Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. DASAR AERODINAMIKA


Aerodinamika adalah suatu ilmu yang mempelajari gerakan udara atau gas.
Nama ini diambil dari bahasa Yunani yang berarti “AIR” (udara) dan “POWER”
(kekuatan). Aerodinamika dikenal kemudian dengan ilmu yang mempelajari pengaruh
gerakan udara terhadap benda, atau sebaliknya gerakan suatu benda yang kita kenal
dengan pesawat terbang.
Jauh sebelum manusia mengenal aerodinamika, mereka sudah merasakan
adanya kekuatan massa udara yaitu, dengan melihat akibat tumbangnya pohon dan
bangunan serta ringannya berlari bila angin bertiup dari belakang. Sejak saat itu
manusia berpikir urtuk menggunakan tenaga udara. Misalnya pada kincir-kincir angin
air, kapal-kapal layar, dll. Pada abad ke 17 di selidiki tentang kekuatan massa udara
dan selanjutnya berkembang menjadi pesawat, bahkan dengan perpaduan antara ilmu
tersebut dengan teknologi modern dapat menghasilkan karya manusia yang mutakhir,
misalnya pesawat terbang dengan bobot yang berton-ton.

2.1.1. Hukum Bernouli


Seorang sarjana matematika berkebangsaan Swiss, pada tahun 1730
Bernouli mulai menyelidiki tentang aliran udara/cairan yang dialirkan melalui
tabung kaca yang sebagian penampangnya disumbat.
Disini didapatkan bahwa kecepatan cairan pada penampang yang
terkecil menjadi besar dan selanjutnya pelan dan akhirnya kembali pada
kecepatan semula setelah penampangnya sama.
Berdasarkan hukum kekekalan energi bahwa jumlah energi suatu materi
adalah tetap maka E1,E2, dan E3 adalah sama. Besarnya energi ini berbanding
lurus dengan kecepatan dan tekanannya sehingga apabila kecepatan nya naik
maka tekanannya akan turun dan sebaliknya, ini dikenal dengan hukum
Bernoulli.

5
2.1. Tabung Venturi

2.1.2. Venturi Tube


Brovani Venturi seorang ahli dari Italia membuat percobaan dengan
cara lain tetapi tetap dengan dasar perkiraan Bernouli, yaitu dengan
mengalirkan udara melalui tabung Venturi dan didapatkan penurunan tekanan
pada bagian “THROAT” (suction pressure) sebesar 14,7 Ibs/inch ,pada sea
level. Prinisip ini dipakai untuk paint sprayer, perfume sprayer juga diterapkan
pada pesawat terbang untuk mendapatkan lift.

2.2. SAYAP PENGHASIL GAYA ANGKAT


Sayap pesawat terbang, seperti halnya dimiliki oleh burung-burung yang
melayang diangkasa, memang ditujukan untuk menghasilkan kekuatan untuk
mengangkat pesawat dan melawan gaya gravitasi bumi sewaktu pesawat tersebut
dalam keadaan terbang.
Koefisien gaya angkat sangat mempengaruhi besarnya gaya angkat, padahal
kita juga tahu bahwa harga koefisien dipengaruhi oleh sudut serangnya. Namun dari
penelitian, harga koefisien gaya angkat untuk suatu harga sudut serang adalah berbeda-
beda untuk beberapa sayap yang bentuknya berbeda-beda.

6
Gaya angkat pesawat itu sendiri timbul karena adanya gerakan relative antara
sayap dengan udara selanjutnya menimbulkan perbedaan tekanan antara sayap bagian
atas dengan sayap bagian bawahnya. perbedaan tersebut akan menyebabkan adanya
kekuatan atau gaya yang bekerja dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah.
a. Kecepatan relatif antara sayap dan udara.
Seperti yang diketahui bahwa semakin tinggi kecepatan aliran udara yang
melintasi sayap. Semakin besarlah perbedaan tekanan yang terjadi dibagian
atas dan bagian bawah sayap. Akibatnya gaya angkat yang ditimbulkannya
semakin besar.
b. Luas sayap
Semakin luas sayap yang dipakai, akan semakin besar gaya angkat yang
terjadi.
c. Densitas udara (rapat massa udara)
Semakin besar densitas udara yang mengalir melalui sayap maka makin
besarlah gaya angkat sayap yang terjadi
d. Sudut antara penampang sayap dengan aliran udara.
Biasa dikenal dengan istilah sudut serang (angle of attack). Sudut serang yang
lebih besar akan memberikan gaya angkat yang semakin besar pula.

Gambar 2.2. sayap menghasilkan gaya angkat.

7
Dari penjelasan diatas gaya angkat sayap dapat dirumuskan sebagai berikut:
L = CL.l/2.p.V2 S (sumber Budi Atmoko)
Dimana:
L = gaya angkat sayap.
CL = koefisien gaya angkat yang dipengaruhi oleh sudut serang
p = Densitas udara.
V = Kecepatan relative sayap terhadap udara.
S = Luas sayap.

Pada setiap bentuk airfoil akan memiliki karakterisitk aerodinamika yang


sangat khas yang tidak dimiliki oleh airfoil lainnya. Oleh sebab itu beberapa badan
yang berwenang dalam bidang ini telah meniliti hal tersebut.
Hasil penelitian mereka terhadap airfoil dan pengaruhnya terhadap gaya angkat
biasanya mereka aplikasikan dalam bentuk grafik koefisien gaya angkat terhadap
sudut serang.

Gambar 2.3. kurva CL-α

dari grafik tersebut bahwa pada daerah tertentu koefisien gaya angkat mempunyai
perbandingan yang tetap dengan sudut serangnya. Semakin besar sudut serang
semakin tinggilah koefisien gaya angkatnya.

8
Dari peneilitian, “K” dipengaruhi oleh aspek rasio sayap ketebalan airfoil
sayap. Aspek rasio dalam hal ini adalah ukuran kelangsingan sayap. Pengaruh aspek
rasio tersebut secara empiric dapat dinyatakan dengan:
0,1
K = 1 2 jika α dalam derajat :
Ak
Besaran K ini nantinya kita gunakan dalam sebuah pesawat terbang model, khususnya
dalam penentuan sudut pasang sayap pada badan.

Gambar 2.4. Pengaruh kelangsingan sayap (AR)


terhadap karakterisitik CL - α sayap.

2.3. AIRFOIL SAYAP


Airfoil sayap sebenarnya mempunyai konfigurasi yang hampir tidak terhitung
banyaknya. Untuk itu kita harus dapat mengetahui suatu bentuk dari airfoil, terutama
variable-variabel dalam menentukan jarak chamber dan ketebalan (thickness) agar
selanjutnya dapat dianalisa sifat-sifatnya Variabel-variabel utama sebuali airfoil
diantaranya yaitu :
a. Ketebalan (thickness) /t
b. Ketinggian (chamber) /f
c. Posisi chamber tertinggi / xf

9
d. Jari-jari (leading edge) / rle
e. Posisi ketebalan maksimum / xt
f. Lebar sayap (chord) / c

Untuk jelasnya variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada gambar ini :

Gambar 2.5. Parameter airfoil sayap.

Besaran-besaran pokok diatas biasanya ditulis dalam airfoil standar NACA empat
angka secara berurutan sebagai berikut: Dimana:
X = yaitu ketingian chamber dalam % c
Y = yaitu posisi chamber dalam puluhan % c
ZZ = yaitu ketebalan maks dalam % c

2.3.1. Gaya tahan pada sayap


Disamping menghasilkan gaya angkat sayap. aliran udara juga
memberikan suatu gaya tahan atau drag, secara keseluruhan gaya hambat yang
ditimbulkan akan dapat dirumuskan sebagai berikut:
D = CD. ½ . p . V2. S
Dimana:
D = gaya tahan sayap
CD = koefisien hambatan udara yang dipsngaruhi oleh suduut serang
p = Densitas udara

10
V = kecepatan relative sayap terhadap udara
S = Luas sayap
Sedangkan koefisien tahanan udara sebenarnya terdiri dari dua
komponen yaitu :
CD = CDO + CD terinduksi
CDO terinduksi ialah koefisien gaya tahan yang timbul setelah sayap
menghasilkan gaya angkat dan besarnya dipengaruhi Aspect Ratio (AR) dan
distribusi gaya angkat sayap. Pengaruh Aspect Ratio terhadap gaya hambat
udara adalah sebagai berikut :
CL2
CD terinduksi =
 . AR.e
Dimana :
= 3,14

AR = Aspect Ratio
e = koefisien gaya angkat yang dipengaruhi geometri sayap (oswald
factor).
CL = Koefisien gaya angkat.

Jika semakin besar AR sayap berarti semakin langsing dan akan


menyebabkan koefisien gaya hambat udara terinduksi semakin kecil. Hal ini
yang selanjutnya menyebabkan perbandingan gaya angkat dan hambatan dari
sayap tersebut yang juga berarti naiknya efisiensi.
Hubungan koefisien gaya hainbat terhadap koefisien gaya angkat suatu
sayap biasanya dapat digunakan seperti gambar dibawah ini.

11
Gambar 2.6. Kurva CL - CD
2.4. MOMEN ANGGUKAN SAYAP
Sayap ternyata juga menghasilkan momen anggukan di samping menimbulkan
gaya angkat dan gaya tahan udara. Momen ini biasanya akan mempunyai harga tetap
jika dilihat dari suatu titik tertentu dari airfoil tersebut.
Di dalam dunia penerbangan suatu titik yang memiiliki momen sayap berharga
tetap dikenal sebagai dengan sebutan titik pusat aerodinamika (aerodynamic centre).
Momen pada titik tersebut yang berharga konstan disebut juga momen pusat
aerodinamika. Besar momen angguk dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mac = Cmac.C. ½ .ρ. V2. S
Dimana :
Mac = Momen anggukan
ρ = Rapat massa.
Cmac = koefisien momen anggiikan pada pnsat aerodinamika.
S = Luas sayap.
C = Lebar sayap (chord)
V = Kecepatan

12
Gambar 2.7. Titik Pusat Aerodinamika (aerodynamic center)

Besar koefisien momen anggukan pada pusat aerodinamika tidaklah


dipengaruhi oleh besar sudut serang melainkan ditentukan oleh bentuk airfoil itu
sendiri, oleh ketebalan dan kecekungan.

2.5. ASPECT RATIO


Besaran Aspect Ratio menyatakan besar kecilnya efisiensi sebuah sayap.
Semakin besar Aspect Ratio berarti semakin efisiensi pula sebuah sayap. Hal ini
sebenarnya disebabkan karena semakin besarnya perbandingan gaya angkat dan gaya
tahan udara yang ditimbulkannya.
Besaran lainnya yang cukup penting didalam bentuk sayap ialah pengecilan
lebar sayap sebagai Taper Ratio.
ct
Taper Ratio =
cr

13
ct cr

2.8. Gambar Taper Ratio Cr-Ct

Dimana :
ct = lebar sayap pada tip
cr = lebar sayap pada root
Besaran Taper Ratio ternyata akan mempengaruhi terhadap besar kecilnya gaya
hambat udara induksi.

2.6. BILANGAN REYNOLDS


Bilangan reynold pada prinsipnya adalah besaran yang merupakan
perbandingan gaya inersia terhadap gaya viskositas suatu aliran fluida yang dalam hal
ini adalah udara. Bilangan reynold ini tidak memiliki dimensi dan biasanya dapat kita
pergunakan untuk menyatakan kondisi aliran udara yang melalui sebuah benda/sayap.
Bilangan reynold yang kecil mengarah pada sifat aliran kecepatan rendah,
melalui benda kecil, serta kekentalan fluida (udara) yang besar. Aliran seperti ini
dikenal dengan aliran laminar. Sebaliknya bilangan reynold yang besar mengarah
pada sifat aliran berkecepatan tinggi, melalui benda yang besar serta kekentalan fluida
yang kecil. Kondisi aliran seperti ini sering disebut aliran turbulen.
Dari perayataan diatas bilangan reynold dapat dirumuskan sebagai berikut :
p.L.v
Re = 
Dimana:
Re = Bilangan Reynold (Reynold Number)
p = Densitas udara (1,225 kg/m3)
V = Kecepatan (m/s)

14
L = panjang sayap (m)
μ = Viskosvtas udara (1,8 x 10-5 kg/m.s)
Gambar dibawah 2.9 adalah karakteristik airfoil yang diopersikan pada
Bilangan Reynold yang berbeda.

Gambar 2.9
Karakteristik airfoil berubah dengan turunnya bilangan Reynold (Re)

2.7. PRINSIP DASAR STABILITAS TERBANG


Stabilitas terkait sepenuhnya dengan kondisi keseimbangan (equilibrium),
untuk membahas masalah stabilitas, perlu didefinisikan dahulu mengenai apa yang
dimaksud dengan kondisi keseimbangan. Kondisi ini adalah dimana pcsawat berada
dalam penerbangan “steady dan uniform”, artinya terbang dalam jalur lurus dan pada
kecepatan konstan. Sehingga terjadi keseimbangan antara gaya-gaya dan momen-
momen yang bekerja.
Tetapi bila jumlah gaya-gaya dan momen tidak sama dengan nol, maka pesawat
akan mengalami akselerasi translasi atau rotasi. Stabilitas pesawat pada umumnya
dibahas dalam 2 kondisi, yaitu stabilitas statik dan stabilitas dinamik.

