Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keunikan kepribadian seorang remaja membuat kita sebagai orang dewasa
harus benar-benar paham akan bagaimana cara untuk memahami seorang remaja.
Setiap remaja berbeda baik dari segi kemampuan hingga kelemahan yang dimilikinya
dan hal itu merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk menjadi bekal
hidupnya kelak. Remaja sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses
perkembangan mempunyai berbagai macam kebutuhan dan dinamika dalam
interaksinya dengan lingkungan sekitar.
Laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat
menimbulkan perubahan-perubahan di dalam aspek kehidupan sosial dan budaya
yang juga turut mempengaruhi kehidupan remaja baik sebagai pribadi maupun
sebagai anggota masyarakat. remaja dihadapkan pada situasi yang penuh dengan
perubahan-perubahan yang serba kompleks, dengan demikian remaja dituntut lebih
mampu menyesuaikan diri. Di dalam situasi inilah bimbingan dan konseling sangat
diperlukan sebagai suatu bentuk bantuan kepada remaja.
Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses perkembangan.
“Perkembangan” merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai
akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan dalam perkembangan
tertuju kepada pencapaian tujuan perkembangan, yaitu untuk memungkinkan
seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup. Oleh karena itu,
dalam mencapai tujuan perkembangan seseorang harus melaksanakan tugas
perkembangan tertentu sesuai dengan tingkat/ usia perkembangannya. Pencapaian
tugas perkembangan itu tidak dengan sendirinya berhasil apalagi mencapai tingkat
yang optimal.

1
Sebagai suatu bagian yang terpadu dengan kegiatan pendidikan, pelayanan
bimbingan dan konseling memuat berbagai jenis layanan dan kegiatan dalam rangka
membantu pengembangan potensi individu secara optimal.
Pengembangan kemandirian merupakan salah satu hal yang sangat penting
yang perlu di fasilitasi oleh seorang pendidik termasuk konselor. Kemandirian sangat
mempengaruhi setiap aspek kehidupan siswa, bahkan turut mempengaruhi kehidupan
siswa ketika mereka sampai pada tahap dewasa kelak. Individu dikatakan mandiri
jika sudah memiliki kemampuan untuk tidak bergantung pada orang lain juga bisa
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian seseorang merupakan
pencerminan dari sikap dan tingkah laku yang tidak mudah putus asa, memiliki
kepercayaan diri dan menghargai potensi yang dimilikinya. Fenomena menunjukkan
bahwa masih banyaknya perilaku-perilaku tidak bertanggung jawab dari remaja
seperti sex bebas, penyalahgunaan narkoba, kejahatan geng, dan lain sebagainya.
Jika hal tersebut tidak segera diberi pencegahan atau tidak segera ditangani,
maka generasi muda bangsa akan hancur dan akan terus menerus menggantungkan
dirinya pada bantuan orang lain,bahkan tidak akan menujukkan perilaku bertanggung
jawab baik terhadap bangsa, keluarga dan dirinya.
Perkembangan tidak terjadi secara otomatis, pengaruh dari lingkungan akan
menentukan cepat atau tidaknya perkembangan itu terjadi. Sekolah sebagai salah satu
lingkungan sosial, atau sering di istilahkan sebagai bentuk kehidupan masyarakat
“mini” tentu saja memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemandirian
remaja untuk mencapai kematangan dan tingkat yang lebih baik.
Konselor sebagai fasilitator bagi perkembangan remaja, mempunyai
kontribusi yang penting dalam proses optimalisasi kemandirian remaja di sekolah
melalui layanan biimbingan Untuk itu perlu diupayakan pengadaan layanan-layanan
yang dapat meningkatkan kemandirian remaja yang disesuaikan dengan
kebutuhannya.

