Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perspektif
Pedagogik Tentang Landasan Manajemen Pendidikan”. Makalah ini merupakan
salah satu komponen tugas mata kuliah Landasan Pedagogik yang dibimbing oleh
Prof. Dr. Juntika, M.Pd.
Topik yang dibahas di dalam makalah ini merupakan salah satu topik
bahasan dalam mata perkuliahan Landasan Pedagogik yang berfokus pada
manajemen pendidikan berorientasi tujuan, manajemen pendidikan berorientasi
proses, manajemen pendidikan berorientasi hasil dan manajemen pendidikan
berbasis Total Quality Managemen (TQM).
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah
pengetahuan baru terkait dengan landasan pedagogik, khususnya dalam Perspektif
Pedagogik Tentang Landasan Manajemen Pendidikan.
Sebagai penutup, tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada Prof. Dr.
Juntika, M.Pd. atas bimbingan dan arahannya serta kepada teman-teman sekalian
yang membantu proses penulisan makalah ini hingga selesai.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Kesimpulan .......................................................................................... 32
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Membuat keputusan
2. Merencanakan
3. Mengorganisasikan
4. Mengkomunikasikan
5. Mengkoordinasikan
6. Mengawasi
7. Menilai
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Merumuskan tujuan sekolah menurut Rohiat (2008) sekolah menentukan
atau merumuskan tujuan pendek. Rumusan tujuan tersebut merupakan penjabaran
lebih rinci, operasioanal dan terukur. Tujuan pendidikan Nasional tersurat dalam
UU No.20 tahun 2003 pasal 3 yaitu, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Sehingga, manajemen yang diterapkan haruslah berlandaskan pada tujuan
pendidikan ini. Semua fungsi-fungsi manajemen yang terdiri atas perencanaan,
pelaksaan, pengelolaan dan evaluasi sebaiknya mengacu kepada nilai-nilai
Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Sistem pendidikan adalah suatu kesatuan dari berbagai unsur yang satu dengan
yang lainnya saling berhubungan dan bergantung di dalam mengemban tugas
untuk mencapai tujuan pendidikan (Hamalik, 2010: 79). Manajemen pendidikan
berbasis proses merupakan kegiatan-kegiatan pengelolaan pada suatu sistem
pendidikan yang bertujuan untuk mencapai keterlaksanaan proses belajar
mengajar yang baik. Manajemen pendidikan berbasis proses menurut Hamalik
(2010 : 78) mencakup beberapa hal, yaitu:
3
Berikut ini akan dijelaslan secara rinci kelima hal yang berkaitan dengan
manajemen pendidikan berbasis proses di atas.
1) Program kurikulum
Kurikulum merupakan rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki
berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari, dan pengalaman
belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi
yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta
didik, serta seperangkat aturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta
didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu
(Hamalik, 2010: 91). Ada 2 program kurikulum yang berkaitan dengan
manajemen pendidikan berbasis proses (Hamalik, 2010: 78), yaitu:
A. Administrasi kurikulum
I. Kegiatan-kegiatan Dalam Administrasi Kurikulum
Administrasi pelaksanaan kurikulum ini berkenaan dengan semua
perilaku yang berkaitan dengan semua tugas yang memungkinkan
terlaksananya kurikulum. Pokok-pokok kegiatan administrasi kurikulum
dapat dikelompokkan menjadi 9 pokok kegiatan (Hamalik, 2010: 172),
yakni:
Kegiatan yang berhubungan dengan tugas kepala sekolah
Dalam pelaksanaan kurikulum, kegiatan kepala sekolah sesuai
dengan perannya sebagai pemimpin sekolah menitikberatkan pada
menyusun perencanaan untuk melaksanakan kurikulum dalam sistem
sekolah yang dipimpinnya, melakukan koordinasi kegiatan guru-
guru, menata dan membina organisasi guru dan organisasi
pembelajaran siswa, membina sistem komunikasi yang efektif di
lingkungan sekolah, antara sekolah dan masyarakat serta lembaga-
lembaga lainnya, melakukan supervisi bagi guru-guru bidang studi
dan menilai kegiatan guru-guru serta melaksanakan penilaian secara
keseluruhannya.
Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru
4
Tugas guru menyusun perencanaan kegiatan tahunan, triwulanan,
bulanan dan mingguan yang terkait dalam pelaksanaan instruksional
dalam bidang studi atau kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Kegiatan yang berhubungan dengan murid
Kegiatan yang berkenaan dengan murid, di samping bidang
pembelajaran juga dalam bidang ekstra dan kemasyrakatan.
Kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar
Kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran menyangkut
bidang kegiatan guru, kepala sekolah, dan murid sendiri.
Kegiatan ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler berkenaan dengan penyusunan program
penyediaan peralatan dan pembiayaan dan keterkaitannya dengan
kegiatan intrakurikuler.
Kegiatan pelaksanaan evaluasi belajar
Kegiatan dalam evaluasi menjadi tanggung jawab guru dan kepala
sekolah namun terkait siswa dan orang tua murid keseluruhan.
Kegiatan pelaksanaan pengaturan alat perlengkapan sekolah
Kegiatan dalam bimbingan dan penyuluhan
Kegiatan yang berkenaan dengan usaha peningkatan mutu
profesional guru
II. Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum menurut Hamalik (2010: 173) dibagi menjadi
dua tingkatan, yaitu pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat
kelas.
a. Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Sekolah
Pada pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah, kepala sekolah yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan kurikulum di lingkungan
sekolah (Hamalik, 2010: 173), dikarenakan:
i. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin
Tanggung jawab kepala sekolah adalah memimpin sekolah
melaksanakan dan membina serta mengembangkan kurikulum. Pada
5
umumnya seorang pemimpin (termasuk kepala sekolah) harus
memiliki sikap:
1. Mampu mengelola sekolah (magerial skills)
Kemampuan ini ditandai dengan pengetahuan dan
keterampilannya dalam pelaksanaan kurikulum, mislanya
organisasi guru bidang studi, pembentukan regu-regu guru dan
koordinator bidang studi, pemberian tugas pada guru,
mendorong, mengawasi dan menilai kegiatan guru dalam
pelaksanaan program sekolah sesuai dengan tuntutan kurikulum
yang ada.
2. Kemampuan profesional atau keahlian dalam jabatannya
Keahlian ini memungkinkannya kepala sekolah tersebut untuk
melaksanakan fungsi-fungsi dan tugas-tugas administrasi yang
dibebankan kepadanya. Sebagai kepala sekolah dia juga sebagai
guru, yang harus memiliki kemampuan profesional
kependidikan, termasuk penguasaan dalam bidang program
pendidikan keguruan.
3. Bersikap rendah hati dan sederhana
Sikap rendah hati berarti tidak pernah menyombongkan diri
tentang kemampuan, pengetahuan dan kelebihannya dalam
bidang pendidikan. Sikap ini menuntut kepala sekolah untuk
lebih banyak mendengarkan, memikirkan, dan bertanya/mencari
informasi, bukan memerintah atau menyuruh, kendatipun
bertindak demikian dalam situasi tertentu tidak dilarang
sepenuhnya.
4. Selain dari sikap-sikap tersebut, maka kepala sekolah sebaiknya
memiliki ciri- cirri kepribadian, antara lain :
o Bersikap suka menolong
o Sabar dan memiliki kestabilan emosi
o Percaya pada diri sendiri
o Berpikir kritis,dsb
6
ii. Kepala Sekolah Sebagai Seorang Administrator
Kepala sekolah adalah seorang administrator dalam pelaksanaan
kurikulum yang berperan dalam perencanaan program,
pengorganisasian staf pergerakan semua pihak yang perlu dilibatkan
dalam pelaksanaan supervisi, dan penilaian terhadap personal
sekolah.
iii. Kepala Sekolah Sebagai Penyusun Rencana Tahunan
Kepala sekolah sebagai penyusun rencana tahunan di bidang
kemuridan, personal/tenaga kependidikan, sarana pendidikan,
ketatausahaan sekolah, pembiayaan/anggaran pendidikan,
pembinaan organisasi sekolah, dan hubungan
kemasyarakatan/komunikasi pendidikan
iv. Kepala Sekolah Sebagai Pembina Organisasi Sekolah
Pelaksanaan kurikulum membutuhkan dukungan organisasi sekolah
yang kuat. Sekolah-sekolah yang tergolong mapan, umumnya
pelaksanaan kurikulum ditunjang oleh:
Sekolah-sekolah yang tergolong mapan, umumnya pelaksanaan
kurikulum ditunjang oleh :
o Guru bidang studi yang memadai baik jumlah maupun
kualitasnya.
o Staf karyawan tata usaha yang cakap dan terampil.
o Bagian pengadaan alat bantu mengajar.
o Bagian perpustakaan dimana sumber bacaan disediakan dan
dioperasikan sesuai dengan tuntutan kurikulum.
o Pengelolaan laboratorium tempat diadakannya percobaan dan
praktek.
o Usaha kesehatan sekolah (UKS), yang dibian oleh dokter,
perawat, tenaga psikiater.
o Bagian bimbingan dan penyuluhan (BP) yang dibina oleh
tenaga konselor ahli.
7
o Bagiaan yang bertugas membina kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler, kepramukaan, latihan keterampilan.
o Organisasi Siswa (OSIS)
o Organisasi orang tua murid
o Bagian kerohanian dan pembinaan masjid disekolah.
Organisasi yang lengkap seperti diatas menuntut kemampuan
organisasi yang memadai dari seorang kepala sekolah agar mampu
melaksanakan tanggung jawabnya. Semua organisasi harus bekerja
secara terpadu dibawah koordinasi yang baik, senantiasa terarah ke
pencapaian tujuan instruksionakl dan kurikuler disekolah
bersangkutan.
v. Kepala Sekolah Sebagai Koordinator Pelaksanaan Kurikulum
Koordinasi bertujuan agar terdapat kesatuan sikap, pikiran dan
tindakan para personal dan staf pada suborganisasi dalam organisasi
sekolah untuk melaksanakan kurikulumnya. Pelaksanaan koordinasi
sejalan dengan pelaksanaan fungsi administrasi, yakni :
o Koordinasi dalam perencanaan
o Koordinasi dalam pengorganisasian
o Koordinasi pergerakan motivasi personal
o Koordinasi dalam pengawasan dan supervise
o Koordinasi dalam anggaran biaya pendidikan
o Koordinasi dalam program evaluasi
vi. Kepala Sekolah Sebagai Pemimimpin Rapat Kurikuler
Rapat guru adalah media yang paling tepat untuk memusyawarahkan
penyelenggaraan, hasil hasil dan berbagai masalah kurikuler
disekolah. Rapat dapat diselenggarakan pada awal tahun akademik,
pertengahan tahun/semester, akhir tahun akademik, atau
dilaksanakan secara incidental menurut kebutuhan yang ada
disekolah bersangkutan. Penyelenggaraan rapat mungkin oleh
Kepala sekolah atau kepala sub organisasi, atau ketua bidang studi
tergantung pada permasalahan yang dihadapi.
