PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigi impaksi merupakan gigi yang menghalangi jalan normalnya erupsi
pada lengkung gigi karena kurangnya ruang pada lengkung atau obstruksi pada
jalannya erupsi gigi. Gigi molar ke tiga maksila dan mandibula, kaninus maksila
dan insisif sentral maksila merupakan gigi yang paling sering terjadi impaksi.
Kebanyakan masalah impaksi terjadi pada gigi molar ke tiga. Hal tersebut karena
gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh, sehingga sering mengalami
impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang memadai. (Anwar, dkk,
2008).
Menurut penelitian Naosherwan dkk, (2008) yang dilakukan di Poli Gigi
Rumah Sakit Penang di Malaysia pada tahun 2000 sampai 2005 dengan jumlah
pasien yang dirawat sebanyak 15.076 orang, terdapat 261 kasus impaksi molar ke
tiga mandibular sedangkan pada kasus impaksi molar ke tiga maksila hanya
ditemukan 11 kasus. Pada kasus yang didapat, impaksi gigi lebih banyak terjadi
pada laki-laki daripada perempuan. Sebanyak 137 kasus terdapat pada usia
dibawah 25 tahun, 102 kasus terdapat diantara usia 25 tahun sampai 35 tahun, dan
25 kasus terdapat pada usia diatas 35 tahun.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsi patologi gigi yang
berdekatan, terbentuknya kista folikular, rasa sakit neuralgik, perikoronitis,
bahaya fraktur rahang akibat lemahnya rahang dan berdesakan gigi anterior akibat
tekanan gigi impaksi ke anterior. Akibat lainnya adalah terjadi periostitis,
neoplasma, perikoronitis dan komplikasi lainnya (Dwipayanti, Andriatnoko,
Rochim, 2009)
Chandha dkk (2007) melakukan penelitian pada suku Bugis dan suku
Toraja, menyimpulkan bahwa impaksi yang terjadi dilihat secara genetic
disebabkan faktor lingkungan dan faktor keturunan. Yang dimaksud dengan faktor
lingkungan itu sendiri adalah jenis makanan. Secara umum, makanan suku Toraja
1
memerlukan kekuatan kunyah yang lebih besar. Secara factor keturunan, Suku
Toraja yang menikah dengan suku lain yang secara genetik memiliki rahang yang
kecil, sehingga menghasilkan keturunan yang mengalami impaksi gigi. Suku
Banjar memiliki kebiasaan memakan makanan yang tidak keras dan memasak
makanannya dengan cara merebus dan berkuah sehingga lengkung rahang tidak
berkembang secara maksimal. Hal-hal tersebut menyebabkan molar ke tiga
kekurangan ruang untuk erupsi sehingga terjadi gigi impaksi.
Berdasarkan prevalensi impaksi molar ketiga yang masih tinggi serta
komplikasi yang ditimbulkan, maka penulis ingin menjelaskan tentang definisi,
etiologi, klasifikasi, komplikasi impaksi gigi, dan indikasi odontektomi. Dalam
referat ini penulis juga akan menjelaskan tentang fraktur dentoalveolar.
Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dentoalveolar
adalah fraktur yang mengenai gigi dan tulang alveolar pendukungnya baik pada
maksila maupun mandibular. Fraktur dentoalveolar sering terjadi di daerah gigi
anterior anak-anak terutama maksila. Jejas ini sering terjadi karena adanya trauma
pada gigi lain atau trauma langsung maupun tidak langsung pada wajah. Anak-
anak dengan gigi anterior protusif adalah predisposisi terjadinya trauma ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi Impaksi dan Fraktur Dentoalveolar?
2. Bagaimana penegakan diagnosis Impaksi dan Fraktur Dentoalveolar?
3. Bagaimana penatalaksanaan Impaksi dan Fraktur Dentoalveolar?
C. Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi Impaksi dan Fraktur Dentoalveolar.