2
B. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan
keterampilan konselor untuk membantu siswa mengoptimalisasikan tugas
perkembangannya.
Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk:
1. Mengidentifikasi dan mengetahui tingkat kemandirian siswa IPA 5 SMA
negeri 7 Bandung.
2. Mengetahui gambaran tingkat kemandirian siswa untuk diketahui
penangananya.
3. Mengidentifikasi dan memahami aspek-aspek perkembangan kemandirian
siswa.
4. Membantu mengatasi masalah kemandirian siswa melalui bimbingan dan
konseling.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait
dalam proses penelitian. Adapun manfaat yang diharapkan adalah
1. Di dapatkannya profil tingkat kemandirian siswa baik secara klasikal dan
individual di kelas XI IPA 5 SMA negeri 7 Bandung.
2. Dapat membantu siswa meningkatkan kemandirian dalam berbagai aspek,
melalui proses bimbingan dan konseling.
3. Memberikan kontribusi dalam memajukan peran bimbingan dan konseling di
sekolah.
4. Memberikan pengalaman dan pengembangan keterampilan dalam
memberikan bimbingan.
D. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif bertujuan untuk mendapatkan data-data secara numerikal tentang
keterampilan belajar siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 7 Bandung. Data berupa
angka-angka memberikan gambaran berupa persentase mengenai tingkat kemandirian
kelas XI IPA 5 SMA Negeri 7 Bandung.

3
Metode yang digunakan adalah metode penelitian tindakan, yaitu penelitian
yang dilakukan langsung di tempat dengan penekanan pada penyempurnaan atau
peningkatan proses dan praktis . penelitian tindakan bukan hanya mengetes sebuah
perlakuan tetapi terlebih dahulu peneliti sudah mempunyai keyakinan akan ampuhnya
suatu perlakuan selanjutnya.
E. Sasaran, Waktu dan Tempat Penelitian
Sasaran penelitian adalah seluruh siswa di kelas IPA 5 SMA Negeri 7
Bandung. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 7 Bandung.
Kegiatan penelitian dilaksanakan kurang lebih 2 bulan, terhitung mulai
pertengahan bulan Oktober sampai dengan pertengahan November 2009.
F. Sistematika Penulisan Laporan
Penyusunan Laporan ini disajikan dalam 5 (lima) bab antara lain :
1. Bab I Pendahuluan. Bab ini memuat Latar Belakang, Tujuan Penelitian,
Manfaat penelitian, Sasaran penelitian, metode penelitian, Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktik, dan Sistematika Penulisan Laporan.
2. Bab II Kajian Teori, bab ini memuat landasan teori mengenai kemandirian
pada remaja.
3. Bab III Metode Penelitian.dan Perencanaan Bimbingan Kemandirian. Bab ini
mendeskripsikan metode yang digunakan dalam penelitian dan perencanaan
kegiatan bimbingan (treatmen).
4. Bab IV Hasil Penelitian. Dalam bab ini akan di deskripsikan prosedur
pelaksanaan siklus dan hasil post test.
5. Bab V Kesimpulan

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Kemandirian
Menurut Steinberg, istilah independece sering disejajarkan dengan
Autonomy, kedua kata yang sama-sama memiliki arti kemandirian itu, sesungguhnya
memiliki pebedaan yang sangat tipis secara konseptual. Secara bahasa Independence
memiliki arti kemerdekaan atau kebebasan, hal ini diartikan bahwa anak yang
independece memiliki kapasitas yang berbeda dalam perlakuannya terhadap diri
sendiri atau terlepas dari kontrol terutama orang tua Sedangkan autonomy
merupakan ruang lingkup yang lebih luas bagi konsep independence tersebut. Hanya
saja autonomy mencakup dimensi emosional, behavioral, dan nilai.
Istilah autonomi yang sering disama artikan dengan kemandirian membuat
suatu definisi bahwa individu yang otonom adalah individu yang mandiri, tidak
mengandalkan bantuan dan dukungan orang lain yang kompeten dan bebas bertindak.
Padahal autonomy dan kemandirian merupakan dua konsep yang berbeda,
kemandirian adalah adanya suatu kepercayaan akan kemampuan diri untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain, keengganan
untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan dan
menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya.
Dalam pandangan Lerner (Sopiani, 2005) konsep kemandirian mencakup
kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung pada orang lain, tidak terpengaruh
lingkungan dan bebas mengatur kehidupan sendiri. Konsep kemandirian ini hampir
senada dengan yang ditujukan Watson dan Lindgren (Sopiani, 2005) bahwa
kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan,
gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Mandiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang
lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemadirian merupakan

5
salah satu aspek kepribadian yang penting dimliki setiap individu, sebab selain dapat
mempengarui kinerja seseorang (Conger, 1991 dalam Rika, 2008). Kemandirian juga
dapat membantu seseorang mencapai tujuan hidup, prestasi, kesuksesan serta
memperoleh penghargaan. Kemandirian seseorang merupakan pencerminan diri dari
sikap dan tingkah laku yang tidak mudah putus asa, memiliki kepercayaan diri dan
menghargai potensi yang dimilikinya. Manusia yang kreatif dan memiliki harga diri
dan kepercayaan diri sendiri, sehingga memungkinkan indivisu untuk berkarya,
bersaing dan bekerja sama dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya,
memecahkan maslaahya sera melaksanakan tugas-tigas perkembangannya. Di
samping itu kepercayaan pada diri sendiri, untuk dapat mandiri diperlukan potensi
yang ada pada diri orang itu sendiri, potensi tersebut meruapakn modal utama bagi
seseorang yang dapat digali dan dikembangkan untuk menghadapi tantangan
kehidupan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan pemecahan maslah-masalah yang
dihadapinya.
Sunaryo (1998:88) mengartikan kemandirian sebagai “ kekuatan motivasional
dalam diri untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab atas konsekuensi
keputusan itu”. Sementara Emosda (1989:43) berpendapat bahwa kemandirian adalah
kecakapan mengambil keputusan secara benar, kehendak untuk melaksanakan
keputusan iu, dan keberanian menerima tanggung jawab.Kemandirian adalah adanya
kesempatan untuk mengawali, menseleksi, menjaga dan mengatur tingkah laku,
menunjukan adanya suatu kebebasan pada setap individu yang mandiri untuk
menentukan sendiri kehendaknya, emnentukan langkah hidupnya dan nilai-nilai yang
akan dianut serta diyakininya. Arti kebebasan dalam kemandirian bukanlah bebas
dalam arti untuk berbuat sesuka hati sesuai dengan keinginannya, melainkan tetap
harus memiliki tanggung jawab dan juga ketegasan dalam tingkah laku (Cooper
dalam Sopiani, 2005).
Untuk mengukur kemandirian seseorang, menurut Lamman, Frank dan Avery
(Lamisha, 2003) dapat dilihat dari kemampuanya dalam pengambilan keputusan dan
kontrol diri.

6
B. Kemandirian Perilaku
Kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk
mengambiol keputusan dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi keputusan itu
(Sunaryo, 1988 dalam Rika 2007) Steinberg berpendapat bahwa :”Behavioral
autonomy is the capacity to make independent decision and follow through with
them”. (kemandirian perilaku yaitu kemampuan individu untuk mengambil keputusan
secara bebas dan melaksankannya.
Remaja yang berperilaku mandiri tidak benar-benar bebas dari pengaruh orang
lain, melainkan mampu berperilaku bebas, mampu bertanya pada orang lain untuk
meminta nasihat serta mengambil kesimpulan bagaimana harus berperilaku.
Kemandirian perilaku yang terjadi pada masa remaja dapat dilihat dalam 3 aspek
A. Kemampuan mengambil keputusan
1. Sadar akan resiko
2. Sadar akan konsekuensi yang mungkin terjadi dimasa depan
3. Memiliki konsultan yang dianggap ahli
4. Mengambil keputusan/ tindakan berdasar informasi baru
5. Mengenal dan memperhatikan kepentingan tetap orang-orang yang
memberi nasihat
B. Tidak rentan terhadap pengaruh orang lain
1. Pengaruh orang tua
2. Pengaruh teman sebaya
3. Pengaruh ahli independen
C. Perubahan dalam rasa percaya diri
1. Mampu untuk memilih
2. Yakin terhadap potensi yang dimiliki
3. Menghasilkan sesuatu yang baik
Dari aspek tersebut, maka yang disebut kemandirian perilaku adalah
kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dan menyesuaikan diri terhadap
pengaruh pihak luar serta memiliki rasa percaya diri untuk melaksanakan keputusan
tersebut. Kemampuan mengambil keputusan seharusnya makin meningkat sepanjang
masa remaja. Remaja dituntut memiliki kemampuan melihat dan meniali resiko dan
akibat dari pilihan-pilihan alternatif, mampu mengenali nilai dengan mencari “ahli”
indipenden, dan mampu meilhat bahwa nasihat seseorang mungkin terikat oleh