8
vii. Kepala Sekolah Sebagai Pengelola Sistem Komunikasi dalam
Pembinaan Kurikulum
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu
berkomunikasi dengan baik dengan semua pihak yang terlibat dalam
proses administrasi,baik dalam organisasi maupun luar organisasi.
Melalui komunikasi akan terjadi hubungan yang interaktif dari
semua pihak yang pada akhirnya mengembangkan proses kerjasama
yang baik daam upaya mencapai tujuan-tujuan administrasi
kurikulum. Dengan demikian pengertian komunikasi dapat
dirumuskan sebagai serangkaian kegiatan dalam proses penyampaian
pesan dari seseorang kepada orang/ pihak lain dalam rangka proses
kerjasama untuk mencapai tujuan
9
bagian integral dari kurikulum yang bersangkutan, dimana guru
terlibat didalamnya. Karena itu kegiatan ini perlu deprogram secara
baik dan didukung oleh semua guru. Untuk itu perlu disediakan guru
penanggung jawab, jumlah biaya dan perlengkapan yang dibutuhkan.
III. Kegiatan Bimbingan Belajar
Guru memegang peranan utama dan bertanggung jawab membimbing
para siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan
membatu memecahkan masalah dan kesulitan para siswa yang
dibimbingnya, dengan maksud agar siswa tersebut mampu secara
mandiri membimbing dirinya sendiri.
Tujuan utama bimbingan yang diberikan guru adalah untuk
mengembangkan semua kemampuan siswa agar mereka berhasil
mengembangkan huidupnya pada tingkat atau keadaan yang lebih
layak dibandingkan dengan sebelumnya. Bimbingan berupa bantuan
untuk menyelesaikan masalahnya sehingga dia mandiri dalam
menyelesaikan masalahnya, bantuan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya seperti keluarga, sekolah dan Masyrakat.
B. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan
apakah program yang telah di tentukan sesuai dengan tujuan semula
(Hamalik, 2008: 253). Evaluasi kurikulum terdiri atas berbagai aspek yang
saling berhubungan, yaitu:
I. Jenis-Jenis Strategi Evaluasi
Menurut Oemar Hamalik (2008: 258) terdapat empat jenis strategi
evaluasi, yaitu;
Strategi pertama terdiri atas penentuan lingkungan tempat
terjadinya perubahan, terdapat berbagai kebutuhan yang tidak
atau belum terpenuhi, dan juga berbagai masalah yang mendasari
timbulnya kebutuhan serta kesempatan untuk terjadinya
perubahan;
10
Strategi kedua terdiri atas pengenalan dan penilaian terhadap
berbagai kemampuan (capabilities) yang relevan. Strategi ini
sangat besar gunanya dalam pencapaian tujuan program dan
desain yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan khusus;
Strategi ketiga terdiri atas pendekatan dan prediksi hambatan
yang mungkin terjadi dalam desain prosedural atau implementasi
sepanjang tahap pelaksanaan program; dan
Strategi keempat terdiri atas penentuan keefektifan proyek yang
telah dilaksanakan, melalui pengukuran dan penafsiran hasil-hasil
yang telah dicapai sehingga seorang evaluator dapat memilih
strategi yang tepat.
II. Prosedur Strategi Evaluasi
a) Evaluasi Kebutuhan dan Feasibility
Menurut Oemar Hamalik (2008: 258) Evaluasi ini dapat dilaksanakan
oleh organisasi atau administrator tingkat pelaksana. Prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
o Merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran atau program yang
sekarang sedang disampaikan;
o Menetapkan program yang dibutuhkan;
o Menilai (assess) data setempat berdasarkan tes baku, tes
intelegensi dan tes sikap yang ada;
o Menilai riset yang telah ada, baik riset setempat maupun riset
tingkat nasional yang sama atau berhubungan;
o Menetapkan feasibility pelaksanaan program sesuai dengan
sumber-sumber yang ada (manusiawi dan materil);
o Mengenali masalah-masalah yang mendasari kebutuhan; dan
o Menentukan bagaimana proyek akan dikembangkan guna
berkontribusi pada sistem sekolah atau sekolah setempat.
b) Evaluasi Masukan (Input)
Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan, dan ahli
mata pelajaran yang dapat merumuskan pemecahan masalah ini harus
11
dilihat dalam hubungannya dengan hambatan (misalnya penerimaan
pemecahan masalah tersebut oleh guru dan siswa), kecakapan kerja
(pelaksanaan pemecahan masalah dalam kelas atau sekolah),
keampuhan (sejauh mana usaha pemecahan masalah tersebut), dan
biaya ekonomi (kaitan antara biaya pemecahan masalah dengan hasil
yang diharapkan) (Oemar Hamalik, 2008: 259).
Jadi, evaluasi masukan menuju kearah pengembanagan berbagai
strategi dan prosedur, yang dalam pembuatan keputusannya sangat
dibutuhkan informasi yang akurat. Selain itu, masukan juga berusaha
mengenali daerah permasalahan tersebut agar dapat diawasi selama
berlangsungnya implementasi
c) Evaluasi Proses
Evaluasi proses adalah sistem pengelolaan informasi dalam upaya
membuat keputusan yang berkenaan dengan ekspansi, kontraksi,
modifikasi, dan klarifikasi strategi pemecahan atau penyelesaian
masalah. Dalam hal ini, staf perpustakaan memainkan peran yang
sangat penting, karena mereka secara langsung melakukan monitoring
terhadap desain dan prosedur pelaksanaan program, serta memberikan
informasi tentang kegiatan-kegiatan program. (Hamalik, 2008: 259).
d) Evaluasi Produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil
program dalam kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbagai
variabel yang diuji bergantung pada tujuan, perubahan sikap,
perbaikan kemampuan dan perbaikan tingkat kehadiran (Hamalik,
2008: 259-260).
Evaluasi yang seksama sebaiknya meliputi semua komponen
evaluasi tersebut. Namun, sering kali karena keadaan yang tidak
memungkinkan, tidak semua komponen mendapat perhatian
sepenuhnya. Administrator program harus pandai memilih aspek yang
paling penting mendapatkan perhatian intensif. Berdasarkan evaluasi
tersebut, akan diperoleh data dan informasi yang cukup valid serta
12
dapat dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan program
perbaikan (Hamalik, 2008: 260).
III. Komponen Desain Evaluasi
Setelah seorang evaluator memilih satu atau semua strategi tersebut, ia
selanjutnya perlu membuat rencana rincian atau desain yang lengkap
dalam upaya implementasi evaluasi (Hamalik, 2008:260-261).
Rencana tersebut terdiri atas beberapa komponen berikut:
a. Penentuan garis besar evaluasi
o Identifikasi tingkat pembuatan keputusan ; dan
o Proyek situasi keputusan bagi setiap tingkat pembuatan
keputusan dengan menetapkan lokasi, fokus, waktu, dan
komposisi alternatifnya.
b. Pengumpulan Informasi
o Spesifikasi sumber-sumber informasi yang akan dikumpulkan;
o Spesifikasi instrumen dan metode pengumpulan informasi
yang diperlukan;
o Spesifikasi prosedur sampling yang akan digunakan; dan
o Spesifikasi kondisi dan skedul informasi untuk dikumpulkan.
c. Organisasi Informasi
o Spesifikasi format informasi yang dikumpulkan;dan
o Spesifikasi alat pengkodean, pengorganisasian, dan
penyimpanan informasi.
d. Analisis Infromasi
Spesifikasi prosedur analisis yang akan dilaksanakan dan
spesifikasi alat untuk melaksanakan anaalisis.
e. Pelaporan Informasi
o Penentuan pihak penerima (audience) laporan evaluasi;
o Spesifikasi alat penyedia informasi pada penerima informasi;
o Spesifikasi format laporan informasi; dan
o Jadwal pelaporan informasi.
f. Administrasi Evaluasi
13
Rangkuman jadwal evaluasi;
o Penentuan staf dan berbagai tuntutan sumber, serta
perencanaan pemenuhan tuntutan tersebut;
o Spesifikasi alat untuk memenuhi tuntutan kebijakan dalam
melaksanakan evaluasi; dan
o Penilaian keampuhan desain evaluasi guna menyediakan
informasi yang valid, reliable, credible, dan sesuai dengan
waktu yang tersedia.
IV. Proses Evaluasi Kurikulum
Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi
yang berbeda pula. Salah satu contoh model yang sering digunakan
adalah desain tujuan. Evaluasi ini terdri atas langkah-langkah sebagai
berikut:
Pelaksanaan evaluasi internal → Rancangan revisi → Pendapat ahli
→ Komentar yang dapat dipercaya → Model kurikulum.
Menurut Hamalik (2008: 262) Evaluasi berupa evaluasi internal
dan ekseternal. Evaluasi internal dilaksanakan oleh pengembang
kurikulum yang bertujuan untuk memperbaiki proses pengembangan
kurikulum. Tugasnya, terutama untuk menegaskan apakah tujuan awal
telah tercapai atau belum. Adapun evaluasi eksternal dilaksanakan
oleh pihak selain pengembang kurikulum, dengan cara tes dan
observasi.
Apabila dikategorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi,
yaitu evaluasi formatif dan sumatif (Hamalik, 2008: 262). Evaluasi
formatif adalah proses ketika pengembang kurikulum memperoleh
data untuk memperbaiki dan merevisi kurikulum agar menjadi lebih
efektif. Evaluasi dituntut dilaksanakan sejak awal dan sepanjang
proses pengembangan kurikulum. Adapun evaluasi sumatif bertujuan
untuk memeriksa kurikulum, dan diadakan setelah pelaksanaan
kurikulum untuk memeriksa efesiensi secara keseluruhan. Evaluasi
sumatif menggunakan teknik secara numerik, dan menghasilkan
14
kesimpulan berupa data yang diperlukan guru dan administrasi
pendidikan.
V. Evaluator Kurikulum
Evaluator adalah tenaga yang mendapat tugas melaksanakan penilaian
terhadap program. Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab,
evaluator perlu memiliki/menguasai kemampuan-kemampuan tertentu
yang memadai dalam bidang evaluasi/penialain (Hamalik, 2010: 250),
yaitu:
a. Pengetahuan tentang inovasi
b. Hubungan masyarakat
c. Kemampuan memproses data
d. Kemampuan dalam bidang pengukuran
e. Administrasi penilaian
f. Komunikasi
g. Analisis desain penelitian
2) Program Ketenagaan
Keberhasilan proses pendidikan sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya
dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Manajemen
tenaga pendidikan menurut Mulyasa (2004: 42) sbertujuan untuk
mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai
hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. (Mulyasa,
2004: 42) mengemukakan bahwa manajemen tenaga pendidikan (guru dan
personil) mencakup:
a. Perencanaan pegawai
Perencanaan pegawai merupakan kegiatan untuk menentukan kebutuhan
pegawai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk sekarang dan
masa depan. Sebelum penyusunan perencanaan tersebut, diperlukan
analisis pekerjaan (job analisis) dan analisis jabatan untuk memperoleh
deskripsi pekerjaan (gambaran tentang tugas-tugas dan pekerjaan yang
harus dilaksanakan). Informasi tersebut diperlukan untuk menentukan
15
jumlah pegawai yang diperlukan, dan speksifikasi pekerjaan (job
spefication). Tujuan spesifikasi jabatab ini adalah memberikan gambaran
tentang kualitas minimum pegawai yang dapat diterima dan yang perlu
untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya.
b. Pengadaan pegawai
Pengadaan pegawai dilakukan melalui kegiatan rekruitment, yaitu usaha
untuk mencari dan mendapatkan calon-calon pegawai yang memenuhi
syarat sebanyak mungkin untuk dipilih yang terbaik dan tercakap melalui
proses seleksi.
c. Pembinaan dan pengembangan pegawai
Fungsi pembinaan dan pengembangan pegawai merupakan fungsi
pengelolaan personil yang mutlak perlu, untuk memperbaiki, menjaga, dan
meningkatkan kinerja pegawai. Fungsi pembinaan dan pengembangan
pegawai melalui on the job training dan in service training. Kegiatan
pembinaan dan pengembangan pegawai ini juga meyang-kut untuk karier
pegawai.
d. Promosi dan mutasi
Adakalanya pada suatu organisasi, pengadaan pegawai dapat didatangkan
secara intern atau dari dalam organisasi saja, apakah melalui promosi atau
mutasi. Hal tersebut dilakukan apabila formasi yang kosong sedikit,
sementara pada bagian lain ada kelebihan pegawai atau memang sudah
dipersiapkan,
e. Pemberhentian pegawai
Pemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia yang menyebabkan
terlepasnya pihak organisasi dan personil dari hak dan kewajiban sebagai
lembaga tempat bekerja dan sebagai pegawai serta masing-masing pihak
terikat perjanjian sebagai bekas pegawai dan lembaga tempat
bekerja. Sebab pemberhentian tenaga kependidikan, khususnya pegawai
negeri sipil, dikelompokkan ke dalam tiga jenis 1) pemberhentian atas
permohonan sendiri; 2) pemberhentian oleh dinas atau pemerintah; dan 3)
16
pemberhentian sebab lain-lain. Pemberhentian oleh dinas atau pemerintah
bisa dilakukan dengan beberapa alasan:
o pegawai yang bersangkutan tidak cakap dan tidak memiliki
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik;
o perampingan atau penyederhanaan organisasi;
o peremajaan, biasanya pegawai yang telah berusia 50 tahun dan
berhak pensiun harus diberhentikan dalam jangka waktu satu
tahun;
o tidak sehat jasmani dan rohani sehingga tidak dapat melaksanakan
tugas dengan baik;
o melakukan pelanggaran tindak pidana sehingga dihukum penjara
atau kurungan;
o melanggar sumpah atau janji pegawai negeri sipil.
f. Kompensasi
Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan organisasi kepada pegawai,
yang dapat dinilai dengan uang (tunjangan, fasilitas perumahan,
kendaraan, dan lain-lain) dan mempunyai kecenderungan diberikan secara
tetap.
g. Penilaian pegawai.
Penilaian tenaga kependidikan ini difokuskan pada prestasi individu dan
peran sertanya dalam kegiatan sekolah.
17
olahraga, komponen tersebut merupakan prasarana pendidikan (Mulyasa, 2004:
49).
Mulyasa (2004: 49) mengemukakan bahwa manajemen sarana dan
prasaran pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada
jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan
penghapusan serta penataan.
4) Program Pembiayaan Pendidikan
Biaya pendidikan adalah nilai rupiah yang digunakan untuk kegiatan pendidikan
yang terdiri dari seluruh sumber daya. Sumber keuangan dan pembiayaan pada
suatu sekolah secara garis besar menurut Mulyasa (2004: 48) dapat
dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu: (1) pemerintah, baik pemerintah pusat,
daerah, maupun kedua-duanya yang bersifat umum atau khusus diperuntukkan
bagi kepentingan pendidikan; (2) orang tua dan peserta didik; (3) masyarakat baik
mengikat maupun tidak mengikat.
Menurut permendiknas No. 69 Tahun 2009, yang termasuk dalam biaya
pendidikan, antara lain:
o Biaya Alat Tulis Sekolah (ATS)
o biaya Bahan dan Alat Habis Pakai (BAHP)
Merupakan biaya untuk pengadaan alat-alat dan bahan praktikum Ipa, IPS,
Bahasa, Komputer, keterampilan, alat-alat dan bahan Olahraga, alat-alat
dan bahan kebersihan, alat-alat dan bahan kesehatan dan keselamatan, tinta
stempel, tinta printer dan lain-lain yang habis dipakai dalam waktu satu
tahun atau kurang.
o Biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan
Merupakan biaya untuk memelihara dan memperbaiki sarana dan
prasarana sekolah untuk mempertahankan kualitas sarana dan prasarana
sekolah agar layak digunakan sebagai tempat belajar dan mengajar.
o Biaya daya dan jasa
18
Merupakan biaya untuk membayar langganan daya dan jasa yang
mendukung kegiatan belajar mengajar seperti listrik, telepon, air, dan lain-
lain.
o Biaya transportasi/perjalanan dinas
Merupakan biaya untuk berbagai keperluan perjalanan dinas pendidik,
tenaga kependidikan, dan peserta didik baik di dalam kota maupun ke luar
kota.
o Biaya konsumsi
Merupakan biaya untuk penyediaan konsumsi dalam kegiatan sekolah
yang layak disediakan konsumsi, seperti rapat-rapat sekolah, perlombaan
di sekolah, dan lain-lain.
o Biaya Asuransi
Merupakan biaya premi asuransi untuk keamanan dan keselamatan
sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik seperti asuransi
kebakaran, bencana alam, dan lain-lain.
o Biaya pembinaan siswa/ekstrakurikuler
Komponen utama manajemen keuangan menurut Mulyasa (2004: 49) meliputi, (1)
prosedur anggaran; (2) prosedur akuntasi keuangan; (3) pembelajaran; (4)
prosedur investasi; (5) prosedur pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, manajemen
keuangan ini menganut asas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator,
dan bendaharawan Mulyasa (2004: 49). Otorisator adalah pejabat yang diberi
wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan
pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan
pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat
yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang
atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan
membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala sekolah sebagai manajer, berfungsi sebagai otorisator, dan dilimpahi
fungsi ordinator untuk memerintahkan pembayaran, namun tidak dibenarkan
melaksanakan fungsi bendaharawan (Mulyasa, 2004: 49).
19
5) Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Hubungan antara sekolah dengan orang tua/wali murid serta masyarakat pada
hakekatnya merupakan suatu sarana sangat berperan dalam membina dan
mengembangkan pertumbuhan pribadi murid di sekolah. Sekolah dan orang
tua/wali murid memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan
sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Mulyasa (2004: 50)
menyatakan, bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain:
memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan murid;
memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan
penghidupan masyarakat; dan
menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Hubungan yang harmonis membuat masyarakat memiliki tanggung jawab untuk
memajukan sekolah. Penciptaan hubungan dan kerja sama yang harmonis, apabila
masyarakat mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah.
Gambaran yang jelas dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan
kepada orang tua wali murid, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah murid,
penjelasan dari staf sekolah, dan laporan tahunan sekolah. Manfaat hubungan
yang harmonis antara sekolah dan masyarakat menururt Mulyasa (2004: 51) akan
membentuk:
1. saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-
lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja;
2. saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui
manfaat, arti dan pentingnya peran masing-masing;
3. kerja sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di
masyarakat dan merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan
di sekolah.
20
dari prestasi. Penilaiannya bisa bersifat subjektif karena lebih berdasarkan
pendapat guru dan persepsi orang tua. Akan tetapi, bisa objektif apabila fokus
pada pelayanan dan skor nilai ujian. Indikator hasil ini lebih pada outcome, tetapi
istilah tersebut bisa juga menyangkut komponen lain (input dan proses). Indikator
hasil juga menyangkut tingkat kehadiran, penskoran nilai atau kenaikan kelas
yang menggambarkan secara umum “kesehatan: dari sekolah”.
Indikator tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangan dari aspek program,
keseluruhan program sekolah, kebijakan yang telah dilaksanakan dan atau
pengembangan rencana karena kelompok pembuatan kebijakan, dan memastikan
bahwa indikator yang telah disebutkan memenuhi aspek akuntabilitas. Oleh
karena itu, indikator harus mudah dipahami, valid, dan mudah dikomunikasikan
kepada yang lainnya (Nanang, 2012: 120).
Selain itu, sekolah memiliki output yang diharapkan yaitu berupa prestasi
sekolah yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dan manajemen di sekolah.
Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa
prestasi akademik dan output berupa prestasi non-akademik. Output prestasi
akademik misalnya lomba karya ilmiah remaja, lomba (bahasa Inggris,
matematika, fisika, dsb), cara berpikir (kritis, kreatif divergen, nalar, rasional,
induktif, deduktif, dan ilmiah). Output nonakademik, misalnya akhlak/budi
pekerti, dan perilaku sosial yang baik seperti bebas narkoba, kejujuran, kerjasama
yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi,
toleransi kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian dan kepramukaan
(Rohiat, 2008: 58).
Sementara itu, untuk memonitoring hasil kebijakan, kita harus
membedakan antara dua jenis akibat yait keluaran (ouput) dan dampak (impact).