2. Mengetahui penegakan diagnosis Impaksi dan Fraktur Dentoalveolar.
3. Mengetahui penatalaksanaan Impaksi dan Fraktur Dentoalveolar.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. IMPAKSI GIGI
1. Perkembangan Gigi Permanen
Molar ketiga merupakan gigi permanen yang paling terakhir erupsi, sehingga
sering terjadi impaksi oleh karena kurangnya ruang/ terhalangnya gigi untuk
erupsi. Berikut adalah tabel perkembangan gigi menurut Angus, 2013:
4
lain yang menyebutkan bahwa erupsi gigi molar ketiga rahang bawah banyak
ditemukan pada pasien berusia 16 sampai dengan 21 tahun.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh RSGM Sam Ratulanggi
2011 mendapatkan subjek penelitian sebanyak 304 responden Impaksi lebih
banyak terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 189 dibandingkan pada laki-
laki sebanyak 115. Impaksi gigi paling banyak terjadi pada gigi molar ketiga
maksila dengan jumlah gigi impaksi sebanyak 367 (50,34%) impaksi gigi
molar ketiga mandibula sebanyak 337 (46,22%).
6
hubungannya terhadap garis servikal Molar kedua disebelahnya.
a. Posisi A : permukaan oklusal gigi impaksi sama tinggi atau
sedikit lebih tinggi dari gigi molar kedua.
b. Posisi B : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada pada
pertengahan mahkota gigi molar kedua atau sama tinggi dari garis
servikal
c. Posisi C : permukaan oklusal dari gigi impaksi berada di bawah
garis servikal molar kedua.
1. Vertikal: Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama dengan
axis panjang gigi molar kedua
7
Gambar II.3 Sebuah impaksi dengan posisi vertikal
Sumber : Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. New
York:Churchill Livingstone;2001,p.53
8
4. Distoangular: Axis panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke
posterior menjauhi molar kedua.
9
jaringan tipis yang menyelimuti mahkota gigi yang impaksi yang sering
disebut perikoronitis.
Dalam membantu penegakkan diagnosis impaksi, perlu dilakukan
pemeriksaan radiologi yaitu foto panoramik. Dalam foto panoramik akan
terlihat seluruh jaringan gigi dalam satu film sehingga akan terlihat posisi gigi
yang mengalami impaksi untuk menentukan penatalaksanaan yang tepat.
10
b) Resorpsi gigi tetangga
Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal
gigi tersebut. Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari
gigi tetangga maka gigi mempunyai daya untuk melawan rintangan
tersebut. Di samping mengalami resorpsi, gigi tetangga tersebut dapat
berubah arah atau posisi.
c) Kista
Suatu gigi yang terpendam mempunyai daya untuk perangsang
pembentukan kista atau bentuk patologi terutama pada masa
pembentukan gigi. Benih gigi tersebut mengalami rintangan sehingga
pembentukannya terganggu menjadi tidak sempurna dan dapat
menimbulkan primordial kista dan folikular kista.
b) Kontraindikasi :
1. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.
2. Kemungkinan menyebabkan gigi terdekat rusak atau stuktur
penting lainnya saat membuat flap (risiko lebih tinggi daripada
manfaat)
3. Penderita usia lanjut.
4. Kondisi fisik atau mental terganggu
12
B. FRAKTUR DENTOALVEOLAR
14
yang mengakibatkan fraktur dentoalveolar, yaitu cedera pada jaringan keras
gigi dan pulpa, jaringan periodontal, dan tulang pendukung :
A. Cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa :
1) Enamel infraction: jenis fraktur tidak sempurna dan hanya berupa
retakan tanpa hilangnya substansi gigi.
15
4) Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture): fraktur
email dan dentin dengan pulpa yang terpapar.
16
Gambar II.8 Cedera pada tulang keras dan pulpa
17
Gambar II.8 Cedera pada periodontal
18
4) Fraktur mandibula atau maksila : dapat atau tidak melibatkan
soket alveolar.
21
Perawatan gigi sulung yang mengalami trauma pada umumnya tidak
berbeda dengan perawatan gigi tetap. Gigi sulung yang intrusi biasanya
akan erupsi secara spontan. Gigi yang tidak terlalu bergeser dan tidak
menyebabkan gangguan oklusi dapat diobservasi saja. Fraktur
dentoalveolar yang kompleks pada gigi sulung jarang terjadi karena
elastisitas tulang alveolar
b) Trauma pada gigi tetap
1) Trauma yang mengenai struktur keras gigi
a. Fraktur Mahkota
Fraktur email hanya memerlukan penghalusan bagian yang
tajam, atau penambalan dengan komposit. Fraktur dentin
sebaiknya ditambal sesegera mungkin, khususnya pada pasien
muda karena penetrasi bakteri melalui tubulus dentin cepat
terjadi. Penambalan dengan semen kalsium hidroksida dan
restorasi komposit sudah cukup ideal. Bila patahan gigi cukup
besar, fragmen mahkota dapat disemen kembali
menggunakan resin komposit. Fraktur pulpa dapat dirawat
dengan pulp capping, pulpotomi, atau ekstirpasi pulpa.
b. Fraktur Akar
Fraktur mahkota yang oblik dapat meluas ke subgingiva
(fraktur mahkota-akar). Bila garis fraktur tidak terlalu jauh
ke apikal dan pulpa tidak terbuka, cukup ditambal dengan
restorasi komposit. Bila fraktur meluas sampai jauh ke apikal,
atau bila gigi terbelah secara vertikal, umumnya ekstraksi harus
dilakukan.
Fraktur akar horizontal prognosisnya tergantung pada garis
fraktur. Bila garis fraktur terletak di dekat gingiva, fragmen
mahkota dapat diekstraksi dan dilakukan perawatan endodontik
serta pembuatan mahkota pasak. Bila garis fraktur terletak jauh
ke apikal, gigi sebaiknya di ekstraksi.
22
2) Trauma yang mengenai jaringan periodontal
a. Malposisi
Gigi yang luksasi, ekstrusi dan intrusi direposisi dan di-splint
untuk imobilisasi gigi selama 7-21 hari. Setelah periode
imobilisasi selesai vitalitas gigi tersebut harus diperiksa.
b. Avulsi
Gigi yang avulsi dapat direplantasi dengan memperhatikan
sejumlah faktor, yaitu tahap perkembangan akar, lamanya
keberadaan gigi di luar soket, lamanya penyimpanan dan
media yang digunakan. Idealnya replantasi dilakukan sesegera
mungkin. Sebaiknya dipastikan bahwa sel ligament
periodontal tidak mongering, yakni tidak lebih dari 30 menit.
Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan splint.
24
BAB III
PENUTUP
25
DAFTAR ISI
Anwar N, Khan AR, Narayan KA, Ab Manan A Hj. A Six-Year Review Of The Third
Coulthard P., Horner K., Sloan P., And Theaker E. (2003). MASTER DENTRISTRY
Chanda MH, Dan Zahbia ZN. Pengaruh Bentuk Gigi Geligi Terhadap Terjadinya
Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi
2007; 6(2):65-6
Assocation 2009;58(2):20
Ellis E. Soft Tissue And Dentoalveolar Injuries. Dalam: Peterson LJ, Ellis E, Hupp J,
Tucker M. Contemporary Oral And Maxillofacial Surgery. 4 Th Eds. St.Lauis.
Mosby Inc. 2003.
Fragiskos FD. Oral Surgery. In: Fragiskos FD. 2007. Surgical Extraction Of
26
Killey HC. Fractures Of The Middle Third Of The Facial Skeleton, 3 Rd Ed.
Bristol: John Wright & Sons Ltd, 1977
Pell GJ, Gregory BT. 1993. Impacted Mandibular Third Molars; Classification And
Ralph E. Mcdonald, David R. Avery, Jeffrey A. Dean. 2011. Mcdonald And Avery
Dentistry For The Child And Adolescent (Ninth Edition). Missouri : Elsevier
Page 41-46
Siagian, Krista V. (2011). Penatalaksanaan Impaksi Gigi Molar Ketiga Bawah Dengan
Stanley J. Nelson And Major M. Ash. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology, And
27