7
kepentingannya. Meski perubahan-perubahan kemampuan mengambil keputusan ini
diterjemahkan dalam bentuk perubahan perilaku nyata, bagaimananpun, ini
merupakan masalah berbeda.
Ciri-ciri orang mandiri (Dinar Lamisha,1992)
a. Mengenal diri dan lingkungan secara objektif. Dimana individu mengetahui
dan menerima kekurangan dan kelebihan dirinya, baik jasmani dan rohani
serta lingkungannya
b. Menerima diri dan lingkungan secara positif dan dinamis.menerima diri dan
lingkungan adalah mampu bersikap wajar pada diri dan lingkungan dan
dinamis dimaknai dengan kemauan dan kemampuan untuk berubah ke arah
yang lebih baik.
c. Individu yang membuat keputusan tentang diri dan lingkungan secara tepat.
Disini individu adanya tuntutan untuk mengenal diri dan lingkungan secara
baik akan membuat proses menimbang dan mengambil keputusan secara tepat
lebih mudah dilakukan.
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambilnya. Dalam
mengambil keputusan individu berani menerima resiko dan siap bertanggung
jawab atas apa yang dipilihnya
e. Mewujudkan diri. Individu mampu mengembangkan potensinya secara
optimal.
Terdapat pandangan bahwa remaja menunjukan kemandiriannya dengan
melakukan pemberontakan-pemberontakan atau pantanagan terhadap harapan orang
tua. Dalam bebebrapa kasus, pemberontakan itu bukan karena kekangan tapi usaha
untuk menyesuaikan diri dengan teman sebayanya. Steiberg dan Silverberg, 1986
(dalam Sofiani 2005) menyatakan pada masa anak menginjak remaja dia tidak akan
tergantung secara emosional dengan orang tua lagi tapi mempunyai ketergantuingan
emosional yang lebih banyak pada teman sebayanya. Bagaimanapun mengganti satu
sumber yang berpengaruh (orang tua) pada sesuatu yang lain (teman sebaya) adalah
bukti yang berat dalam pertumbuhan kemandirian. Pemberontakan doasosiasikan
dengan ketidak dewasaan bukan pada suatu perkembangan yang sehat.

