PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyediaan darah yang aman sangat diperlukan guna menunjang pengobatan penderita
lewat transfusi darah sehingga didapatkan hasil yang optimal. Keamanan darah sangat
penting sehingga perlu dibuat suatu alur aktivitas kerja penunjang system penyediaan
darah yang aman di unit pelayanan transfuse (Setyati, Soemantri, 2010).
Tranfusi darah secara filosofis mengandung makna luhur, yaitu naluri kehidupan
manusia untuk menolong sesamanya. Darah ditranfusikan kepada resipien harus
dilakukan uji kecocokan golongan darah antara darah pendonor dengan darah resipien.
Uji kecocokan inipun harus diyakini ketepatannya dengan melakukan uji reaksi
silang (crossmatching) sampai 3 tahap. Mengingat pentingnya transfusi sebagai terapi,
penetapan golongan darah dan persyaratan lain yang harus dipenuhi agar transfusi
berjalan dengan baik, (Ismail.2011).
Transfusi merupakan proses transplantasi paling sederhana, yaitu pemindahan darah
dari donor ke resipien, atas dasar indikasi dan urgensi. Pre transfusi atau pemeriksaan
sebelum dilakukan transfusi disebut uji kecocokan atau Uji Kompatibilitas. Dalam pre-
transfusi terdapat serial pemeriksaan untuk mendapatkan darah yang sesuai untuk
transfusi darah. Serial pemeriksaan antara lain pemeriksaan golongan darah ABO dan Rh
pasien dan donor, uji saring dan identifikasi antibodi donor dan pasien, uji silang
serasi/Crossmatch Test atau disebut juga Compatibility testing antara darah donor dan
pasien (Syafitri, 2014).
Crossmatch merupakan pemeriksaan utama yang dilakukan sebelum transfusi untuk
melihat apakah darah pasien sesuai dengan darah donor (Setyati, Soemantri, 2010).
Pengertian crossmatch adalah reaksi silang invitro antara darah pasien dengan darah
donor yang akan ditranfusikan yang bertujuan agar sel-sel darah yang ditransfusikan
dapat hidup di tubuh pasien dan tidak menimbulkan kerusakan pada sel darah pasien
(Amiruddin, 2015).
Uji crossmatch ini penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang
kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. (Sadikin, Muhamad.
2002).
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tranfusi darah
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari seseorang
(donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan mengganti darah yang hilang
akibat perdarahan, luka bakar, mengatai shock, mempertahankan daya tahan tubuh
terhadap infeksi (Tarwoto, 2006).
Pertimbangan utama dalam transfusi darah, khususnya yangmengandung eritrosit,
adalah kecocokan antigen-antibodi eritrosit.Golongan darah AB secara teoritis
merupakan resipien universal, karenamemiliki antigen A dan B di permukaan
eritrositnya, sehingga serumdarahnya tidak mengandung antibodi (baik anti-A maupun
anti-B). Karena tidak adanya antibodi tersebut, berarti darah mereka (lagi-lagi, secara
teoritis) tidak akan menolak darah golongan manapun yang berperan selaku donor,
dengan kata lain mereka boleh menerima darah dari semua golongan darah lainnya.
Sedangkan golongan darah O secara teoritis merupakan donor universal, karena memiliki
antibodi anti-A dan anti-B.
Darah yang diberikan diharapkan tidak memicu reaksi imunitas dari resipien, dengan
kata lainmereka boleh memberikan darah ke semua golongan darah lain,
termasuk golongan A dan B.Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor Rh.
Seorang Rh (-) yang belum memiliki anti-D namun menerima donor darah Rh (+) akan
mengalami reaksi sensitisasi terhadap antigen D.
Untuk wanita hal ini dapat berbahaya bagi kehamilan (sudah dibahas di bagian kedua).
Sekali sajaseorang Rh (-) terpapar darah Rh (+); jika kali berikutnya ia kembaliterpapar
darah Rh (+), maka reaksi transfusi yang timbul dapat sangat berbahaya.
Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya. Jika seorang Rh (+)mendapat darah dari
donor Rh (-), darah Rh (-) itu sudah lepas dari sistemimunitas si donor, sehingga tidak
akan terjadi reaksi sensitisasi. Dengan katalain, sistem imun orang Rh (+) tidak bereaksi
imunologis terhadap paparandarah Rh (-).
B. Crossmatch (Reaksi Silang Serasi)
Reaksi silang (Crossmatch = Compatibility-test) perlu dilakukan sebelum melakukan
transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan darah
donor. Pengartian Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah pasien dengan
darah donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan untuk mencari tahu
atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan dilawan oleh serum pasien
didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel
pasien didalam tubuhnya hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan
adanya reaksi hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien.
Maka dapat disimpulkan tujuan Crossmacth sendiri yaitu mencegah reaksi hemolitik
tranfusi darah bila darah didonorkan dan supaya darah yang ditrafusikan itu benar-benar
ada manfaatnya bagi kesembuhan pasien.
Jika pada reaksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama, baik
mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan, misalnya donor
golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test minor akan terjadi
aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok (Anonim, 2010).
Mayor Crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan
penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete Antibodies
maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja. Cara dengan
objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya
pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi
pada suhu 37 derajat Celcius. Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan
cara Crossmatch dengan high protein methode. Ada beberapa cara untuk menentukan
reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek
glass (Anonim, 2010).
Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas pengujian in vitro. Antibody kelas IgM
yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang mengandung antigen yang relevam
secara nyata, tetapi antibody yang lemah sulit dideteksi. Banyak antibodi kelas IgG yang
tak mampu menggumpalkan eryhtrosit walaupun antibody itu kuat. Semua pengujian
antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan cara sentrifugasi serum dengan
eryhtrosit. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi
kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin
dan bila pendertita mengandung antibodi dengan eryhtrosit donor maka terjadi gumpalan.
Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil
yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Anonim, 2010).
C. Tujuan dilakukan crossmatch
Pemeriksaan uji silang serasi bertujuan untuk menentukan cocok tidaknyadarah donor
dengan darah penerima untuk persiapan transfusi darah.Tujuan dari pemeriksaan ini
adalah untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak menimbulkan reaksi apapun pada
resipien serta sel-sel darah merah bisa mencapaimasa hidup maksimum setelah diberikan.
Uji silang serasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi pada darah pasien
yang akan bereaksi dengan darah donor atau sebaliknya. Bahkan walaupun golongan
darah ABO dan Rh pasien dan donor telah diketahui, adalah hal mutlak untuk melakukan
uji silang serasi.Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor
dan minor cross match adalah serum donor dicampur dengan sel penerima.
D. Fungsi dan prinsip crossmatch
a. Fungsi crossmacth
- Konfirmasi jenis ABO dan Rh (kurang dari 5 menit)
- Mendeteksi antibodi pada golongan darah lain
- Mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah.
Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit
b. Prinsip crossmatch
Prinsip crossmatch ada dua yaitu Mayor dan Minor, yang penjelasnya sebagai
berikut :
- Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor.
Maksudnya apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh antibody dalam serum
pasien.
- Minor crossmatch adalah plasma donor dicampur dengan sel penerima. Yang
dengan maksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor.
- Jika golongan darah (system ABO) penerima dan donor sama, baik mayor
maupun minor tidak bereaksi, jika berlainan misalnya, donor golongan O dan
penerima golongan A, akan terjadi aglutinasi pada tes minor.
E. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Crossmatch
Berikut Keterangan apakah darah bisa dipakai atau tidak :
a. Crossmatch Mayor, Minor dan Auto Control = Negatif
- Berarti Darah OS Kompatibel dengan darah donor
- Darah Boleh dikeluarkan
b. Crossmatch Mayor = Positif, Minor = Negatif, dan Autocontrol = Negatif
- Periksa sekali lagi Golongan Darah OS apakah sudah sama dengan donor, apabila
Golongan darah OS memang sudah sesuai, maka pemeriksaan dilanjutkan.
Lakukan DCT (Direct Coombs Test) pada sel donor untuk memastikan reaksi
positif pada mayor bukan berasal dari donor, apabila DCT sel donor negatif,
artinya ada irregular antibodi pada serum OS.
- Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai didapat hasil Cross negatif
pada mayor dan minor.
- Apabila tidak ditemukan hasil Crossmatch yang kompatibel meskipun darah
donor telah diganti maka harus dilakukan skrining dan identifikasi antibodi pada
serum OS dalam hal ini sampel darah dikirim ke UTD Pembina terdekat.
c. Crossmatch Mayor = negatif, Minor = Positif, dan Autocontrol = negative
- Artinya ada irregular antibodi pada serum / plasma Donor.
- Solusi : Ganti dengan darah donor yang lain lakukan Crossmatch lagi.
d. Crossmatch Mayor = negatif, Minor = positif, dan Autocontrol = positif
- Lakukan Direct Coombs Test pada OS
- Apabila DCT positif, hasil positif pada Crossmatch Minor dan AC berasal dari
Autoantibodi atau ada immune antibodi dari transfusi sebelumnya terhadap sel
darah merah donor dari transfusi sebelumnya.
- Apabila derajad posotif pada Minor sama atau lebih kecil dibandingkan derajad
positif pada AC/DCT darah boleh dikeluarkan.
- Apabila derajad positif pada Minor lebih besar dibandingkan derajad positif pada
AC/DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah donor,
akukan Crossmatch lagi sampai ditemukan positif pada Minor sama atau lebih
kecil dibanding AC/DCT.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu: Centrifuge, tabung reaksi,
plate, pipet,gelas kimia
B. Bahan
C. Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum yaitu
a. Fase I: Phase suhu kamar di dalam saline medium
- Diambil 3 buah tabung ukuran 12 X 75 mm, dimasukkan ke dalam masing-
masing tabung
- Isi dicampurkan dikocok-kocok hingga homogen. Diputar 3000 rpm selama 15
detik
- Reaksi dibaca terhadap hemolisis dan aglutinasi secara mikroskopis
b. Phase II : Phase inkubasi 370C dalam medium bovine albumin 22%
- Ke dalam masing-masing tabung ditambahkan bovine albumin 22 % sebanyak 2
tetes
- Tabung dikocok-kocok
- Diinkubasi 370C selama 15 menit
c. Phase III : (Indirect Coomb’s Test)
- Sel darah merah dalam tabung dicuci sebanyak 3 x dengan saline
- Ke dalam kedua tabung ditambahkan masing-masing 2 tetes Coomb’s serum
- Hasil reaksi dibaca secara makroskopis dan mikroskopis
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, 2015. Permenkes 91 tahun 2015 Standar Pelayanan Transfusi Darah. Diakses pada
05 Oktober 2018.
Sadikin, Muhamad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widya Medika. Diakses pada 05 Oktober
2018.
Setyati J, Soemantri A, 2010. Transfusi Darah Yang Rasional, 1,24-27,115-131, Pelita Insani Semarang