Anda di halaman 1dari 15

Arti filsafat

Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama yang kita hadapi tatkala akan
mempelajari ilmu filsafat. Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni:

Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani,
‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka (loving), dan ‘sophia’ = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi
‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa
Arabnya ‘failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau
perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.

Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat
artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga,
sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia
yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh
dan mendalam.

Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat
kebenaran segala sesuatu.

Beberapa definisi

Karena luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat
memberikan definisinya secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan
Timur di bawah ini:

Plato (427SM – 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan:
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang
asli).

Aristoteles (384 SM – 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di
dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala benda).

Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.

Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan
pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:

Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)

Apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)

Sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)

Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal,
artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan
penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.

Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya
setelah mencapai pengetahuan itu.

Kesimpulan

Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa:

Filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.

Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal
dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu:

Hakikat Tuhan,

Hakikat alam semesta, dan

Hakikat manusia,

serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu
sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.
2. Cara membatasi filsafat

Karena sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar pula orang mempelajarinya, dari mana hendak
dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya.

Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua cara,
yaitu dengan memplajari sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan dengan
cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang tertentu (metode
sistematis).

Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang.
Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya
tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Seperti juga pembicaraan tentang
zaman purba dilakukan secara berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing.

Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan
urutan zaman perjuangannya masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang
tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah menurut
pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika
dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang baik dan manakah yang buruk dalam pembuatan
manusia. Di sini tidak dibicarakan persoalan-persoalan logika atau metafisika. Dalam metode sistematis ini para
filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal etika kita
konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat filsuf zaman
pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat filsuf zaman ‘aufklarung’ (Kant dan lain-lain) dengan
pendapat-pendapat filsuf dewasa ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan tertib periodasi
masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika, metafisika, dan lain-lain.

3. Cabang-cabang filsafat

Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam
perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula
matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-
akhir ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat.

Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai
‘ilmu istimewa’ yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi
pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan
ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.

Ahli filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda. Coba perhatikan sarjana-sarjana filsafat di bawah
ini:

1. H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai berikut:

” metafisika,

” logika,

” ajaran tentang ilmu pengetahuan


” filsafat alam

” filsafat sejarah

” etika,

” estetika, dan

” antropologi.

2. Prof. Albuerey Castell membagi masalah-masalah filsafat menjadi enam bagian, yaitu:

” masalah teologis

” masalah metafisika

” masalah epistomologi

” masalah etika

” masalah politik, dan

” masalah sejarah

3 Dr. Richard H. Popkin dan Dr Avrum Astroll dalam buku mereka, Philosophy Made Simple, membagi pembahasan
mereka ke dalam tujuh bagian, yaitu:

” Section I Ethics

” Section II Political Philosophy

” Section III Metaphysics

” Section IV Philosophy of Religion

” Section V Theory of Knowledge

” Section VI Logics

” Section VII Contemporary Philosophy,

4. Dr. M. J. Langeveld mengatakan: Filsafat adalah ilmu Kesatuan yang terdiri atas tiga lingkungan masalah:

” lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan seterusnya)

” lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran, teori pengetahuan, logika)

” lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika yangb ernilai berdasarkan religi)

5. Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan sistematis menjadi empat cabang, yaitu:

a) Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.


b) Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup:

” ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini,

” ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam kuantitasnya,

” ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu. Inilah yang paling utama dari filsafat.

c) Filsafat praktis. Cabang ini mencakup:

” ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorang

” ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara.

d) Filsafat poetika (Kesenian).

Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi perkembangan pelajaran filsafat sebagai
suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga sekarang
masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan dipergunakan.

Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli lainnya, kita melihat lebih banyak
persamaan daripada perbedaan. Dari pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam
coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika, logika, etika, estetika, epistemologi, dan
filsafat-filsafat khusus lainnya.

Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan
pengalaman manusia.

Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.

Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.

Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.

Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.

Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam,
filsafat pendidikan, dan sebagainya.

Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari
hakihat kebenaran dari segala sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun dalam
mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu
(maya).

Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam tiap-tiap pembagian sejak zaman Aristoteles
hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di sekitar logika,
metafisika, dan etika.
4. Tujuan, fungsi dan manfaat filsafat

Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila
tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan
ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).

Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah.
Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan
kebenaran.

S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan
hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran,
kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang
sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia,
berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab,
yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran.

Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar
mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif,
menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya
mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang
menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan ‘nation’, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada
cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya
maupun dalam semangatnya.

Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang
secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut
tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama
agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.

Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran,
maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup
sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang
dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik.
Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam
logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).

