Kapan onset kerja dan apa yang √ 1-2 jam Radang akan cepat
dilakukan jika tidak terjadi sembuh
Rute, bentuk sediaan, dosis, √ Rute obat Toras 2 x sehari, 1 tablet.
skedul pemberian (methyl prednisolone) (setelah ditanya)
adalah oral, bentuk
sediaannya adalah
tablet, dosis untuk obat
ini adalah 2-60
mg/hari, dan terapi
sekitar 3-5 hari
PEMBAHASAN
Kami mengunjungi Apotek K24 K.H. Dewantara pada tanggal 4 November 2018,
pukul 11.15 WIB. Setelah tiba kami melihat di dinding terpampang papan informasi praktik
apoteker dan apotek K24 K.H. Dewantara, lalu kami ditanya oleh farmasis yang bertugas
(asisten apoteker) tentang keperluan kami datang. Farmasis yang bertugas menggunakan
seragam khas Apotek K24 yang berwarna kuning dan hijau, farmasis tidak terlihat
menggunakan tanda pengenal. Setelah itu kami menyampaikan gejala atau keluhan untuk
penyakit faringitis (radang tenggorokan) seperti demam dan nyeri tenggorokan (IDI, 2008).
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan sekitarnya.
(Pharmaceutical Care untuk Infeksi Saluran Pernapasan, 2005). Namun, farmasis yang
bertugas tidak menanyakan atau menggali informasi lebih dalam tentang pasien seperti umur
berapa pasien yang sakit, apa pekerjaan pasien, atau apa yang dikonsumsi pasien akhir-akhir
ini. Dan farmasis hanya langsung menawarkan obat paling mahal dan paling bagus karena
onsetnya cepat yaitu Lameson dengan harga Rp. 45.000 untuk keluhan tersebut, setelah
ditanya apakah ada obat yang lebih murah farmasis memberikan merk obat lain yaitu Taros
dengan harga Rp. 30.500. Kedua obat yang ditawarkan oleh farmasis mengandung zat aktif
methylprednisolone. Menurut MIMS, methylprednisolone adalah salah satu jenis obat
kortikosteroid yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi
peradangan serta gejalanya, seperti pembengkakan, nyeri, atau ruam. Obat ini biasanya
digunakan untuk mengatasi peradangan (inflamasi) dalam berbagai penyakit salah satunya
faringitis. Namun menurut literatur, methylprednisolone merupakan jenis obat keras yang
aturannya hanya boleh dibeli dengan resep dokter, kenyataannya farmasis yang bertugas
langsung memberikan obat ini tanpa menanyakan resep terlebih dahulu. Kemudian kami
bertanya kembali apa perbedaan kedua obat tersebut, farmasis hanya menjawab perbedaan
keduanya hanya pada merknya saja. Ketika kami meminta obat lain dengan harga yang lebih
murah, farmasis mengatakan bahwa hanya tersedia dua macam obat tersebut saja. Akhirnya
kami membeli obat merk Taros dengan kandungan methylprednisolone 4 mg.
Karena farmasis yang bertugas sangat pasif, kami mencoba untuk lebih aktif dengan
menanyakan bagaimana rute, bentuk sediaan, aturan dan cara penggunaannya. Setelah
ditanya, farmasis yang bertugas hanya menjawab bahwa obat tersebut diminum 1 tablet 2 x
sehari dan bentuknya tablet. Hal yang disampaikan sesuai dengan literatur, bahwa dosis untuk
methylprednisolone untuk kasus faringitis yaitu 2-60 mg/hari. Kemudian kami kembali
bertanya mengenai efek samping, interaksi dari obat yang diberikan, dan apa saja yang harus
dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Farmasis mengatakan bahwa tidak ada
efek samping dari obat ini setelah diminum, padahal menurut MIMS, sama seperti obat lain,
methylprednisolone juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping
yang umumnya terjadi adalah mual dan muntah, nyeri ulu hati, sakit perut, gangguan
pencernaan, lemas dan lelah, mengeluarkan banyak keringat, kecemasan dan depresi, sulit
tidur, pusing. hipertensi. pembengkakan di tangan, tungkai, dan kaki, menstruasi tidak teratur,
kenaikan berat badan, dan kadar glukosa meningkat. Penggunaan methylprednisolone secara
jangka panjang atau melebihi dosis juga dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan
kelenjar adrenal. Untuk interaksi obat farmasis mengatakan bahwa tidak masalah jika kita
juga meminum obat lain selain obat yang diberikan. Menurut MIMS, ada beberapa risiko
yang mungkin terjadi jika menggunakan methylprednisolone bersamaan dengan obat-obatan
tertentu, di antaranya:
Berpotensi melemahkan respons vaksin hidup (live attenuated vaccine) dalam tubuh.
