Anda di halaman 1dari 9

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI RINITIS ALERGI


Menurut Von Pirquet, rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi disebabkan oleh
reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan
allergen spesifik tersebut.
Definisi menurut WHO ARIA (aAllergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala ersin – bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperatarai oleh IgE.
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi pada mukosa hidung yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya mediator-mediator kimia pada saat terpapar
kembali dengan alergen tersebut. Menurut WHO-ARIA (Allergic Rinitis its Impact on
Asthma), rinitis alergi Prevalensi rinitis alergi di Indonesia mencapai 1,5-12,4% dan
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.
B. KLASIFIKASI RINITIS ALERGI
The Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA) mengklasifikasikan rinitis
alergi berdasarkan lama gejala dan beratnya gejala

Intermiten Persisten
- ≤ 4 hari per minggu - >4 hari per minggu
- Atau ≤ 4 minggu - Dan >4 minggu

Sedang-Berat
Ringan Satu atau lebih hal berikut:
- Tidur normal - Tidur terganggu
- Tidak ada gangguan - Gangguan pada
pada aktivitas harian, aktivitas harian,
olahraga,santai olahraga dan santai
- Bekerja dan sekolah - Gangguan pada
normal kegiatan pekerjaan
- Tidak ada keluhan dan sekolah
yang mengganggu - Keluhan yang
mengganggu
Gambar 1. Klasifikasi rhinitis alergi menurut AIRA ( The Allergi Rhinitis and Impact on
Asthma)

Menurut klasifikasi tersebut, maka rinitis alergi berdasarkan lama gejala dibagi
menjadi:
1) Intermiten: gejala =4 hari per minggu atau lamanya =4 minggu
2) Persisten: gejala >4 hari per minggu dan lamanya >4 minggu
Sedangkan berdasarkan beratnya gejala, rinitis alergi dibagi menjadi:
Ringan:
- Tidur normal
- Aktivitas sehari-hari, saat olahraga dan santai normal
- Bekerja dan sekolah normal
- Tidak ada keluhan yang mengganggu

Sedang atau berat: (satu atau lebih gejala)


- Tidur terganggu (tidak normal)
- Aktivitas sehari-hari, saat olahraga dan santai terganggu
- Gangguan saat bekerja dan sekolah
- Ada keluhan yang mengganggu
C. ETIOLOGI
Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pajanan
udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau masakan, bubuk detergen,
serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor pencetus ini berupa iritan non spesifik.
Alergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh alergen makanan,
sedangkan alergen inhalan lebih berperan pada anak yang lebih besar. Manifestasi klinis
reaksi hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung dan tenggorok anak sebelum usia 4
tahun jarang ditemukan.
Gejala khas pada rhinitis alergi yaitu terdapatnya bersin yang berulang bisa disertai
gejala lain seperti rinore yang encer, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal disertai
lakrimasi yang banyak.
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis rhinitis alergi yang khas ialah terdapat seangan bersin yang berulang.
Bersin merupakan gejala normal, yang merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
pembersihan diri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadi lebih dari
lima kali setiap serangan, terutama merupakam gejala pada reaksi alergi fase ceoat dan
kadang-kadang pada reaksi alergi fase lambat sebagai akibat pelepasan histamine
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidug tersumbat,
hidung dan mata gatal, yang kadag disertai dengan banyak air mata eluar (lakrismasi)
Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak.kadang-kadang keluhan
hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan
oleh pasien
Gejala spesifik lain pda aak ialah terdapatnya bayanga gelap di daerah bawah mata
yang erjadi karena statis vena sekunder akib obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic
shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal
dengan punggung hidug. Keadaa ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok
hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulya garis melintang di dorsum nasi
bagian sepertiga bawah yang disebut allergic crease.
E. PATOFISIOLOGI
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai menyerang 20% anak
dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Ditempat lain, alergi hidung dan
penyakit atpi lainya kelihatannya lebih rendah, terutama pada egara – Negara yang
kurang berkembang. Penderita rhinitis alergika mengalami hidung tersumbat berat, dan
dapat melaporkan mengeluarkan sekresi hidung yang berlebihan (rinore), serta bersin
yang terjadi berulang dan cepat. Pada mukosa hidung, tenggorokan dan telinga sering
menggaggu dan disertai kemerahan pada konjungtiva, pruritus mata, dan lakrimasi.
Selaput lendir yang terserang menunjukka dilatasi pembuluh darah (khususnya venula)
dan edema yang menyeluruh dengan gambara yag mencolok dari eosinophil dalam
jaringan maupun dalam jaringan maupun dalam sekresi. Beberapa dari keadaan ini,
termasuk pruritus, dapat ditimbulakn hanya dengan meletakkan histamin pada mukosa
normal, rhinitis alergika dapat menggambar pengaruh jaringan pada zat – zat mediator
yang berasal dari sel mast yang dikenal. Pelepasan histamin, leukotrien, prostaglandin D
dan sebagainya, dari mukosa dapat terlihat setelah kontak langsung hidung orang yang
peka dengan allergen serbuk sari.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan hitung jenis
eosinofil, hitung total eosinofil, dan kadar IgE total serum. Pada pemeriksaan sitologi
mukosa menunjukkan hitung persentase eosinofil meningkat.
Bila memungkinkan dilakukan uji kulit alergen untuk menentukan status atopi
serta menentukan kemungkinan alergen penyebab. Bila disertai kelainan mata, dapat
dilakukan pemeriksaan eosinofil pada sekret mata.
Pada pasien yang berusia 4 tahun atau lebih dapat dilakukan foto atau CT scan
sinus paranasalis bila dicurigai komplikasi sinusitis atau adanya deviasi septum nasi.
G. PENATALAKSANAAN
Tata laksana utama adalah penghindaran alergen. Sedangkan pengobatan
medikamentosa tergantung dari lama dan berat-ringannya gejala. Pengobatan
medikamentosa dapat berupa pilihan tunggal maupun kombinasi dari antihistamin H1
generasi satu maupun generasi dua, kortikosteroid intranasal, dan stabilisator sel mast.
Imunoterapi spesifik dianjurkan pada semua penderita rhinitis kategori berat. Tindakan
bedah hanya dilakukan pada kasus selektif misalnya sinusitis dengan airfluid level atau
deviasi septum nasi.
Rinitis alergi intermiten
1. Ringan
Antihistamin H1 generasi I, misalnya CTM 0,25 mg/kg/hari dibagi 3 dosis. Bila
terdapat gejala hidung tersumbat dapat ditambah dekongestan seperti pseudoefedrin
1 mg/kg/dosis, diberikan 3 kali sehari.
2. Sedang/Berat
Antihistamin H1 generasi II misalnya setirizin 0,25mg/kg/kali diberikan sekali sehari
atau 2 kali sehari pada anak usia kurang dari 2 tahun, atau generasi ketiga seperti
desloratadine dan levocetirizin pada anak > 2 tahun. Bila tidak ada perbaikan atau
bertambah berat dapat diberikan kortikosteroid misalnya prednison 1 mg/kg/hari
dibagi 3 dosis, paling lama 7 hari.

Rinitis alergi persisten


1. Ringan
Antihistamin generasi II (setirizin) jangka lama. Bila gejala tidak membaik dapat
diberikan kortikosteroid intranasal misalnya mometason furoat atau flutikason
propionat.
2. Sedang/berat
Diberikan kortikosteroid intranasal jangka lama dengan evaluasi setelah 2-4 minggu.
Bila diperlukan ditambahkan pula obat-obat simtomatik lain seperti rinitis alergi
intermiten sedang/berat.
Terapi ko-morbiditas
Terapi untuk konjungtivitis, sinusitis maupun asma yang menyertai gejala
rinitis alergi sebaiknya dilakukan dengan mengatasi penyebabnya terlebih dahulu,
dalam hal ini adalah proses alergi.
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas

Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin,suku bangsa,


pekerjaan, pendidikan, alamat, tempat tinggal, tanggal masuk RS, dan
diagnose medis

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling mengganggu ketidaknyamanan dalam
aktifitas atau yang mengganggu saat ini
b. Riwayat penyakit sekarang
Dimana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul,penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai dibawa ke
RS
c. Riwayat penyakit dahulu
Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien

3. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : kulit tampak berwarna kehitaman di bawah kelopak mata bawah.
Palpasi : An. X merasa nyeri karena adanya inflamasi.

4. Data penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum didapatkan secret
hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan ( boggy dan
bluish).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubugan dengan peningkatan produksi
secret
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NIC NOC


KEPERAWATAN
1. Ketidakektifan - Pastikan kebutuhan - Mendemonstrasikan
bersihan jalan nafas
oral / tracheal batuk efektif dan
berhubungan dengan
peningkata produksi suctioning suara nafas yang
secret
- Auskultasi suara bersih, tidak ada
nafas sebelum dan sianosis, dyspneu
sesudah suctioning - Menunjukkan jalan
- Monitor status napas paten
oksigen pasien - Mengidentifikasi
dan mencegah factor
- Posisikan pasien
yang dapat
untuk menghambat jalan
napas
memaksimalkan
ventilasi
- Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
2. 3. Gangguan pola - Determinasi efek- - Jumlah jam tidur
tidur efek medikasi dalam batas normal
berhubungan terhadap pola tidur - Pola tidur,kualitas
dengan - Jelaskan dalam batas normal
penyakit. pentingnya tidur - Perasaan fresh
yang adekuat sesudah
- Fasilitas untuk tidur/istirahat
mempertahankan - Mampu
aktifitas sebelum mengidentifikasi halhal
tidur yang
- Ciptakan
lingkungan yang meningkatkan
nyaman tidur
- Kolaborasi
pemberian obat
tidur
- Diskusikan dengan
pasien dan
keluarga tentang
teknik tidur pasien
- Instruksikan untuk
memonitor tidur
pasien
- Monitor waktu
makan dan minum
DAFTAR PUSTAKA
Ghanie, Abla. 2007. Penatalaksaan rhinitis lergi terkini. FK : Univ. Sriwijaya
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses
penyakit. EGC : Jakarta
Rafi, Muhammad. 2015. Gambara rhinitis alergi pada mahasiswa fakultas universitas riau
angkatan 2013-2014. Volume 2. Halaman 1
Sudiono, janti. 2014. E-book : system kekebalan tubuh. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai