama kehidupan, jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST
selanjutnya akan menurun (Kosim, 2008). Jaringan lemak coklat berisi suatu
konsentrasi yang tinggi dari kandungan trigliserida, merupakan jaringan yang
kaya kapiler dan dengan rapat diinervasi oleh syaraf simpatik yang berakhir pada
pembuluh-pembuluh darah balik dan pada masing-masing adiposit. Masing-
masing sel mempunyai banyak mitokondria, tetapi yang unik di sini adalah
proteinnya terdiri dari protein tak berpasangan yang mana akan membatasi enzim
dalarn proses produksi panas. Dengan demikian, akibat adanya aktifitas dan
protein ini, maka apabila lemak dioksidasiakan terjadi produksi panas, dan bukan
energi yang kaya ikatan fosfat seperti pada jaringan lainnya. Noradrenalin akan
merangsang proses lipolisis dan aktivitas dari protein tak berpasangan, sehingga
dengan begitu akan menghasilkan panas (Kosim, 2008).

e. Penanganan
1. Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah
hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada
atau perut ibu, merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk
mendapatkan lingkungan suhu yang tepat. Apabila oleh karena sesuatu hal
melekatkan BBL ke dada atau ke perut ibunya tidak dimungkinkan, maka
bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat dapat diletakkan dalam
dekapan lengan ibunya (Saifuddin, 2014). Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat
menjaga kehangatan tubuh. Mencegah kehilangan panas dan anjurkan ibu
untuk menyusui bayinya segera setelah lahir sebaiknya pemberian ASI harus
dimulai dalam waktu satu jam pertama kelahiran. Bayi diletakkan telungkup
di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi untuk menjaga
agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada di dalam satu pakaian
(merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metoda Kanguru.
Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan (Saifuddin,
2014).
2. Perawatan Metode Kangguru (PMK)
PMK adalah kontak kulit antara ibu dan bayi secara dini, terus- menerus, dan
dikombinasi dengan pemberian Asi eksklusif. Tujuannya adalah agar bayi
kecil tetap hangat. PMK dapat dimulai dengan segera setelah lahir atau
setelah bayi stabil. PMK dapat dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah
pulang. Bayi tetap dapat dirawat dengan PMK, meskipun belum bisa
menyusui, berikan Asi peras dengan menggunakan salah satu alternatif
pemberian minum (Rizema Putra, 2012). Perawatan metode kangguru di
defenisikan sebagai kontak kulit antara ibu dan bayi secara sering dan
eksklusif. Kehangatan tubuh ibu merupakan sumber panas yang efektif, hal
ini terjadi bila ada kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi.
Keuntungan yang didapat dari metode kangguru bagi perawatan bayi:
meningkatkan hubungan emosional antara ibu dan bayi, menstabilkan suhu
tubuh, denyut jantung, dan pernafasan bayi, meningkatkan pertumbuhan dan
berat badan bayi dengan lebih baik.
Pelaksanaan metode kangguru dapat dilakukan pada waktu:
a) Segera setelah lahir
b) Sangat awal, setelah 10-15 menit
c) Awal, setelah umur 24 jam
d) Menengah, setelah 7 hari perawatan
e) Lambat, setelah bayi bernafas sendiri tanpa O2
f) Setelah keluar dari perawatan inkubator.
Kriteria bayi untuk metode kangguru:
a) Bayi dengan berat badan < 2000 gram
b) Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai
c) Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik
d) Perkembangan selama di inkubator baik
e) Kesiapan dan keikutsertaan orang tua, sangat mendukung dalam
keberhasilan.
3. IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah proses bayi menyusui segera setelah
dilahirkan dengan air susu ibunya sendiri dalam satu jam pertama kelahiran.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu upaya menyusui satu jam pertama
kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi. Upaya
tersebut dilakukan oleh bayi segera setelah dipotong tali pusatnya.
Rangsangan hisapan bayi pada puting susu ibu akan diteruskan oleh serabut
syaraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin
akan mempengaruhi kelenjar ASI ini untuk memproduksi ASI di alveoli.
Semakin sering bayi menghisap puting susu maka akan semakin banyak
prolaktin dan ASI yang diproduksi. Penerapan inisiasi menyusui dini (IMD)
akan memberikan dampak positif bagi bayi, antara lain menjalin/memperkuat
ikatan emosional antara ibu dan bayi, memberikan kekebalan pasif yang
segera kepada bayi melalui kolostrum, merangsang kontraksi uterus dan lain
sebagainnya (Indrayani, 2013).
4. Inkubator
Cara lainnya menghangatkan bayi adalah dengan menggunakan inkubator.
Inkubtor untuk bayi kurang dari 1500 gr yang tidak dapat dilakukan metode
kanguru dan untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan nafas berat) (Sudarti,
2013).
Suhu inkubator
Suhu inkubator (oC) menurut umur
Berat bayi
35 oC 34 oC 33 oC 32 oC
<1.500 gr 1-10 hari 11 hari-3 minggu 3-5 minggu > 5 minggu
1.500-2.000 gr 1-10 hari 11 hari-4 minggu > 4 minggu
2.100-2.500 gr 1-2 hari 3 hari- 3 minggu > 3 minggu
>2.500 gr 1-2 hari > 3 minggu
Penatalaksanaan hipotermi pada bayi berdasarkan Dwiendar (2014):
1) Menyiapkan kamar bersalin yang hangat, bersih, dan aman
2) Segera mengeringkan bayi setelah lahir
3) Merawat bayi bersama ibunya
4) ASI eksklusif
5) Menjaga bayi tetap hangat dan aman dalam perjalanan selama
rujukan/pemindahan bayi
6) Melatih semua yang terlibat dalam proses kelahiran dan perawatan bayi
secara berkala.

f. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk hipotermi yaitu (Sudarti
dan Fauziah, 2013):
1) Siapkan lingkungan hangat (lingkungan netral)
2) Segera keringkan bayi setelah lahir
3) Jangan memandikan bayi segera setelah lahir, lebih baik tunda mandi
4) Jangan hilangkan verniks
5) Tutup kepala dengan kain/topi
6) Berikan bayi ke dada ibu dan selimuti
7) BBLR jika kondisi stabil lakukan perawatan dengan metode kangguru
8) Susukan bayi 30 menit setelah lahir.
3. Pathway

Faktor etiologi Mempengaruhi sel Mempengaruhi kerja Vasodilatasi Panas tubuh


hipotalamus serat kolinergik pembuluh darah hilang

HIPOTERMI Suhu tubuh turun

Metabolisme Vasokonstriksi Perubahan tingkah Respon menggigil


meningkat pembuluh darah laku bayi

Penggunaan glukosa Penggunaan Gangguan aliran Orangtua Risiko kejang


meningkat O2 berlebih darah khawatir

Penurunan reflek
Hipoglikemi Distres Penurunan Kurangnya
hisap
pernafasan jumlah darah paparan informasi

Ketidakefektifan Penurunan Ketidakefektifan


Defisiensi
pola nafas oksigen pola makan bayi
pengetahuan

Ketidakstabilan Hipoksemia Ketidakseimbangan Penurunan IMT


glukosa dalam nutrisi kurang dari
darah Ketidakefektifan kebutuhan tubuh
perfusi jaringan
4. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Suhu tubuh rendah
normal suhu tubuh bayi 36,5°C - 37°C
2) Akral dingin
3) Bibir pucat
4) Berat badan biasanya < 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit
atau tidak ada, kepala relatif lebih besar dibanding dada. (lingkar kepala
< 33 cm, lingkar dada < 30 cm), panjang badan 45 cm.
5) Kardiovaskuler, denyut jantung rata-rata 120 - 160 per menit pada bagian
apikal, kebisingan jantung terdengar pada seper empat bagian interkostal,
aritmia, tekanan darah sistol 45 - 60 mmHg, nada bervariasi antara 100 –
160 x / menit.
6) Paru, jumlah pernafasan rata – rata antara 4060 per menit diselingi
periode apnea, pernafasan tidak teratur, flaring nasal, dengkuran,
terdengar suara gemeresik lipoprotein paru - paru.
7) Gastrointestinal ,penonjolan abdomen, pengeluaran mikonium biasanya
terjadi dalam waktu 12 jam, refleks menelan dan menghisap yang lemah,
peristaltik usus dapat terlihat.
8) Mukoloskeletal, tulang kertilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna, lembut.
9) Ginjal, berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk
melarutkan eksresi kedalam urine.
10) Reproduksi, bayi perempuan : klitoris yang menonjol dengan labia
mayora yanng belum berkembang; bay laki – laki skrotum yang belum
berkembang sempurna dengan rugae yang kecil, testis tidak
turun kedalam skrotum.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Hipotermi b.d terbatasnya regulasi kompensasi metabolik sekunder akibat
usia
2) Ketidakefektifan pola napas b.d peningkatan metabolisme tubuh
3) Ketidakefektifan pola makan bayi b.d penurunan refleks hisap
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d gangguan aliran darah sekunder
akibat hipotermi
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan IMT
c. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil


Intervensi
1. Hipotermi b.d terbatasnya NOC NIC
regulasi kompensasi Thermoregulation: Hypothermia Treatment:
metabolik sekunder Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... 1. Tempatkan bayi pada penghangat (inkubator)
akibat usia x 24 jam termoregulasi efektif dengan kriteria 2. Gunakan lampu pemanas selama prosedur
hasil: 3. Kurangi pajanan pada aliran udara, hindari pembukaan
a. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas jendela inkubator
normal 36,5°C - 37°C 4. Ganti pakaian dan linen bila basah
b. Bebas dari tanda stress dingin 5. Berikan penghangat bertahap pada bayi
6. Observasi suhu tubuh pada awal penghangatan tiap 15
menit
7. Kaji kemampuan bayi untuk beradaptasi terhadap suhu
rendah
2. Ketidakefektifan pola NOC NIC
napas berhubungan Respiratory status : Ventilation Airway Management
dengan belum Respiratory status : Airway patency 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
sempurnanya ekspansi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
paru bayi selama ... x 24 jam, kebersihan jalan napas 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
efektif dengan kriteria hasil: 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
1. Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis 5. Berikan bronkodilator bila perlu
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, 6. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada keseimbangan.
pursed lips) 7. Monitor respirasi dan status O2
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer b.d Perfusi jaringan: perifer (0470) Manajemen cairan (4120)
gangguan aliran darah Status sirkulasi (0401) 1. Jaga intake dan output pasien
Tanda-tanda vital (0802) 2. Monitor status hidrasi (mukosa)
sekunder akibat hipotermi
Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar
(1101) Pengecekan kulit (3590)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan kehangatan
5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada ekstremitas
selama .....x24 jam, perfusi jaringan perifer
Monitor tanda-tanda vital (6680)
pasien kembali efektif dengan kriteria hasil: 6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
1. Kekuatan denyut nadi pernafasan dengan tepat
2. Suhu kulit ujung tangan dan kaki (hangat)
3. Tekanan darah sistol dan diastol (120/90
mmHg)
4. Suhu tubuh (36,5-37,50C)
5. Irama pernafasan reguler
6. Pernafasan (16-20 x/menit)
7. Nadi (60-100 x/menit)
8. Tidak sianosis
4. Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
makan bayi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji status hidrasi
dengan reflek menelan selama ... x 24 jam, ketidakefektifan pola 2. Kaji nadi bayi
lemah akibat makan bayi teratasi dengan kriteri hasil: 3. Kaji kemampuan bayi menyusui
prematuritas. 1. Bayi mendapatkan nutrisi/susu dengan botol 4. Beri bayi makan dengan OGT/botol/cangkir
2. ASI dapat dipertahankan 5. Tepuk punggung bayi setelah makan
3. Status hidrasi baik, turgor kulit baik, 6. Awasi pemberian susu
membran mukosa lembab, nadi dalam batas 7. Kolaborasi dengan tim medis lain jika bayi
normal (120 – 130 x/menit) muntah/tidak mau makan dan minum

5. Ketidakseimbangan NOC : NIC:


nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
kebutuhan tubuh yang Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 1. Kaji maturitas reflek berkenaan dengan pemberian
berhubungan dengan x 24 jam kebutuhan nutrisi bayi seimbang makanan (menghisap dan menelan)
faktor biologis, dengan kriteria hasil: 2. Auskultasi bising usus, kaji status aktivitas fisik dan
ketidakmampuan 1. Terjadi peningkatan BB status pernapasan
mengabsobrsi nutrient, 2. Konjungtiva dan mukosa lembab 3. Kaji perubahan berat bada tiap hari
ketidakmampuan 3. Bising usus normal 5-15 x/menit 4. Berikan ASI sesuai dengan kebutuhan bayi dan
mencerna makanan 4. Reflek menelan dan menghisap bayi kuat melalui rute pemberian yang sesuai dengan
kemampuan bayi
5. Kaji tanda-tanda hipoglikemi: takipnea, apnea, letargi,
fluktuasi suhu
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, R., A. Triana, dan W. Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan. Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Deslidel. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta: EGC.
Dwiendar, O. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan
Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish.
Indrayani. 2013. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: CV Trans Info
Media.
Marmi dan Rahardjo. 2015. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra
Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey
Backwell.
Saifuddin, AB. Dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Sembiring, J. B. 2017. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Edisi
1. Cetakan 1. Yogyakarta: Deepublish.
Sudarti dan A. Fauziah. 2013. Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Trans Info
Medika.

Anda mungkin juga menyukai