PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mungkin hal yang paling dikenal dari model desain pembelajaran adalah
menulis tujuan performansi, atau yang paling umum disebut dengan tujuan beha-
vioral. Sejak penerbitan bukunya yang membahas tentang tujuan di tahun 1962,
Robert Mager telah memberikan pengaruh pada keseluruhan komunitas pem-
belajaran melalui perhatiannya mengenai kebutuhan yang jelas, pernyataan yang
tepat, mengenai hal apa yang harus bisa dilakukan pebelajar setelah menye-
lesaikan pembelajaran. Istilah tujuan behavioral menjadi akrab di telinga para
pembelajar di tahun 1960an.
Sepanjang masa itu, workshop-workshop diselenggarakan bagi pem-
belajar sekolah umum di semua belahan Negara. Ribuan pembelajar dilatih untuk
menulis tujuan behavioral agar menjadi akuntabel dalam pengajaran mereka.
Namun, dua kesulitan utama muncul ketika proses mendefinisikan tujuan tidak
dimasukkan sebagai komponen integral dari keseluruhan desain model pem-
belajaran.
Kesulitan pertama, tanpa model terkait sulit bagi pembelajar untuk
menentukan bagaimana memperoleh tujuan. Walaupun pembelajar mampu
menguasai mekanika menulis sebuah tujuan, namun tidak ada dasar konseptual
yang menjadi pedoman bagi penentuan tujuan. Hasilnya, banyak pembelajar
kembali pada daftar isi dalam buku teks untuk mengidentifikasi pokok bahasan
sehingga mereka baru dapat menulis tujuan studi yang bersangkutan.
Hambatan kedua yang mungkin lebih mendapat perhatian adalah apa
yang dilakukan dengan tujuan setelah tujuan telah ditulis. Banyak pembelajar
secara gampang saja diberitahu untuk memasukkan tujuan ke dalam pengajaran
agar menjadi pembelajar yang lebih baik. Pada kenyataanya, banyak tujuan yang
ditulis dan dimasukkan begitu saja ke dalam laci, dan tidak pernah memberi
pengaruh terhadap proses pembelajaran.
Para peneliti telah menginvestigasi apakah menggunakan tujuan mem-
berikan perbedaan pada hasil belajar. Di hampir semua studi pembelajaran,
pertanyaan ini telah diberikan dalam konteks setting operasional pembelajaran.
Pada sebuah eksperimen tertentu, satu kelompok pebelajar menerima tahapan
pembelajaran yang diminta oleh pernyataan mengenai apa hal yang seharusnya
mereka mampu lakukan setelah mereka menyelesaikan pembelajaran. Sebuah
kelompok kontrol menerima materi pembelajaran yang sama, namun tanpa per-
nyataan akan tujuan pembelajaran. Hasil dari penelitian ini terkesan ambigu.
Beberapa studi telah menunjukkan perbedaan signifikan dalam belajar pada
pebelajar yang menerima pernyataan tujuan; sementara studi yang lain
menunjukkan tidak ada perbedaan. Kesimpulannya, setelah menganalisis
penelitian-penelitian tersebut, menemukan bahwa memang ada sedikit indikasi,
namun menguntungkan secara signifikan bagi pebelajar yang diberitahu tujuan
dari pembelajaran mereka.
Walaupun penelitian-penelitian ini menarik, namun tidak menjawab
pentingnya tujuan di dalam pendesainan sebuah pembelajaran. Tujuan menjadi
pedoman bagi desainer dalam memilih isi dan mengembangkan strategi
pembelajaran serta proses penilaian. Tujuan sangat penting bagi desain
pembelajaran, tidak peduli apakah mereka disampaikan kepada pebelajar selama
pembelajaran berlangsung.
Pernyataan mengenai apa yang seharusnya mampu dilakukan pebelajar
ketika mereka selesai belajar, berguna tidak hanya bagi desainer tetapi juga bagi
pebelajar, pembelajar, supervisor kurikulum, dan bagian administrasi. Jika tujuan
dari sebuah unit atau pengarahan disediakan untuk pebelajar, maka mereka akan
memiliki garis besar yang jelas mengenai apa yang dipebelajari selama KBM dan
nanti saat diujikan. Sedikit pebelajar yang sepertinya akan ketinggalan materi
dalam waktu lama, dan lebih banyak pebelajar yang akan menguasai materi ketika
mereka tahu materi apa yang seharusnya dipebelajari. Menginformasikan kepada
pebelajar tujuan pembelajaran dari desain pembelajaran, kongruen dengan kondisi
pembelajaran terkini yang berpusat-pada pebelajar. Pengetahuan akan hasil yang
diinginkan membantu pebelajar menghubungkan pengetahuan dan keterampilan
baru mereka terhadap pengetahuan dan pengalaman mereka saat ini.