Keluaran kebijakan adalah barang-barang, jasa, atau sumber daya yang diterima
oleh kelompok sasaran dan kelompok penerima (beneficiaries). Sebaliknya,
dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang
dihasilkan oleh keluaran kebijkan tersebut (Nanang, 2012: 206).
Di sisi lain manajemen pendidikan juga berkaitan dengan Outcomes-Based
Education. Dalam hal ini, Spady (dalam Makmuri, 2016: 14) menjelaskan bahwa
21
V sebagai pendekatan yang komprehensif dalam mengatur operasional sistem
pendidikan dengan penekanan pada kemampuan siswa mengimplementasikan
keterampilan yang di dapat dari proses pembelajaran. Adapun keunggulan dari
Outcomes-Based Education yaitu:
1. Clarity: fokus pada hasil menciptakan harapan yang jelas tentang apa yang
harus dicapai pada akhir pembelajaran. siswa akan memahami apa yang
diharapkan dari mereka dan guru akan mengetahui bahwa mereka dibutuhkan
untuk mengajar.
2. Flexibility: mengenai kejelasan tentang apa yang perlu dilakukan, pengajar
dapat menyusun strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain
itu, Outcomes-Based Education tidak menentukan strategi pembelajaran yang
spesifik, namun memberikan kebebasan kepada guru untuk menggunakan
strategi pembelajaran apa saja.
3. Comparison: dimana Outcomes-Based Education memberikan kemungkinan
perbandingan antar lembaga dan institusi. Pada tingkat individu, lembaga
pendidikan dapat mengukur apakah hasil pencapaian siswanya telah
mencukupi jika ditempatkan atau berada pada lembaga pendidikan atau
institusi lain. Pada tingkat lembaga, setiap lembaga/institusi dapat saling
memeriksa dan menemukan persamaan serta celah yang perlu diperbaiki.
4. Involvement: dimana Outcomes-Based Education membutuhkan keterlibatan
siswa di kelas. Siswa juga diharapkan untuk belajar dan memperkaya
pengetahuan dan keterampilan mereka secara mandiri sehingga memperoleh
pemahaman yang utuh. Peningkatan keterlibatan siswa memungkinkan siswa
untuk merasa bertanggung jawab terhadap masa depan mereka, termasuk
dengan melibatkan orang tua dan masyarakat.
22
upaya pihak pengelola atau manajemen institusi pendidkan untuk meningkatkan
mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan yang populer dengan
sebutan Total Quality Education. Manajemen lembaga pendidikan ini menerapkan
Total Quality Management (TQM) yang pada awalnya hanya diterapkan di dunia
bisnis.
TQM merupakan hal yang baru dalam bidang pendidikan, karena TQM
biasa diterapkan dalam bidang industri. Hanya sedikit literatur yang memuat
referensi asal mula TQM di bidang pendidikan sebelum tahun 1980an. Beberapa
upaya reorganisasi praktek pendidikan berkonsep TQM telah dilaksanakan di
beberapa universitas di Amerika dan beberapa lainnya di Inggris. Inisiatif ini
bermula di Amerika baru kemudian di Inggris. Dalam hal ini institusi-institusi
yang menggunakan indikator prestasi pun telah mulai menunjukkan keseriusannya
terhadap TQM sebagai upaya untuk meningkatkan standar pelayanannya.
23
Konsep TQM
1. Pelanggan internal
Dalam dunia pendidikan yang dimaksud pelanggan internal adalah orang-
orang yang berperan dalam manajemen institusi yang termasuk di
dalamnya juga para pengelola institusi seperti kepala sekolah, guru, staf,
dan lain-lain.
2. Pelanggan eksternal
Pelanggan eksternal adalah masyarakat, pemerintah, dan dunia industri.
24
Mutu dalam TQM
Selain dari segi pelanggan, institusi disebut bermutu dalam TQM jika
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Mutu ini ditentukan dari 2 faktor yaitu
terpenuhinya spesifikasi sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang
diharapkan sesuai tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa. Dalam hal kualitas juga
harus memenuhi (Sallis, 2011):
1. Quality in fact
Standar mutu dan pelayanan diukur dengan kriteria sesuai dengan spesifikasi.
Dalam penyelenggaraan di pendidikan hal ini dapat dilihat dari profil lulusan
yang sesuai dengan kualifikasi tujuan pendidikan, yang berbentuk standar
kemampuan dasar berupa kualifikasi akademik minimal yang dikuasai peserta
didik.
2. Quality in perception
Diukur dari kepuasan pengguna, meningkatnya minat, harapan, dan kepuasan
pelanggan. Dalam penyelenggaraan di pendidikan dapat dilihat dari kepuasan
dan bertambahnya minat pelanggan eksternal (masyarakat, pemerintah, dan
industri) terhadap lulusan institusi pendidikan
25
Hal ini digunakan untuk menetapkan standar mutu dari semua komponen
yang bekerja. Standar mutu ini dapat berupa kepemilikan atau akuisisi
kemampuan dasar pada masing-masing bidang dan sesuai dengan jenjang yang
ditempuh. Selain itu manajemen juga harus menentukan standar mutu untuk
semua materi, kurikulum, dan standar evaluasi yang akan dijadikan alat untuk
mencapai standar kemampuan dasar.
Standar mutu pada penilaian hasil pembelajaran diarahkan pada dua aspek
yaitu instructional effect yaitu hasil yang kasat mata dan nurturant effect yang
merupakan hasil laten proses pembelajaran seperi terbentuknya kebiasaan
membaca, kebiasaan memecahkan masalah.
3. Perubahan kultur (culture change)
Konsep ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu
dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasi. Jika TQM
ditetapkan dan diterapkan maka semua pihak harus membangun kesadaran diri
akan pentingnya mempertahankan dan meningkatkan mutu pembelajaran.
Perubahan kultur kepada kultur mutu ini dapat dilakukan dengan cara:
perumusan keyakinan bersama, intervensi nilai-nilai agama, yang dilanjutkan
pada perumusan visi misi organisasi.
4. Perubahan organisasi (upside down organization)
Perubahan organisasi akan sangat mungkin terjadi jika terdapat perubahan
visi misi, serta tujuan organisasi berubah atau mengalami perkembangan.
Perubahan ini akan terjadi pada sistem atau struktur organisasi, yang juga
berpengaruh pada perubahan kewenangan, tugas-tugas, dan tanggung jawab.
5. Mempertahankan hubungan dengan pelanggan (keeping close to the
costumer)
Karena olembaga menginginkan kepuasan pelanggan, maka perlunya
mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan. Dan inilah yang
dikembangkan dalam unit public relations.
Berbagai informasi antara lembanga dan pelanggan harus terus menerus
dipertukarkan, agar lembaga dapat terus melakukan perubahan-perubahan atau
26
improvisasi yang diperlukan terutama yang berdasarkan pada perubahan sifat dan
pola tuntutan serta kebutuhan pelanggan.
Pelanggan juga diperkenankan untuk melakukan kunjungan, pengamatan, dan
penilaian dan memberikan masukan kepada institusi. Semua hal ini selanjutnya
akan diolah dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu proses dan
hasil.
27
meliputi faktor masukan dengan indikator berupa mahasiswa, tenaga akademis,
sarana/prasarana, dan kurikulum; Faktor proses dengan indikator pengelolaan
lembaga, pengelolaan program, pengelolaan pembelajaran, evaluasi program,
evaluasi proses, dan evaluasi produk; Kemudian faktor luaran dengan indikator
hasil kinerja. Model Sistem Akreditasi BAN dapat digambarkan sebagai berikut.
Fungsi BAN:
1. Mengawasi mutu dan efisiensi pendidikan tinggi melalui proses akreditasi
pada semua program studi dalam institusi pendidikan tinggi di Indonesia;
2. Menyebarluaskan informasi pada publik mengenai status akreditasi dari
program studi dalam institusi pendidikan tinggi, sehinggga publik dalam
meyakini mutu pendidikan yang ditawarkan, dan mutu program-program
tersebut dapat dipertahankan dan ditingkatkan;
3. Memberikan saran pembinaan mengenai peningkatan mutu program-
program studi.
28
Sistem Mutu ISO 9000
Dalam menghadapi era globalisasi saat ini dan persaingan yang makin
meningkat sehingga mau atau tidak PT Indonesia akan dituntut untuk
meningkatkan mutu agar dapat bersaing dengan PT asing.
ISO yang saat ini telah diadopsi dalam bidang pendidikan adalah ISO
9000. ISO 9000 adalah salah satu standar yang dihasilkan di Jenewa, Swiss oleh
Organization for Standarization. ISO merupakan kepanjangan dari International
Standar Organization yakni sekumpulan standar sistem kualitas universal yang
memberikan rerangka yang sama bagi jaminan kualitas yang dapat dipergunakan
diseluruh dunia.
29
maka lembaga tersebut telah lolos pengecekan dan penilaian serta telah memenuhi
standar ISO 9000 yang diharapkan dan juga secara patuh memegang dan
memenuhi kualifikasi mutu dalam proses.
30
Menurut Edward Sallis (Sallis, 2011) ada beberapa syarat sebuah
organisasi/institusi pendidikan agar bisa mendapatkan sertifikasi ISO 9000, yaitu:
31
BAB III
KESIMPULAN
Penerapan TQM berfokus pada mutu dari pendidikan. TQM memang tidak
mudah, diperlukan komitmen dan kerja sama yang baik antar departemen terkait,
oleh karena itu perlu ada kejelasan secara sistemik dalam memberikan
kewenangan antar institusi terkait. Jika manajemen ini diterapkan sesuai dengan
ketentuan yang ada dengan segala dinamika dan fleksibilitasnya, maka akan
menjadi perubahan yang cukup efektif bagi pengembangan dan peningkatan mutu
dan mutu pendidikan nasional.
32
DAFTAR PUSTAKA
Makmuri, Sri. 2016. Implementasi TQM pada CBE dalam Filosofi Teori OBE.
https://www.academia.edu/24213874/Implementasi_TQM_pada_CBE_dal
am_Filosofi_Teori_OBE. Diakses 10 Nopember 2016.
Rochaety, E., & dkk. (2010). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah Teori Dasar dan Praktik Dilengkapi dengan
Contoh Rencana Strategi dan Rencana Operasional. Bengkulu: Refika
Aditama.
33
Sallis, E. (2012). Total Quality Management in Education. Jogjakarta: IRCiSoD.
34