Lebih baik hindari melakukan vaksinasi ketika menjalani pengobatan dengan
methylprednisolone.
Aminoglutethimide dapat menghilangkan efek penekanan adrenal oleh kortikosteroid.
Dapat menyebabkan hipokalemia jika digunakan bersamaan dengan obat yang
mengandung K-depleting agents, seperti amphotericin B dan diuretik.
Antibiotik makrolid dapat menekan pembuangan methylprednisolone dari dalam tubuh,
namun sebaliknya pembuangan akan meningkat dengan cholestyramine.
Metabolisme methylprednisolon meningkat jika digunakan bersama dengan estrogen,
termasuk kontrasepsi oral, dan menurun jika digunakan bersama dengan CYP3A4
inducers, seperti rifampisin dan obat-obatan golongan barbiturate.
Berisiko menurunkan kadar serum isoniazid.
Meningkatkan risiko kejang jika digunakan bersamaan dengan ciclosporin.
Berpotensi mengakibatkan aritmia jika digunakan dengan glikosida digitalis, seperti
digoxin dan digitoxin.
Dapat meningkatkan konsentrasi methylprednisolone dalam darah jika digunakan
bersamaan dengan CYP3A4 inhibitors, seperti ketoconazole dan erythromycin.
Berpotensi menekan efek terapi dari obat antidiabetik.
Berisiko mengakibatkan efek gastrointestinal (pencernaan) jika digunakan bersamaan
dengan aspirin atau obat NSAIDs lainnya.
Dapat meningkatkan efek pengencer darah (antikoagulan) dari warfarin.
Untuk interaksi methylprednisolone dengan makanan adalah alkohol. Karena dapat
menyebabkan perdarahan pada perut. Dan untuk interaksi methylprednisolone dengan
beberapa penyakit contohnya adalah hipertensi, penyakit jantung, gangguan ginjal,
gangguan hati, diabetes, osteoporosis, dan tuberculosis. Untuk terapi nonfarmakologi
farmasis menyarankan untuk mengurangi minum-minuman dingin.
Setelah kami amati, masih banyak konten konseling pasien yang tidak dilakukan oleh
farmasis yang bertugas, seperti:
Kerja yang diharapkan dari obat yang diberikan mengurangi reaksi peradangan dan
gejalanya.
Tindakan jika pasien lupa minum obat yaitu dengan minum sesegera mungkin. Namun,
bila sudah mendekati waktu dosis berikutnya, lewati dosis yang terlupakan dan kembali
ke jadwal dosis yang biasa. Jangan menggandakan dosis.
Cara mencegah atau mengurangi ESO yaitu jika terjadi reaksi alergi atau overdosis
setelah menggunakan methylprednisolone, segera hubungi dokter.
Pengulangan resep. Karena pengobatan yang dilakukan jenis swamedikasi, jadi pasien
memang tidak membawa resep. Tapi farmasis dapat menginformasikan bahwa jika
pasien masih membutuhkan obat tersebut, pasien dapat membeli kembali obat tersebut.
Instruksi Akses Farmasis 24 jam. Farmasis bisa memberikan kontak yang dapat
dihubungi oleh pasien jika ada hal yang ingin ditanyakan atau terjadi sesuatu hal yang
tidak diinginkan.
Sumber:
Ikatan Dokter Indonesia. 2008. Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: EGC
MIMS. Methylprednisolone. Diakses:
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/methylprednisolone?mtype=generic, pada
03/11/2018 pukul 20.00 WIB.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan.