Anda di halaman 1dari 41

BAB 1 (Ejaan)

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran, bagaimana


menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata, dan bagaimana
menggabungkan kata-kata.

Macam-macam ejaan:
1. Ejaan Van Ophuysen

Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna bahasa
menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan karya Ch.A. Van Ophuysen,
dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan Van Ophuysen:
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh
orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda,
antara lain:
1. Huruf (u) ditulis (oe).
2. Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
3. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran
itu diberi tanda trema (”)
4. Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
5. Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
6. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
 Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
 Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
 Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut
dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat
ini.
Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang
dikenal sebagai tulisan Jawi.

2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi

Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr.
Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini disebut sebagai Ejaan Suwandi.
Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
1. Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
2. Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3. Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya
kata’ menjadi katak.
4. Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tandakhusus, misalnya ejaan,
seekor, dsb.
5. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.

3. Ejaan Malindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu dan
Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan,
Sumatera Utara.EjaanMalindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat
itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD

Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaianEjaan
Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun
buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan
kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman
tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

Pemakaian huruf

Apabila dibanding dengan Ejaan Suwandi, ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
menggunakan huruf abjad lebih banyak. EjaanSuwandi hanya menggunakan 19 huruf sedangkan
Ejaan Bahasa Indonesia yang tlah Disempurnakan menggunakan 26 huruf.Jumlah huruf dalam
abjad ada 26 buah.Ini berarti ejaan kita sekarang telah memanfaatkan semua huruf yang terdapat
dalam abjad.Kebijakan ini merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan Bahasa
Indonesia.
Pemakaian Bahasa Indonesia ingin berkembang dan maju dalam segala bidang seirama dengan
tuntutan pembangunan. Langkah praktis yang ditempuhnya dengan menyerap unsur-unsur asing
(yang mengandung konsep yang tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia) dalam pemakaian Bahasa
Indonesia.karena tidak ada konsepnya dalam Bahasa Indonesia, mereka menyerap unsur asing,
misalnya, izin, folio, dan vak dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur bunyi z, f, v yang
tadinya tidak ada dalam Bahasa Indonesia menjadi ada .hal ini tidk dapat dihindari, sebab situasi
dan kondisi menuntut yang seperti itu. Kita tidak pantas lagi mengikuti aliran purisme yang
mempertahankan “keaslian” bahasanya secara tidak proposional.Menyadari keadaan yang
demikian itulah, ejaan kita sekarang menerima pemakaian huruf z, f, v, q, x, dan c dalam Bahasa
Indonesia, walaupun pemakaiannya dalam batas-batas tertentu.
 Huruf q dan x pemakaiannya dibatasi hanya dalam keperluan ilmu dan nama. Jadi, dalam
pemakain umum, yaitu dalam kata-kata umum dan istilah, kedua huruf itu belum dapat
dipakai. Dalam matematika, misalnya, dapat menandai sesuatu dengan q da x. begitu juga
nama Baihaqi, Iqbal (nama orang); dan xerox, Xerxes, sinar-X (nama barang) dibenarkan.
Tetapi kata-kata asing aquarium, equator, quadrat, extra, dan taxi harus dituliskan
akuarium, ekuator, kuadrat, ekstra, dan taksi.Jadi q diganti k dan x digantti ks.
 Huruf f dan v, walaupun dalam Bahasa Indonesia keduanya dibunyikan sama tetap dipakai
secara berbeda. Kata-kata asing yang diucapkan (f) tak bersuara oleh pemakaian bahasa
asing yang bersangkutan ditulis f dalam Bahasa Indonesia, sedangkan yang diucapkan (v)
besuara oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan dilambangkan dengan v. jadi,
kata-kata asing factor, physiology, photocopy, vitamin, television, dan vacuum diubah
menjadi faktor, fisiologi, fotokopi, vitamin, televisi, dan vakum.
 Sedangkan huruf c dan y pemakaian kedua huruf ini sebagai realisasi kerjasama antara
indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengembangan dan pembinaan kedua
bahasa, yaitu Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia . apabila pada Ejaan suwandi penulisan
bunyi (cacat) dan (sayat) ditulis tjatjat dan sajat, maka pada ejaan sekarang ditulis cacat
dan sayat. Dalam Bahasa Melayu pun ditulis cacat dan sayat.
 Bunyi (z) pada unsur asing yang masuk kedalam Bahasa Indonesia ditulis sebagai bunyi
aslinya, yaitu z. oleh sebab itu, kata zakat, ziarah, zebra, zat, zodiac yang dianggap tepat,
tetapi bukan jakat, jiarah, jebra, jat, dan sodiak.
Masalah lain yang perlu dibicarakan sehubungan dengan pemakaian huruf ini ialah tentang
pelafalan huruf. Di dalam pedoman ejaan sekarang ini telah disebutkan tentang pelafalan huruf
abjad yang dipakai dalam Bahasa Indonesia. Secara terperinci, huruf-huruf serta nama dan
bunyinya sebagai berikut.

Penulisan huruf

Tentang penulisan huruf ini ada dua hal yang dibicarakan yaitu tentang penulisan huruf besar atau
kapital dan tentang penulisan huruf miring.
Di dalam pedoman ejaan telah dijelaskan bahwa penulisan huruf kapital selain dipakai sebagai
huruf pertama kata awal kalimat juga dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:
Mengapa kamu sedih?
Ayah bertanya, “Mengapa kamu sedih?”
“Mengapa kamu sedih?”Tanya ayah.
Dalam pemakaian sehari-hari, terutama dalam suratkabar dan majalah, sering kita jumpa
pemakaian nama gelar, jabatan dan pangkat diikuti selain nama orang, bahkan tidak diikuti sama
sekali. Misalnya pada kalimat berikut:
 Kemarin Gubernur Jawa Timur berkunjung ke Desa besuki.
 Pada kesempatan itu, Gubernur menghimbau agar penduduk ikut mensukseskan sensus
pertanian.
 Bersamaan dengan itu, Camat Karang Ploso, Hermadi, juga melaporkan kemajuan daerah
itu kepada Bupati Malang, Edi Slamet.
Pada prinsinya penulisan nama gelar, jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang tidak ditulis
dengan huruf kapital awal katanya. Tetapi contoh-contoh diatas walaupun tidak diikuti nama orang
terap mengacu kepada orang tertentu. Berarti sebagai nama pengganti nama diri. Oleh sebab itu,
huruf awal nama jabatan atau gelar ketiga contoh diatas ditulis dengan huruf kapital.
Lain lagi halnya dengan pemakaian nama jabatan pada contoh berikut:
 Seorang gubernur yang menjabat di daerah yang masyarakatnya multi kompleks harus
bijak.
 Siapa saja yang menjadi gubernur jawa timur harus dapat menjalankan program Koran
masuk desa
 Apakah kakakmu yang menjadi camat Sekar Putih sekarang?
Kata gubernur, gubernur jawa timur, dan camat Sekar Putih ditulis dengan huruf kecil awalnya,
sebab tidak menunjuk pada orang tertentu. Jadi, kata yang menunjukkan jabatan atau pangkat
tersebut sama dengan kata-kata benda umumnya, seperti radio, rumah, orang, dan kucing.
Masalah selanjutnya tentang bagaimana penulisan kata yang mengikuti kata sandang? Ditulis
dengan kata sandang apa tidak? Yang jelas, ada dua kemungkinan. Apabila mengikuti kata
sandang merupakan kata nama, maka awal katanya ditulis dengan huruf besar. Jadi, penulisan
berikutlah yang benar. si Gandu, sang Kerempeng, si Bisu. Tetapi, apabila yang mengikuti kata
sandang berupa kata pengganti nama, huruf awal tidak ditulis dengan huruf kapital, misalnya: si
terdakwa, si anak sang pembatu, sang istri.
Tentang penulisan kata yang menunjukkan kekerabatan apakah ditulis dengan huruf kapital
awalnya? Tidak selalu. Yang ditulis dengan huruf kapital awalnya hanyalah yang dipakai sebagai
kata ganti atau sapaan saja, sedangkan yang lainnya tidak.Perhatikan conroh kata yang menunjuk
kekerabatan berikut.
 Mengapa Saudara mengatakan hal itu?
 Saya benar-benar menganggap keluarga Pak Ali sebagaisaudara sendiri.
 “Ayo, ke sini, Nak !” kata Ibu kepadaku.
 Seorang anak harus berbakti kepada ibunya.
Kata saudara pada kalimat pertama serta nak dan ibu pada kalimat ke-tiga ditulis dengan huruf
kapital awalnya karena kata tersebut sebagai kata sapaan (Saudara dan Nak) dan kata ganti
(Ibu).Pada kalimat ke-2 dan ke-4 ditulis dengan huruf biasa, karena bukan sebagai kata ganti atau
sapaan.
Penulisan kata

Penulisan Kata dalam Bahasa Indonesia merupakan sebuah urgensi yang tak boleh lepas dari
sistem penulisan. Karena tiap karya sastra Bahasa Indonesia terbentuk dari kata-kata.
Di antara poin penting penulisan kata dalam EYD ialah:
1. Kata Dasar
Kata yang sudah mewakili sebuah arti tanpa imbuhan apapun
2. Kata Turunan
Merupakan kata dasar yang telah mengalami perubahan berupa imbuhan
3. Bentuk Ulang
Merupakan kata yang ditulis berulang, baik bermakna tunggal, jamak maupun berulang. Bentuk
kata berulang ini dihubungkan dengan lambang (-)
4. Gabungan Kata
Merupakan kata majemuk yang mewakili sebuah arti. Adakalanya ditulis terpisah, bersambung,
maupun dihubungkan dengan tanda (-)
5. Kata Ganti –ku, kau, –mu, dan –nya
Kata yang menggunakan imbuhan kepunyaan ini ditulis bersambung
6. Kata Depan di, ke, dan dari
Tiap-tiap kata depan ditulis terpisah dengan kata dasarnya
7. Kata si dan sang
Kata yang menunjukkan sebuah subyek maupun obyek ini ditulis terpisah dengan kata dasarnya
8. Partikel
Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata dasarnya, sedangkan
partikel pun ditulis terpisah. Selain itu partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis
terpisah dari kata dasarnya
9. Singkatan dan Akronim
10. Angka dan Lambang Bilangan

Penulisan Unsur Serapan

Masalah pemakaian atau penulisan unsur serapan dalam Bahasa Indonesia sangat
runyam.Dikatakan demikian sebab pemakaian Bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap
unsur asing tanpa memperhatikan situasi dan kondisinya.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian Bahasa Indonesia dibenarkan apabila:
1. Konsep yang terdapat dalam unsur itu tidak ada dalam Bahasa Indonesia, atau
2. Unsur itu merupakan istilah teknis sehingga tidak atau kerang layak dipakai unsur
Indonesianya.
Apakah dengan penyerapan itu menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia miskin akan kata-kata?
Tidak.Penyerapan unsur asing merupakan kejadian biasa pada setiap bahasa. Hal itu terjadi karena
setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan pemakai bahasa satu
dengan yang lain tidak ada yang sama. Pada suatu saat karena masyarakat pemakai bahasa yang
satu dengan yang lainnya (yang masing-masing berlatar belakang kebudayaan berbeda)
berkomunikasi, maka timbullah akulturasi, yaitu saling berpengaruhnya satu kebudayaan dengan
yang lain. Salah satu wujud akulturasi itu adalah saling berpengaruhnya konsep-konsep tertentu.
Misalnya, karena masyarakat Indonesia tidak mempunyai konsep tenteng “radio”, maka mereka
menyerap konsep itu dari masyarakat pemakai bahasa Inggris. Sebaliknya, karena masyarakat
pemakai bahasa Inggris tidak mempunyai konsep “bambu” maka mereka menyerap konsep itu dari
masyarakat pemakai Bahasa Indonesia.Jadi peristiwa penyerapan tidak ada kaitannya dengan kaya
atau miskin kata-kata.
Berikut ini disajikan beberapa kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan adaptasi:
 ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
Haemoglobin hemoglobin
Haematitehematite
 ai tetap ai
Trailer trailer
Caisson kaison
 e, di muka a,u, o dan konsonan, menjadi k
Construction konstruksi
Crystal Kristal
Classification klasifikasi
Caupe kup
 c, di muka e,I,oe, dan y, menjadi s
Central sentral
Cylinder silinder
Ceolom selom
 cc, di muka o,u, dan konsonan, menjadi k
Accommodationakomodasi
Acculturation akulturasi
Accumulation akumulasi
 cch dan ch, di muka a,o,dan konsonan, menjadi k
Charisma karisma
Chromosome kromosom
 ch, yang lafalnya c menjadi c
Chek cek
China cina
 ee (belanda) menjadi e
Statosfeer statosfer
System system
 ph, menjadi f
Phase fase
Photocopyfotokopi
 q menjadi k
Aquarium akuarium

Penggunaan tanda baca

Untuk memahami sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan tanda baca yang
digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai dalam Bahasa Indonesiayaitu :
1. Tanda baca titik (.)
Ada beberapa kaidah dalam penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :
a. Tanda baca titik (.) digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan yang bukan berupa kalimat
tanya atau kalimat seruan.
Contoh : – Saya beragama islam
–Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia.
b.Tanda baca titik (.) digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau
daftar.
Contoh :– 4.1 Pembahasan
–Lampiran 2. Calon jamaah haji
c. Tanda baca titik (.) digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan
jangka waktu.
Contoh :– pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d. Tanda baca titik (.) digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan
tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh : – Lesatariningrum, Dwi. 1989. Teknik Menjahit. Malang: Intan.
2. Tanda baca koma (,)
Kaidah-kaidah penggunaan tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:
1. Tanda baca koma (,) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh:Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2. Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan kalimat setara, apabila kalimat setara
berikutnya diawali kata tetapi atau melainkan.
Contoh:– Semua pergi, tetapi dia tidak.
–Dia bukan kakakku, melainkan adikku.
3. Tanda baca koma (,) digunakan apabila anak kalimat mendahului induk kalimat.
Contoh: Jika hari ini tidak hujan, saya akan dating.
4. Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan anak kalimat jika anak kalimatnya itu
mendahului induk kalimatnya.
Contoh: Saya akan memaafkan, jika ia bertobat.
5. Tanda baca koma (,) digunakan di belakang ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dia malas belajar. Oleh karena itu, dia tidak naik kelas.
3. Tanda baca titik koma (;)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
1. Digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau setara.
Contoh: Matahari hamper terbenam; sinarnya yang kemerah-merahan; memantul di atas
permukaan laut; indah sekali pemandangan ketika itu.
2. Digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk
sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Sore itu kami sekeluarga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah sedang membaca
Koran; ibu menjahit baju; saya asyik membersihkan taman di depan rumah.
4. Tanda baca titik dua (:)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut:
1. Digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh:Ketua : Ahmad Wijaya,
Sekretaris : Imam Tantowi
Bendahara: Siti Khotijah
2. Digunakan di anatara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat di dalam kitab
suci, di antara judul dan sub judul, serta nama kata dan penerbit buku acuan.
Contoh: Tempo, I (1971). 34:7
Surat Yasin:19
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
5. Tanda hubung (-)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
1. Digunakan untuk merangkaikan se-dengan kata berikutnya yang di dimulai dengan huruf
capital, ke- dengan angka, angka dengan- an, singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan
atau kata, dan nama jabatan rangkap.
Contoh: Se-Indonesia
hadiah ke-2
tahun 50-an
Menteri-Sekretaris-Negara
sinar-X
Men-PHK-kan
2. Digunakan untuk merangkai bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Contoh: di-smash, di-drill, mem-beckup, di-carge
6. Tanda Pisah (–)
Tanda pisah (–) digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti “sampai ke“ atau
“sampai dengan”. Penulisan tanda baca pisah (–)dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.
Contoh: 1920–1945
Tanggal 15—10 April 19970
(Samsudin), 1999:25—34
Samsudin (1999:25—34)
7. Tanda elipsis (…)
Tanda ini digunakan untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang
hilang.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau diteliti lebih lanjut.
8. Tanda kurung ((…))
Tanda ini digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh: Dalam buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab II pasal 10.
2. Digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi karangan Chairul Anwar) adalah puisi angkatan 45.
9. Tanda tanya (?)
Tanda tanya (?) digunakan pada akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang membutuhkan jawaban.
Contoh: Siapa yang membawa tas saya ?
10. Tanda seru (!)
Tanda ini digunakan sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Ambilkan buku itu!
Duduklah!
Dasar mata keranjang!
11. Tanda kurung siku ( [] )
Tanda ini digunakan untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan dalam Bab II [lihat halaman 67-
89])
12. Tanda petik (“…..”)
Tanda petik digunakan untuk mengakhiri petikan langsung .
Contoh: Kata Toto,”Saya juga berpuasa.”
“Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia”(Imran,1998)
13. Tanda petik tunggal (‘…’)
Tanda ini digunakan untuk mengapit makna, terjemahan, dan penjelasan kata atau ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning ‘belajar tuntas’
Reformasi ‘perubahan’
Keplicuk ‘dalam Bahasa Indonesia disebut terkilir’
Islami ‘bernuansa islam’
14. Tanda garis miring (/)
Tanda garis miring digunakan dalam menulis nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan
masa satu tahun yang tebagi dalam dua tahun takwim.
Contoh: 14/YPU-i/12/99
Jalan Kramat III/10 Jakarta
Tahun Anggaran 1985/19986
15. Tanda apostrof (‘)
Tanda ini berfunsi untuk penyingkat suatu kata yang digunakan untuk menunjukan penghilangan
bagian suatu kata atau bagian angka tahun.
Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah = telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)

Berdasarkan uraian di atas tentang penggunaan tanda baca yang berlaku di dalam EYD dalam
Bahasa Indonesia secara garis besar prinsip-prinsip umum pemakain tanda baca dapat diuraikan
sebagai berikut
.
1. Tanda tanya (?), tanda titik (.), tanda titk koma (;), tanda titik dua (:), dan tanda seru (!),
ditulis rapat (tanpa spasi) dengan huruf akhir dengan kata yang mendahuluinya dan diberi
spasi dengan kata yang sesudahnya.
2. Tanda petik ganda (“), tanda petik tunggal (‘), dan tanda kurung (()) masing-masing diketik
rapat dengan kata, frase, atau kalimat yand diapit.
3. Tanda hubung (-), tanda pisah (–), dan garis miring (/) masing-masing diketik rapat dengan
huruf yang mendahului dan yang mengikutinya.
4. Tanda hitungan, seperti: sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi (:), lebih
kecil (<), lebih besar (>) ditulis dengan jarak satu spasi dengan huruf yang mendahului dan
mengikutinya.
BAB 2 (Kata dan Istilah)

Kata ‘kata’ dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia diambil dari bahasa Sansekerta yaitu
‘khata’ yang berarti ‘konversasi’,‘bahasa’, ‘cerita’, atau ‘dongeng’, namun dalam bahasa Melayu
dan bahasa Indonesia kata ‘kata’ mengalami penyempitan arti semantis menjadi ‘kata’.

Orang-orang kedokteran mungkin akan jarang sekali menggunakan kata hama, palu, rabat, inflasi
dan sebagainya. Mereka akan lebih sering memakai kata obat, operasi, kelenjar, demam, diagnose
dan semua istilah bidang kedokteran lainnya. Sementara itu seorang hakim akan terbiasa
menggunakan kosakata dan istilah bidang hukum. Maka dari itu, setiap orang memiliki
penguasaan istilah dan kata yang berbeda-beda menurut bidang kehidupan orang tersebut.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat
keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut:

 Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan
keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
 Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi,
dan jurnal ilmiah.
 Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi
atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
 Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang
yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
 Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab
dan intim.

Syarat-syarat pemilihan kata

1. Makna Denotatif dan Konotatif


Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna
yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang terkandung sebuah kata
secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan misalnya,
bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti
ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap
pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam
makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada
kamar yang kecil (denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita
kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata adalah makna denotatif atau konotatif.
2. Makna Umum dan Khusus
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak hanya mujair
atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas. Sebaliknya,
tawes pasti tergolong jenis ikan demikian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan baronang pasti
merupakan jenis ikan. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan,
sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan
ikan mas.

3. Kata abstrak dan kata konkret.


Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkret, seperti meja, rumah,
mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra,
kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk
mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat
teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam
suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.

4. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi
bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Kita
ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis
sama benar. Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna
konotatif suatu kata.

5. Kata Ilmiah dan kata popular


Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan
ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer digunakan
dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah
digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada penulisan artikel,
karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.

Istilah

Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang yang dengan cermat
mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang has dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
Persyaratan istilah yang santun dan benar

1. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan konsep
termaksud dan yang tidak menyimpang dari makna itu,
2. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang tersedia
yang mempunyai rujukan sama.
3. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bernilai rasa (konotasi) baik.
4. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar (eufonik).
5. Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.

Penyerapan istilah

1. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing dan Bahasa Indonesia
secara timbal balik (intertranslatability) mengingat keperluan masa depan.
2. Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing oleh pembaca Indonesia
karena dikenal lebih dahulu.
3. Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan terjemahan
Indonesianya.
4. Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan antarpakar jika padanan
terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.
5. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak mengandung konotasi buruk.

Perbedaan kata dan istilah

Perbedaanya terdapat dalam jumlah makna.Dalam kata terdapat banyak makna. misalnya saya
adalah pemenang.kata saya mempunyai banyak makna. Bisa bermakna sanh pembaca, sang
penulis, atau yang lain. Sedangkan istilah mempunyai satu makna. Misalnya embrio adalah salah
satu ilmu yang di pelajari dalam biologi. Istilah embrio mempunyai arti satu yaitu janin. meskipun
kita membuat 10 kalimat dengan istilah embrio, maknanya akan tetap. kesimpulannya semua kata
tidak dapat menjadi istilah, tetapi semua istilah dapat menjadi kata.
BAB 3 (Kalimat)

Kalimat adalah satuan bahasa yang mengandung pikiran lengkap. Sebuah kalimat paling
kurang mengandung subjek dan predikat. Kalimat dalam wujud lisan diucapkan dengan suara naik
turun, dan keras lembut,disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan
berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. (.), tanda tanya
(?) dan tanda seru (!).
Susilo (1990:2) mengemukakan lima ciri kalimat bahasa Indonesia kelima ciri tesebut
ialah: bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri sendiri dalam hubungannya dengan kalimat
yang lain, berjeda dan berhenti dengan berakhirnya intonasi. Namun hal itu belum menjamin
bahwa kalimat itu ialah kalimat bahasa Indonesia baku.
Contoh kalimat:
di tempat itu dijadidkan tempat pertemuan bagi pihak yang bertikai di Poso.
Kalimat ini bukanlah kalimat baku meskipun memiliki kelima ciri kalimat diatas. Hal itu karena
tidak terlihat unsur subjek di dalam kalimat tersebut. Ciri kalimat baku menurut Susilo (1990:4),
yaitu: gramatikal, masuk akal, bebas dari unsur mubazir, bebas dari kontaminasi, bebas dari
interfensi, sesuai dengan ejaan yang berlaku dan sesuai dengan lafal bahasa Indonesia.

Pengertian SPOK

Setiap kalimat memiliki unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-unsur kalimat akan
membentuk kalimat yang mengandung arti. Unsur-unsur inti kalimat antara lain SPOK :

a. Subjek / Subyek (S)

Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan kejelasan makna
kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat, dapat mengaburkan makna kalimat. Keberadaan
subjek dalam kalimat berfungsi:
(1) membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk,
(2) memperjelas makna,
(3) menjadi pokok pikiran,
(4) menegaskan makna,
(5) memperjelas pikiran ungkapan,
(6) membentuk kesatuan pikiran.

Ciri-ciri subjek:
1. jawaban apa atau siapa
2. didahului kata bahwa
3. berupa kata atau frasa benda (nomina)
4. disertai dengan kata ini atau itu
5. disertai pewatas yang
6. kata sifat didahului kata si atau sang: si cantik, si hitam, sang perkasa
7. tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan,
dan lain-lain.
8. tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan.

Contoh Subjek :
Jawaban atas Pertanyaan Apa atau Siapa kepada Predikat.
1. Hadi memelihara binatang
Siapa memelihara? Jawab : Hadi. (maka Hadia adalah Subjek (S)

2. Meja itu dibeli oleh paman.


Apa dibeli ? = jawab Meja

3. Biasanya disertai kata itu,ini,dan yang (yang ,ini,dan itu juga sebagai pembatas antara subyek
dan predikat).
Anak itu membawa bukuku
S P

b. Predikat (P)

Predikat adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek
itu. Memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri tentulah menyatakan apa yang
dikerjakan atau dalam keadaan apakah subjek itu. Oleh karena itu, biasanya predikat terjadi dari
kata kerja atau kata keadaan .Kita selalu dapat bertanya dengan memakai kata tanya mengapa,
artinya dalam keadaan apa, bagaimana, atau mengerjakan apa?.
Ciri-ciri predikat:
1. jawaban mengapa, bagaimana
2. dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan
3. dapat didahului keterangan aspek: akan, seudah, sedang, selalu, hampir
4. dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya,
dan lain-lain
5. tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan
subjek
6. didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni
7. predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat atau bilangan.

c. Objek (O)

Subjek dan predikat cenderung muncul secara eksplisit dalam kalimat, namun objek tidaklah
demikian halnya. Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri
khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya,
predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya: mengembalikan,
mengumpulkan; me-i, misalnya: mengambili, melempari, mendekati. Dalam kalimat, objek
berfungsi:

(1) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transitif,


(2) memperjelas makna kalimat
(3) membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran.

Ciri-ciri objek:
1. berupa kata benda
2. tidak didahului kata depan
3. mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif
4. jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif
5. dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan.

d. Keterangan (K)

Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut tentang suatu yang
dinyatakan dalam kalimat; misalnya, memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan
tujuan. Keterangan ini dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa
ditandai oleh preposisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap, tentang, oleh, dan untuk.
Keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan kata penghubung, seperti ketika, karena,
meskipun, supaya, jika, dan sehingga.

Berikut ini beberapa ciri unsur keterangan:


• Bukan Unsur Utama
Berbeda dari subjek, predikat, objek, dan pelengkap, keterangan merupakan unsur tambahan
yang kehadirannya dalam struktur dasar kebanyakan tidak bersifat wajib.
• Tidak Terikat Posisi
Di dalam kalimat, keterangan merupakan unsur kalimat yang memiliki kebebasan tempat.
Keterangan dapat menempati posisi di awal atau akhir kalimat, atau di antara subjek dan
predikat.

Jenis Keterangan:
Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat.
1. Keterangan Waktu
Keterangan waktu dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa
kata adalah kata-kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa,
siang, dan malam. Keterangan waktu yang berupa frasa merupakan untaian kata yang
menyatakan waktu, seperti kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan minggu depan. Keterangan
waktu yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor yang menyatakan waktu, seperti
setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika.
2. Keterangan Tempat
Keterangan tempat berupa frasa yang menyatakan tempat yang ditandai oleh preposisi,
seperti di, pada, dan dalam.
3. Keterangan Cara
Keterangan cara dapat berupa kata ulang, frasa, atau anak kalimat yang menyatakan cara.
Keterangan cara yang berupa kata ulang merupakan perulangan adjektiva. Keterangan cara yang
berupa frasa ditandai oleh kata dengan atau secara. Terakhir, keterangan cara yang berupa anak
kalimat ditandai oleh kata dengan dan dalam.
4. Keterangan Sebab
Keterangan sebab berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan sebab yang berupa frasa
ditandai oleh kata karena atau lantaran yang diikuti oleh nomina atau frasa nomina. Keterangan
sebab yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor karena atau lantaran.
5. Keterangan Tujuan
Keterangan ini berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan tujuan yang berupa frasa
ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan tujuan yang berupa anak kalimat
ditandai oleh konjungtor supaya, agar, atau untuk.
6. Keterangan Aposisi
Keterangan aposisi memberi penjelasan nomina, misalnya, subjek atau objek. Jika ditulis,
keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (--), atau tanda kurang.
Perhatikan contoh berikut.
• Dosen saya, Bu Erwin, terpilih sebagai dosen teladan.
7. Keterangan Tambahan
Keterangan tambahan memberi penjelasan nomina (subjek ataupun objek), tetapi berbeda
dari keterangan aposisi. Keterangan aposisi dapat menggantikan unsur yang diterangkan,
sedangkan keterangan tambahan tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan. Seperti
contoh berikut.
• Siswanto, mahasiswa tingkat lima, mendapat beasiswa.
Keterangan tambahan (tercetak miring) itu tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan
yaitu kata Siswanto.
8. Keterangan Pewatas
Keterangan pewatas memberikan pembatas nomina, misalnya, subjek, predikat, objek,
keterangan, atau pelengkap. Jika keterangan tambahan dapat ditiadakan, keterangan pewatas
tidak dapat ditiadakan. Contohnya sebagai berikut.
• Mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih mendapat beasiswa.
Contoh diatas menjelaskan bahwa bukan semua mahasiswa yang mendapat beasiswa, melainkan
hanya mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih.
e. Pelengkap

Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif.
Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat
pasif, bukan pelengkap. Berikut ciri-ciri pelengkap.
Di Belakang Predikat
Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan
pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut.
a) Diah mengirimi saya buku baru.
b) Mereka membelikan ayahnya sepeda baru.
Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului
predikat.
Hasil jawaban dari predikat dengan pertanyaan apa.
Contoh :
a. Pemuda itu bersenjatakan parang.
Kata parang adalah pelengkap.
Bersenjatakan apa ? jawab parang ( maka parang sebagai pelengkap )
b. Budi membaca buku.
Membaca apa ? jawab buku (buku sebagai obyek karena dapat
menempati Subyek)

Pola kalimat dasar

Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. KB + KK : Mahasiswa berdiskusi.
2. KB + KS : Dosen itu ramah.
3. KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
4. KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Palembang.
5. KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film.
6. KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan saya pekerjaan.
7. KB1 + KB2 : Rustam peneliti.

Ketujuh pola kalimat dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula
pola-pola dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.

Jenis-jenis kalimat

A. Berdasarkan Pengucapan
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Kalimat Langsung

Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat menirukan ucapan orang. Kalimat langsung
juga dapat diartikan kaliamt yang memberitakan bagaimana ucapan dari orang lain (orang
ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik dua (“….”) dan dapat berupa kalimat
tanya atau kalimat perintah.

Contoh:

– Ibu berkata: “Rohan, jangan meletakkan sepatu di sembarang tempat!”

– “Saya gembira sekali”,kata ayah,”karena kamu lulus ujian”.

2. Kalimat Tak Langsung


Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali ucapan atau perkataan orang
lain. Kalimat tak langsung tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah dirubah menjadi
kalimat berita.

Contoh:

– Ibu berkata bahwa dia senang sekali karena aku lulus ujian.

– Kakak berkata bahwa buku itu harus segera dikembalikan.

.
B. Berdasarkan Jumlah Frasa (Struktur Gramatikal)
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kalimat Tunggal
Kallimat tunggal adalah kalimat yang memiliki satu pola (klausa) yang terdiri dari satu subjek
dan satu predikat. Kalimat tunggal merupakan kalimat dasar sederhana. Kalimat-kalimat yang
panjang dapat dikembalikan ke dalam kalimat-kalimat dasar yang sederhana dan dapat juga
ditelusuri p0la-pola pembentukannya. Pola-pola kalimat dasar yang dimaksud adalah:

* KB + KK (Kata Benda + Kata Kerja)

Contoh: Victoria bernyanyi


. S P

* KB + KS (Kata Benda + Kata Sifat)

Contoh: Ika sangat rajin


. S P

* KB + KBil (Kata Benda + Kata Bilangan)


Contoh: Masalahnya seribu satu.
. S P

Kalimat tunggal dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata benda.


Contoh : Saya siswa kelas VI.

2. Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata kerja.


Contoh : Adik bernyanyi.

Setiap kalimat tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata pada unsur-
unsurnya. Dengan penambahan unsur-unsur itu, unsur utama dari kalimat masih dapat dikenali.
Suatu kalimat tunggal dapat diperluas menjadi dua puluh atau lebih. Perluasan kalimat tesebut
terdiri atas:

1. Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup, lewat Bali, sekeliling kota.

2. Keterangan waktu, seperti: setiap hari, pada pukul 21.00, tahun depan, kemarin sore, minggu
kedua bulan ini.

3. Keterangan alat (dengan + kata benda), seperti: dengan linggis, dengan undang-undang itu,
dengan sendok, dengan wesel pos, dengan cek.

4. Keterangan modalitas, seperti: harus, barangkali, seyogyanya. sesungguhnya, sepatutnya.

5. Keternagan cara (dengan + kata sifat/kata kerja), seperti: dengan hati-hati, seenaknya saja,
selekas mungkin.

6. Keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah, dan telah.

7. Keterangan tujuan, seperti: agar bahagia, untuk anaknya, supaya aman, bagi mereka.

8. Keterangan sebab, seperti: karena rajin, sebab berkuasa, lantaran panik.

9. Keterangan aposisi adalah keterangan yang sifatnya menggantikan, seperti: penerima Sepatu
Emas, David Beckham.

10. Frasa yang, seperti: mahasiswa yang IP-nya 3 ke atas, pemimpin yang memperhatikan
rakyat.

Contoh perluasan kalimat tunggal adalah:

1. Victoria akan bernyanyi di Las Vegas.


2. Masalahnya seribu satu yang belum terpecahkan.

3. Ika sangat rajin menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk terdiri atas dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan baik
kordinasi maupun subordinasi. Kalimat majemuk dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:

2.1. Kalimat Majemuk Setara (KMS)


Kalimat ini terbentuk dari 2 atau lebih kalimat tunggal dan kedudukan tiap kalimat sederajat.
Kalimat majemuk setara dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, yaitu:

* KMS Penggabungan. Dua atau lebih kalimat tunggal yang dihubungkan oleh
kata dan atau serta.
Contoh:

– Kami mencari bahan dan mereka meramunya.

– Ratih dan Ratna bermain bulu tangkis di halaman rumah.