5. Aliran-aliran dalam filsafat

Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di bawah ini akan kita bicarakan aliran
metafisika, aliran etika, dan aliran-aliran teori pengetahuan.

a. Aliran-aliran metafisika

Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : (1) yang mengenai
kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b)
dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada ini
adalah esa (satu). Menurut Thales: air menurut Anaximandros: ‘apeiron’ menurut Anaximenes: udara. Dualisme
adalah aliran yang berpendirian bahwa unsur pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme
adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Menurut Empedokles: udara,
api, air dan tanah.

Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap,
dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian.

Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:

” Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.

” Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat materi.

Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:

” Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut
hukum sebab-akibat.

” Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang
lain, bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.

” Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil
putusan-putusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu.

” Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu bebas dalam arti yang seluas-
luasnya.

b. Aliran-aliran etika

Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali, diantaranya ialah:

1) Aliran etika nuturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan
menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia sekali.

2) Aliran etika hedonisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang
menimbulkan ‘hedone’ (kenikmatan dan kelezatan).

3) Aliran etika utilitarianisme, yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia ditinjau dari
kecil dan besarnya manfaat bagi manusia (utility = manfaat).

4) Aliran etika idealisme, yaitu aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia janganlah terikat pada
sebab-musabab lahir, tetapi haruslah didasarkan atas prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.

5) Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik-buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada
atau tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.

6) Aliran etika theologis, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia
itu dinilai dengan sesuai atau tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).

c. Aliran-aliran teori pengetahuan


Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat pengetahuannya sehingga pengetahuan
itu benar dan berlaku.

Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan. Termasuk ke dalamnya:

Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan
jiwa manusia.

Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia,
dari dunia luar yang ditangkap pancainderanya.

Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari luar
maupun dari jiwa manusia itu sendiri.

Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia. Termasuk ke dalamnya:

Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambar yang baik dan tepat
dari kebenaran dalam pengetahuan yang baik tergambarkan kebenaran seperti sungguh-sungguhnya ada.

Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa
manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.

d. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat

Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:

Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongkret,
yaitu manusia sebagai eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia eksistensi itu
mendahului esensi.

Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori,
semata-mata bergantung pada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak di dalam kehidupannya.

Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dan
keyakinan bahwa pengertian itu dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas.

Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa
yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.

Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat barulah mungkin jika rasio dipadukan
dengan seluruh kepribadian sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja, tetapi juga mengenai
ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman, pendeknya seluruh hidup.
6. Filsafat, agama, dan ilmu pengetahuan

a. Filsafat dan agama

Dalam buku Filsafat Agama karangan Dr. H. Rosjidi diuraikan tentang perbedaan filsafat dengan agama, sebab
kedua kata tersebut sering dipahami secara keliru.

Filsafat

Filsafat berarti berpikir, jadi yang penting ialah ia dapat berpikir.

Menurut William Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk memahami.

C.S. Lewis membedakan ‘enjoyment’ dan ‘contemplation’, misalnya laki-laki mencintai perempuan. Rasa cinta
disebut ‘enjoyment’, sedangkan memikirkan rasa cintanya disebut ‘contemplation’, yaitu pikiran si pecinta tentang
rasa cintanya itu.

Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang.

Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang dan jernih dan dapat dilihat dasarnya.

Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan penganut aliran atau paham lain, biasanya bersikap lunak.

Filsafat, walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, sering mengeruhkan pikiran pemeluknya.

Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan argumen, walaupun argumenya sendiri.

Agama

Agama berarti mengabdikan diri, jadi yang penting ialah hidup secara beragama sesuai dengan aturan-aturan
agama itu.

Agama menuntut pengetahuan untuk beribadat yang terutama merupakan hubungan manusia dengan Tuhan.

Agama dapat dikiaskan dengan ‘enjoyment’ atau rasa cinta seseorang, rasa pengabdian (dedication) atau
‘contentment’.

Agama banyak berhubungan dengan hati.

Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya.

Agama, oleh pemeluk-pemeluknya, akan dipertahankan dengan habis-habisan, sebab mereka telah terikat dn
mengabdikan diri.

Agama, di samping memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan pengabdian diri, juga mempunyai
efek yang menenangkan jiwa pemeluknya.
Filsafat penting dalam mempelajari agama.

Demikianlah antara lain perbedaan yang terdapat dalam filsafat dan agama menurut Dr. H. Rosjidi.

b. Filsafat dan ilmu pengetahuan

Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan? Oleh Louis Kattsoff dikatakan: Bahasa yang pakai
dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam
filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di dalam ilmu pengetahuan. Namun,
apa yang harus dikatakan oleh seorang lmuwan mungkin penting pula bagi seorang filsuf.

Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita
ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan
rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut. Filsafat
mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan
metode ilmu pengetahuan.

Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar
materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga
filsuf. Para filsuf terlatih di dalam metode ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu
sebagai berikut:

1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana juga filsuf identik dengan
ilmuwan.

2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material filsafat adalah alam, manusia dan
ketuhanan.

c. Bedanya filsafat dengan ilmu-ilmu lain.

1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana
hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta
pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari
alam maujud ini, misalnya ilmu hayat membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia; ilmu bumi
membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan sebagainya.

2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu vak
membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.

3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya.
Sedangkan ilmu vak harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.

Sebagian orang menganggap bahwa filsafat merupakan ibu dari ilmu-ilmu vak. Alasannya ialah bahwa ilmu vak
sering menghadapi kesulitan dalam menentukan batas-batas lingkungannya masing-masing. Misalnya batas antara
ilmu alam dengan ilmu hayat, antara sosiologi dengan antropologi. Ilmu-ilmu itu dengan sendirinya sukar
menentukan batas-batas masing-masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu ilmu filsafat, itulah yang mengatur
dan menyelesaikan hubungan dan perbedaan batas-batas antara ilmu-ilmu vak tersebut.
7. Rangkuman

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab terdalam,
berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu
hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan
yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal itu.

Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan (memberi sintesis), dan yang dicari
ialah sebab-sebabnya. Demikian filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari
hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci
menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam
definisinya, yaitu “segala sesuatu”.

Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang ada. Pertanyaan-pertanyaan kita itu mengenai
kesemuanya yang ada, tak ada yang dikecualikan. Hal-hal yang tidak kentara pun (seperti jiwa manusia, kebaikan,
kebenaran, bahkan Tuhan sendiri pun) dipersoalkan. Lapangan yang sangat luas ini nanti kita bagi-bagi ke dalam
beberapa lapangan pokok.

Sebab-sebab yang terdalam Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang

dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut “object formal”) ini yang membedakan
berbagai ilmu pengetahuan yang mengenai objek atau lapangan yang sama. Misalnya ilmu kedoktoran
mempelajari manusia dilihat dari sudut tubuhnya yang sakit dan harusnya disembuhkan, sosiologi mempelajari
manusia dalam sudut kemasyarakatan. Demikianlah filsafat mempelajari dalam segala sesuatu itu ialah keterangan
yang penghabisan, yang terakhir, dan terdalam, sampai habis, sampai pada sebab yang terakhir. Yang kita cari
ialah kebijaksanaan, hakikat dari seluruh kenyataan, intisari dan esensi dari semua yang ada.

Kekuatan pikiran manusia sendiri

Dengan ini ditunjuk alat yang kita gunakan dalam usaha kita untuk mencapai kebijaksanaan itu, yaitu pikiran kita
sendiri. Ini membedakan filsafat dari teologi (ilmu ke-Allahan) yang juga mengenai segala sesuatu, tetapi yang
berdasarkan wahyu Tuhan. Filsafat tidak berdasarkan wahyu Tuhan, tidak meminta pertolongan dari Kitab Suci,
tetapi berdasarkan asas-asas dan dasar-dasarnya hanya dengan cara analisis-analisis oleh pikiran kita sendiri.
Justru karena itu, filsafat dapat merumuskan hukum-hukum yang berlaku umum, bagi setiap orang, terserah
agama mana yang dianutnya. Akantetapi, ini pun kelemahan filsafat: jika hanya filsafat saja yang cukup dipakai
sebagai pegangan hidup, pandangan hidup, maka ini tidak cukup, sebab banyak pertanyaan yang tidak dapat
dijawab dengan 100% memuaskan oleh filsafat, sedangkan filsafat sendiri dalam usahanya mencari hakikat dari
seluruh kenyataan menunjuk kepada Tuhan sebagai sumber terakhir dan sebab pertama. (Jadi, sebetulnya filsafat
dan agama !! tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi).

+++

Karena sangat luasnya lapangan yang diselidiki dan sulit serta berbelit-belitnya soal-soal yang dihadapi maka
lapangan yang sangat luas ini dibagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok agar penyelidikan dapat dilakukan
dengan sistemis dan baik. Pembagian ini diadakan secara induksi, yaitu dengan melihat dulu persoalan-persoalan
mana yang timbul dan minta diselesaikan.

a. Tentang pengetahuan (alat untuk mencapai ‘insight’ itu)


1) Logika formal (logic)

Membentangkan hukum-hukum yang harus ditaati agar kita berpikir dengan lurus dan baik dan dapat mencapai
kebenaran. Ini akan dipelajari lebih lanjut dalam masa akan datang.