8
C. Faktor yang mempengaruhi kemandirian perilaku remaja
1. Faktor perkembangan dan kematangan anak. Kemandirian berkembang
bersamaan dengan aspek-aspek perkembangan yang lain. Semakin
berkembang kematangannya, maka semakin berkembang pula
kemandiriannya. Dalam perkembangan terdapat tugas-tugas yang harus
dikuasai individu, bila tugas-tugas tersebut tidak terkuasai dengan baik maka
akan menggangu kematangan dan akan mempengaruhi kemandirian anak
2. Peran gender. Peran gender ini sangat erat dengan pola asuh, dimana biasanya
pada anak perempuan orang tua cenderung membatasi gerak dan kegiatannya,
sedangkan pada laki-laki diberi kebebasan atau keleluasaan. Rice (dalam
Douvan,1991 dan Sopiani,2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan pada
perkembangan kemandirian anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki
lebih aktif dalam upaya mencapai kemandirian, sedangkan anak perempuan
lebih cepat mandiri secara emosional.
3. Pola Asuh dan Harapan Orang tua. Pengaruh pola asuh yang diterapkan orang
tua sangat besar pengaruhnya bukan hanya pada kemandirian namun juga
terhadap perkembangan yang lain. Beragam pola asuh mungkin saja
diterapkan oleh orang tua untuk menuntun anak pada kemandirian. Namun
untuk membantu kemandirian anak diperlukan pola pengasuhan yang tepat,
yang tidak terlalu memaksakan namun juga tidak terlalu longgar. Harapan
orang tua pada anaknya biasanya akan ikut berpengaruh pada konsep diri
remaja. Apa yang diharapkan orang tua bisa jadi motivasi bahkan bisa jadi
beban untuk mencapai kemandirian.
4. Sosial dan budaya. Kitta perlu melihat konteks lingkungan sosial dan nilai
budaya yang dianut atau yang ada di tempat tinggalnya. Perbedaan nilai sosial
dan budaya akan mempengaruhi pandangan orang tua untuk membentuk
pribadi anak mereka.
5. Ukuran keluarga dan urutan kelahiran. Pola asuh yang berbeda pada tiap
keluarga menciptakan ukuran / standar yang berbeda pula pada tiap-tiap

9
keluarga. Urutan lahir anak biasanya kan berpengaruh terhadap pola asuh
yang diberikan orang tua.
6. Aktifitas ibu. Ibu merupakan orang yang ikatan emosinya paling kuat dengan
anak. Kualitas kasih sayang dan perhatian juga bimbingan ibu akan
mempengaruhi kemandirian anak. Pasalanya tidak jarang dewasa ini banyakk
ibu yang justru sibuk bekerja atau mempunyai kegiatan lain yang membuat
anak kehilangan pembimbing untuk mencapai kemandirian sejak dini.
Untuk mengukur tingkat kemandirian perilaku remaja, maka digunakan instrumen
yang dapat mengukur hal tersebut. Instrumen yang digunakan merupakan instrumen
yang sudah ada dan dimodifikasi tanpa mengubah esensi isinya untuk disesuaikan
dengan kebutuhan informasi yang diperlukan (instrumen dan kisi-kisi terlampir).
Instrumen tersebut diberikan pada siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 7 Bandung,
pada tanggal 26 April 2010.

10
BAB III
METODE PENELITIAN DAN PERENCANAAN BIMBINGAN
KEMANDIRIAN

A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
tindakan, yaitu penelitian yang dilakukan langsung di tempat dengan penekanan pada
penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis . penelitian tindakan bukan
hanya mengetes sebuah perlakuan tetapi terlebih dahulu peneliti sudah mempunyai
keyakinan akan ampuhnya suatu perlakuan selanjutnya. Dalam penelitian tindakan ini
peneliti langsung mencoba menerapkan perlakuan tersebut dengan hati-hati seraya
mengikuti proses serta perlakuan yang dimaksud (Arikunto, 2006: 96).
Kemmis dan Mc. Taggart menggambarkan adanya empat langkah (dan
pengulangan) yang disajikan dalam bagan berikut ini:

11
Keempat langkah tersebut merupakan satu siklus atau putaran, artinya sesudah
langkah ke-4, lalu kembali ke-1 dan seterusnya. Meskipun sifatnya berbeda, langkah
ke-2 dan ke-3 dilakukan secara bersamaan jika pelaksana dan pengamat berbeda. Jika
pelaksana dan pengamat berbeda. Jika pelaksana dan pengamat adalah orang yang
sama, kemungkinan pengamatan dilakukan sesudah pelaksanaan dengan cara
mengingat-ingat apa yang sudah terjadi.
Secara utuh, tindakan yang diterapkan dalam penelitian tindakan yang
digambarkan pada bagan di atas, melalui tahapan sebagai berikut:
a. Tahap 1: menyusun rancangan tindakan (perencanaan), yang menjelaskna
tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan
tersebut dilakukan.
b. Tahap 2 : pelaksanaan tindakan, implementasi atau penerapan isi rancangan
yang telah dirumuskan.
c. Tahap 3: pengamatan, yaitu pelaksanaan pengamatan oleh pengamat, yang
idealnya dilakukan bersamaan saat tindakan berlangsung.
d. Tahap 4: refleksi atau pantulan, yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali
apa yang sudah terjadi.

1. Pengembangan Alat Pengumpul Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalukan penyebaran angket
kepada siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 7 Bandung. Alat pengumpul data berupa
angket yang memberikan gambaran mengenai profil kemandirian perilaku siswa.
Angket yang dikembangkan berbentuk kuesioner dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk dijawab oleh responden (Sugiyono,
2007:142). Angket yang digunakan menyediakan dua alternatif jawaban yaitu ya dan
tidak. Untuk menyusun alat pengumpulan data, langkah pertama adalah merumuskan
kisi-kisi instrumen yang akan diturunkan ke dalam instrumen. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan instrumen yang sudah ada namun dimodofikasi sesuai
kebutuhan penelitian. Adapun kisi-kisi dan instrumen terlampir.
B. Perencanaan Bimbingan Kemandirian

12
1. Identifikasi Masalah
Indikator Masalah yang ditemukan lewat instrumen (pengolahan data terlampir) :
1. Belum mampu mengambil dan membuat keputusan karena takut pada
konsekuensi yang akan diterima di masa depan
2. Tidak adanya figur atau orang yang dianggap ahli sebagai konsultan masalah
atau berdiskusi untuk mengambil keputusan
3. Kurang mampu mengambil keputusan/ tindakan dengan menggunakan
informasi baru
4. Kurang yakin terhadap potensi yang dimiliki
5. Merasa kurang bisa menghasilkan sesuatu yang baik
Kesimpulan dari data tersebut adalah bahwa perilaku siswa belum sepenuhnya
mandiri terutama dalam aspek pengambila keputusan (mencapai kemandirian
perilaku yang atau mendekati ideal).

2. Rumusan Masalah
“Bagaimana Bimbingan dan Konseling Meningkatkan Kemandirian Perilaku Dalam
Aspek Pengambilan Keputusan Siswa XI IPA 5 Melalui Bimbingan Kemandirian”.

3. Rencana Bimbingan Kemandirian


Dari adanya langkah-langkah dalam penelitian tindakan kelas, maka dapat
dirumuskan agenda kegiatan penelitian, sebagai berikut:
Pihak yang
no waktu kegiatan Instrumen hasil
terlibat
1 12-15 Studi Pedoman observasi Siswa, wali Peneliti mengetahui:
Oktober Pendahuluan kelas dan 1. Keadaan siswa XI IPA 5
2009 peneliti secara nyata di sekolah
2. Mengetahui latar belakang
sosial ekonomi siswa secara
umum, masalah kemandirian
perilaku siswa yang sering
muncul di kelas.

13
3. Menentukan waktu yang
tepat untuk penelitian.
2 19-22 Perumusan - peneliti Tersusunnya rancangan kegiatan
Oktober agenda penelitian selama penelitian, pelaksanaan
2009 dan jadwal pelaksanaan.kegiatan
secara rinci.
3 26 Oktober Pelaksanaan Instrumen tingkat Peneliti, Peneliti dapat :
sampai penelitian kemandirian dan siswa 1. Memperoleh data mengenai
dengan a. Pengumpulan tingkat kemandirian perilaku
26 data siswa
b. Analisis data 2. Melakukan analisa dan
November
c. Perumusan
prognosa terhadap masalah
2009
treatmen
kemandirian siswa
berdasarkan data dan
informasi yang terhimpun
3. Merumuskan treatmen untuk
mengatasi masalah keman
dirian perilaku secara tepat
dan sesuai dengan kebutuhan
konseli.
4 26 Pelaksanaan SKLBK Peneliti dan 1. Mengetahui respon siswa
November Siklus 1 siswa terhadap kegiatan
2009 2. Hasil observasi aktifitas
siswa selama kegiatan
3. Hasil evaluasi kegiatan
5 30 Pelaksanaan SKLBK Peneliti dan 1. Mengetahui respon siswa
November Siklus 2 siswa terhadap kegiatan
2009 2. Hasil observasi aktifitas
siswa selama kegiatan
3. Hasil evaluasi kegiatan
6 7 Desember Pelaksanaan SKLBK Peneliti dan 1. Mengetahui respon siswa

