LANDASAN TEORI
5
2.1. Tabung Venturi
6
Gaya angkat pesawat itu sendiri timbul karena adanya gerakan relative antara
sayap dengan udara selanjutnya menimbulkan perbedaan tekanan antara sayap bagian
atas dengan sayap bagian bawahnya. perbedaan tersebut akan menyebabkan adanya
kekuatan atau gaya yang bekerja dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah.
a. Kecepatan relatif antara sayap dan udara.
Seperti yang diketahui bahwa semakin tinggi kecepatan aliran udara yang
melintasi sayap. Semakin besarlah perbedaan tekanan yang terjadi dibagian
atas dan bagian bawah sayap. Akibatnya gaya angkat yang ditimbulkannya
semakin besar.
b. Luas sayap
Semakin luas sayap yang dipakai, akan semakin besar gaya angkat yang
terjadi.
c. Densitas udara (rapat massa udara)
Semakin besar densitas udara yang mengalir melalui sayap maka makin
besarlah gaya angkat sayap yang terjadi
d. Sudut antara penampang sayap dengan aliran udara.
Biasa dikenal dengan istilah sudut serang (angle of attack). Sudut serang yang
lebih besar akan memberikan gaya angkat yang semakin besar pula.
7
Dari penjelasan diatas gaya angkat sayap dapat dirumuskan sebagai berikut:
L = CL.l/2.p.V2 S (sumber Budi Atmoko)
Dimana:
L = gaya angkat sayap.
CL = koefisien gaya angkat yang dipengaruhi oleh sudut serang
p = Densitas udara.
V = Kecepatan relative sayap terhadap udara.
S = Luas sayap.
dari grafik tersebut bahwa pada daerah tertentu koefisien gaya angkat mempunyai
perbandingan yang tetap dengan sudut serangnya. Semakin besar sudut serang
semakin tinggilah koefisien gaya angkatnya.
8
Dari peneilitian, “K” dipengaruhi oleh aspek rasio sayap ketebalan airfoil
sayap. Aspek rasio dalam hal ini adalah ukuran kelangsingan sayap. Pengaruh aspek
rasio tersebut secara empiric dapat dinyatakan dengan:
0,1
K = 1 2 jika α dalam derajat :
Ak
Besaran K ini nantinya kita gunakan dalam sebuah pesawat terbang model, khususnya
dalam penentuan sudut pasang sayap pada badan.
9
d. Jari-jari (leading edge) / rle
e. Posisi ketebalan maksimum / xt
f. Lebar sayap (chord) / c
Besaran-besaran pokok diatas biasanya ditulis dalam airfoil standar NACA empat
angka secara berurutan sebagai berikut: Dimana:
X = yaitu ketingian chamber dalam % c
Y = yaitu posisi chamber dalam puluhan % c
ZZ = yaitu ketebalan maks dalam % c
10
V = kecepatan relative sayap terhadap udara
S = Luas sayap
Sedangkan koefisien tahanan udara sebenarnya terdiri dari dua
komponen yaitu :
CD = CDO + CD terinduksi
CDO terinduksi ialah koefisien gaya tahan yang timbul setelah sayap
menghasilkan gaya angkat dan besarnya dipengaruhi Aspect Ratio (AR) dan
distribusi gaya angkat sayap. Pengaruh Aspect Ratio terhadap gaya hambat
udara adalah sebagai berikut :
CL2
CD terinduksi =
. AR.e
Dimana :
= 3,14
AR = Aspect Ratio
e = koefisien gaya angkat yang dipengaruhi geometri sayap (oswald
factor).
CL = Koefisien gaya angkat.
11
Gambar 2.6. Kurva CL - CD
2.4. MOMEN ANGGUKAN SAYAP
Sayap ternyata juga menghasilkan momen anggukan di samping menimbulkan
gaya angkat dan gaya tahan udara. Momen ini biasanya akan mempunyai harga tetap
jika dilihat dari suatu titik tertentu dari airfoil tersebut.
Di dalam dunia penerbangan suatu titik yang memiiliki momen sayap berharga
tetap dikenal sebagai dengan sebutan titik pusat aerodinamika (aerodynamic centre).
Momen pada titik tersebut yang berharga konstan disebut juga momen pusat
aerodinamika. Besar momen angguk dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mac = Cmac.C. ½ .ρ. V2. S
Dimana :
Mac = Momen anggukan
ρ = Rapat massa.
Cmac = koefisien momen anggiikan pada pnsat aerodinamika.
S = Luas sayap.
C = Lebar sayap (chord)
V = Kecepatan
12
Gambar 2.7. Titik Pusat Aerodinamika (aerodynamic center)
13
ct cr
Dimana :
ct = lebar sayap pada tip
cr = lebar sayap pada root
Besaran Taper Ratio ternyata akan mempengaruhi terhadap besar kecilnya gaya
hambat udara induksi.
14
L = panjang sayap (m)
μ = Viskosvtas udara (1,8 x 10-5 kg/m.s)
Gambar dibawah 2.9 adalah karakteristik airfoil yang diopersikan pada
Bilangan Reynold yang berbeda.
Gambar 2.9
Karakteristik airfoil berubah dengan turunnya bilangan Reynold (Re)
15
Stabilitas statik adalah kecendrungan awal (initial tendency) dari
pesawat untuk kembali kekeadaan normal (keseimbangan) setelah mengalami
gangguan.
Ada beberapa kecedrungan yang dapat Terjadi seperti ditunjukan
dengan gerakan bola pada berbagai permukaan digambar berikut ini:
16
2.7.2. Stabilitas Dinamik
Stabilitas dinamik merupakan persyaratan pertama yang harus dipenuhi.
Tetapi disamping itu, pesawat harus pula memiliki karakteristika terbang yang
memenuhi persyaratan stabilitas dinamik. Dalam stabilitas dinamik yang
diamati adalah “urutan waktu gerakan pesawat” (time motion history) setelah
mengalami gangguan.
Kestabilan dinamik dinyatakan sebagai suatau kemampuan untuk
mengembalikkan diri dalam keadaan semula, dibawah gangguan yang akan
datang menganggu secara terus menerus. Suatu benda yang memiliki
kestabilan statik kadang kala belum stabil dalam hal dinamiknya, hal ini sering
terjadi terutama jika kemampuan untuk melawan gangguan akan kembali ke
asalnya terlalu besar.
Gambar berikut menunjukan bentuk gerakan-gerakan yang mungkin
terjadi. Suatu pesawat yang memiliki stabilitas static, belum tentu memenuhi
persyaratan stabilitas dinamik, oleh karenanya, stabilitas static belum
menjamin tercapainya stabilitas dinamik. Tetapi sebaliknya, pesawat yang
sudah memiliki stabilitas dinamik pasti juga stabil dalam kondisi static.
17
tersebut sehingga disini terjadi pelepasan energy. Hal ini disebut peredam
positif yang menyebabkan pesawat kembali kekadaan normal (seimbang) atau
mengikuti gerakkan osilasi yang konvergen. Sebaliknya bila terjadi
penambahan energy, maka yang terjadi adalah peredaman negative dalam
bentuk osilasi divergen, sehingga pesawat semakin jauh dari kondisi seimbang,
Pesawat yang memiliki “peredam negative” (negative damping) akan
tidak stabil dalam kondisi dinamis. Unutk merbangkan pesawat terscbut
diperlukan alat peredam khusus dalam system kontrolnya (artificial damping)
yang disebut “Stability Augmentation System” (SAS) Alat ini mengguanakan
system elektro mekanis yang dikontrol langsung oleh sebuah computer khusus
yang mendapat masukkan mengenai data-data karakteristika terbang dan
menentukan tindakan-tindakan pengendalian seperlunya untuk menjaga
pesawat.
18
arahnya berlawanan dengan yang ada sebelumnya. Pada pesawat terbang,
perangkat yang tugasnya memberikan moment-moment yang berlawanan ini
sering disebut sebagai perangkat kestabilan.
Pada pesawat terbang perangkat yang tugasnya memberikan momen-
momen yang berlawanan itu sering disebut perangkat kestabilan. Secara umum
perangkat kestabilan dibagi menjadi 3 besaran, kestabilan pada sumbu X,
kestabilan pada sumbu Y dan kestabilan pada sumbu Z.
Disebutkan bahwa pesawat terbang memiliki kestabilan rotasi dalam
tiga arah gerakan, ketiga kestabilan adalah terhadap :
a. Sumbu Y yang selanjutnya disebut kestabilan longitudinal.
b. Sumbu X yang selanjutnya disebut kestabilan lateral.
c. Sumbu Z yang selanjutnya disebut kestabilan direksional.
Ketiga macam kestabilan tersebut akan menjaga keseimbangan gaya-
gaya dalam tiga arah sumbu penerbangan terhadap gangguan yang datang dari
segala arah.
19
terutama untuk tujuan atau menukikkan pesawat terbang dalam
penerbangannya. Jika kita meninjau dari segi kestabilan, gerakan anggukan
yang tidak disengaja, misalnya dibuat oleh gangguan dari luar, hanya dapat
dinetralkan kembali oleh perangkat kestabilan yang dimiliki oleh pesawat
terbang tersebut maksudnya dalam hal ini dikembalikan kekeadaanya menjadi
sama dengan seperti sebelum gangguan tersebut bekerja
Untuk menganalisa kestabilan didalam arah longitudinal kita harus
mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada arah ini, yaitu salah satunya gaya
angkat. Dalam dunia penerbangan gaya angkat sayap tersebut dianggap bekerja
pada suatu titik yang biasanya disebut sebagai pusat aerodinamika
(aerodynamics center). Didalam beberapa literatur, titik ini juga dikenal
sebagai titik pusat tekanan (center of pressure). Apabila titik bentuk pesawat
terbang tidak terletak pada titik ini, maka perubahan penambahan gaya angkat
akan memberikan penambahan moment angguk sayap. Untuk mencegah hal
tersebut, kita harus menambahkan ekor horizontal yang dapat kita letakkan
pada bagian belakang dari pesawat terbang tersebut. Ekor ini nantinya akan
dapat kita atur sedemikian rupa sehingga perubahan gaya angkat yang
ditimbulkannya akan dapat menetralkan perubahan moment anggukan dari
seluruh pesawat terbang.
Pesawat stabil jika :
Sht . It > Sw.e
Dimana :
Sht = Luas ekor
It = Lenagan ekor
Sw = Luas sayap
e = Wing efficiency
Diatas kita telah melihat bahwa ekorlah yang berjasa untuk menetralkan
momen anggukan dari sebuah pesawat terbang. Dengan demikian sebenarnya
kita telah mulai dapat mengerti apabila ada orang yang mengatakan bahwa
ekor bersifat menstabilkan, sebenarnya variable yang lebih penting ialah luas
ekor dan panjang titik terbelakang yang dapat ditempati oleh titik berat dengan
20
tanpa menghilangkan kestabilan pada keseluruhan pesawat terbang dikenal
sebagai titik netral (neutral point). Titik berat yang terletak didepan titik netral
menandakan bahawa pesawat tersebut akan stabil. Sebaliknya bila titik berat
terletak dibelakang titik netral menyebabkan pesawat terbang kehilangan
kestabilannya, maka pada perencanaan pesawat terbang kita harus
menempatkan titik berat pesawat terbang kita didepan titik netralnya
21
dengan letak yang cukup jauh dari titik berat pesawat, maka dalam masalah
kestabilan lateral - direksional ini dikenal istilah Rasio Volume ekor vertical
yang didefinisikan sebagai :
S vs .Lvs
Vsvs =
S w .b
Dimana :
Svs = luas ekor veitical
Sw = luas sayap
Lvs = lengan ekor veitical
b = bentang sayap
Dipihak lain kita juga harus membuat pesawat terbang kita stabil
didalam arah gulingnya. Untuk keperluan ini biasanya pada pesawat model
yang tak terkendali, kita akan memasang sudut hedral pada sayapnya
sedangkan pada pesawat terbang model yang terkendali dalam arah gulingnya
kita pasang kemudi guling (aileron) pada sayap.
22
Gambar 2.15. Kemudi Guling Pada Sayap.
23
2.9. STRUKTUR DAN MATERIAL KONSTRUKSI
Agar setiap komponen/bagian pesawat dapat berfungsi sesuai dengan tugasnya
masing-masing maka diperlukan satu syarat lagi, yaitu tentunya adalah kekuatan dan
kekokohan bagian tersebut dalam menerima beban-beban yang dialaminya. Untuk itu
maka paling tidak harus dapat mengetahui berbagai gambaran mengenai pembebanan
yang kemungkinan tejadi, serta tentang material yang mungkin dapat dipakai untuk
pembebanan tersebut.
24
ketegangan tersebut misalnya kita ketahui komponen spar atas menerima
beban tekan maka tegangan yang terjadi
Dapat dilihat beberapa sifat material, misalkan Balsa keras memiliki
kekuatan maksimum tahan maka - 15.5 Mpa. Jadi bila spar tersebut kita buat dari
balsa keras maka kita memiliki factor keamanan yang lebih dari satu yang
berarti aman.
STRUKTUR SAYAP
Setelah mengetahui tegangan yang terjadi pada sayap, selanjutnya
pengenalan berbagai komponen struktur sayap pesawat konvensional beserta
fungsi dan tugasnya dalam rangka menahan seluruh pembebanan yang terjadi.
Struktur sayap konvesional pada umumnya terdiri dari komponen kulit dan
kerangka tertentu yang ada di konstruksi pesawat terbang dengan istilah
struktur semi monocoque.
25
Gambar 2.18. Struktur Semi Monocoque
26
Gambar 2.19. Tegangan Yang Terjadi Pada Spar Sayap
Bagian struktur lain yang tugasnya mirip dengan spar adalah stringer
komponen ini biasanya berukuran lebih kecil dari pada spar, khususnya dalam
menahan momen lentur dengan jalan memperkecil besarnya tegangan normal
yang terjadi pada spar.
Rib dipasang pada struktur sayap dengan tugas memberikan bentuk luar
pada sayap, menjadi pembatas gerak bagi spar agar terhindar dari kemungkinan
buckling, khususnya spar yang menerima beban tekan, serta menjadi tempat
meletakkan beberapa bagian pesawat terbang seperti halnya roda pendaratan
dan sebagaianya.
27
Gambar 2.20. Buckling
2
maks t2
2 2
1,25 1,25 2
12
material 15,5
Kekuata n Sayap 5,2 g
terbesar / g 3,0
28
Gambar 2.21. Tegangan Normal
material 15,5
Kekuata n Sayap 6,2 g
terbesar / g 2,5
PERGERAKAN PESAWAT
29
Gambar 2.23. Pergerakan Pesawat
AILERON
Terletak pada wing.
Merupakan bidang kendali pada saat pesawat melakukan roll.
Bergerak pada sumbu longitudinal (sumbu yang memanjang dari nose
hingga ke tail).
Aileron dikendalikan dari cockpit dengan menggunakan stick control.
Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat
dalam arah lateral.
Pergerakan aileron berkebalikan antara kiri dan kanan, berdefleksi naik
atau turun.
30
Gambar 2.24. Cara Kerja Aileron
ELEVATOR
31
Gambar 2.25. Keseimbangan Alevator
32
Jika pilot menginginkan pesawat melakukan pitch up or down (gerakan
menaikan dan menurunkan nose). Maka yang dilakukan adalah dengan
menggerakan stick control pada cockpit ke depan atau ke belakang. Jika kita
menginginkan pitch up (nose ke atas) maka pilot akan menggerakan stick
control nya ke belakang (menuju ke badan pilot) yang akan mendapat respon
dengan naiknya elevator secatra bersamaan. Dengan naiknya elevator maka
terjadi penurunan gaya aerodinamika pesawat yang menekan tail ke bawah
sehingga nose akan raise atau naik. Kebalikannya jika pilot menginginkan
pitch down, maka stick control akan di gerakan ke depan yang akan membuat
elevator bergerak ke bawah sehingga bagian tail mendapat gaya yang menekan
ke atas dan menyebabkan nose turun.
RUDDER
33
Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat
dalam arah direksional.
Pergerakan rudder berdefleksi ke kiri atau kanan.
34