2.7.1. Stabilitas Statik

15
Stabilitas statik adalah kecendrungan awal (initial tendency) dari
pesawat untuk kembali kekeadaan normal (keseimbangan) setelah mengalami
gangguan.
Ada beberapa kecedrungan yang dapat Terjadi seperti ditunjukan
dengan gerakan bola pada berbagai permukaan digambar berikut ini:

Kondisi Stabil Statis

Kondisi Tak Stabil Statis

Gambar 2.10. Stabilitas Statik

Bola hitam menyatakan keadaan awal yang seimbang. Gangguan adalah


gerakan kesarnping dan kemudian gravitasi akan melanjutkan gerakkan apa
yang akan terjadi. Keadaan netral (indifferent) seperti ditunjukkan pada gambar
paling kanan adalah kecendrungan yang tidak seperti diramalkan sehingga
harus dihindarkan. Kondisi yang “terlalu stabil” juga tidak dikehendaki karena
dalam hal ini pesawat akan sukar dikendalikan dan tidak memiliki kemampuan
manuver yang diperlukan.

16
2.7.2. Stabilitas Dinamik
Stabilitas dinamik merupakan persyaratan pertama yang harus dipenuhi.
Tetapi disamping itu, pesawat harus pula memiliki karakteristika terbang yang
memenuhi persyaratan stabilitas dinamik. Dalam stabilitas dinamik yang
diamati adalah “urutan waktu gerakan pesawat” (time motion history) setelah
mengalami gangguan.
Kestabilan dinamik dinyatakan sebagai suatau kemampuan untuk
mengembalikkan diri dalam keadaan semula, dibawah gangguan yang akan
datang menganggu secara terus menerus. Suatu benda yang memiliki
kestabilan statik kadang kala belum stabil dalam hal dinamiknya, hal ini sering
terjadi terutama jika kemampuan untuk melawan gangguan akan kembali ke
asalnya terlalu besar.
Gambar berikut menunjukan bentuk gerakan-gerakan yang mungkin
terjadi. Suatu pesawat yang memiliki stabilitas static, belum tentu memenuhi
persyaratan stabilitas dinamik, oleh karenanya, stabilitas static belum
menjamin tercapainya stabilitas dinamik. Tetapi sebaliknya, pesawat yang
sudah memiliki stabilitas dinamik pasti juga stabil dalam kondisi static.

Gambar 2.11. Stabilitas Dinamik

Mengecilnya gangguan sepanjang sumbu waktu (besarnya gangguan


dinyatakan oleh keluarnya pesawat dari jalur terbang atau perubahan sikap
pesawat) menunjukan bahwa ada sikap bertahan terhadap gerakan gangguan

17
tersebut sehingga disini terjadi pelepasan energy. Hal ini disebut peredam
positif yang menyebabkan pesawat kembali kekadaan normal (seimbang) atau
mengikuti gerakkan osilasi yang konvergen. Sebaliknya bila terjadi
penambahan energy, maka yang terjadi adalah peredaman negative dalam
bentuk osilasi divergen, sehingga pesawat semakin jauh dari kondisi seimbang,
Pesawat yang memiliki “peredam negative” (negative damping) akan
tidak stabil dalam kondisi dinamis. Unutk merbangkan pesawat terscbut
diperlukan alat peredam khusus dalam system kontrolnya (artificial damping)
yang disebut “Stability Augmentation System” (SAS) Alat ini mengguanakan
system elektro mekanis yang dikontrol langsung oleh sebuah computer khusus
yang mendapat masukkan mengenai data-data karakteristika terbang dan
menentukan tindakan-tindakan pengendalian seperlunya untuk menjaga
pesawat.

2.7.3. Kestabilan Terbang


Pesawat terbang ketika mengangkasa dapat kita nyatakan sebagai suatu
benda yang berada dalam ruang 3 dimensi. Oleh karenanya, maka pesawat
terbang sebenarnya memiliki kebebasan dalam arah 3 dimensi pula, maka
secara jelas dapat dikatakan bahwa sebuah pesawat terbang akan memiliki
kebebasan bergerak translasi 3 dimensi dan rotasi yang juga 3 dimensi,
sehingga keseluruhannya berjumlah 6 derajat kebebasan.
Didalam penerbangan yang penting adalah bagaimana membuat
pesawat itu stabil didalam gerakan-gerakan rotasinya, sebab pada prinsipnya
gerakan rotasi itulah yang nantinya akan menimbulkan gerakan translasi.
Dari ilmu mekanika kita mengetahui bahwa gerakan rotasi dapat terjadi
jika pada benda yang bergerak rotasi terdapat suatu moment, atau dengan kata
lain apabila kita menginginkan agar pesawat kita tidak melakukan gerakan
rotasi, maka kita harus mengusahakan agar jumlah moment total yang bekerja
padanya adalah sama dengan nol.
Untuk membuat jumlah moment total sama dengan nol, kita dapat
melakukan beberapa cara, diantaranya ialah dengan memberikan moment yang

18
arahnya berlawanan dengan yang ada sebelumnya. Pada pesawat terbang,
perangkat yang tugasnya memberikan moment-moment yang berlawanan ini
sering disebut sebagai perangkat kestabilan.
Pada pesawat terbang perangkat yang tugasnya memberikan momen-
momen yang berlawanan itu sering disebut perangkat kestabilan. Secara umum
perangkat kestabilan dibagi menjadi 3 besaran, kestabilan pada sumbu X,
kestabilan pada sumbu Y dan kestabilan pada sumbu Z.
Disebutkan bahwa pesawat terbang memiliki kestabilan rotasi dalam
tiga arah gerakan, ketiga kestabilan adalah terhadap :
a. Sumbu Y yang selanjutnya disebut kestabilan longitudinal.
b. Sumbu X yang selanjutnya disebut kestabilan lateral.
c. Sumbu Z yang selanjutnya disebut kestabilan direksional.
Ketiga macam kestabilan tersebut akan menjaga keseimbangan gaya-
gaya dalam tiga arah sumbu penerbangan terhadap gangguan yang datang dari
segala arah.

Gambar 2.12. Arah Sumbu-Sumbu Gaya Pada Pesawat

2.7.4. Kestabilan Longitudinal


Kestabilan longitudinal dalam hal ini adalah pesawat terbang dalam
arah anggukan. Sebuah pesawat terbang akan dapat melakukan gerakan
mengangguk dalam arah longitudinal apabila gerakan tersebut diperlukan

19
terutama untuk tujuan atau menukikkan pesawat terbang dalam
penerbangannya. Jika kita meninjau dari segi kestabilan, gerakan anggukan
yang tidak disengaja, misalnya dibuat oleh gangguan dari luar, hanya dapat
dinetralkan kembali oleh perangkat kestabilan yang dimiliki oleh pesawat
terbang tersebut maksudnya dalam hal ini dikembalikan kekeadaanya menjadi
sama dengan seperti sebelum gangguan tersebut bekerja
Untuk menganalisa kestabilan didalam arah longitudinal kita harus
mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada arah ini, yaitu salah satunya gaya
angkat. Dalam dunia penerbangan gaya angkat sayap tersebut dianggap bekerja
pada suatu titik yang biasanya disebut sebagai pusat aerodinamika
(aerodynamics center). Didalam beberapa literatur, titik ini juga dikenal
sebagai titik pusat tekanan (center of pressure). Apabila titik bentuk pesawat
terbang tidak terletak pada titik ini, maka perubahan penambahan gaya angkat
akan memberikan penambahan moment angguk sayap. Untuk mencegah hal
tersebut, kita harus menambahkan ekor horizontal yang dapat kita letakkan
pada bagian belakang dari pesawat terbang tersebut. Ekor ini nantinya akan
dapat kita atur sedemikian rupa sehingga perubahan gaya angkat yang
ditimbulkannya akan dapat menetralkan perubahan moment anggukan dari
seluruh pesawat terbang.
Pesawat stabil jika :
Sht . It > Sw.e
Dimana :
Sht = Luas ekor
It = Lenagan ekor
Sw = Luas sayap
e = Wing efficiency
Diatas kita telah melihat bahwa ekorlah yang berjasa untuk menetralkan
momen anggukan dari sebuah pesawat terbang. Dengan demikian sebenarnya
kita telah mulai dapat mengerti apabila ada orang yang mengatakan bahwa
ekor bersifat menstabilkan, sebenarnya variable yang lebih penting ialah luas
ekor dan panjang titik terbelakang yang dapat ditempati oleh titik berat dengan

20
tanpa menghilangkan kestabilan pada keseluruhan pesawat terbang dikenal
sebagai titik netral (neutral point). Titik berat yang terletak didepan titik netral
menandakan bahawa pesawat tersebut akan stabil. Sebaliknya bila titik berat
terletak dibelakang titik netral menyebabkan pesawat terbang kehilangan
kestabilannya, maka pada perencanaan pesawat terbang kita harus
menempatkan titik berat pesawat terbang kita didepan titik netralnya

Gambar 2.13. Neutral Point

2.7.5. Kestabilan Lateral


Yang dimaksud kestabilan lateral yaitu kestabilan pesawat terbang
dalam arah berputar (rolling). Sebuah pesawat akan dapat melakukan gerakan
berputar guling dalam arah lateral apbila gerakan itu diperlukan. Terutama
untuk tujuan berguling ke kanan dan ke kiri dari pesawat terbang itu sendiri.

2.7.6. Kestabilan Direksional


Yang dimaksud dengan kestabilan direksional yaitu kestabilan pesawat
terbang dalam arah direksional apabila gerakan itu diperlukan. Terutama untuk
belok ke kanan atau ke kiri pesawat itu sendiri.

2.7.7. Kestabilan Lateral - Direksional


Yaitu kestabilan pesawat terbang dalam arah gerakan belok dan
gulingnya, kestabilan belok ini terpenuhi jika pada pesawat terbang kita
pasangkan stabilizer vertical pada bagian belakangnya. Kestabilan ini akan
meningkat jika memasang stabilizer vertical (ekor vertical) yang cukup luas

21
dengan letak yang cukup jauh dari titik berat pesawat, maka dalam masalah
kestabilan lateral - direksional ini dikenal istilah Rasio Volume ekor vertical
yang didefinisikan sebagai :
S vs .Lvs
Vsvs =
S w .b

Dimana :
Svs = luas ekor veitical
Sw = luas sayap
Lvs = lengan ekor veitical
b = bentang sayap

Gambar 2.14. Kestabilan Lateral-Direksional.

Dipihak lain kita juga harus membuat pesawat terbang kita stabil
didalam arah gulingnya. Untuk keperluan ini biasanya pada pesawat model
yang tak terkendali, kita akan memasang sudut hedral pada sayapnya
sedangkan pada pesawat terbang model yang terkendali dalam arah gulingnya
kita pasang kemudi guling (aileron) pada sayap.

22
Gambar 2.15. Kemudi Guling Pada Sayap.

2.8. PRESTASI TERBANG


Dengan mengetahui pengetahuan tentang prestasi terbang suatu pesawat
terbang, maka dapat diperkirakan kemampuan terbang suatu pesawat terbang. Ataupun
dapat memilih dengan memilih dengan baik pesawat terbang yang memiliki
kemampuan terbang yang terbaik. Diketahui dalam penerbangan untuk menghasilkan
gaya dorong (thrust) dapat memanfaatkan gaya gravitasi bumi yang arahnya vertical
kebawah, sebagai penghasil gaya dorong (thrust) dalam usaha melawan gaya tahan
yang selalu terjadi pada pesawat terbang selama mengudara.
Untuk keperluan tersebut harus menjalankan pesawat dengan cara meluncur
turun dengan sudut τ terhadap garis vertical (sudut τ biasanya kecil). Agar
keseimbangan terjadi maka dapat ditulis persamaan :
L = W cos τ
T = D = W sin τ
W sin  D
Sehingga: tan 1 - 
W cos L
Mengingat bahwa sudut luncur biasanya kecil, maka dapat ditulis :
L=W
T = W sin τ
Pesawat terbang yang baik tentunya harus memiliki sudut luncur yang kecil
agar pesawat tetap terbang dalam keadaan hampir mendatar. Untuk mencapai hal yang
demikian, maka dapat ditulis :
D
- tan τ dibuat sekecil - kecilnya, atau
L
L
= tan τ dibuat sebesar-besarnya
D

23
2.9. STRUKTUR DAN MATERIAL KONSTRUKSI
Agar setiap komponen/bagian pesawat dapat berfungsi sesuai dengan tugasnya
masing-masing maka diperlukan satu syarat lagi, yaitu tentunya adalah kekuatan dan
kekokohan bagian tersebut dalam menerima beban-beban yang dialaminya. Untuk itu
maka paling tidak harus dapat mengetahui berbagai gambaran mengenai pembebanan
yang kemungkinan tejadi, serta tentang material yang mungkin dapat dipakai untuk
pembebanan tersebut.

2.9.1 Mengenai Tegangan.


Suatu istilah yang akan sangat berguna didalam konstruksi adalah
tegangan. Tegangan dalam ini dapat didefinisikan sebagai besarnya gaya yang
bekerja pada setiap satuan luas material.

Gambar 2.16. Tegangan Tarik Dan Tegangan Geser.


Dengan melihat keadaan yang dialami material maka tegangan ini akan
dapat dibedakan atas dua macam yaitu, tegangan normal dan tegangan geser.
Tegangan normal jika diperhatikan lebih mendalam selanjutnya dapat dibagi
lagi atas tegangan tarik dan tekan.

Dengan mengetahui besar tegangan yang terjadi akibat pembebanan,


maka kita dapat memilih bahan material dengan sifat dapat menahan

24
ketegangan tersebut misalnya kita ketahui komponen spar atas menerima
beban tekan maka tegangan yang terjadi
Dapat dilihat beberapa sifat material, misalkan Balsa keras memiliki
kekuatan maksimum  tahan maka - 15.5 Mpa. Jadi bila spar tersebut kita buat dari
balsa keras maka kita memiliki factor keamanan yang lebih dari satu yang
berarti aman.

 tekan maks material 15,5


FS    1,55 1 ( aman )
 tekan yang terjadi 10

Gambar 2.17. Tegangan Tekan

STRUKTUR SAYAP
Setelah mengetahui tegangan yang terjadi pada sayap, selanjutnya
pengenalan berbagai komponen struktur sayap pesawat konvensional beserta
fungsi dan tugasnya dalam rangka menahan seluruh pembebanan yang terjadi.
Struktur sayap konvesional pada umumnya terdiri dari komponen kulit dan
kerangka tertentu yang ada di konstruksi pesawat terbang dengan istilah
struktur semi monocoque.

25
Gambar 2.18. Struktur Semi Monocoque

Mengingat bahwa tegangan normal yang bekertja pada spar sering


menyebabkan kerusakan pada sayap, maka dapatlah dimengerti bahwa
konstruksi pesawat terbang yang berperan penting ketika sayap menahan
pembebanan adalah spar

26
Gambar 2.19. Tegangan Yang Terjadi Pada Spar Sayap

Bagian struktur lain yang tugasnya mirip dengan spar adalah stringer
komponen ini biasanya berukuran lebih kecil dari pada spar, khususnya dalam
menahan momen lentur dengan jalan memperkecil besarnya tegangan normal
yang terjadi pada spar.
Rib dipasang pada struktur sayap dengan tugas memberikan bentuk luar
pada sayap, menjadi pembatas gerak bagi spar agar terhindar dari kemungkinan
buckling, khususnya spar yang menerima beban tekan, serta menjadi tempat
meletakkan beberapa bagian pesawat terbang seperti halnya roda pendaratan
dan sebagaianya.

27
Gambar 2.20. Buckling

Kalau spar bertugas menerima beban berupa tegangan normal, maka


web dipasang untuk menahan tegangan geser. Untuk menjawab hal tersebut
maka harus melihat tegangan normal sebenarnya yang terjadi pada material.
Perhatikan rumus Mohr berikut ini.

2
  
 maks      t2
2 2

 1,25  1,25 2
 12 

 2,35 Mpa  3,0 Mpa

Jika tegangan normal terbesar terjadi sebenarnya dapatlah mencapai sekitar e =


3,0 Mpa. Dengan demikian kekuatan sayap ialah :

material 15,5
Kekuata n Sayap    5,2 g
terbesar / g 3,0

28
Gambar 2.21. Tegangan Normal

Dengan adanya web yang bertugas menerima tegangan geser, maka


spar akan mengalami tegangan normal  = 2,5 Mpa tanpa geser, besar
tegangan yang terjadi bila struktur diberikan web diantara kedua spar-nya
adalah :

 maks  1,25  1,25 2


 02 
 2,5 Mpa

Jika tegangan normal sebenarnya adalah 2,5 Mpa

material 15,5
Kekuata n Sayap    6,2 g
terbesar / g 2,5

Gambar 2.22. Tegangan Normal Tanpa Tegangan Geser

PERGERAKAN PESAWAT

29
Gambar 2.23. Pergerakan Pesawat

AILERON
 Terletak pada wing.
 Merupakan bidang kendali pada saat pesawat melakukan roll.
 Bergerak pada sumbu longitudinal (sumbu yang memanjang dari nose
hingga ke tail).
 Aileron dikendalikan dari cockpit dengan menggunakan stick control.
 Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat
dalam arah lateral.
 Pergerakan aileron berkebalikan antara kiri dan kanan, berdefleksi naik
atau turun.