14
2009 Siklus 3 siswa terhadap kegiatan
2. Hasil observasi aktifitas
siswa selama kegiatan
3. Hasil evaluasi kegiatan
7 7 Desember Pelaksanaan Post Instrumen tingkat Peneliti dan 1. Data sebagai hasil evaluasi
2009 test kemndirian siswa kegiatan treatmen.
perilaku 2. Hasil post test dibandingkan
dengan hasil pre test untuk
diketahui tingkat
efektifitasnya.
8 9-16 Laporan - peneliti laporan penelitian serta informasi
Desember Penelitian yang dapat diketahui pihak-pihak
2009 terkait mengenai pelaksanaan
dan hasil penelitian.

Untuk mengatasi masalah yang telah di identifikasi sebelumnya, peneliti


menggunakan Bimbingan Klasikal diberikan berdasarkan kebutuhan siswa, agenda
kegiatan dan pelaksanaannya di rangkum dalam Satuan Layanan Kegiatan Bimbingan
(SKLB terlampir).

15
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Tempat pelaksanaan treatmen dilakukan di SMA Negeri 7 Bandung, mulai
tanggal 26 November sampai dengan tanggal 7 Desember 2009. Adapun jadwal
pelaksanaan treatmen kemandirian perilaku dlam aspek pengambilan keputusan yaitu:
 Siklus 1 dilaksanakan tanggal 26 November 2009
 Siklus 2 dilaksanakan tanggal 30 November 2009
 Siklus 3 dilaksanakan tangal 7 Desember 2009.
B. Prosedur Pelaksanaan
Langkah-langkah dan deskripsi pelaksanaan treatmen adalah sebagai berikut :
1) Prosedur Umum
a. Membuat siswa siap untuk terlibat (komitmen) terhadap proses
bimbingan kemandirian.
b. Menetapkan tujuan secara kegiatan secara umum dan tujuan masing-
masing siklus (menetapkan indikator keberhasilan).
c. Merancang tanggung jawab masing-masing (konselor dan siswa).
d. Menetapkan / menyiapkan proses elaborasi masalah apa yang akan
dirubah.
e. Mengembangkan pola berfikir.
f. Menyiapkan lembar observasi dan evaluasi
g. Menyiapkan media dan peralatan yang diperlukan dalam kegiatan.
2) Prosedur Khusus
a. Siklus 1
1. Konselor membuka kegiatan dan mengabsen siswa
2. Konselor mengemukakan maksud dan tujuan kegiatan
3. Konselor melakukan ice breaking untuk mengalihkan perhatian siswa
4. Konselor memberikan materi
5. Konselor mengobservasi respon dan aktifitas siswa
6. Tanya-jawab materi
7. Konselor memberi kesempatan pada siswa untuk mengambil
kesimpulan dari kegiatan
8. Konselor mengevaluasi kegiatan

16
9. Konselor menambahkan kesimpulan dan menutup kegiatan
Dari 39 orang siswa, 4 tidak hadir. Selama siklus berlangsung, sebagian besar
siswa memperhatikan dan menyimak materi dengan baik. Namun sebagian
kecil masih melakukan aktivitas sendiri, seperti mengobrol, bermain HP dan
mengerjakan pekerjaan lainnya. Saat sesi tanya jawab hanya sedikit sekali
yang bertanya mengenai materi. Saat diminta menyimpulkan, tidak ada siswa
yang berinisiatif untuk memberi pendapat, akhirnya konselor menunjuk
beberapa siswa, dan kesimpulan yang diberikan cukup memuaskan.

b. Siklus 2
1. Konselor membuka kegiatan dan mengabsen siswa
2. Konselor mengemukakan maksud dan tujuan kegiatan
3. Konselor menjelaskan aturan simulasi Sinbad si Pelaut
4. Konselor membagikan skenario Sinbad si pelaut
5. Konselor memberi waktu kepada siswa selama 10 menit untuk
memecahkan masalah dan boleh berdiskusi dengan teman
6. Konselor mempersilahkan mempresentasikan hasil keputusan dari
permasalahan yang diberikan
7. Konselor mempersilahkan siswa untuk mengambil hikmah dari kegiatan
yang dilaksanakan
8. Konselor memberi refleksi dari kegiatan dan mengevaluasi kegiatan
Siswa yang mengikuti pelaksanaan siklus 2 ini berjumlah 38 orang. Berbeda
dengan metode ceramah, metode simulasi sepertinya lebih disenangi siswa,
karena terlihat adanya respon yang lebih positif terhadap kegiatan kali ini.
Aktifitas dan keterlibatan siswa meningkat dari yang sebelumnya. Sebagian
kelas ingin berpartisipasi dalam mempresentasikan pemecahan masalah.
Hikmah kegiatan yang dikemukakan peserta (kali ini dengan inisiatif sendiri)
sekitar 6 orang yang mengajukan diri sudah mengarah pada tujuan tercapainya
kegiatan.

c. Siklus 3
1. Konselor membuka kegiatan dan mengabsen siswa
2. Konselor mengemukakan maksud dan tujuan kegiatan
3. Konselor membagi siswa ke dalam kelompok kecil, masing-masing
kelompok 7 orang

17
4. Konselor menjelaskan aturan simulasi dilema hadiah truk
5. Konselor membagikan skenario kepada masing-masing anggota
kelompok sesuai dengan perannya
6. Konselor memberi waktu kepada kelompok selama 10 menit untuk
memecahkan masalah
7. Konselor mempersilahkan tiap kelompok mempresentasikan hasil
diskusi, masing-masing 5menit
8. Konselor mempersilahkan siswa untuk mengambil hikmah dari kegiatan
yang dilaksanakan
9. Konselor memberi refleksi dari kegiatan dan mengevaluasi kegiatan
Siklus 3 ini diikuti oleh 35 siswa. hampir sama dengan siklus 2, dimana
perhatian dan keterlibatan siswa meningkat pada kegiatan dengan metode
simulasi dibandingkan ceramah. Konselor memperhatikan dinamika kelompok
yang ada di kelas. Pada beberapa kelompok terlihat peran leader, yaitu orang
yang mendominasi keutusan dan dianggap anggota kelompoknya bisa
memutuskan dengan lebih baik. Ada juga kelompok yang tiap anggota
kelompok mempunyai hak yang sama, semua pendapat diterima, dan di
diskusikan dengan baik. 1kelompok yang dianggap unik, yaitu kelompok yang
kebingungan dengan jawaban, lalu memilih secara acak dan mencari
rasionalisasi sebanyak mungkin untuk pilhan acak tersebut. Dari kegiatan ini,
terlihat siswa atau kelompok mana yang sudah matang dalam memecahkan
persoalan dan pengambilan keputusan, dan kelompok atau siswa mana yang
merasa belum siap dan bahkan kebingungan dalam memutuskan suatu
persoalan.
B. Hasil Pengolahan Data

Hasil post test secara tidak langsung memperlihatkan keefektifan treatme yang
telah diberikan. Berikut adalah perbandingan natara hasil pre test dan post test dalam
bentuk chart (pengolahan data terlampir) :

18
BAB IV
KESIMPULAN

19

Anda mungkin juga menyukai