LP CKD Dengan HD
LP CKD Dengan HD
Disusun Oleh :
JURUSAN D IV KEPERAWATAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Asuhan Keperawatan yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH PADA TN. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL
KRONIS ” ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami dapatkan
melalui metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi
dokumen. Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Dalam penyusunan makalah ini penulis juga memberi kesempatan kepada
pembaca, kiranya berkenan memberi kritikan dan saran yang bersifat membangun
dengan maksud meningkatkan pengetahuan penulis agar lebih baik dalam karya
selanjutnya.
Yogyakarta, 09 Oktober 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prevalensi gagal ginjal kronik menurut United State Renal Data
System (USRDDS) pada tahun 2009 adalah sekitar 10-13 % didunia. Dalam
Kartika (2013), berdasakan survei dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan
prevalensi penyakit gagal ginjal kronik yang cukup tinggi, yaitu sekitar 30,7
juta penduduk. Menurut data PT Askes, ada sekitar 14,3 juta orang penderita
gagal ginjal tahap akhir saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi
433 perjumlah penduduk, Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200
juta pada tahun 2025 ( Febrian, 2009 ).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah destruksi
struktur ginjal yang progresif dan terus- menerus. Fungsi ginjal yang tidak
dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
metabolic, dan cairan elektrolit mengalami kegagalan, yang menyebabkan
uremia ( Elizabeth, 2009 ).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan laporan ini adalah : mahasiswa/i diharapkan
mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien “Gagal Ginjal Kronik
on Hemodialisa” yang dirawat di Unit Hemodialisa RSUD Sleman.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah Praktek mahasiswa/i mampu melakukan
1) Pengkajian pada Tn. S dengan Gagal Ginjal Kronik
2) Menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan Gagal Ginjal Kronik
3) Perencanaan keperawatan pada pasien Tn. S dengan Gagal Ginjal Kronik
4) Implementasi dan evaluasi keperawatan pada Tn. S dengan Gagal Ginjal
Kronik
b. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan
pada pasien Gagal Ginjal Kronik
c. Sebagai salah satu metode pembelajaran untuk mata kuliah Keperawatan
Ginjal Intensif II
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal
kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m², sebagai berikut:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a. Kelainan patologik
B. KLASIFIKASI
Stadium 1
Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang berada pada
stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap
dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.
Stadium 3
c. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah
malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 – 30 persen saja dan
apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit
tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
c. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah
malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
h. Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
i. Sulit berkonsentrasi
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis)
atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.
b. Nausea.
c. Sakit kepala.
d. Merasa lelah.
f. Gatal – gatal.
C. ETIOLOGI
a. Glomerulonefritis
b. Diabetes melitus
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan
dijumpai fibrosis ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk
sampai pada stadium IV dan5-7tahun kemudian akan sampai
stadiumV.
1) STADIUM 1
2) STADIUM 2
3) STADIUM 3
Pada stadium 3 glomerulus dan tubulus sudah mengalami
beberapa kerusakan. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria
yang menetap dan terjadi hipertensi. Pada stadium 3 terdapat
mikroalbuminuria (30-300mg/24 jam).
4) STADIUM 4
5) STADIUM 5
c. Hipertensi
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan
atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada
keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal,
baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal
polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.
Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik
dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan
autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik
dewasa.
Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50
tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat
dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi
uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka setiap gejala semakin meningkat, sehingga menyebabkan
gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya
filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin.
Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tahap akhir,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti
steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan
ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan
cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya
oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin
menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletihan.
Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena
status pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia
berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi
oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah
merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare
(2001) adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain
menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya
kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun,
seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan
sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan
komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan
fungsi ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein
dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan
sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.
Pathway
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler
a) Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b) Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital
c) Friction rub pericardial, pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a) Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik
b) Pruritus, ekimosis
c) Kuku tipis dan rapuh
d) Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a) Krekels, Sputum kental dan liat
b) Pernafasan kusmaul
4. Gastrointestinal
a) Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b) Nafas berbau ammonia
c) Ulserasi dan perdarahan mulut
d) Konstipasi dan diare
e) Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a) Tidak mampu konsentrasi
b) Kelemahan dan keletihan
c) Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
d) Disorientasi
e) Kejang, Rasa panas pada telapak kaki
f) Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a) Kram otot, kekuatan otot hilang
b) Kelemahan pada tungkai
c) Fraktur tulang, foot drop
7. Reproduktif : amenore, atrofi testekuler
(Smeltzer& Bare, 2001)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine
a. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tak keluar (anuria)
2. Darah
g. EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
h. Magnesium/Fosfat : Meningkat
i. Kalsium : Menurun
3. Piolegram Intravena
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
a. Peranan diet
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
b. Anemia
c. Keluhan gastrointestinal
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
e. Kelainan neuromuskular
f. Hipertensi
1) Hemodialisis
b) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal
(anatomi dan faal). Pertimbangan program
transplantasi ginjal, yaitu:
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
a. Demografi.
8) Pola reproduksi
d. Pengkajian fisik
2) Tanda-tanda vital.
3) Antropometri.
4) Kepala
6) Dada
9) Ekstremitas.
10) Kulit : turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik
dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosa Keperawatan
j. Resiko perdarahan
3. Intervensi Keperawatan
Pengelolaan Jalan
Nafas
5. Atur posisi tidur klien
untuk maximalkan
ventilasi
6. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
7. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi sesuai
kebutuhan
8. Auskultasi bunyi
nafas
9. Bersihhkan skret jika
ada dengan batuk
efektif / suction jika
perlu.
3 Kelebihan volume Setelah dilakukan askep ..... Fluit manajemen:
cairan b.d. jam pasien mengalami
1. Monitor status hidrasi
mekanisme keseimbangan cairan dan
(kelembaban membran
pengaturan elektrolit.
mukosa, nadi adekuat)
melemah
Kriteria hasil: 2. Monitor tnada vital
Bebas dari edema 3. Monitor adanya
anasarka, efusi indikasi
overload/retraksi
Suara paru bersih
4. Kaji daerah edema
Tanda vital dalam
jika ada
batas normal
Fluit monitoring:
5. Monitor intake/output
cairan
6. Monitor serum
albumin dan protein
total
7. Monitor RR, HR
8. Monitor turgor kulit
dan adanya kehausan
9. Monitor warna,
kualitas dan BJ urine
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari askep …..jam klien
1. kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh menunjukan status nutrisi
adekuat dibuktikan dengan 2. Kaji adanya alergi
kriteria hasil makanan.
3. Kaji makanan yang
BB stabil disukai oleh klien.
Tidak terjadi 4. Kolaborasi dg ahli gizi
malnutrisi, untuk penyediaan
Tingkat energi nutrisi terpilih sesuai
adekuat dengan kebutuhan
Masukan nutrisi klien.
adekuat 5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien
Monitor Nutrisi
8. Monitor BB setiap hari
jika memungkinkan.
9. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien
makan.
10. Monitor lingkungan
selama makan.
11. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien makan.
12. Monitor adanya mual
muntah.
13. Monitor adanya
gangguan dalam
proses mastikasi/input
makanan misalnya
perdarahan, bengkak
dsb.
14. Monitor intake nutrisi
dan kalori
6 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep ... Kontrol infeksi
tindakan invasive, jam risiko infeksi terkontrol
1. Ajarkan tehnik
penurunan daya dg KH:
mencuci tangan
tahan tubuh primer
Bebas dari 2. Ajarkan tanda-tanda
tanda-tanda infeksi infeksi
Angka leukosit normal 3. laporkan dokter
Pasien mengatakan segera bila ada tanda
tahu tentang tanda-tanda infeksi
dan gejala infeksi 4. Batasi pengunjung
5. Cuci tangan sebelum
dan sesudah merawat
ps
6. Tingkatkan masukan
gizi yang cukup
7. Anjurkan istirahat
cukup
8. Pastikan penanganan
aseptic daerah IV
9. Berikan PEN-KES
tentang risk infeksi
Proteksi infeksi:
10. Monitor tanda dan
gejala infeksi
11. Pantau hasil
laboratorium
12. Amati faktor-faktor
yang bisa
meningkatkan infeksi
13. Monitor Vital Sign
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan askep ... NIC: Toleransi
ketidakseimbangan jam Klien dapat aktivitas
suplai & kebutuhan O2 menoleransi aktivitas &
1. Tentukan
melakukan ADL dgn baik
penyebab
Kriteria Hasil: intoleransi
aktivitas &
Berpartisipasi dalam
tentukan apakah
aktivitas fisik dgn TD, penyebab dari
HR, RR yang sesuai fisik,
Warna kulit psikis/motivasi
normal,hangat&kering 2. Kaji kesesuaian
Memverbalisasikan aktivitas&istirahat
pentingnya aktivitas klien sehari-hari
secara bertahap 3. Peningkatan
Mengekspresikan aktivitas secara
pengertian pentingnya bertahap, biarkan
keseimbangan latihan & klien
istirahat berpartisipasi
Peningkatan toleransi dapat perubahan
aktivitas posisi,
berpindah&peraw
atan diri
4. Pastikan klien
mengubah posisi
secara bertahap.
Monitor gejala
intoleransi
aktivitas
5. Ketika
membantu klien
berdiri, observasi
gejala intoleransi
spt mual, pucat,
pusing, gangguan
kesadaran&tanda
vital
6. Lakukan latihan
ROM jika klien
tidak dapat
menoleransi
aktivitas
Nyeri Akut Setelah dilakukan askep ... Pain Managemen
jam Klien dapat 1. Lakukan
menoleransi aktivitas & pengkajian secara
melakukan ADL dgn baik komperhensive
Kriteria Hasil: 2. Pobservasi reaksi
Mampu mengontrol non verbal dari
nyeri ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa 3. Kurangi factor
nyeri berkurang prsipitasi nyeri
Mampu mengenali 4. Kaji tipe dan
nyeri sumber nyeri untuk
Menyatukan rasa melakukan
nyaman setelah nyeri intervensi
berkurang
5. Tingkatkan
TTV dalam rentang istirahat
normal
6. Monitor TTV
Tidak mengalami
gangguan tidur
II. HEMODIALISA
A. PENGERTIAN
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh. Suatu proses pembuatan zat
terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable. Ini
berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
B. FUNGSI
C. INDIKASI
a. Hiperkalemia
b. Asidosis
e. Kelebihan cairan
D. PRINSIP HEMODIALISA
1. Akses Vaskuler :
3. Difusi
4. Konveksi
5. Ultrafiltrasi
E. PERALATAN
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan
elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system
bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan
system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati
membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal.
Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi
pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan
pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi
kebutuhan pasien tertentu.
4. Asesori Peralatan
5. Komponen manusia
F. PROSEDUR HEMODIALISA
e. Hidupkan mesin
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari
dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang
lalu diklem.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
3. Persiapan pasien
I. KOMPLIKASI
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik