Anda di halaman 1dari 6

BTS Fanfiction Indonesia

ACTION, BTS FF FREELANCE, PG-15, THRILLER, VIGNETTE

[BTS FF Freelance] 00.15 (Vignette)

MAY 4, 2015 | BTSFANFICTIONINDO | 2 COMMENTS

(https://btsfanfictionindonesia.files.wordpress.com/2015/05/truwita.jpg)

Title                 : 00.15

Author             : truwita

Genre              : Action-thiller

Rating             : PG-15

Length             : Vignette

Main Cast(s)    : Jeon Jungkook ; Yoo Anna

Cp                   : zhyagaem06 @ Hospital Art Design


Disclaimer       : Ide dan keseluruhan alur cerita punya author. Jika ada kesamaan apapun,
sungguh itu adalah faktor ketidak sengajaan. Harap saling menghargai dengan tidak
mengcopy-paste tanpa izin, apa lagi memplagiat. Terima kasih, dan selamat membaca

Jungkook datang, tapi bukan untuk pulang.


Ia kembali, untuk membuat Anna pergi.

Waktu menunjukkan pukul 00.15. Di bawah cahaya rembulan, Anna menyusuri jalan
setapak yang sunyi. Sesekali ia merapatkan jaketnya untuk menghalau udara dingin dari
tubuhnya.

Tiba-tiba sebuah peluru melesat di samping tubuhnya. Beruntung, Anna menggunakan


jaket dan pakaian yang cukup tebal, sehingga peluru hanya mampu menggores sedikit
permukaan bahunya.

Anna menoleh ke segala arah. Waspada dengan sebuah belati di tangan kanannya. “Sial.
Aku tak bisa melihat apapun.”

Sebuah pukulan telak hampir saja didapat Anna jika ia tak memiliki reflek yang baik.
Gadis itu menangkis pukulan dengan tangan kiri dan menghunuskan belati ke bagian
perut orang yang hendak memukulnya dengan tangan kanan. Sayang, orang itu sepertinya
sudah memperkirakan serangan tersebut. Dengan mudah ia menghindar dan mengunci
pergerakan Anna dengan mencengkram kedua tangan gadis itu di belakang tubuhnya.

Dari posisinya, Anna bisa mencium aroma mint dan lemon yang menguar dari tubuh
lawan. Sebuah aroma yang cukup familiar. Tapi memori Anna cukup buruk untuk
mengingat siapa pemilik aroma itu.

Anna menghentakkan tumitnya kuat-kuat menginjak kaki orang itu. Membuat


cengkraman di lengannya melonggar dan akhirnya terlepas.

Gadis itu berbalik sambil menghunus belatinya tepat di depan hidung orang yang
menyerangnya. Dari bawah cahaya rembulan yang minim, kedua mata emerald itu
menelisik. Dari postur yang terlihat, dapat dipastikan bahwa orang yang menyerangnya
adalah seorang lelaki.

Anna tak dapat melihat wajahnya. Ia mengenakan pakaian serba hitam dan mengenakan
topi hingga menyembunyikan kedua matanya. Sedangkan bagian hidung sampai dagu
ditutupi oleh masker dengan warna senada.Kedua tangan lelaki itu terlihat kosong.
Namun Anna tak mau membayangkan benda apa saja yang terdapat di balik pakaiannya.
Saat ini Anna hanya memiliki sebilah belati dan sebuah revolver di balik pakaiannya.
Meski begitu, Anna benar-benar payah menggunakan revolver, ia hanya bisa
mengandalkan belati di tangannya. Dan ia sama sekali belum bisa memprediksi
kemampuan lawan. Sejauh ini, ia hanya tahu bahwa lawannya itu cukup gesit ketika
bergerak.

“Apa maumu?”

“Nyawamu.”

Jawaban spontan itu membuat Anna terkejut. Tetapi ia tak punya banyak waktu untuk
sekedar memikirkan maksud dari perkataan lawannya. Karena lelaki itu sudah kembali
menyerang.

Dua menit pertama, keduanya saling menyerang dan menangkis. Anna cukup mahir
dalam mengimbangi kemampuan lawan. Akan tetapi Anna tak bisa terus-terusan
mengimbanginya. Serangan demi serangan yang dilancarkan lawan sangatlah cepat.
Membuatnya juga cepat kelelahan. Dan jika dibiarkan seperti itu, Anna akan kehabisan
tenaga untuk balas menyerang atau sekedar melarikan diri.

