LP Askep Maternitas Kelompok

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA NY. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS PRE EKLAMPSIA BERAT

DI RUANG VK IGD RSST KLATEN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan III (Maternitas)

Disusun Oleh :

Veni Rachmatunisa (P07120215040)

Yuni Apriliani Istiqamah (P07120215045)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


YOGYAKARTA

JURUSAN D IV KEPERAWATAN

2017
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA NY. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS PRE EKLAMPSIA BERAT

DI RUANG VK IGD RSST KLATEN

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal


September 2017

Mahasiswi Praktikan Mahasiswi Praktikan

Veni Rachmatunnisa Yuni Apriliani Istiqamah


NIM. P07120215040 NIM. P07120215045

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Ana Ratnawati, APP., S.Kep., Ns., M.Kep Dwi Hasti Handayani, SST
NIP. 197205272002122001 NIP. 197306221999032003
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Asuhan Keperawatan yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
MATERNITAS PADA NY. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS PRE
EKLAMPSIA BERAT ” ini.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik KLinik Keperawatan


III (Keperawatan Maternitas) Prodi D IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Dalam peyusunannya kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada Bapak Maryana, Ana Ratnawati, APP., S.Kep., Ns., M.Kep selaku
pembimbing akademik kami dan Ibu Hasti selaku pembimbing lapangan kami di
Ruang VK IGD RSST KLATEN.

Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami dapatkan
melalui metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi
dokumen. Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Dalam penyusunan makalah ini penulis juga memberi kesempatan kepada
pembaca, kiranya berkenan memberi kritikan dan saran yang bersifat
membangun dengan maksud meningkatkan pengetahuan penulis agar lebih baik
dalam karya selanjutnya.

Klaten, 15 September 2017

Penyusun
BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita


hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria
tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah
persalinan (Mansjoer dkk, 2006).
B. Klasifikasi

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :

Ø Pre Eklampsia Ringan :

· Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.

· Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau
lebih per minggu.

· Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 +


pada urin kateter atau midstream.

Ø Pre Eklampsia Berat

· Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

· Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.

· Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.

· Adanya gangguan serebral, visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.

· Terdapat edema paru dan sianosis.


C. Etiologi

Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan


manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama hamil dan menghilang
dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang
mengidentifikasi wanita yang akan menderita preeklampsia.

Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali,


kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor
resiko yang lain adalah :

· Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis

· Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.

· Kegemukan.

· Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.

· Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.

· Gizi buruk

· Gangguan aliran darah ke rahim.

Akan tetapi, ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan
perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar,
kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.

Kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama.


Preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih
dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu
yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat
mencapai 25%. Preeklampsia ialah suatu penyakit yang tidak terpisahkan
dari preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP, atau eklampsia
(Bobak, dkk., 2005).

D. Patofisiologi

Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan


retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh


penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan


perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan
meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi penurunan
resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance[SVRI]),
peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid.

Pada pre eklamsi volume plasma yang beredar menurun sehingga


terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini
membuat organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-
uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ
dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen
maternal menurun.

Vasospasme merupakan akibat peningkatan sensifitas terhadap tekanan


peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu
ketidakseimbagan antara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2.

Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial menyebabkan


peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan
lebih lanjut menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi pasien yang
mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema paru.

Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-


faktor imunologi memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan
protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respon imunologis
lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre eklamsi pada ibu
baru dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda).
Predisposisi genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi
pre eklamsi dan eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat
eklamsi, yang menunjukkan suatu gen resesif autoso yang mengatur respon
imun maternal.

Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP)


dengan menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak.
Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan penglihatan
(skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran.
Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang
(Bobak, dkk., 2005).
Pathway

Tekanan Darah

Meningkat Normal
Hamil <20 mg
(TD>140/90

Superimposed Pre Hamil > 20 mg


Hipertensi kronik
Eklampsia

Pre Eklampsia Kejang (-) Kejang (+)

Vaso spasme Penurunan


pada pembuluh pengisisan darah Eklampsia
darah di ventrikel kiri

Volume dan
Proses 1 cardiac Kelebihan volume
tekanan darah
output menurun cairan
menurun
Keluar keringat
Merangsang Sistem syaraf berlebih
medulla oblongata simpatis
meningkat Kulit

Jantung HCl meningkat Paru

Kompresi saraf simpatis Peristaltic turun Penumpukan darah


meningkat
Gangguan irama jantung
Aliran turbulensi emboli LAEDP meningkat

Gangguan rasa Kongesti vena


nyaman (nyeri) pulmonal

Proses perpindahan
Konstipasi Akumulasi gas cairan karena
meningkat perbedaan tekanan

Ketidakseimbangan Timbul oedema


nutrisi kurang dari gangguan fungsi
kebutuhan alveoli
Metabolisme Gangguan
Akral dingin
turun pertukaran gas

Perubahan Vasokontriksi Pembuluh


perfusi jaringan darah
perifer

E. Manifestasi Klinis

Pada pre eklampsia ringan, gejala subyektif belum dijumpai. Pada pre
eklampsia berat gejalanya sudah dapat dijumpai seperti :

1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti
dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut
terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit
kepala lain.

2. Gangguan penglihatan. Pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya,


pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara.

3. Ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya.

4. Nyeri perut pada bagian ulu hati (bagian epigastrium) yang kadang
disertai dengan mual muntah.

5. Gangguan pernafasan sampai cyanosis

6. Terjadi gangguan kesadaran

7. Dengan pengeluaran proteinuria keadaan semakin berat, karena terjadi


gangguan fungsi ginjal.

Kelanjutan pre-eklampsia berat menjadi eklampsia dengan tambahan gejala


kejang dan/atau koma. Selama kejang diikuti kenaikan suhu mencapai 400 C,
frekwensi nadi bertambah cepat dan tekanan darah meningkat.

(Sumber : Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC)

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda


dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang-kejang.
Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di
berikan:

1) Larutan sulfat magnesium 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan


intramuskulus bokonh kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan
dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas
magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif,
dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut
selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis.

2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.

3) Diazepam 20 mg intramuskulus

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian


MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml,
max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada
perbaikan, rawat di ruang ICU.

Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:

1) Anti hipertensi

a) Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg.
Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan
kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada


umumnya.

c) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat


diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet


antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8
kali/24 jam.
2) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,


diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat diperlukan


karena dengan menurunnya tekanan darah kemungkinan kejang dan
apolpeksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria,
sebaiknya penderita diberi glukosa 20% secara intravena. Obat
diuretika tidak si berikan secar rutin

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia

1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,


pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian
janin)

4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat


sesegera mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui
bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan
ditunda lebih lama.

b. Penatalaksanaan preeklamsi Ringan

1) Kehamilan kurang dari 37 minggu. (Saifuddin et al. 2002)

Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :

-Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks,


dan kondisi janin.

-Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda


bahaya preeklampsia dan eklampsia.

-Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan


tekanan pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan
aliran darah balik dan menambah curah jnatung.
-Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).

-Tidak perlu diberi obat-obatan.

-Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :

a) Diet biasa

b) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk


proteinuria) sekali sehari.

c) Tidak perlu diberi obat-obatan.

d) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema


paru, dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut.

e) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien


dapat dipulangkan :

i. Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-


tanda preeklampsia berat.

ii. Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau


tekanan darah, urin, keadaan janin, serta gejala
dan tanda-tanda preeklampsia berat;

f) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika


tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat.
Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan
janin.

g) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin


terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.
Jika tidak rawat sampai aterm.

h) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE


berat.

2) Kehamilan lebih dari 37 minggu

a) Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi


persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
b) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan
serviks dengan prostaglandin atau kateter Foley atau
lakukan seksio sesarea.

c Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi,


pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ
yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan. (Angsar MD,
2009; Saifuddin et al. 2002):

1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.

3) Pemberian obat antikejang.

4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada


edema paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai
adalah furosemid.

5) Pemberian antihipertensi

Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut


off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU
Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg
dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.

6) Pemberian glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru


janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32 –
34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.

(Sumber : Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC)

G. Komplikasi
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi antara lain:

Ø Pada Ibu

· Eklampsia

· Solusio plasenta

· Pendarahan subkapsula hepar

· Kelainan pembekuan darah (DIC)

· Sindrom HELPP (hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet


count)

· Ablasio retina

· Gagal jantung hingga syok dan kematian.

Ø Pada Janin

· Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus dan prematur

· Asfiksia neonatorum dan kematian dalam uterus

· Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap :

· Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin


untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)

· Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol%)

· Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)

b. Urinalisis

· Ditemukan protein dalam urine.

c. Pemeriksaan Fungsi hati

· Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)

· LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat

· Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.

· Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45


u/ml)
· Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N=< 31
u/ml)

· Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

d. Tes kimia darah

· Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )

2. Radiologi

a. Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan


intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.

b. Kardiotopografi (CTG)

Diketahui denyut jantung janin lemah.

I. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah :

1. Data subyektif :

- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau
> 35 tahun

- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,


oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan
kabur

- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,


vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM

- Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,


hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya

- Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok


maupun selingan

- Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan


kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya

2. Data Obyektif :
- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema

- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal


distress

- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat


pemberian SM ( jika refleks + )

- Pemeriksaan penunjang ;

 Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,


diukur 2 kali dengan interval 6 jam

 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (


biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada
skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat,
serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml

 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu

 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya


kelainan pada otak

 USG ; untuk mengetahui keadaan janin

 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan


penurunan fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah
)

b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan


dengan perubahan pada plasenta

c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi


uterus dan pembukaan jalan lahir

d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang


tidak efektif terhadap proses persalinan
3. Perencanaan

a. Diagnosa keperawatan I :

Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan


fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu

Kriteria Hasil :

a. Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )

b. Tanda-tanda vital :

Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg Suhu : 36-37 C

Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt

Intervensi :

1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam

R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi
dari PIH

2. Catat tingkat kesadaran pasien

R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

3. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan


nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang

4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus

R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan


terjadinya persalinan

5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM

R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah
terjadinya kejang

b. Diagnosa keperawatan II :

Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan


perubahan pada plasenta
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin

Kriteria Hasil :

- DJJ ( + ) : 12-12-12

- Hasil NST :

- Hasil USG ;

Intervensi :

1. Monitor DJJ sesuai indikasi

R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio
plasenta

2. Kaji tentang pertumbuhan janin

R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga


timbul IUGR

3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan,


rahim tegang, aktifitas janin turun )

R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat
hipoxia bagi janin

4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM

R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta
aktifitas janin

5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST

R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

c. Diagnosa keperawatan III :

Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan


pembukaan jalan lahir

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat
mengantisipasi rasa nyerinya

Kriteria Hasil :

- Ibu mengerti penyebab nyerinya

- Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya


Intervensi :

1. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat
menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap
nyerinya

2. Jelaskan penyebab nyerinya

R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif

3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul

R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi


pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan
terpenuhi

4. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri

R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

d. Diagnosa keperawatan IV :

Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak


efektif terhadap proses persalinan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

- Ibu tampak tenang

- Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan

- Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang

Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan ibu

R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian
pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa

3. Jelaskan mekanisme proses persalinan

R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi


emosional ibu yang maladaptif

2. gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif

R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu
efektif
3. Beri support system pada ibu

R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang
secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati
DAFTAR PUSTAKA

Hacker Moore. 1999. Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Hanifa Wikyasastro. 1997. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 2000.


Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai