Susu Pasteurisasi
Antibiotika
Antibiotika merupakan suatu bahan atau zat yang diproduksi oleh bakteri
atau cendawan tertentu yang dapat digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi
mikroorganisme terutama yang disebabkan oleh bakteri. Senyawa ini mampu
menghentikan proses pertumbuhan dari bakteri bahkan dapat membunuh bakteri
yang secara umum dikenal sebagai efek bakteriostatik dan bakterisidal (Bezoen
et al. 2000). Menurut Giguere (2006) antibiotika merupakan hasil intermediet atau
hasil akhir dari metabolisme mikroba. Antibiotika dapat diklasifikasikan atas
beberapa kategori. Secara umum dapat dibagi berdasarkan empat kategori yaitu
berdasarkan target mikroorganisme, aktifitas bakteri, kemampuan bakterisidal
atau bakteriostatik, serta waktu dan konsentrasi obat.
1) Target mikroorganisme
Antibiotika digambarkan sebagai spektrum sempit jika hanya menghambat
bakteri saja atau dikatakan berspektrum luas jika dapat menghambat mikoplasma,
riketsia dan klamidia. Spektrum aktifitas terhadap target mikroorganisme
dijelaskan pada Tabel 4.
2) Aktifitas antibakteri
Beberapa antibiotika dapat menghambat bakteri Gram negatif atau Gram
positif saja sehingga disebut memiliki aktifitas yang sempit, sedangkan antibiotika
dengan aktifitas spektrum luas memiliki kemampuan menghambat atau bekerja
pada bakteri Gram negatif dan positif. Definisi ini tidak sepenuhnya mutlak
karena beberapa jenis antibiotika dapat bekerja terhadap kedua kelompok bakteri
baik Gram positif maupun Gram negatif tetapi hanya menghambat beberapa jenis
bakteri dari keduanya. Aktifitas beberapa jenis antibiotika terhadap kelompok
dijelaskan dalam Tabel 5.
Antibiotika betalaktam
tersebut dapat memicu terjadinya residu antibiotika dalam susu (Mitchell et al.
1998). Sampai sekarang masih terdapat dilema, di satu sisi penggunaan antibiotika
sangat perlu akan tetapi di sisi lain berakibat buruk bagi kesehatan masyarakat
(Crawford dan Franco 1996).
Antibiotika sebagai obat yang paling banyak digunakan dalam peternakan,
secara umum diketahui mempunyai dua target tujuan dalam penggunaannya yaitu
sebagai agen terapeutik dan sebagai agen subterapeutik. Penggunaan antibiotika
sebagai agen terapeutik berfungsi untuk melakukan terapi terhadap kejadian
penyakit sedangkan penggunaan sebagai subterapeutik bertujuan untuk
meningkatkan produksi ternak dengan cara meningkatkan efisiensi makanan
untuk pertumbuhan dan melakukan modifikasi terhadap komposisi nutrisi dari
produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut (CDUFA 1999).
Penggunaan antibiotika pada sapi laktasi akan menghasilkan residu di dalam
susu (NRA 2000). Antibiotika secara komersial banyak digunakan dalam industri
peternakan sebagai zat yang ditambahkan pada pakan hewan yang bertindak
sebagai agents growth promotors (AGPs) dan juga sebagai suatu zat yang
digunakan untuk kontrol dan pencegahan terjadinya penyakit. Cara kerja dari
AGPs ini belum diketahui secara pasti, akan tetapi secara umum diketahui bahwa
antibiotika yang berfungsi sebagai AGPs akan mengurangi keberadaan organisme
patogen dan mengurangi jumlah mikroorganisme yang bersaing dengan inang
dalam mendapatkan nutrisi. Fungsi lain antibiotika sebagai AGPs ialah
merangsang atau menghambat secara selektif pertumbuhan dari mikroorganisme
yang banyak menggunakan nutrisi inang untuk pertumbuhannya, namun menurut
Bambeke et al. (2000) penggunaan antibiotika sebagai bahan tambahan pakan
atau pangan akan menghasilkan masalah yang sulit dikendalikan.
Penggunaan antibiotika secara rasional seharusnya didasarkan atas
pengetahuan tentang struktur dan biokimia dari bakteri serta farmakodinamika dan
farmakokinetika dari obat-obatan tersebut. Suatu obat yang kurang efektif apabila
dipenetrasikan dengan baik dibandingkan dengan obat yang efektif tapi dengan
penetrasi yang kurang baik maka keduanya akan sama-sama gagal dalam upaya
pengobatan penyakit dan kemungkinan akan memicu perkembangan strain-strain
yang resisten terhadap obat tersebut (Abadi dan Less 2000).
11
Penisilin G 96
Eritromisin 36
Tetrasiklin 72
Streptomisin 48
Residu antibiotika yang terdapat pada produk pangan asal hewan dapat
menyebabkan masalah kesehatan dalam tubuh manusia antara lain dapat
menimbulkan reaksi baik yang bersifat akut atau kronis (CDUFA 1999). Residu
antibiotika dalam pangan dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan
masyarakat bila dikonsumsi dalam waktu yang lama. Dampak tersebut dapat
berupa toksikologis (residu antibiotika bersifat racun terhadap hati, ginjal dan
pusat pembentukan darah), mikrobiologis (residu antibiotika akan mengganggu
keseimbangan mikroflora didalam saluran pencernaan sehingga dapat
mengganggu metabolisme tubuh), imunopatologis (yaitu residu antibiotika dapat
menjadi faktor pemicu timbulnya reaksi alergi dari yang bersifat ringan sampai
dengan berat dan bersifat fatal), dan menimbulkan gangguan pada sistem syaraf
serta kerusakan jaringan (Donkor et al. 2011). Batas maksimum residu antibiotika
dalam susu menurut SNI 01-6366-2000 (BSN 2000) disajikan dalam Tabel 7.
Metode pengujian residu antibiotika dapat berupa uji cepat (rapid test kit),
uji tapis/ screening test (bioassay dan ELISA) dan uji konfirmasi (HPLC). Begitu
banyak jenis uji yang ada, namun tidak ada satupun uji yang menjamin hasilnya
paling baik (Wehr dan Frank 2004).
Uji cepat merupakan metode pengujian residu antibiotika yang tidak
memakan waktu banyak dan mudah penggunaannya. Uji tapis pada umumnya
merupakan uji kualitatif dan semi kuantitatif yang berfungsi untuk
mengidentifikasi adanya residu antibiotika dengan cepat, mudah digunakan, dan
relatif tidak mahal.
Bioassay merupakan pengujian yang menggunakan mikroorganisme untuk
mendeteksi senyawa antibiotika yang masih aktif (BSN 2008). Menurut
Eenennaam et al. (1993), spesifisitas bioassay ditunjukkan dari tipe golongan
antibiotika yang dapat dideteksi dengan melihat hambatan pertumbuhan bakteri.
Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) merupakan uji tapis yang
memiliki sensitifitas tinggi, sederhana, dan mampu menguji banyak sampel hanya
dengan volume sampel yang sedikit (Wang et al. 2009).
High performance liquid chromatography (HPLC) adalah metode yang
sangat membantu dalam konfirmasi keberadaan residu antibiotika dalam pangan
asal hewan. Metode HPLC didasarkan pada reserved-phase chromatography dan
multisignal UV-visiblediode array detection (UV-VAD). Spektrum UV berperan
sebagai alat identifikasi tambahan (Husgen dan Schuster 2001). Metode HPLC
mampu mengkonfirmasi kehadiran dan mengidentifikasi jenis antibiotika dalam
susu.