Secara kebetulan, akhirnya pukulan Anna mampu mengenai dada lelaki itu. Membuatnya
terhuyung mundur beberapa langkah. Kesempatan itu digunakan Anna untuk melompat,
lalu memotong tali masker dan mengambil topi yang dikenakan lawannya. Membuat
penutup wajah itu terjatuh ke tanah dan memperlihatkan seutuhnya wajah lawan.

Anna terengah. Butiran keringat nampak di pelipisnya. Anna masih mengatur


pernafasannya saat suara kekehan terdengar.

“Kemampuanmu berkembang sangat cepat. Berapa lama kita tak bertemu?”

Suara itu… Anna mendongak dan mendapati sosok wajah yang selalu berada dalam
pikirannya. Wajah itu terlihat lebih dewasa dari sebelumnya. Dengan garis rahang yang
tegas dan tulang pipi yang sedikit menonjol. Tapi bukan perubahan itu yang membuat
Anna terkejut. Melainkan tatapan sepasang netra yang dingin. Sebuah tatapan asing
baginya.

“Kau…”

“Terkejut, sayang?”

“Kau bukan Jeon Jungkook.” Tanpa sadar, Anna menyuarakan isi pikirannya. Gadis itu
sedang berusaha menepis kemungkinan bahwa di hadapannya memang benar Jeon
Jungkook. Jeon Jungkook-nya yang amat ia cintai.

Lelaki itu kembali terkekeh. “Kau terlalu naif, Anna,” ujar Jungkook. “Lihatlah. Buka
matamu lebar-lebar. Ini aku. Jeon Jungkook, yang pernah kautangisi.”
“Tidak! Bukan. Kau bukan Jeon Jungkook yang kukenal. Berhenti membual, sialan!” Anna
tetap bersikeras menolak kenyataan. Bahkan, disaat hatinya membenarkan sekalipun.

Setetes air mata jatuh dari mata kanannya. “Jungkook tidak pernah menatapku sedingin
itu!”

Jungkook tertawa. “Aku memang bukan Jungkook yang dulu kau kenal, sayang. Jungkook
yang itu sudah mati.”

Anna menggeleng kuat. “Apa yang kauinginkan dariku?!”

“Aku rasa, sudah kukatakan tadi. Bahwa aku, menginginkan nyawamu.”

Kedua mata emerald Anna membelalak sempurna. “Kenapa?”

Jungkook menunjuk wajah Anna dengan ekspresi yang dibuat-buat. “Karena aku, benci
melihat kaumenangis.”

Seiring kalimat itu terucap, tubuh Anna ambruk ke tanah. Kepalanya tertunduk
menyembunyikan air mata.

Wajah Jungkook berubah sendu, kali ini terjadi secara spontan tanpa dibuat-buat. Namun
tak berapa lama wajah kembali mengeras. Saat kilasan kejadian tempo hari teringat
kembali.

“Kau terlalu sombong, anak muda.”

“Tunggu sampai aku mendapatkannya. Gadis itu… aku tahu. Tumit Archilles-mu.”

“AKU TIDAK MEMILIKI KELEMAHAN!” Jungkook berteriak dengan mata berkilat marah.
Kedua kakinya berlari ke tempat Anna yang kini terduduk sambil menangis. Di tangan
kirinya Jungkook sudah siaga dengan sebilah pisau bermata dua. Tepat sebelum Jungkok
berhasil menghunus pisaunya di tubuh Anna, seseorang menarik tubuh gadis itu, sehingga
Junggkook hanya menghunus udara kosong.

“Kau sudah gila!”

“Wah, Park Jimin. lama tak jumpa.” Dengan menahan kesal, Jungkook menyapa seseorang
yang baru merusak kegiatannya.

“Apa yang kaulakukan?! Membunuh sahabatmu sendiri? Kau benar-benar sinting!” Tanpa
menghiraukan sapaan Jungkook, Jimin berteriak penuh emosi.

“Lebih tepatnya membunuh wanita yang kaucintai dan wanita yang mencintaiku,
mungkin?”

“Keparat!” Jimin hendak menyerang. Kedua tangannya terkepal kuat di sisi tubuh, tetapi
Anna tak membiarkan hal itu terjadi, sebisa mungkin Anna menarik lengan Jimin untuk
tetap berdiri di sampingnya.
“Tidak, Jimin. Ini urusanku.”

“Anna, kau—” Jimin tak lagi melanjutkan ucapannya saat menangkap kesungguhan di
mata emerald itu. Tak ada yang bisa ia lakukan untuk menolak keinginan Anna. Tidak
sama sekali.

“Dia hampir membunuhmu.” Jimin berupaya mengingatkan sahabatnya itu.

“Menyingkirlah,” titah Anna yang membuat Jimin terkejut.

“Ya, Anna benar. Menyingkirlah Park Jimin. Jangan halangi pekerjaanku, biarkan aku
membunuhnya dengan cepat.”

“Diam kau!”

Anna mendekat ke arah Jungkook dengan langkah terseok. Air mata di pipinya sudah
mengering. Sepasang netra itu sudah lelah mengeluarkan air mata.

“Apa dengan membunuhku membuatmu puas, Jeon Jungkook?” Anna bertanya ketika
jarak keduanya hanya terpaut setengah meter. Matanya bergerak perlahan mengamati
setiap senti wajah lelaki yang sangat ia rindukan.

“Tentu saja!” Jungkook menjawab tegas. “Dengan membunuhmu akan membuktikan pada
tua bangka itu, bahwa dia salah. Aku tidak memiliki kelemahan apapun.” Lanjutnya dalam
hati.

“Bukankah jika aku membunuhmu akan membuatmu senang, Anna? Kau tidak harus
menangis lagi karenaku bukan? Lagi pula, aku benci ditangisi. Asal kau tahu!”

“Ya, kau benar,” balas Anna. Gadis itu menatap manik Jungkook lekat-lekat. Senyum
terukir di bibir tipisnya. Kedua tangannya terulur menggapai wajah Jungkook. Namun
sebelum hal itu terjadi, Jungkok lebih dulu menghunus pisaunya tepat di jantung Anna.
“Akh.”

“ANNA!” Jimin memekik dan hendak mendekat.

“Te-tap di sana, Jimin,” Intruksi Anna.

Jungkook tersenyum miring dan dicabutnya pisau itu dengan kasar. Anna menyernyit,
menahan sakit. Tetapi senyum di bibirnya tetap ia pertahankan.

“Bagaimana rasanya? Apa sakit?”

“Lebih sakit melihatmu seperti ini.”

JLEB.
Jungkook kembali menghunus pisau, kali ini di bagian perut Anna. Darah yang mengucur
semakin banyak. Bahkan kali ini Anna sempat terbatuk beberapa kali dan memuntahkan
darah. Rasa sakit sudah tak dapat terelakkan lagi. Akan tetapi, luka di hatinya jauh lebih
menyakitkan dari luka tusukan manapun. Sebelum tubuhnya ambruk dan tak sadarkan
diri, Anna menyentuh kedua sisi wajah Jungkook dengan tangan yang bersimbah darah.

“Meski a-aku tak tahu apa yang sedang kaurencanakan dengan membunuhku, kau hanya
perlu tahu satu hal.” Anna tersenyum lebar, sampai kedua matanya membentuk sebuah
garis tipis. “Jeon Jungkook, apapun yang terjadi padamu, segelap apapun jalan yang kau
tem-puh, uhuk.”

“Aku percaya padamu.”

-FIN-

a/n : ini apa yaa? Maaf kalo absurd, bahasa berantakan dan alur ga jelas. Haha
makasih buat yang udah baca sampe beres juga buat admin yang udah publish ini.
apalagi yang mau review, hehe
udah ah kebanyakan bacot kan nanti, -salam cintaaah, tata :*

JUNGKOOK OC

2 thoughts on “[BTS FF Freelance] 00.15 (Vignette)”

1. tiarachikmamu says:
MAY 5, 2015 AT 6:27 AM
Huaaah Annanya kesiaaan:( tapi keren dia bilang gitu ke si Jungkooknya><

Like
Like

2. zhiel99 says:
MAY 4, 2015 AT 11:43 PM
heol… jungkook mbunuh anna cuma gara2 terpengaruh dua ofang tua ya? kok kejem?
terus nasib jimin gimana?

Like
Like

Anda mungkin juga menyukai