Bagaimana cara kerja aileron?

30
Gambar 2.24. Cara Kerja Aileron

Gambar diatas adalah gambar pesawat dilihat dari arah tail.


Jika seorang pilot ingin melakukan roll atau bank atau berguling kekanan,
maka yang dilakukan oleh pilot adalah : menggerakan stick control atau tuas
kemudi ke arah kanan, sehingga secara mekanik akan terjadi suatu pergerakan
di mana aileron sebelah kanan akan bergerak naik dan aileron kiri bergerak
turun. Pada wing kanan dimana aileron up akan terjadi pengurangan lift (gaya
angkat) hal ini dikarenakan aileron yang naik menyebabkan kecepatan aliran
udara di permukaan atas wing berkurang (karena idealnya aliran udara di atas
airfoil lebih cepat daripada di permukaan bawah, sehingga timbul Lift)
sehingga sayap kanan kehilangan lift (gaya angkatnya) yang menyebabkan
wing kanan turun. Sedangkan pada wing sebelah kiri, aileron yang turun
menyebabkan tekanan udara terakumulasi dan mengakibatkan wing kiri naik.
Begitu juga sebaliknya jika pilot menginginkan pesawatnya melakukan roll ke
sebelah kiri.

ELEVATOR

31
Gambar 2.25. Keseimbangan Alevator

 Terletak pada horizontal stabilizer.


 Merupakan bidang kendali pada saat pesawat melakukan pitch (pitch up or
down).
 Bergerak pada sumbu lateral (sumbu yang memanjang sepanjang wing).
 Elevator dikendalikan dari cockpit dengan menggunakan stick control.
 Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat
dalam arah longitudinal.
 Pergerakan elevator bersamaan antara kiri dan kanan, berdefleksi naik atau
turun.

Bagaimana cara kerja elevator?

Gambar 2.26. Cara Kerja Alevator

32
Jika pilot menginginkan pesawat melakukan pitch up or down (gerakan
menaikan dan menurunkan nose). Maka yang dilakukan adalah dengan
menggerakan stick control pada cockpit ke depan atau ke belakang. Jika kita
menginginkan pitch up (nose ke atas) maka pilot akan menggerakan stick
control nya ke belakang (menuju ke badan pilot) yang akan mendapat respon
dengan naiknya elevator secatra bersamaan. Dengan naiknya elevator maka
terjadi penurunan gaya aerodinamika pesawat yang menekan tail ke bawah
sehingga nose akan raise atau naik. Kebalikannya jika pilot menginginkan
pitch down, maka stick control akan di gerakan ke depan yang akan membuat
elevator bergerak ke bawah sehingga bagian tail mendapat gaya yang menekan
ke atas dan menyebabkan nose turun.

RUDDER

Gambar 2.27. Pergerakan Rudder

 Terletak pada vertical stabilizer.


 Merupakan bidang kendali pada saat pesawat melakukan yaw.
 Bergerak pada sumbu vertical (sumbu memanjang tegak lurus terhadap
Center of gravity dari pesawat).
 Rudder dikendalikan dari cockpit dengan menggunakan rudder pedal.

33
 Jenis kestabilan yang dilakukan aileron adalah menyetabilkan pesawat
dalam arah direksional.
 Pergerakan rudder berdefleksi ke kiri atau kanan.

Bagaimana cara kerja rudder?

Gambar 2.28. Cara Kerja Rudder

Rudder bekerja dengan perantara sistem mekanik yang bernama rudder


pedal. Seperti halnya pedal rem atau gas pada mobil. Terdapat dua pedal yaitu
kiri dan kanan yang masing-masing untuk pergerakan yaw kiri dan kanan.
Jika pilot menginginkan pesawatnya yaw ke kiri maka pilot akan
menekan/menginjak rudder pedal sebelah kiri, secara mekanik akan diartikan
rudder akan berdefleksi ke kiri. Yang terjadi adalah timbul gaya aerodinamik
yang menekan permukaan rudder yang berdefleksi, sehingga tail akan bergerak
ke kanan dan nose akan bergerak ke kiri. Maka pesawat akan yaw ke kiri.
Sebaliknya jika akan melakukan yaw ke kanan maka yang diinjak adalah
rudder pedal sebelah kanan.

34

Anda mungkin juga menyukai