Manfaat dari penggunaan tujuan pembelajaran semakin meningkat.
Sebagai contoh, para pengamat dapat mengkritik hal-hal yang kelihatannya meru-
pakan tujuan sepele di dalam beberapa materi pembelajaran. Namun, ingat bahwa
tujuan-tujuan tersebut biasanya tidak dibuat berdasarkan analisis pembelajaran
yang dilakukan dengan hati-hati dalam mengilustrasikan hubungan dari tiap kete-
rampilan baru dengan keterampilan yang telah diperoleh. Dengan kata lain,
banyak pembelajar mengakui bahwa menulis tujuan pembelajaran di beberapa
bidang seperti ilmu manusia dan ilmu hubungan interpersonal lebih sulit daripada
disiplin ilmu lainnya. Bagaimanapun juga, karena pembelajar mata pelajaran ini
biasanya diwajibkan untuk menilai progress para pebelajar dan menyampaikan
tingkat penerimaan pebelajar (contohnya lewat ranking dan evaluasi personal).
Pengembangan tujuan mendukung kinerja pembelajar dalam disiplin-disiplin ilmu
dengan mengarahkan mereka untuk melakukan tugas-tugas anatara lain sebagai
berikut: (1) menetapkan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang akan mereka
ajarkan, (2) menentukan strategi pembelajaran, dan (3) membuat kriteria evaluasi
kinerja pebelajar ketika KBM selesai.
Walaupun beberapa pembelajar mungkin melihat tujuan pembelajaran
sebagai pengganggu suasana diskusi kelas yang mengalir bebas, namun
sebenarnya tujuan pembelajaran berfungsi sebagai pengendali relevansi diskusi
materi itu sendiri. Tujuan pembelajaran juga dapat menambah akurasi komunikasi
diantara pembelajar yang perlu mengatur arah pengajaran mereka. Pernyataan
menjelaskan apa yang harus pebelajar mampu lakukan ketika mereka
menyelesaikan pembelajarannya, menyediakan deskripsi yang jelas mengenai apa
yang harus dikuasai, sehingga membantu mencegah adanya gap pembelajaran
ataupun duplikasi. Tujuan juga dapat memberi indikasi kepada orang tua atau
supervisor mengenai apa yang sedang diajarkan kepada pebelajar atau karyawan.
Tujuan umum pembelajaran, di mana sering digunakan untuk tujuan,
kedengarannya memang menarik dan menantang, tetapi jarang menunjukkan hal
apa yang pebelajar akan tahu atau yang pebelajar mampu lakukan setelah
pembelajaran selesai.
Cara yang baik untuk mengevaluasi kelayakan kejelasan dan tujuan yang
telah ditulis adalah untuk membangun sebuah item tes yang akan digunakan untuk
mengukur peserta didik dalam pencapaian tugas. Anda dapat bertanya-tanya
mengapa pengembangan pengujian malah muncul di bagian ini dalam proses
desain pendidikan, bukan di bagian setelah pendidikan telah dikembangkan.
Alasan utamanya adlaah item-item pengujian harus mewakili secara satu-satu
dengan objektif performa. Performa yang ditetapkan di dalam objektif harus
sebanding dengan performa yag ditetapkan di dalam item pengujian atau tugas
performa. Dengan kata lain, karakter dari item pengujian yang akan diberikan
kepada pelajar berperan sebagai kunci dalam pengembangan strategi pendidikan.
Di bab ini kami mendiskusikan bagaimana desainer membangun tipe
tertetnu dalam instrument penilaian. Kami menggunakan sebutan penilaian
(assessment) karena “pengujian” sering berarti adanya kertas-dan pensil, ujian
pilihan ganda. Assessment digunakan sebagai istilah yang lebih luas yang
mencakup semua jenis aktivitas yang dapat dignakan untuk mewajibkan pelajar
mendemonstrasikan apakah mereka telah menguasai pengetahuan baru. Pada
bagian ini, di dalam proses desain, merupakan hal yang perlu untuk menyusun
sampel penilaian untuk setiap objektif.
B. Rumusan Makalah
Dari latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus?
2. Bagaimanakah cara mengembangkan instrumen penilaian?
2. Fungsi Tujuan
Objective (Tujuan) melayani berbagai tujuan, bukan hanya sebagai per-
nyataan dari item tes dan tugas berasal. Tujuan memiliki fungsi yang sangat
berbeda untuk desainer, pembelajar dan pebelajar dan penting untuk menjaga
perbedaan ini dalam pikiran. Untuk desainer, tujuan merupakan bagian integral
dari proses desain, keterampilan dalam analisis pembelajaran yang diterjemahkan
ke dalam deskripsi lengkap tentang apa yang pebelajar akan mampu lakukan
setelah menyelesaikan pembelajaran. Tujuan berfungsi sebagai dokumentasi
masukan untuk desainer atau spesialis konstruksi saat mereka mempersiapkan tes
dan strategi pembelajaran. Adalah penting bahwa desainer memiliki sedetail
mungkin untuk kegiatan.
Setelah pembelajaran tersebut telah disiapkan untuk penggunaan umum,
tujuan digunakan untuk berkomunikasi dengan baik anatara pembelajar dan
pebelajar apa yang dapat dipelajari dari bahan. Untuk mencapai hal ini, kadang-
kadang diinginkan baik memperpendek atau merumuskan kembali tujuan untuk
mengekspresikan ide-ide yang jelas untuk pebelajar berdasarkan pengetahuan
mereka tentang konten. Desainer harus menyadari pergeseran dalam penggunaan
tujuan dan mencerminkan perbedaan ini dalam materi yang mereka buat.
Mempertimbangkan bagaimana daftar tujuan yang lengkap dibuat selama
proses desain dapat dimodifikasi untuk dimasukkan dalam bahan ajar. Bagaimana
tujuan-tujuan dimodifikasi berbeda dari yang digunakan oleh desainer? Pertama,
disertakan beberapa tujuan untuk keterampilan bawahan digunakan selama
pengembangan bahan. Umumnya hanya tujuan utama yang disediakan dalam
silabus, pengenalan buku teks, atau halaman web utama. Kedua, tujuan kata-kata
yang muncul dalam bahan tersebut diubah. Kondisi dan kriteria yang sering
diabaikan untuk fokus perhatian pebelajar pada keterampilan khusus yang harus
dipelajari, sehingga komunikasi yang lebih baik dari informasi ini. Akhirnya,
pebelajar lebih mungkin untuk mengikuti tiga sampai lima tujuan utama daripada
daftar panjang sub tujuan.
3. Komponen Tujuan
Jika sudah ada tujuan-tujuan bagi pembelajaran, keterampilan bawahan
(subordinal skill) dan perilaku awal (entry skill), bagaimana merumuskan tujuan
itu? Karya Mager menjadi pedoman bagi penyusunan tujuan pembelajaran. Model
tersebut merupakan pernyataan yang meliputi tiga komponen utama, yaitu :
kemampuan yang diukur, kondisi yang menjadi syarat, dan kriteria penilaian.
Pernyataan-pernyataan berikut berisikan semua tiga komponen dari sebuah tujuan.
Kondisi Tindakan
Berikan istilah, menulis definisi.
Berikan definisi, nama istilah.
Berikan istilah dan seperangkat
definisi alternatif, memilih definisi yang paling tepat.
Berikan ilustrasi dari konsep, nama dan konsep yang
diilustrasikan.
Berikan istilah, daftar karakteristik fisik yang unik.
Berikan istilah, daftar fungsi atau peranannya.
3. Mendesain Tes
Pertimbangan pertama adalah menyesuaikan bidang pelajaran dengan
item atau tipe tugas penilaian.Verbal information biasanya di tes dengan objectif
tes.Tes bentuk objektif meliputi format seperti jawaban singkat, jawaban
alternatif, mencocokkan, dan pilihan ganda.
Objektif untuk intelektual skill lebih kompleks dan biasanya
menggunakan model objektif, kreasi produk atau pertunjukan langsung.
Penilaian untuk ranah afektif juga kompleks. Biasanya tidak ada cara
langsung untuk mengukur tingkah laku seseorang. Penilaian di ranah ini biadanya
dilakukan dengan observasi.
Penilaian ranah psikomotor biasanya dilakukan dengan
mendemonstrasikan tugas.Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan
dengan baik oleh pebelajar, guru membuat check-list atau rating-scale.
Dick & Carey. 2009. The Systematic Design of Instruction 7th Edition. New
York: Pearson