Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mungkin hal yang paling dikenal dari model desain pembelajaran adalah
menulis tujuan performansi, atau yang paling umum disebut dengan tujuan beha-
vioral. Sejak penerbitan bukunya yang membahas tentang tujuan di tahun 1962,
Robert Mager telah memberikan pengaruh pada keseluruhan komunitas pem-
belajaran melalui perhatiannya mengenai kebutuhan yang jelas, pernyataan yang
tepat, mengenai hal apa yang harus bisa dilakukan pebelajar setelah menye-
lesaikan pembelajaran. Istilah tujuan behavioral menjadi akrab di telinga para
pembelajar di tahun 1960an.
Sepanjang masa itu, workshop-workshop diselenggarakan bagi pem-
belajar sekolah umum di semua belahan Negara. Ribuan pembelajar dilatih untuk
menulis tujuan behavioral agar menjadi akuntabel dalam pengajaran mereka.
Namun, dua kesulitan utama muncul ketika proses mendefinisikan tujuan tidak
dimasukkan sebagai komponen integral dari keseluruhan desain model pem-
belajaran.
Kesulitan pertama, tanpa model terkait sulit bagi pembelajar untuk
menentukan bagaimana memperoleh tujuan. Walaupun pembelajar mampu
menguasai mekanika menulis sebuah tujuan, namun tidak ada dasar konseptual
yang menjadi pedoman bagi penentuan tujuan. Hasilnya, banyak pembelajar
kembali pada daftar isi dalam buku teks untuk mengidentifikasi pokok bahasan
sehingga mereka baru dapat menulis tujuan studi yang bersangkutan.
Hambatan kedua yang mungkin lebih mendapat perhatian adalah apa
yang dilakukan dengan tujuan setelah tujuan telah ditulis. Banyak pembelajar
secara gampang saja diberitahu untuk memasukkan tujuan ke dalam pengajaran
agar menjadi pembelajar yang lebih baik. Pada kenyataanya, banyak tujuan yang
ditulis dan dimasukkan begitu saja ke dalam laci, dan tidak pernah memberi
pengaruh terhadap proses pembelajaran.
Para peneliti telah menginvestigasi apakah menggunakan tujuan mem-
berikan perbedaan pada hasil belajar. Di hampir semua studi pembelajaran,
pertanyaan ini telah diberikan dalam konteks setting operasional pembelajaran.
Pada sebuah eksperimen tertentu, satu kelompok pebelajar menerima tahapan
pembelajaran yang diminta oleh pernyataan mengenai apa hal yang seharusnya
mereka mampu lakukan setelah mereka menyelesaikan pembelajaran. Sebuah
kelompok kontrol menerima materi pembelajaran yang sama, namun tanpa per-
nyataan akan tujuan pembelajaran. Hasil dari penelitian ini terkesan ambigu.
Beberapa studi telah menunjukkan perbedaan signifikan dalam belajar pada
pebelajar yang menerima pernyataan tujuan; sementara studi yang lain
menunjukkan tidak ada perbedaan. Kesimpulannya, setelah menganalisis
penelitian-penelitian tersebut, menemukan bahwa memang ada sedikit indikasi,
namun menguntungkan secara signifikan bagi pebelajar yang diberitahu tujuan
dari pembelajaran mereka.
Walaupun penelitian-penelitian ini menarik, namun tidak menjawab
pentingnya tujuan di dalam pendesainan sebuah pembelajaran. Tujuan menjadi
pedoman bagi desainer dalam memilih isi dan mengembangkan strategi
pembelajaran serta proses penilaian. Tujuan sangat penting bagi desain
pembelajaran, tidak peduli apakah mereka disampaikan kepada pebelajar selama
pembelajaran berlangsung.
Pernyataan mengenai apa yang seharusnya mampu dilakukan pebelajar
ketika mereka selesai belajar, berguna tidak hanya bagi desainer tetapi juga bagi
pebelajar, pembelajar, supervisor kurikulum, dan bagian administrasi. Jika tujuan
dari sebuah unit atau pengarahan disediakan untuk pebelajar, maka mereka akan
memiliki garis besar yang jelas mengenai apa yang dipebelajari selama KBM dan
nanti saat diujikan. Sedikit pebelajar yang sepertinya akan ketinggalan materi
dalam waktu lama, dan lebih banyak pebelajar yang akan menguasai materi ketika
mereka tahu materi apa yang seharusnya dipebelajari. Menginformasikan kepada
pebelajar tujuan pembelajaran dari desain pembelajaran, kongruen dengan kondisi
pembelajaran terkini yang berpusat-pada pebelajar. Pengetahuan akan hasil yang
diinginkan membantu pebelajar menghubungkan pengetahuan dan keterampilan
baru mereka terhadap pengetahuan dan pengalaman mereka saat ini.
Manfaat dari penggunaan tujuan pembelajaran semakin meningkat.
Sebagai contoh, para pengamat dapat mengkritik hal-hal yang kelihatannya meru-
pakan tujuan sepele di dalam beberapa materi pembelajaran. Namun, ingat bahwa
tujuan-tujuan tersebut biasanya tidak dibuat berdasarkan analisis pembelajaran
yang dilakukan dengan hati-hati dalam mengilustrasikan hubungan dari tiap kete-
rampilan baru dengan keterampilan yang telah diperoleh. Dengan kata lain,
banyak pembelajar mengakui bahwa menulis tujuan pembelajaran di beberapa
bidang seperti ilmu manusia dan ilmu hubungan interpersonal lebih sulit daripada
disiplin ilmu lainnya. Bagaimanapun juga, karena pembelajar mata pelajaran ini
biasanya diwajibkan untuk menilai progress para pebelajar dan menyampaikan
tingkat penerimaan pebelajar (contohnya lewat ranking dan evaluasi personal).
Pengembangan tujuan mendukung kinerja pembelajar dalam disiplin-disiplin ilmu
dengan mengarahkan mereka untuk melakukan tugas-tugas anatara lain sebagai
berikut: (1) menetapkan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang akan mereka
ajarkan, (2) menentukan strategi pembelajaran, dan (3) membuat kriteria evaluasi
kinerja pebelajar ketika KBM selesai.
Walaupun beberapa pembelajar mungkin melihat tujuan pembelajaran
sebagai pengganggu suasana diskusi kelas yang mengalir bebas, namun
sebenarnya tujuan pembelajaran berfungsi sebagai pengendali relevansi diskusi
materi itu sendiri. Tujuan pembelajaran juga dapat menambah akurasi komunikasi
diantara pembelajar yang perlu mengatur arah pengajaran mereka. Pernyataan
menjelaskan apa yang harus pebelajar mampu lakukan ketika mereka
menyelesaikan pembelajarannya, menyediakan deskripsi yang jelas mengenai apa
yang harus dikuasai, sehingga membantu mencegah adanya gap pembelajaran
ataupun duplikasi. Tujuan juga dapat memberi indikasi kepada orang tua atau
supervisor mengenai apa yang sedang diajarkan kepada pebelajar atau karyawan.
Tujuan umum pembelajaran, di mana sering digunakan untuk tujuan,
kedengarannya memang menarik dan menantang, tetapi jarang menunjukkan hal
apa yang pebelajar akan tahu atau yang pebelajar mampu lakukan setelah
pembelajaran selesai.
Cara yang baik untuk mengevaluasi kelayakan kejelasan dan tujuan yang
telah ditulis adalah untuk membangun sebuah item tes yang akan digunakan untuk
mengukur peserta didik dalam pencapaian tugas. Anda dapat bertanya-tanya
mengapa pengembangan pengujian malah muncul di bagian ini dalam proses
desain pendidikan, bukan di bagian setelah pendidikan telah dikembangkan.
Alasan utamanya adlaah item-item pengujian harus mewakili secara satu-satu
dengan objektif performa. Performa yang ditetapkan di dalam objektif harus
sebanding dengan performa yag ditetapkan di dalam item pengujian atau tugas
performa. Dengan kata lain, karakter dari item pengujian yang akan diberikan
kepada pelajar berperan sebagai kunci dalam pengembangan strategi pendidikan.
Di bab ini kami mendiskusikan bagaimana desainer membangun tipe
tertetnu dalam instrument penilaian. Kami menggunakan sebutan penilaian
(assessment) karena “pengujian” sering berarti adanya kertas-dan pensil, ujian
pilihan ganda. Assessment digunakan sebagai istilah yang lebih luas yang
mencakup semua jenis aktivitas yang dapat dignakan untuk mewajibkan pelajar
mendemonstrasikan apakah mereka telah menguasai pengetahuan baru. Pada
bagian ini, di dalam proses desain, merupakan hal yang perlu untuk menyusun
sampel penilaian untuk setiap objektif.

B. Rumusan Makalah
Dari latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus?
2. Bagaimanakah cara mengembangkan instrumen penilaian?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Dari rumusan masalah yang sudah dijelaskan sebelumnya maka dapat
dirumuskan tujuan penulisan makalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus?
2. Bagaimanakah cara mengembangkan instrumen penilaian ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DALAM MENULIS TUJUAN KINERJA


1. Tujuan Performansi
Konsep terpenting dalam bab ini adalah tujuan unjuk kerja. Sebuah
tujuan unjuk kerja adalah sebuah deskripsi mendetail mengenai apa yang akan
mampu dilakukan pebelajar ketika mereka menyelesaikan sebuah bagian
pembelajaran. Pertama, haruslah ditentukan dahulu mengenai empat istilah yang
selalu digunakan sebagai sinonim ketika mendeskripsikan unjuk kerja para
pebelajar. Mager (1997) pertama menggunakan istilah behavioral objective me-
nekankan istilah tersebut pada pernyataan yang menggambarkan apa pebelajar
akan mampu lakukan. Beberapa pembelajar sangat keberatan dengan pandangan
ini. Sementara yang lain menerima dan cenderung menyebutnya dalam istilah
behavioral. Sementara anda mungkin akan menemukan istilah-istilah dalam buku-
buku literatur yakni performance objective, learning objective dan instructional
objective. Ketika anda mengamati ini anda dapat mengasumsikan bahwa terdapat
persamaan makna dengan behavioral objective. Anda sebaiknya tidak salah
mengartikan bahwa sebuah instructional objective menjelaskan hal apa yang akan
dilakukan pembelajar. Sebaliknya, instructional objective menjelaskan jenis-jenis
pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang akan dipelajari pebelajar.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya tujuan instruksional men-
deskripsikan mengenai apa yang akan dapat dilakukan oleh pebelajar ketika
mereka menyelesaikan materi pembelajaran. Hal ini mendeskripsikan situasi
nyata, situasi belajar diluar, dimana pebelajar akan menggunakan keterampilan
dan pengetahuan tersebut. Ketika tujuan intruksional umum di ubah dalam Tujuan
Kinerja disebut sebagai terminal objective. Terminal objektive mendeskripsikan
secara jelas apa yang dapat dilakukan oleh pebelajar ketika pebelajar menye-
lesaikan satu unit pembelajaran. Konteks untuk melakukan terminal objective
tercipta dalam situasi belajar, bukan dunia nyata. Demikian pula, keterampilan
yang didapat melalui analisis langkah-langkah dalam suatu tujuan disebut
subotdinate skills.
Performance objective diperoleh dari keterampilan dalam analisis
instruksional. Satu atau lebih tujuan harus ditulis untuk setiap keterampilan yang
teridentifikasi di dalam analisis instruksional. Terkadang, hal ini terdiri dari
penulisan tujuan-tujuan untuk keterampilan-keterampilan yang diidentifikasikan
sebagai keterampilan awal (entry skills). Mengapa tujuan-tujuan sebaiknya ditulis
sebagai keterampilan masukan jika mereka tidak termasuk dalam pembelajaran?
Yang paling penting mengapa perlu ada keterampilan awal bahwa tujuan itu
merupakan dasar dalam menyusun butir-butir soal, butir-butir soal tersebut untuk
mengetahui apakah para pebelajar memiliki keterampilan awal yang anda
asumsikan. Disamping itu, tujuan tersebut akan berguna bagi si desainer apabila
ditentukan kebutuhan untuk mengembangkan pembelajaran untuk keterampilan
masukan yang diasumsikan sebelumnya yang tidak benar-benar diproses oleh
sasaran populasi.
Tabel 6.1 berisi ringkasan tentang bagaimana tujuan kinerja berasal. Tabel
ini merupakan langkah-langkah dalam proses ID untuk hasil dan jenis yang terkait
tujuan.
Langkah Proses ID Hasil dari Langkah-Langkah Nama Tujuan
Identifikasi tujuan Tujuan pembelajaran atau tujuan Tujuan terminal
atau tujuan
Analisis tujuan Langkah-langkah utama dan atau Tujuan subordinat
kelompok informasi yang
diperlukan untuk menguasai tujuan
Analisis keterampilan Sub keterampilan Tujuan subordinat
subordinat
Analisis keterampilan Keterampilan masukan Tujuan subordinat
subordinat