2) Kritika atau logika material (epistemology)

Memandangkan isi pengetahuan kita, sumber-sumbernya, proses terjadinya pengetahuan, dan memberikan
pertanggungjawaban tentang kemungkinan dan batas-batas pengetahuan kita (soal kekeliruan, kepastian, dan
sebagainya).

b. Tentang pertanyaan dan sebab-sebabnya yang terdalam

3) Metafisika (ontology/metaphysics)

Mengupas apa ertinya “ada” itu, apa tujuannya, apa sebab-sebabnya, dan mencari hakikat dari semua barang yang
ada (hylemorphisme)

4) Theodycea atau teologia naturalis (natural theology)

Merupakan konsekuensi terakhir dari penyelidikan filsafat, dengan menunjukkan sebab pertama dan tujuan
terakhir; mencari berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri bukti-bukti tentang adanya Tuhan, sifat-sifat-Nya,
dan hubunganNya dengan dunia.

c. Tentang manusia dan dunia

5) Filsafat tentang manusia (philosophy of man)

(Juga sering disebut antropologia metafisika atau psikologia metafisika). Ini merupakan inti dan pangkalan dari
seluruh filsafat: Orang mengetahui tentang “ada” itu dari adanya sendiri. Maka diselidiki apa kodrat (nature)
manusia itu, bagaimana susunannya atas badan dan jiwa, bagaimana terjadinya pengetahuan, apa kehendak
bebas, apa arti dan peranan keinderaan dan perasaan, apa arti kepribadian, dan sebagainya.

6) Kosmologia (philosophy of nature)

Mempersoalkan dunia material, susunannya, aturannya, mencari hakikat dari waktu dan tempat, gerakan, hidup,
dan sebagainya.

d. Tentang kesusilaan

7) Etika atau filsafat moral (ethics)

Membentangkan apa yang baik, apa yang buruk, apa ukuran-ukurannya, bagaimana dan mengapa manusia terikat
oleh aturan-aturan ke susilaan, bagaimana kita dipimpin oleh suara batin, bagaimana tujuan hidup dapat kita
capai, dan sebagainya.

Etika sosial

Merupakan bagian dari etika yang sangat penting pula, yaitu yang membicarakan norma-norma hidup
kemasyarakatan (keluarga, negara internasional).
e. Lain-lain

Lapangan-lapangan yang tersebut di atas merupakan lapangan-lapangan pokok dari filsafat. Di samping. Di
samping itu ada beberapa lapangan yang penting pula, yang merupakan rincian legih lanjut, penerapan asa-asas
filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain: asas-asas filsafat pada lapangan-lapangan hidup
tertentu. Antara lain:

” filsafat kebudayaan (kombinasi etika dan filsafat tentang manusia).

” filsafat kesenian atau estetika, praktis

” filsafat hukum

” filsafat tentang sejarah, bahasa, ekonomi, teknik, agama, kerja dan lain-lain.

Kepentingan filsafat

Akhirnya sepatah kata tentang kepentingan filsafat. Filsafat sering dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan
hidup konkret. Akan tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang dipertanggungjawabkan,
seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan sendirinya akan mempengaruhi sikap kita praktis juga. Kebijaksanaan
tidak hanya berarti “pengetahuan yang mendalam”, tetapi juga “sikap hidup yang benar”, yang tepat, sesuai
dengan pengetahuan yang telah dicapai itu.

Ini nampak dengan jelas terutama pada pelajaran etika dan logika yang bersama-sama memberikan pegangan dan
bimbingan kepada pikiran dan kepada kehendak, agar hidup dengan ‘benar’ dan ‘baik’. maka konkretnya:

1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan
menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir untuk hidup
sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.

2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam
hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara “dangkal” saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi
melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa yang menjadi persoalan, dan ini merupakan
syarat mutlak untuk memecahkannya.

3) Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendu ng “akuisme” dan “aku-sentrisme” (dalam segala hal
hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku).

4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan saja, membuntut pada
pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa
yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, “berdiri-sendiri”, dengan cita-cita mencari kebenaran.

5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu
pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

Sumber : http://www.masbied.com/2009/12/23/pengertian-filsafat-cabang-cabang-filsafat-filsafat-dan-agama/
Pengertian Filsafat, Batasan Filsafat, Cabag-Cabang dalam Filsafat, Tujuan Fungsi dan Manfaat Filsafat dan Aliran-
Aliran dalam Filsafa

Ilmu filsafat seperti peristiwa sebuah kapal yang mengarungi samudera yang luas. Menjelajahi samudera tersebut,
hingga akhirnya menemukan pulau. Maka berlabuhlah kapal tersebut di pulau itu, dan menurunkan awaknya.
Seluk beluk pulau akan dijelajahi, dieksplorasi, hingga berkembang menjadi suatu peradaban.

Menurut beberapa ahli, ilmu filsafat dapat dikatakan sebagai induk ilmu, karena dari sinilah ilmu pengetahuan
lainnya muncul. Filsafat kerap disandingkan dengan kata “heran” dan “penasaran”. Mulailah seseorang berfikir
bebas (seperti sebuah kapal yang mengarungi samudra), maka akan ditemukan hal baru, berkembang pertanyaan,
dan muncul hal-hal baru lainnya (seperti penjelajahan pulau oleh awak kapal). Hasilnya, muncul ilmu-ilmu
pengetahuan baru; mempelajari sosial, ilmu pasti, dsb.

Ilmu filsafat, dari sinilah kita mulai berpikir dari suatu titik dasar, pikiran murni, logika dan pertanyaan paling
sederhana. Disinilah kondisi dimana kita tidak mengetahui apapun tentang “sesuatu” yang ingin kita ungkap
kebenarannya.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat
menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan yang dimasukkan ke dalam proses dialektika. Filsafat juga bisa berarti
perjalanan menuju suatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan
sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal (wikipedia).

Filsafat dari ilmu pengetahuan, saat kita berfikir bebas untuk menyelami hakikat dan makna dari ilmu pengetahuan
itu. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan seperti penelitian dan percobaan (misal pada ilmu eksak) untuk
menyibak misterinya. Akan muncul lagi pertanyaan-pertanyaan baru, berfilsafat, berfikir, penelitian, dan penarikan
kesimpulan, begitulah seterusnya. Menurut saya, tidak hanya Socrates, Plato, atau Aristoteles saja seorang filusuf.
Menurut saya, orang macam Albert Einstein, Newton, Thomas Alfa Edison, atau Michael Faraday dapat juga
disebut seorang filusuf. Tidak mungkin semua yang mereka raih tanpa melalui proses berfilsafat :)

Dasar pemikiran Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan.

Bila kita berbicara mengenai filsafat, maka kita membicarakan studi yang memperlajari seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Feti Fatimah dan Noverius Laoli sependapat akan hal bahwa
filsafat adalah ilmu yang paling tua dan mempunyai objek yang luas dan umum. Oleh karena itu, filsafat disebut
sebagai “ induk “ atau “ ibu “ dari ilmu pengetahuan ( mater of scientiarum ). Bilamana kita telusuri mengapa dan
bagaimana ilmu filsafat menjadi ilmu yang paling tertua, maka akan kita temukan bahwa filsafat pada mulanya
timbul karena manusia merasa kagum dan heran. Pada tahap awalnya kekaguman dan keheranan itu terarah pada
gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena permasalahan manusia menjadi lebih kompleks,
maka manusia berusaha mencari jawaban atas berbagai permasalahannya dengan perenungan untuk mencari
kebenaran. Literatur tentang filsafat sebagai induk dari segala ilmu ini dapat ditarik pada masa keemasan Yunani
kuno, dimana kondisi masyarakat tidak banyak bergejolak dan kebutuhan dasar setiap orang terpenuhi. Dalam
masyarakat seperti ini orang mulai bertanya-tanya mengenai hahikat dirinya. Disinilah manusia mulai mengenal
filsafat, yaitu sebagai sebuah proses perenungan untuk mencari kebenaran dimana manusia keluar dari
kesempitan berfikir dan berani berfikir secara universal dan menyeluruh.

Lebih lanjut mengenai awal dari manusia berfilsafat, dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan dimulai dari rasa
ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu. Dari sanalah filsafat muncul dan mengakomodasi kedua-duanya.
Filsafat juga dianalogikan sebagai “ pohon ilmu ” dimana setiap cabang-cabangnya melahirkan cabang ilmu
pengetahuan yang baru.

Sebagai induk dari ilmu pengetahuan, antara filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya mempunyai hubungan timbal
balik. Bagi filsafat, ilmu pengetahuan dapat menyediakan sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang
sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat sekaligus sebagai landasan pengetahuan ilmiah agar
pembahasaannya bersifat rasional, mendalam, runtut, dan tidak menimbulkan kesalahan. Sebaliknya bagi ilmu
pengetahuan, filsafat secara kritis menganalisis konsep-konsep dasar dan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu
untuk memperoleh objektivitas dan validitasnya. Berikut merupakan bagan untuk mengetahui lebih jelas tentang
perkembangan filsafat samapai akhirnya dijadikan sebagai induk ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai