Studies Opaque Rice Bran Formulations (Rice Bran Addition and Proportion of
White Glutinous Flour: Wheat Flour)
ABSTRAK
Bekatul adalah salah satu produk samping dari pengolahan padi. Bekatul memiliki
kandungan nutrisi tinggi khususnya serat pangan, vitamin B, tokoferol dan oryzanol sebagai
komponen bioaktif. Potensi komponen bioaktif ini mendorong dikembangkannya penggunaan
bekatul sebagai bahan pangan seperti opak. Bahan tambahan opak yang dibutuhkan dapat
dimodifikasi beras ketan dengan tepung ketan putih dan terigu.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua faktor. Faktor pertama penambahan bekatul yang terdiri dari 3 level (5%, 10%, 15%) dan
faktor kedua proporsi tepung ketan putih : terigu yang terdiri dari 2 level (90:10, 85:15) dengan 3
kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Apabila data
tersebut menunjukkan perbedaan nyata, maka menggunakan uji BNT 5%.
Perlakuan terbaik berdasarkan karakteristik fisik dan kimia adalah penambahan bekatul
5% dan proporsi tepung ketan putih : terigu (90:10) dengan kadar air 3,57%, kadar protein
8,15%, kadar serat kasar 1,89%, dan daya patah 2,50 N/m. Secara organoleptik pada
perlakuan penambahan bekatul 5% dan proporsi tepung ketan putih : terigu (90:10) baik warna,
rasa, kerenyahan dan kenampakan disukai oleh panelis.
ABSTRACT
Rice bran is the by-product of rice processing. Rice bran has been found to have high
nutrient content, especially dietary fiber, vitamin B, tokoferol and oryzanol content as bioactive
components. Potential bioactive components is encouraging the development of the use of rice
bran as a food ingredient such as opaque. Additional materials opaque needed can be modified
waxy rice with white glutinous flour and wheat flour.
This experiment was carried using factorial randomized block design with two factors. The
first factor was addition of rice bran consists of 3 levels (5%, 10%, 15%) and the second factor
was proportion of white glutinous flour : wheat flour consisting of 2 levels (90:10, 85:15) with 3
replications. The data obtained were analyzed using analysis of variance. When the data show
significant differences, then using LSD with the real level 5%.
The best treatment based on physical and chemical characteristic was addition of 5% rice
bran and the proportion of white glutinous flour : wheat flour (90:10) with a water content of
3,57%, protein content 8,15%, crude fiber content 1,89%, and 2,50 N/m in fracture test. On
organoleptic test, with the treatment of addition 5% rice bran and the proportion of white
950
Formulasi Opak Bekatul Padi – Listyani, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.950-956, Juli 2015
glutinous flour : wheat flour (90:10) good color, flavor, crispness and appearance preferred by
the panelists.
PENDAHULUAN
Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang mengandung
lebih dari 20% serat pangan dan sebagian besar diantaranya tidak dapat larut. Serat yang
terkandung dalam bekatul terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang termasuk ke dalam serat
tidak larut. Serat yang tidak larut dapat memperlancar saluran pencernaan dan menurunkan
kolesterol dalam darah [1]. Selain itu bekatul memiliki komponen bioaktif seperti tokoferol,
tokotrienal, oryzanol dan pangamid acid [2]. Potensi komponen bioaktif ini mendorong
dikembangkannya penggunaan bekatul sebagai bahan pangan seperti pada pembuatan biskuit,
kue, dan sebagainya [3]. Selain itu bekatul dapat dijadikan bahan pangan seperti opak.
Opak merupakan makanan tradisional terbuat dari beras ketan yang caranya
dipanggang di atas bara api. Beras ketan yang sudah direndam semalaman dimasak hingga
menjadi nasi setelah itu dicampur dengan santan kelapa dan bumbu [4]. Bahan tambahan opak
yang dibutuhkan dapat dimodifikasi seperti beras ketan dengan tepung ketan putih dan terigu.
Pemanfaatan tepung ketan putih dan terigu lebih menguntungkan karena lebih praktis. Untuk
bahan opak dari tepung ketan akan menyebabkan opak rapuh dan mudah hancur karena
tepung ketan memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi dibandingkan dengan amilosanya.
Struktur kimia amilopektin yang bercabang menyebabkan struktur yang terbentuk lebih kuat dan
kandungan amilosa yang rendah pada ketan cenderung menghasilkan produk opak rapuh dan
mudah hancur. Sifat-sifat inilah yang menjelaskan kenapa dipilih ketan sebagai bahan dasar
pembuatan opak [5]. Sebaliknya, untuk bahan opak dari terigu akan menyebabkan tekstur opak
kompak karena memiliki kandungan protein penyusun seimbang yaitu glutenin dan gliadin. Bila
ditambah air, gluten akan membentuk sifat elastisitas yang tinggi [6]. Jika bahan baku tersebut
dapat dikombinasikan dapat mengurangi kerapuhan dan meningkatkan kerenyahan pada opak.
Permasalahan dalam pembuatan opak tersebut adalah belum diketahui penambahan
bekatul dengan proporsi tepung ketan putih dan terigu yang tepat sehingga diperoleh opak
bekatul yang dapat diterima oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penambahan bekatul dan proporsi tepung ketan putih : tepung terigu yang tepat
terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik opak bekatul.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul halus diperoleh dari pabrik
penggilingan padi di Lawean-Probolinggo, tepung ketan putih merk “Rose Brand”, tepung terigu
merk “Segitiga Biru”, gula halus merk “Segitiga Biru”, gula halus merk “Mawar”, margarin merk
“Blue Band”, garam merk “Cap Kapal Api” yang semua diperoleh dari toko Indomaret.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor, pisau stainless steel,
timbangan digital, baskom plastik, pengaduk, toples, cetakan adonan, cawan petri, oven,
timbangan digital, desikator, pendingin balik, erlenmeyer, pipet tetes, karet penghisap, statif dan
penjepit, pipet volume, labu kjeldahl, alat penentu daya patah, lemari asam, beaker glass, dan
labu ukur.
951
Formulasi Opak Bekatul Padi – Listyani, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.950-956, Juli 2015
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor dan 3
kali ulangan. Faktor I adalah proporsi bekatul (5%, 10%, 15%). Faktor II adalah proporsi tepung
ketan putih : terigu (90:10; 85:15) sebanyak 3 kali ulangan sehingga diperoleh 18 satuan
percobaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Apabila data
tersebut menunjukkan perbedaan nyata, maka menggunakan uji BNT 5%. Kemudian dilakukan
penentuan perlakuan terbaik dengan metode De Garmo, selanjutnya menggunakan metode
Friedman Test untuk uji organoleptik.
Tahapan Penelitian
1. Persiapan Bekatul
Bekatul diperoleh dari penggilingan padi dan diusahakan bekatul yang masih baru atau
segar. Setelah itu bekatul diayak dengan ukuran 60 mesh dan dilakukan pengovenan pada
suhu 900C ± 1 jam untuk menghambat kinerja enzim lipase yang terkandung dalam bekatul.
Selanjutnya disangrai ± 5 menit diatas api kecil sambil diaduk-aduk sampai kering tetapi tidak
boleh gosong supaya produk bisa awet lalu didinginkan pada suhu ruang (270C).
2. Persiapan Santan Kelapa
Disiapkan satu buah kelapa yang sudah tua dan masih segar. Dilakukan pengupasan
lalu diambil dagingnya dan dicuci dengan air. Setelah itu diparut dengan mesin pemarut kelapa
dan disaring dengan saringan santan dan diperoleh santannya.
3.Pembuatan Opak
Bahan ditimbang sesuai dengan perlakuan yaitu bekatul (5 %, 10 %, 15 %) dan proporsi
tepung ketan putih : tepung terigu (90:10, 85:15). Gula halus ditimbang sebanyak 14 g. Garam
ditimbang sebanyak 2 g. Setelah itu tepung ketan putih dan tepung terigu dicampur sehingga
diperoleh tepung campuran kemudian bekatul ditambahkan ke dalam tepung campuran,
dicampur sampai homogen. Gula halus, telur dan garam dicampur lalu dilarutkan dalam santan
kelapa. Adonan diaduk sampai homogen. Selanjutnya adonan dimasukkan dalam alat cetakan
opak yang sebelumnya sudah dipanaskan dan diolesi margarin. Adonan dipanggang ± 5 menit.
Selanjutnya opak didinginkan pada suhu ruang (270C) dan ditempatkan pada wadah yang
tertutup rapat.
Prosedur Analisis
1. Analisis Kadar Air [7]
Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram ke dalam botol yang telah diketahui beratnya.
Kemudian keringkan dalam oven pada suhu 100-105 0C selama 3-5 jam tergantung bahan.
Kemudian keringkan dalam desikator dan ditimbang. Panaskan lagi dalam oven 30 menit,
dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai berat konstan (selisih
penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg).
952
Formulasi Opak Bekatul Padi – Listyani, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.950-956, Juli 2015
1. Kadar Protein
Rerata kadar protein opak bekatul berkisar antara 8,15-8,69%. Pengaruh perlakuan
penambahan bekatul dan proporsi tepung ketan putih : terigu terhadap kadar protein opak
bekatul dapat dilihat pada Gambar 1.
Kadar protein opak bekatul meningkat dengan semakin bertambahnya bekatul yang
ditambahkan. Hal ini dikarenakan bekatul mengandung protein yang tinggi sehingga semakin
tinggi penambahan bekatul terhadap produk maka kadar protein produk tersebut semakin
tinggi, seperti yang dikatakan [10] bahwa bekatul merupakan sumber serat makanan yang
mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin. Kandungan protein dalam bekatul dapat
mencapai 12,0 - 15,6% [11].
953
Formulasi Opak Bekatul Padi – Listyani, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.950-956, Juli 2015
Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Penambahan Bekatul dan Proporsi Ketan Putih : Terigu
Terhadap Kadar Protein Opak Bekatul
2. Kadar Air
Rerata kadar air opak bekatul berkisar antara 3,57-5,44%. Pengaruh perlakuan
penambahan bekatul dan proporsi tepung ketan putih : terigu terhadap kadar air opak bekatul
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Penambahan Bekatul dan Proporsi Ketan Putih : Terigu
Terhadap Kadar Air Opak Bekatul
954
Formulasi Opak Bekatul Padi – Listyani, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.950-956, Juli 2015
Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Penambahan Bekatul dan Proporsi Ketan Putih : Terigu
Terhadap Kadar Serat Kasar Opak Bekatul
4. Daya Patah
Rerata daya patah opak bekatul berkisar antara 2,50-3,90 N/m. Pengaruh perlakuan
penambahan bekatul dan proporsi tepung ketan putih : terigu terhadap daya patah opak bekatul
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Penambahan Bekatul dan Proporsi Ketan Putih : Terigu
Terhadap Daya Patah Opak Bekatul
Nilai daya patah opak bekatul meningkat dengan penambahan bekatul yang
ditambahkan. Peningkatan daya patah ini diduga disebabkan karena tingginya kandungan serat
kasar pada bekatul. Serat kasar mempunyai struktur yang kompleks yang mengakibatkan opak
bekatul lebih sulit dipatahkan [12]. Selain itu juga dengan meningkatnya proporsi terigu yang
ditambahkan dapat meningkatkan daya patah karena terigu mengandung protein yang tinggi
dan dengan adanya panas maka protein akan terdenaturasi. Hal ini dijelaskan oleh [13] bahwa
dengan penambahan terigu produk yang dihasilkan mempunyai tekstur yang liat. Kandungan
protein pada terigu sebesar 13% sedangkan tepung ketan putih sebesar 7,81%.
SIMPULAN
Perlakuan terbaik dari parameter fisik-kimia dan organoleptik diperoleh pada perlakuan
penambahan bekatul 5 % dan proporsi tepung ketan : terigu (90 : 10). Perlakuan penambahan
bekatul dan perlakuan proporsi tepung ketan putih : terigu berpengaruh nyata (α = 0,05)
terhadap kadar serat kasar dan daya patah produk opak bekatul. Perlakuan penambahan
bekatul memberikan pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap kadar air dan kadar protein opak
955
Formulasi Opak Bekatul Padi – Listyani, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.950-956, Juli 2015
bekatul. Hasil perlakuan terbaik memiliki nilai kadar protein (8,15%), kadar air (3,57%), kadar
serat kasar (1,89%) dan daya patah (2,50 N/m).
DAFTAR PUSTAKA
1) Rimbawan dan Siagian. 2004. Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu yang
Disubtitusi Parsial dengan Tepung Bekatul. [Skripsi]. IPB. Bogor.
2) Ardiansyah. 2008. Bekatul Untuk Menurunkan Hipertensi dan Hiperlipidemia.
http://www.pusat.informasi.A&D.medical.net. Diakses tanggal 29 Mei 2013.
3) Damayanthi,E., Tjing, L.T. dan Arbianto,L. 2007. Rice Bran. Penebar Swadaya. Jakarta.
4) Ketty. 2008. Opak Ketan. http://opak-ketan.blogspot.com/. Diakses tanggal 29 Mei 2013.
5) Priyanto. 2012. Beras Ketan Dan Sifat Fisika-Kimia.
http://www.alatcetakrengginang.com/2012/02/beras-ketan-sifat-fisika-kimianya.html.
Diakses tanggal 29 Mei 2013.
6) Winarno,F.G. 1989. Gluten dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jilid 6. PT Cipta Adi
Pustaka. Jakarta. hlm.184.
7) Sudarmadji,S., B.Haryono dan Suhari. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogjakarta.
8) Yuwono.S.S, dan Tri Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
9) Waat,B.M., G.L Yimahi, L.e Jeffreyard and L.G Elices. 1989. Basic Sensory Methods for
Food Evaluation. The International Development Research Centre.
10) Damayanthi E, Sofia IR, Madanijah S. 2004. Sifat Fisikokimia dan Daya Terima Tepung
Bekatul Padi Awet Sebagai Sumber Serat Makanan. Jurusan Ilmu Pangan, IPB : Bogor.
11) Ardiansyah. 2008. Bekatul Untuk Menurunkan Hpertensi dan Hiperlipidemia.
http://www.pusat.informasi.A&D.medical.net. Diakses tanggal 29 Mei 2013.
12) Hood,L.M. 1980. Carbohidrates and Health. The AVI Publishing Company inc. Wesport.
Connecticut.
13) Susanto,T. 1998. Makanan untuk Kesehatan. Bina Ilmu. Surabaya.
956