* KMS Pertentangan. Dua kalimat tunggal yang dihubungkan oleh


kata tetapi, sedangkan, namun, melainkan. Kedua kalimat tersebut menunjukkan hubungan
pertentangan.
Contoh:

– Indonesia adalah negara berkembang, sedangkan jepang termasuk negara yang sudah maju.

– Bukan saya memecahkan gelas itu, melainkan kakak.

* KMS Pemilihan. Dua atau lebih kalimat tunggal yang dihubungkan oleh kata atau.
Contoh:

– Makalah ini harus dikumpukan besok atau minggu depan.

– Aku atau dia yang akan kamu pilih.

* KMS Penguatan. Dua atau lebih kalimat tunggal dihubungkan dengan kata bahkan.
Contoh:

– Dia tidak hanya cantik, bahkan dia juga sangat baik hati.

– Pencuri itu tidak hanya dipukuli oleh masa, bahkan dia disiksa dengan sadis.

* KMS yang dibentuk dari dua atau lebih kalimat tunggal yang dihubungkan oleh
kata lalu dan kemudian, untuk menandakan suatu kejadian yang berurutan.
Contoh:

– Mula-mula disebutkan nama-nama juara melukis tingkat SD, kemudian disebutkan nama-
nama juara melukis tingkat SMP.

2.2 Kalimat Majemuk Bertingkat (KMB)


Kalimat majemuk setara terdiri atas satu suku kaliamat bebas dan satu suku kalimat yang tidak
bebas. Kedua kalimat tersebut memiliki pola hubungan yang tidak sederajat. Bagian yang
memiliki kedudukan lebih penting (inti gagasan) disebut sebagai klausa utama (induk kalimat).
Bagian yang lebih rendah kedudukakannya disebut dengan klausa sematan (anak kalimat).

Ada beberapa penanda hubungan / konjungsi yang dipergunakan oleh kalimat majemuk
bertingkat, yaitu:

1. Waktu : ketika, sejak

2. Sebab: karena, Olehkarenaitu, sebab, oleh sebab itu

3. Akibat: hingga, sehingga, maka

4. Syarat: jika, asalkan, apabila

5. Perlawanan: meskipun, walaupun

6. Pengandaian: andaikata, seandainya

7. Tujuan: agar, supaya, untukbiar

8. Perbandingan: seperti, laksana, ibarat, seolah‐olah

9. Pembatasan: kecuali, selain

10. Alat: dengan+ katabenda: dengan tongkat

11. Kesertaan: dengan+ orang

Contoh:

– Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, para hacker masih dapat
mengacaukan data-data komputer itu.

Induk kalimat: Para hacker masih dapat mengacaukan data-data komputer itu.

Anak kalimat: Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern.

2.3 Kalimat Majemuk Campuran


Kalimat majemuk campuran terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat
atau kebalikannya.

Contoh:

– Karena hari sudah malam, kami berhenti dan langsung pulang.

KMS: Kami berhenti dan langsung pulang.

KMC: Kami berhenti karena hari sudah malam.

. Kami langsung pulang karena hari sudah malam.h

– Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai.

KMS: Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja.

KMB: Mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai.

C. Berdasarkan Isi atau Fungsinya


Kalimat dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan memberikan perintah kepada orang lain untuk
melakukan sesuatu. Kalimat perintah biasanya diakhiri dengan tanda seru (!) dalam
penulisannya. Sedangkan dalam bentuk lisan, kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi.

Macam-macam kalimat perintah :

* Kalimat perintah biasa, ditandai dengan partikel lah.

Contoh : Gantilah bajumu !

* Kalimat larangan, ditandai dengan penggunaan kata jangan.

Contoh Jangan membuang sampah sembarangan !

* Kalimat ajakan, ditandai dengan kata mohon, tolong, silahkan.

Contoh : Tolong temani nenekmu di rumah !


2. Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitahukan sesuatu. Dalam penulisannya,
biasanya diakhiri dengan tanda titik (.) dan dalam pelafalannya dilakukan dengan intonasi
menurun. Kalimat ini mendorong orang untuk memberikan tanggapan.

Macam-macam kalimat berita :

* Kalimat berita kepastian

Contoh : Nenek akan datang dari Bandung besok pagi.

* Kalimat berita pengingkaran

Contoh : Saya tidak akan datang pada acara ulang tahunmu.

* Kalimat berita kesangsian

Contoh : Bapak mungkin akan tiba besok pagi.

* Kalmat berita bentuk lainnya

Contoh : Kami tidak taahu mengapa dia datang terlambat.

3. Kalimat Tanya
Kalimat tanya adalah kalimat yang bertujuan untuk memperoleh suatu informasi atau reaksi
(jawaban) yang diharapkan. Kalimat ini diakhiri dengan tanda tanya(?) dalam penulisannya dan
dalam pelafalannya menggunakan intonasi menurun. Kata tanya yang dipergunakan adalah
bagaimana, dimana, berapa, kapan.

Contoh:

– Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan disainnya?

– Kapan Becks kembali ke Inggris?

4. Kalimat Seruan
Kalimat seruan adalah kalimat yang digunakan untuk mengungkapakan perasaa ‘yang kuat’ atau
yang mendadak. Kalimat seruan biasanya ditandai dengan intonsi yang tinggi dalam
pelafalannya dan menggunakan tanda seru (!) atau tanda titik (.) dalam penulisannya.

Contoh:

– Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.

– Bukan main, eloknya.


D. Berdasarkan Unsur Kalimat
Kalimat dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu:

1. Kalimat Lengkap
Kalimat lengkap adalah kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri dari satu buah subyek dan satu
buah predikat. Kalimat Majas termasuk ke dalam kalimat lengkap.

Contoh :

– Mahasiswa berdiskusi di dalam kelas.


S P K

– Ibu mengenakan kaos hijau dan celana hitam.


S P O

2. Kalimat Tidak Lengkap


Kalimat tidak lengkap adalah kalimat yang tidak sempurna karena hanya memiliki subyek saja,
atau predikat saja, atau objek saja atau keterangan saja. Kalimat tidak lengkap biasanya berupa
semboyan, salam, perintah, pertanyaan, ajakan, jawaban, seruan, larangan, sapaan dan
kekaguman.

Contoh:

– Selamat sore

– Silakan Masuk!

– Kapan menikah?

– Hei, Kawan…

E. Berdasarkan Susunan S-P


Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kalimat Inversi
Kalimat versi adalah kalimat yang predikatnya mendahului subjeknya. Kata atau frasa tertentu
yang pertama muncul akan menjadi kunci yang akan mempengaruhi makna untuk
menimbulkankesan tertentu, dibandingkan jika kata atau frasa ditempatkan pada urutan kedua.
Kalimat ini biasanya dipakau untuk penekanan atau ketegasan makna.
Contoh:

– Ambilkan koran di atas kursi itu!


. P S

– Sepakat kami untuk berkumpul di taman kota.


. S P K

2. Kalimat Versi
Kalimat inversi adalah kalimat yang susunan dari unsur-unsur kalimatnya sesuai dengan pola
kalimat dasar bahasa Indonesia (S-P-O-K).

Contoh:

– Penelitian ini dilakukan mereka sejak 2 bulan yang lalu.


. S P O K

– Aku dan dia bertemu di cafe ini.


. S P K

F. Berdasarkan Bentuk Gaya Penyajiannya (Retorikanya)


Kalimat dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Kalimat Yang Melepas


Kalimat yang melepas terbentuk jika kalimat tersebut disusun dengan diawali oleh unsur utama
(induk kalimat) dan diikuti oleh unsur tambahan (anak kalimat). Unsur anak kalimat ini seakan-
akan dilepaskan saja oleh penulisnya. Jika unsur anak kalimat tidak diucapkan, kalimat itu sudah
bermakna lengkap.

Contoh;

– Saya akan dibelikan vespa oleh Ayah jika saya lulus ujian sarjana.

– Semua warga negara harus menaati segala perundang-undangan yang berlaku agar kehidupan
di negeri ini berjalan dengan tertib dan aman.

2. Kalimat yang Klimaks


Kalimat klimaks terbentuk jika kalimat tersebut disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan
diikuti oleh induk kalimat. Kalimat belum dapat dipahami jika hanya membaca anak kalimatnya.
Sebelum kalimat itu selesai, terasa masih ada sesuatu yang ditunggu, yaitu induk kalimat. Oleh
karen itu, penyajian kalimat ini terasa berklimaks dan terasa membentuk ketegangan.
Contoh:

– Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke kantornya.

– Setelah 1.138 hari disekap dalam sebuah ruangan akhirnya tiga sandera warga negara Prancis
itu dibebaskan juga.3.

3. Kalimat Yang Berimbang


Kalimat yang berimbang disusun dalam bentuk kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk
campuran, Struktur kalimat ini memperlihatkan kesejajaran yang sejalan dan dituangkan ke
dalam bangun kalimat yang simetri.

Contoh:

– Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor asing dan domestik berlomba melakukan
transaksi, dan IHSG naik tajam.

– Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dapat bekerja dengan tenang dan dapat beribadat
dengan leluasa.

G. Berdasarkan Subjeknya
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kaliamat Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan suatu pekerjaan/tindakan. Kalimat ini
biasanya memiliki predikat berupa kata kerja yang berawalan me- dan ber-. Predikat juga dapat
berupa kata kerja aus (kata kerja yang tidak dapat dilekati oleh awalan me–saja),
misalnya pergi, tidur, mandi, dll (kecuali makan dan minum).

Contoh:

– Mereka akan berangkat besok pagi.

– Kakak membantu ibu di dapur.

Kalimat aktif dibedakan menjadi 2, yaitu:

1.1 Kalimat Aktif Transitif


Kalimat aktif transitif adalah kalimat yang dapat diikuti oleh objek penderita (O1). Predikat pada
kalimat ini biasanya berawalam me- dan selalu dapatt dirubah menjadi kalimat pasif.

Contoh: Eni mencuci piring.


. S P O1
1.2 Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat aktif intransitif adalah kalimat yang tidak dapat diikuti oleh objek penderita (O1).
Predikat pada kalimat ini biasanya berawaln ber-. Kalimat yang berawalan me- tidak diikuti
dengan O1. Kalimat ini tidak dapat dirubah menjadi kalimat pasif.

Contoh:

– Mereka berangkat minggu depan.


. S P K

– Amel menangis tersedu-sedu di kamar.


. S P K

1.3 Kalimat Semi Transitif


Kalimat ini tidak dapat dirubah menjadi kal pasif karena disertai oleh pelengkap bukan objek.

Contoh:

– Dian kehilangan pensil.


. S P Pel.

– Soni selalu mengenderai sepeda motor ke kampus.


. S P Pel K

2. Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan/tindakan. Kalimat ini biasanya
memiliki predikat berupa kata kerja berawalan di- dan ter- dan diikuti oleh kata depan oleh.

Kalimat pasif dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

2.1 Kalimat Pasif Biasa

Kalimat pasif ini biasanya diperoleh dari kalimat aktif transitif. Predikat pada kalimat ini
berawalan di-,ter-,ke-an.

Contoh:

– Piring dicuci Eni.


. S P O2

2.2 Kalimat Pasif Zero


Kalimat pasif zero adalah kalimat yang objek pelakunya(O2) melekat berdekatan dengan O2
tanpa disisipi dengan kata lain. Predikat pada kalimat ini berakhiran -kan dan akan terjadi
penghilangan awalan di-. Predikatnya juga dapat berupa kata dasar berkelas kerja kecuali kata
kerja aus. Kalimat pasif zero ini berhubungan dengan kalimat baku.
Contoh:

– Ku pukul adik.
. O2 P S

– Akan saya sampaikan pesanmu.


. O2 P S

Cara mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif :

1. Subjek pada kalimat aktif dijadikan objek pada kalimat pasif.

2. Awalan me- diganti dengan di-.

3. Tambahkan kata oleh di belakang predikat.

Contoh : Bapak memancing ikan. (aktif)

. Ikan dipancing oleh bapak. (pasif)

4. Jika subjek kalimat akrif berupa kata ganti maka awalan me- pada predikat dihapus,
kemudian subjek dan predikat dirapatkan.

Contoh : Aku harus memngerjakan PR. (aktif)

. PR harus kukerjakan. (pasif)


BAB 4 (Penalaran)
Sesuai dengan kodratnya, manusia dibekali dengan hasrat ingin tahu. Hasrat ingin tahu dalam diri
manusia akan selalu memunculkan berbagai macam pertanyaan. Sebagai akibatnya, manusia juga
selalu berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan yang muncul tadi. Hasrat ingin tahu tersebut
akan terpenuhi apabila manusia memperoleh pengetahuan baru atau mampu memecahkan masalah
sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sendiri.

Biasanya manusia selalu berpikir jika berhadapan dengan banyak permasalahan. Akan tetapi, tidak
semua masalah membuat kita terdorong untuk memikirkannya secara sungguh-sungguh. Kegiatan
berpikir tentang sesuatu secara sunguh-sungguh dan logis inilah yang disebut Penalaran.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga
akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar
penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan
konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Ciri-ciri Penalaran

Berikut ini merupakan ciri-ciri penalaran:

 Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran merupakan suatu
proses berpikir logis).
 Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir
berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.

Secara detail penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

 Logis, suatu penalaran harus memenuhi unsur logis, artinya pemikiran yang ditimbang secara
objektif dan didasarkan pada data yang sahih.
 Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam
merangkai, menyusun atau menghubungkan petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu
pola tertentu.
 Rasional, artinya adalah apa yang sedang di nalar merupakan suatu fakta atau kenyataan yang
memang dapat dipikirkan secara mendalam.
Tahap-tahap penalaran

Menurut John Dewey, proses penalaran manusia dilakukan melalui beberapa tahap berikut:
1. Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat, ataupun
dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
2. Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
3. Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesis, inferensi atau
teori.
4. Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan cara
mengumpulkan bukti-bukti (data).
5. Menguatkan pembuktian tentang ide-ide tersebut dan menyimpulkan melalui keterangan-
keterangan ataupun percobaan-percobaan.

Metode-metode penalaran

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

 Induktif
Metode penalaran induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum, prosesnya disebut
Induksi. Dalam penalaran induktif ini, kesimpulan ditarik dari sekumpulan fakta peristiwa atau
pernyataan yang bersifat umum. Penalaran induktif terkait dengan empirisme. Secara empirisme,
ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji
secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif
ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang
berlaku umum.
Contoh:

Bukti 1 : logam 1 apabila dipanaskan akan memuai

Bukti 2 : logam 2 apabila dipanaskan akan memuai

Bukti 3 : logam 3 apabila dipanaskan akan memuai

Kesimpulan: Semua logam apabila dipanaskan akan memuai.

Contoh paragraf Induktif:

Pada saat ini remaja lebih menyukai tari-tarian dari barat seperti breakdance, shuffle, salsa,
modern dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka
menyukai rock, blues, jazz, maupun reff. Tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan
beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan
pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan
budaya tradisional.

Penalaran Induktif sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

A. Generalisasi
Penalaran generalisasi dimulai dengan peristiwa-peristiwa khusus untuk mengambil kesimpulan
umum. Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala
yang diminati generalisasi mencakup ciri-ciri esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan
karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain. Proses
penalaran ini bertolak dari sejumlah fenomena individual (khusus) menuju kesimpulan umum yang
mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki.

Contoh:

Jika dipanaskan, besi memuai.

Jika dipanaskan, tembaga memuai.

Jika dipanaskan, emas memuai.

Jika dipanaskan, platina memuai

Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.

Jenis – jenis generalisasi:

1. Generalisasi Sempurna

Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap
saja yang belum diselidiki. Contoh: sensus penduduk.

2. Generalisasi tidak sempurna

Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku
bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia
senang memakai celana slim fit.
Tiga cara pengujian untuk menentukan generalisasi :

1. Menambah jumlah kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi.
Maka harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai probabilitas ).

2. Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang
di periksa.

3. Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan
melancarkan generalisasi?

B. Analogi
Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan
cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan yang
pertama.

Jenis – jenis analogi:

1. Analogi Induktif

Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena,
kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada
fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk
membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti
terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.

Contoh analogi induktif:

a. Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas
Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.

b. Nina adalah lulusan Akademi Amanah. Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Ali adalah lulusan Akademi Amanah. Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan
baik.
2. Analogi Deklaratif

Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum
dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena
ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah
kita ketahui atau kita percayai.

Contoh analogi deklaratif:

Untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga
negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas
antara akal dan hati.

C. Hubungan Kausal
Hubungan kausal (kausalitas) merupakan prinsip sebab-akibat yang pasti antara segala kejadian,
serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan
eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang
diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Dengan kata lain, penalaran yang diperoleh
dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal:

1. Sebab- Akibat.

Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.

2. Akibat – Sebab.

Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.

3. Akibat – Akibat.

Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah
basah.

 Deduktif
Metode penalaran deduktif adalah suatu metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Proses penalaran
ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-
hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan
kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal
yang kongkrit.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan
gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Hal ini adalah suatu sistem penyusunan fakta yang telah diketahui sebelumnya guna mencapai
suatu kesimpulan yang logis. Dalam penalaran deduktif, dilakukan melalui serangkaian pernyataan
yang disebut silogisme.

Silogisme memerlukan dua premis sebagai data. Premis pertama disebut premis umum (PU), dan
premis kedua disebut premis khusus (PK). Kesimpulan (K) dapat dirumuskan berdasarkan kedua
premis tersebut.

Di dalam penalaran deduktif terdapat entimen dan 4 macam silogisme, yaitu silogisme kategorial,
silogisme hipotesis, silogisme alternative dan silogisme disjungtive.

A. Silogisme Kategorial
Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.

Premis umum : Premis Mayor (My)

Premis khusus : Premis Minor (Mn)

Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)

Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat
simpulan disebut term minor.

Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai berikut:

1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
8. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh silogisme kategorial:

1. My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA

Mn : Badu adalah mahasiswa

K : Badu lulusan SLTA

2. My : Tidak ada manusia yang kekal

Mn : Socrates adalah manusia

K : Socrates tidak kekal

3. My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.

Mn : Amir tidak memiliki ijazah SLTA

K : Amir bukan mahasiswa

B. Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.

Konditional hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya


membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak
konsekuen.

Contoh:

1. My : Jika tidak ada makanan, manusia akan kelaparan.

Mn : Makanan tidak ada.

K : Jadi, Manusia akan Kelaparan.

2. My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.

Mn : Makhluk hidup itu mati.


K : Makhluk hidup itu tidak mendapat udara.

C. Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.

Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.
Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.

Contoh:

1. My : Kakak saya berada di Bandung atau Jakarta.

Mn : Kakak saya berada di Bandung.

K : Jadi, Kakak saya tidak berada di Jakarta.

2. My : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.

Mn : Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

K : Jadi, Nenek Sumi berada di Bandung.

D. Silogisme Disjungtive
Silogisme disjungtive adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif
sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor
dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam
yaitu:

1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit

Silogisme disyungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.

Contoh:

Heri jujur atau berbohong.(premis1)

Ternyata Heri berbohong.(premis2)


∴ Ia tidak jujur (konklusi).

2. Silogisme disyungtif dalam arti luas

Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif.

Contoh:

Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)

Ternyata tidak di rumah.(premis2)

∴ Hasan di pasar (konklusi).

E. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan.
Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.

Contoh:

– Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.

– Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.

Konsep dan simbol penalaran

Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud
penalaran akan akan berupa argumen.

Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata,
sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran
menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi
dari premis.

Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir
yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa
proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula
proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga
dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari
rangkaian pengertian.

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran.
Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.

 Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
memang benar atau sesuatu yang memang salah.
 Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis
harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material.
Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir
yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Salah nalar

Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat.

Jenis-jenis salah nalar:

a. Deduksi yang salah : Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau tidak
memenuhi persyaratan.

Contoh:

 Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.


 Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu.
b. Generalisasi terlalu luas

Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang
dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.

Contoh:

 Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.
 Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.
c. Pemilihan terbatas pada dua alternatif

Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang
ada.
Contoh:

Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain.

d. Penyebab Salah Nalar

Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya
pergeseran maksud.

Contoh:

 Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya.
 Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
e. Analogi yang Salah

Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan
persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.

Contoh:

Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.

f. Argumentasi Bidik Orang

Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang
diembannya.

Contoh:

Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya
memiliki enam orang anak.

g. Meniru-niru yang sudah ada

Salah nalar jenis ini berhubungan dengan anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan kalau
orang lain melakukan hal itu.

Contoh:

 Kita bisa melakukan korupsi karena pejabat pemerintah melakukannya.


 Anak SLTA saat mengerjakan ujian matematika dapat menggunakan kalkulator karena para
profesor menggunakan kalkulator saat menjawab ujian matematika.

Anda mungkin juga menyukai