2. Fungsi Tujuan
Objective (Tujuan) melayani berbagai tujuan, bukan hanya sebagai per-
nyataan dari item tes dan tugas berasal. Tujuan memiliki fungsi yang sangat
berbeda untuk desainer, pembelajar dan pebelajar dan penting untuk menjaga
perbedaan ini dalam pikiran. Untuk desainer, tujuan merupakan bagian integral
dari proses desain, keterampilan dalam analisis pembelajaran yang diterjemahkan
ke dalam deskripsi lengkap tentang apa yang pebelajar akan mampu lakukan
setelah menyelesaikan pembelajaran. Tujuan berfungsi sebagai dokumentasi
masukan untuk desainer atau spesialis konstruksi saat mereka mempersiapkan tes
dan strategi pembelajaran. Adalah penting bahwa desainer memiliki sedetail
mungkin untuk kegiatan.
Setelah pembelajaran tersebut telah disiapkan untuk penggunaan umum,
tujuan digunakan untuk berkomunikasi dengan baik anatara pembelajar dan
pebelajar apa yang dapat dipelajari dari bahan. Untuk mencapai hal ini, kadang-
kadang diinginkan baik memperpendek atau merumuskan kembali tujuan untuk
mengekspresikan ide-ide yang jelas untuk pebelajar berdasarkan pengetahuan
mereka tentang konten. Desainer harus menyadari pergeseran dalam penggunaan
tujuan dan mencerminkan perbedaan ini dalam materi yang mereka buat.
Mempertimbangkan bagaimana daftar tujuan yang lengkap dibuat selama
proses desain dapat dimodifikasi untuk dimasukkan dalam bahan ajar. Bagaimana
tujuan-tujuan dimodifikasi berbeda dari yang digunakan oleh desainer? Pertama,
disertakan beberapa tujuan untuk keterampilan bawahan digunakan selama
pengembangan bahan. Umumnya hanya tujuan utama yang disediakan dalam
silabus, pengenalan buku teks, atau halaman web utama. Kedua, tujuan kata-kata
yang muncul dalam bahan tersebut diubah. Kondisi dan kriteria yang sering
diabaikan untuk fokus perhatian pebelajar pada keterampilan khusus yang harus
dipelajari, sehingga komunikasi yang lebih baik dari informasi ini. Akhirnya,
pebelajar lebih mungkin untuk mengikuti tiga sampai lima tujuan utama daripada
daftar panjang sub tujuan.

3. Komponen Tujuan
Jika sudah ada tujuan-tujuan bagi pembelajaran, keterampilan bawahan
(subordinal skill) dan perilaku awal (entry skill), bagaimana merumuskan tujuan
itu? Karya Mager menjadi pedoman bagi penyusunan tujuan pembelajaran. Model
tersebut merupakan pernyataan yang meliputi tiga komponen utama, yaitu :
kemampuan yang diukur, kondisi yang menjadi syarat, dan kriteria penilaian.
Pernyataan-pernyataan berikut berisikan semua tiga komponen dari sebuah tujuan.

Komponen Tujuan Deskripsi Komponen Contoh Komponen


Kondisi Deskripsi dari alat dan 1. Dalam pertemuan tim kerja
Condition (CN) sumber daya yang akan 2. Menggunakan web mesin
tersedia untuk pelajar pencari
saat melakukan 3. Dari memori
keterampilan
Perilaku Deskripsi keterampilan 1. Mengatur jalannya diskusi
Behaviour (B) termasuk tindakan, isi 2. Menggunakan operator
dan konsep Boolean
3. Menjelaskan prosedur
tanggap darurat ketika
indikator deteksi gas
berbunyi
Kriteria Deskripsi kinerja yang 1. Sehingga meeting
Criteria (C) dapat diterima dari terkendali
keterampilan 2. Untuk mempersempit
jumlah bit yang relevan
dengan setengah
3. Persis seperti yang terinci
dalam manual kebijakan
perusahaan

a) Derivation of Behaviors (Perilaku)


Menentukan pengethuan keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa
setelah menempuh proses pembelajaran. Dalam penyusunan tujuan diperlukan
kata kerja operasional yang terukur dari masing-masing ranah (kognitif,
psikomotor, dan afektif). Penulisan tujuan ini harus mampu mengungkapkan jenis
perilaku yang dirumuskan melalui proses identifikasi dalam analisis
pembelajaran.
Dalam kondisi seperti ini, desainer sebaiknya berhati-hati mempertim-
bangkan kata kerja yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku.
Keterampilan intelektual dapat dijelaskan dengan kata kerja operasional seperti
mengidentifikasi, mengklasifikasi, menunjukkan, atau menghasilkan. Kata kerja
ini mengacu pada kegiatan khusus seperti sebagai pengelompokan objek serupa,
membedakan satu hal dari yang lain, atau memecahkan masalah. (Golas, dan
Keller , 2004) Gagne tidak menggunakan kata kerja seperti tahu, mengerti, atau
menghargai karena kata kerja itu sulit untuk diukur.
Tujuan performansi yang berhubungan dengan keterampilan psikomo-
torik dapat dilakukan dengan memilih kata kerja yang dinyatakan dalam bentuk
perilaku (misalnya, berlari, melompat, menari , atau mengemudi).Ketika tujuan
melibatkan aspek sikap, pelajar biasanya diharapkan untuk memilih alternatif
tertentu. Di sisi lain, hal itu mungkin melibatkan pelajar membuat pilihan dari di
antara berbagai kegiatan. Dengan kata lain, melibatkan pebelajar dalam
mengambil pilihan dari beragam aktivitas.

b) Derivation of Conditions (Kondisi)


Kondisi yang diperlukan agar siswa dapat melakukan unjuk kerja
kemampuan dari pengetahuan yang telah dipelajari. Dengan pengetahuan,
keterampilan atau sikap pada bagian tujuan yang secara jelas teridentifikasi, anda
telah siap menspesifikasikan bagian kondisi dari tujuan tersebut. Kondisi mengacu
pada rangkaian pasti dari keadaan dan sumber daya yang akan tersedia untuk
pebelajar ketika mereka mengerjakan tujuannya. Dalam pemilihan kondisi yang
tepat mempertimbangkan baik perilaku yang di capai maupun karakteristik
populasi target anda juga membedakan fungsi-fungsi dari kondisi tersebut, fungsi
tersebut ialah:
 Penanda Stimulus
Syarat-syarat yang disediakan dimana siswa akan meng-gunakannya dalam
mendapatkan informasi (stimulus). Hal ini secara khusus merupakan pertim-
bangan penting dalam menguji tugas-tugas informasi verbal. Dimisalkan
bahwa Anda ingin memastikan bahwa pebelajar dapat menghubungkan
sebuah konsep tertentu dengan definisinya, atau ide pokoknya.
Terdapat beberapa kondisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan stimuli
yang akan diberikan kepada pebelajar supaya ingatan mereka terbantu, di
dalam sebuah perintah pengerjaan informasi secara lisan. Perhatikan daftar
stimuli (conditions) dan tindakan (behaviors), masing-masing dapat
membisakan pebelajar mendemontrasikan hal yang mereka ketahui atau dapat
hubungkan antara konsep dengan definisinya.

Kondisi Tindakan
Berikan istilah, menulis definisi.
Berikan definisi, nama istilah.
Berikan istilah dan seperangkat
definisi alternatif, memilih definisi yang paling tepat.
Berikan ilustrasi dari konsep, nama dan konsep yang
diilustrasikan.
Berikan istilah, daftar karakteristik fisik yang unik.
Berikan istilah, daftar fungsi atau peranannya.

 Bahan Sumber Daya


Fungsi kedua dari komponen kondisi dari sebuah tujuan adalah untuk
menspesifikasi sumber daya penting apapun yang dibutuhkan untuk
mengerjakan tugas yang diberikan. Karakteristik dari sumber-sumber materi
yang diperlukan untuk mengerjakan tugas. Beberapa sumber materi sebagai
berikut:
1. Ilustrasi seperti tabel, grafik.
2. Materi tertulis seperti: artikel surat kabar, cerita.
3. Objek secara fisik seperti batu, daun, mesin atau alat.
4. Materi referensi, kamus teks book, database dan web.
 Cakupan dan kompleksitas tugas, menyesuaikan dengan kemampuan dan
pengalaman siswa.
 Membantu Transfer, konteks yang relevan dengan dunia nyata adalah untuk
membantu transfer pengetahuan dan penampilan dari pengajaran kedalam
kinerja. Elemen kondisi digunakan untuk menspesifikasi material dan
gagasan yang paling mendekati kenyataan, otentik, atau relevan, yang paling
sesuai untuk diberikan di dalam setting pembelajaran.

Kondisi terkait dengan sebuah tujuan akan membentuk pembelajaran


sebanyak dengan banyaknya tindakan dalam tujuan. Sebagai contoh, apakah
pebelajar harus mengingat informasi dalam tujuannya? Mengapa informasi
tersebut harus diingat? Dapatkah informasi dilihat dari modul referensi atau tidak
cukup waktu untuk itu? Di dalam contoh spesifik ini, jika pebelajar hanya perlu
menemukan informasinya, maka pengajaran akan terdiri dari oportunitas, dengan
umpan balik, untuk mencari beragam jenis informasi apapun yang terkait dengan
tujuannya. Jika informasi harus segera tersedia secepatnya, bagaimanapun juga,
maka fokus prakteknya akan berupa cara mengingat dan dengan cepat
memperoleh informasi kembali dalam ingatan.
Bagaimana desainer menentukan secara tepat kondisi apa yang
seharusnya? Terkadang hal tersebut adalah perkara mudah untuk penilaian SME.
Sering si desainer dapat menggunakan analisis konteks sebagai dasar untuk men-
jelaskan kondisi unjuk kerja. Kesimpulannya, analisis konteks menjelaskan situasi
terkait di mana tindakan harapan akan terjadi, dan itulah apa yang kami ingin
jelaskan mengenai kondisi dari sebuah tujuan.

c) Derivation of Criteria (Kriteria)


Indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keber-
hasilan siswa dalam menempuh proses pembelajaran Dalam penspesifikasian
kriteria logikal, anda harus memperhatikan karakter tugas yang akan dikerjakan.
Beberapa tugas keterampilan intelektual dan informasi verbal hanya memiliki satu
tanggapan yang akan ditentukan benar. Contoh, menyeimbangkan saldo buku
besar, mencocokkan masa atau jumlah subyek dan kata, dan menentukan
kebijakan kamanan perusahaan. Di beberapa lembaga, kriterianya adalah bahwa
pebelajar mampu menghasilkan jawaban tepat. Beberapa desainer menambahkan
kata dengan benar untuk jenis tujuan ini, sementara beberapa yang lain tidak
memberikan kriteria dan berasumsi bahwa tujuan telah implisit dalam kondisi dan
tindakan.
Beberapa tugas intelektual dan informasi verbal tidak menghasilkan
jawaban tunggal, dan jawaban pebelajar dapat diharapkan beragam. Perhatikan
contoh kasus membagi garis ke bagian yang sama dan mengestimasi jarak
menggunakan skala. Dalam contoh ini, kriteria seharusnya menspesifikasi
toleransi yang diijinkan untuk jawaban yang bisa diterima. Tugas lain yang
hasilnya beragam tanggapan termasuk mendesain solusi terhadap permasalahan
bisnis, menulis paragraf, menjawab pertanyaan esai pada apapun pokok
bahasannya, atau menyusun laporan penelitian. Kriteria untuk tujuan-tujuan
tersebut seharusnya menspesifikasi apapun informasi atau fitur yang harus tampil
dalam sebuah tanggapan terhadapnya untuk dipertimbangkan dengan cukup tepat.
Untuk tanggapan yang kompleks, sebuah checklist akan fitur-fitur tanggapan
dapat diperlukan untuk mengindikasikan kriteria dalam penilaian bisa diterimanya
sebuah jawaban/tanggapan itu.
Kriteria penilaian bisa diterimanya sebuah unjuk kerja keterampilan
psikomotor dapat perlu juga dispesifikasikan menggunakan checklist untuk
mengindikasikan tindakan yang diharapkan. Menghitung frekuensi atau
membatasi waktu juga diperlukan. Sebuah deskripsi dari posisi anggota badan
saat sebuah keterampilan dipraktekkan dapat perlu juga diikutsertakan (misal:
posisi tangan pada tuts piano).
Menspesifikasi kriteria untuk tujuan pola pikir dapat juga menjadi
kompleks. Kriteria yang tepat akan tergantung pada beberapa faktor seperti
karakter asli tindakan yang terobservasi, konteks dalam di mana tindakan
diobservasi, dan usia anggota populasi target. Mungkin termasuk penghitungan
jumlah kali perilaku yang diinginkan diamati dalam situasi tertentu. Kriteria tepat
tersebut dapat terdiri atas berapa kali tindakan praktek yang tidak diinginkan
diobervasi. Anda dapat menemukan bahwa sebuah checklist akan tindakan
praktek yang diantisipasi adalah cara yang paling efisien untuk menspesifikasikan
kriteria dalam penilaian kesesuaian akan sebuah pola pikir tindakan. Problem
yang sering terjadi dalam kriteria untuk pengukuran pola pikir adalah kemampuan
evaluator untuk menelaah tanggapan dalam waktu dan kondisi yang ditentukan;
oleh karena itu, penyesuaian dapat diperlukan.
Satu masalah yang dapat tumbuh dalam setting pembelajaran tertentu
adalah pernyataan bahwa penilaian ahli atau penilaian pembelajar adalah kriteria
untuk menilai unjuk kerja belajar pebelajar. Sangat bijaksana untuk menghindari
daftar penilaian para ahli sebagai kriteria dari tujuan karena penilaian ahli sangat
tidak membantu anda atau para pebelajar. Karena isinya hanya berupa pendapat
dan kritik dari orang lain yang tidak berkecimpung langsung dalam pengajaran.
Dalam situasi sebuah nilai harus digunakan, cobalah menimbang jenis hal-hal
yang akan anda cari jika anda misalnya adalah si ahli yang sedang menilai sebuah
unjuk kerja belajar. Kembangkan checklist mengenai jenis tindakan dan
masukkan tindakan-tindakan tersebut ke dalam pernyataan mengenai tujuan untuk
memastikan pemahaman yang jelas terhadap kriterianya.
Penguasaan materi harus dinilai berdasarkan apakah jawaban pebelajar
secara tepat sesuai dengan kategori kriteria dan kualitas di tiap kategori. Banyak
desainer pembelajaran menggunakan rubrik atau checklist untuk mendefnisikan
kriteria kompleks atas jawaban/respon pebelajar yang bisa diterima.

4. Langkah Penulisan Tujuan


Disamping menentukan tujuan dan seperangkat pembelajaran yang sesuai
dengan analisis konteks, para desainer seharusnya mereview pernyataan tujuan
sebelum menetapkan tujuan. Apakah pernyataan tujuan mencakup sebuah
deskripsi akan gagasan terbaik dalam tataran di mana tujuan akan digunakan?
Langkah-langkah dalam menulis tujuan sebagai berikut:
a) Mengedit tujuan untuk merefleksikan gagasan unjuk kerja.
b) Tulis terminal objective, tujuan terminal menjelaskan kondisi dalam meng-
erjakan tujuan di ahkir proses pembelajaran yang mencerminkan lingkungan
pembelajaran.
c) Tulis tujuan untuk setiap langkah dalam analisis tujuan jika tidak terdapat
substep.
d) Tulis tujuan untuk setiap substep.
e) Tulis tujuan untuk seluruh subordinate skill.
f) Tulis tujuan untuk entry behaviour jika terdapat siswa yang tidak memiliki
kompetensi yang tercakup dalam entry behaviour.
5. Pengevaluasian Tujuan
Cara yang baik untuk mengevaluasi kelayakan kejelasan dan tujuan yang
telah ditulis adalah untuk membangun sebuah item tes yang akan digunakan untuk
mengukur peserta didik dalam pencapaian tugas. Jika tidak dapat menghasilkan
barang logis sendiri, maka tujuan harus dipertimbangkan kembali. Rubrik di akhir
bab ini berisi daftar kriteria untuk mengevaluasi tujuan. Rubrik berfungsi sebagai
ringkasan dari kualitas baik tujuan tertulis, dan itu dimaksudkan untuk digunakan
oleh pembaca yang menulis untuk proyek ID. Selain menggunakan rubrik untuk
menilai tujuan, anda dapat mengambil evaluasi langkah lebih lanjut untuk
mengevaluasi kejelasan dan kelayakan suatu tujuan.
Cara lain untuk mengevaluasi kejelasan tujuan adalah dengan meminta
seorang rekan untuk membangun tes item yang sama dan sebangun dengan
perilaku dan kondisi yang ditentukan. Jika item tidak diproduksi sangat mirip
dengan salah satu yang ada dalam pikiran, maka tujuan tidak cukup jelas untuk
berkomunikasi
Selagi menulis tujuan-tujuan, desainer harus menyadari bahwa ketetapan-
ketetapan kriteria ini akan digunakan untuk mengembangkan penilaian untuk
pembelajaran. Desainer dapat sekali lagi mengecek kejelasan dan kemudahan dari
tujuan-tujuan dengan bertanya, “Dapatkah saya mendesain sebuah item atau tugas
yang mengindikasikan apakah seorang pebelajar dapat berhasil melakukan apa
yang dideskripsikan dalam tujuan?” Jika sulit membayangkan bagaimana hal ini
diselesaikan dengan fasilitas dan lingkungan yang tersedia, maka tujuan tersebut
harus dipikirkan ulang.
Tujuan-tujuan tersebut harus mampu memberi kejelasan kepada desainer
atau pembelajar mengenai apakah hal yang pebelajar akan mampu lakukan;
walaupun sebenarnya, tujuan tidak memiliki makna di dalam atau di luar dirinya
sendiri. Tujuan hanya satu komponen di dalam keseluruhan proses desain
pembelajaran, dan hanya jika tujuan memiliki arti barulah tujuan tersebut
dikatakan berkontribusi pada proses. Saran paling baik untuk pembahasan ini
adalah menulis tujuan seberarti mungkin lalu beralih ke tahap berikutnya dalam
proses desain pembelajaran.

6. RUBRIK UNTUK MENILAI TUJUAN KINERJA


Kriteria dapat anda gunakan untuk membangun dan mengevaluasi tujuan
yang diuraikan, tujuan terminal, dan tujuan kinerja diringkas dalam rubrik berikut
untuk mempermudah pekerjaan anda. Ruang yang disediakan di sisi kiri untuk
menandai penilaian dan kriteria yang tercantum di kolom kanan. Anda mungkin
ingin menyalin checklist untuk memberikan review terhadap berbagai bahan anda.

No Some Yes A. Pernyataan Tujuan Apakah pernyataan tujuan:


1. Menggambarkan konteks kinerja tertinggi?
2. Menggambarkan konteks yang otentik dan realistik?
B. Tujuan Terminal Apakah kongruen diantara tujuan
terminal:
1. Kondisi dan konteks dari lingkungan belajar?
2. Perilaku dan perilaku pada tujuan?
3. Kriteria dan kriteria pada tujuan?
C. Kondisi Tujuan Kinerja Apakah kondisi?
1. Menyebutkan isyarat atau stimulus yang diberikan
kepada pebelajar?
2. Menyebutkan sumber bahan / alat yang dibutuhkan?
3. Mengontrol kompleksitas tugas yang dibutuhkan
pebelajar?
4. Membantu transfer untuk konteks kinerja (otentik)?
D. Perilaku Tujuan Kinerja Apakah perilaku:
1. Kongruen dengan perilaku di langkah analisis tujuan
pembelajaran?
2. Perilaku aktual daripada deskripsi tentang bagaimana
peserta didik akan merespon (contoh: klasifikasikan
bukan lingkari)
3. Jelas dan diamati, tidak kabur?
E. Konten Tujuan Kinerja Apakah konten kongruen dengan
langkah pada analisis tujuan?
F. Kriteria Tujuan Kinerja Apakah kriteria?
1. Termasuk hanya bila diperlukan untuk menilai tugas
yang kompleks?
2. Termasuk atribut bentuk fisik?
3. Termasuk atribut tujuan / fungsi?
4. Termasuk atribut estetika?
5. Termasuk atribut lainnya yang relevan (seperti
keterterimaan sosial, kesehatan, lingkungan, ekonomi,
dan sifat hemat)?
G. Keseluruhan Tujuan Kinerja Apakah tujuan kinerja:
1. Jelas (anda / orang lain dapat membangun sebuah
penilaian untuk menguji pebelajar)?
2. Layak dalam pembelajaran dan konteks kinerja (waktu,
sumber daya,dll)?
3. Bermakna dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran
(signifikan)?
H. Lainnya …..

B. MENGEMBANGKAN INSTRUMEN PENILAIAN


1. Konsep Pengembangan
Pengembangan tes muncul di point ini dan bukannya di setelah
pembelajaran karena tes harus sesuai dengan tujuan performance.Performance
yang ingin dicapai dalam tujuan harus sesuai dengan performance yang ingin
dicapai dalam tes atau penugasan. Penilaian acuan patokan terbentuk dari item-
item atau tugas-tugas performance yang langsung mengukur ketrampilan yang
dideskripsikan dalam satu atau lebih tujuan performance.
Kegunaan lain dari kata kriteria berhubungan pada spesifikasi atas
kesesuaian performa yang disyaratkan untuk penguasaan materi. Contoh dari jenis
kedua dari kriterion ini misalnya terdiri atas standar acuan “siswa akan menjawab
semua soal dengan benar,” “siswa akan melakukan semua enam langkah yang
tertulis dalam kotak penyimpanan cairan mudah meledak,” dan “siswa akan
memotong sebuah sudut dengan tingkat ketepatan sebesar lima derajat. Kejelasan
dalam menspesifikasi objektif dan kriteria untuk ketepatan performa diperlukan
sebagai panduan untuk penyusunan ujian yang sesuai. Berdasarkan pada
behavioral objective tertentu dan pemberlakuan kriteria, sebuah posttest dapat
berisi hanya satu item atau terdiri atas banyak item.

2. Empat Tipe Tes yang dapat digunakan.


a) Entry Behaviors Test
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini
berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau keterampilan yang harus
sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai. Keterampilan syarat akan
muncul di bawah garis entry behavior.
Dapat ditemukan bahwa, seperti yang disebutkan dalam teori, pelajar yang
lemah pada skill-skill pondasi ini akan mengalami kesulitan berarti selama
masa belajarnya. Sebaliknya, juga dapat ditemukan fakta bahwa untuk
beberapa alasan, pengetahuan pondasi tidak seberapa penting terhadap
keberhasilan dalam pendidikan.
b) Pretest
Tes ini dilakukan pada awal pembelaharan untuk mengetahui apakah
pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajar-
kannya . Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua ketrampilan sudah dikuasai
maka tidak perlu ada pembelajaran.Namun jika hanya sebagian materi yang sudah
dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin
hanya review atau pengingat yang dibutuhkan.
Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes
entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pebelajar siap
memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest desainer dapat memutuskan
apakah pembelajaran akan menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.
c) Practice test
Tujuan tes ini adalah untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi
selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan
pengetahuan dan ketrampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa
ketrampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi ketrampilan yang lebih
sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit.Hasil tes ini
digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitor
pembelajaran.
d) Posttest
Tes ini paralel dengan pretes.Sama dengan pretes, posttest mengukur
tujuan pembelajaran.Postest harus menilai semua objektif dan terutama fokus
pada objektif terakhir.Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan
akhir dan ketrampilan penting saja yang diujikan.
Postest mungkin digunakan untuk menilai performance pebelajar dan
untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program.Tujuan yang terutama
dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang
tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus
dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti
oleh siswa.
Kesemua empat jenis ujian diharapkan manfaatnya selama proses desain
pembelajaran. Setelah evaluasi formatif dari pembelajaran telah diselesaikan,
bagaimanapun juga, dapat lebih bermanfaat ketika Anda mengabaikan sebagian
atau semua ujian pengetahuan pondasi dan ujian pra. Juga merupakan hal yang
tepat memodifikasi ujian pasca untuk mengukur hanya pada objektif terminalnya.
Intinya, semakin sedikit waktu yang dialokasikan untuk pengujian saat desain dan
pengembangan pendidikan telah komplet. Rangkuman dari jenis-jenis ujian,
keputusan desain, dan objektif-objektif secara yang secara khusus disertakan pada
tiap ujian, seperti berikut ini.
Jenis Ujian Keputusan Desainer Objektif yang Secara Khusus
Diuji
Ujian  Apakah pelajar target siap mengikuti  Skill prasyarat atau skill-
pengetahuan pendidikan? skill yang berada di bawah
pondasi  Apakah pelajar memiliki skill prasyarat garis bertitik pada char
yang diwajibkan? analisa pendidikan
Ujian Pra  Sudahkah pelajar menguasai skill  Objektif terminal
penunjang sebelumnya?  Tahap utama dari analisis
 Skill tertentu apa yang telah mereka tujuan
kuasai sebelumnya?
 Bagaimana cara Saya yang paling
efisien dalam mengembangkan
pendidikan ini?
Ujian  Apakah siswa sedang menyerap  Pengetahuan dan
Praktek pengetahuan dan skill yang diajarkan? keterampilan untuk sebuah
 Kesalahan dan miskonsepsi apa yang rangkaian objektif turunan
mereka lakukan? di dalam tujuan
 Apakah pembelajaran diklaster dengan  Batasi ruang lingkupnya
tepat? secara khusus pada
 Apakah jangkauan penmdidikan tepat pelajaran bukan pada level
bagi pelajar? unit
Ujian Pasca  Sudahkah pelajar memperoleh objektif  Objektif terminal
terminal?  Tahap utama dan skill
 Apakah pendidikan lebih atau kurang turunannya
efektif untuk tiap tahap utama dan tiap
skill subordinasi?
 Di bagian mana sebaiknya pendidikan
direvisi?
 Sudahkah pelajar menguasai informasi,
skill, dan pola pikir yang diajarkan
pada mereka?

3. Mendesain Tes
Pertimbangan pertama adalah menyesuaikan bidang pelajaran dengan
item atau tipe tugas penilaian.Verbal information biasanya di tes dengan objectif
tes.Tes bentuk objektif meliputi format seperti jawaban singkat, jawaban
alternatif, mencocokkan, dan pilihan ganda.
Objektif untuk intelektual skill lebih kompleks dan biasanya
menggunakan model objektif, kreasi produk atau pertunjukan langsung.
Penilaian untuk ranah afektif juga kompleks. Biasanya tidak ada cara
langsung untuk mengukur tingkah laku seseorang. Penilaian di ranah ini biadanya
dilakukan dengan observasi.
Penilaian ranah psikomotor biasanya dilakukan dengan
mendemonstrasikan tugas.Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan
dengan baik oleh pebelajar, guru membuat check-list atau rating-scale.

4. Menentukan Level Penguasaan


Peneliti yang meneliti sistem penguasaan pelajaran menyarankan bahwa
penguasaan equivalent dengan level keberhasilan yang diharapkan dari pebelajar
yang terbaik. Metode untuk menentukan level penguasaan menggunakan acuan
norma. Pendekatan yang kedua, bisa digunakan cara statistik. Jika desainer ingin
memastikan bahwa pebelajar benar-benar mengerti keterampilan sebelum mereka
melanjutkan tahap pembelajaran selanjutnya, maka kemungkinan-kemungkinan
harus disediakan untuk menampilkan keterampilan sehingga hampir tidak
mungkin keberhasilan menjadi hasil utama.
Jika menggunakan soal pilihan ganda sangat mudah untuk menghitung
probabilitas kesempatan keberhasilan. Dengan tipe soal yang lain, lebih sulit
dilakukan penghitungan tapi lebih mudah untuk meyakinkan orang lain bahwa
keberhasilan bukan sekedar kesempatan saja.

5. Menulis Item Tes


Apapun jenis pembelajaran yang tergabung dalam objektif, teknik
penulisan soal ujian yang tepat harus diaplikasikan pada pengembangan ujian
berbasis-kriterion. Terdapat empat kategori kualitas soal ujian yang harus
diperhatikan selama penyusunan soal ujian dan tugas penilaian. Kategor-kategori
ini adalah kriteria terpusat-tujuan, kriteria terpusat-pelajar, kriteria terpusat-
konteks, dan kriteria terpusat-nilai. Setiap kategori kualitas dijelaskan pada
paragraf-paragraf berikutnya.
a) Berpusat pada Tujuan (Goal-Centered Criteria)
Apapun jenis pembelajaran yang tergabung dalam objektif, teknik penulisan
soal ujian yang tepat harus diaplikasikan pada pengembangan ujian berbasis-
kriterion. Terdapat empat kategori kualitas soal ujian yang harus diperhatikan
selama penyusunan soal ujian dan tugas penilaian. Kategor-kategori ini
adalah kriteria terpusat-tujuan, kriteria terpusat-pelajar, kriteria terpusat-
konteks, dan kriteria terpusat-nilai. Setiap kategori kualitas dijelaskan pada
paragraf-paragraf berikutnya.
b) Berpusat pada Pebelajar (Context-Centered Criteria)
Tes item dan penilaian tugas harus disesuaikan dengan kharakteristik dan
kebutuhan siswa, meliputi kosa kata, bahasa, tingkat kompleksitas tugas,
motivasi siswa, dan tingkat ketertarikan siswa, pengalaman siswa, dan latar
belakang siswa serta kebutuhan khusus siswa.
c) Berpusat pada Konteks (Context-Centered Criteria).
Dalam membuat tes item dan penilaian tugas, desainer harus mempertim-
bangkan seting kinerja dan juga lingkungan belajar atau lingkungan kelas.
Tes item dan tugas harus realistis atau relevan dengan seting kinerja. Kriteria
ini membantu untuk memastikan transfer pengetahuan dan skill dari belajar
ke dalam lingkungan kinerja.
d) Berpusan pada Penilaian (Assesment-Centered Criteria)
Siswa akan merasa cemas selama assessment, penyusunan tes item dan
penilaian tugas yang baik dapat menghilangkan rasa cemas siswa. Cetakan tes
yang berkualitas meliputi kebahasaan baik, pengucapan dan tanda baca tepat
dan tulisan jelas, petunjuk jelas, sumber materi dan pertanyaan jelas.Kriteria
ini membantu siswa untuk melakukan dengan tenang.

6. Menyusun Kriteria Penguasaan Materi


Terdapat beberapa saran yang dapat membantu anda dalam menentukan
berapa banyak tes item pilihan yang diperlukan. Jika tes item memerlukan sebuah
format respon yang memungkinkan siswa dapat menebak jawaban dengan benar
anda dapat memasukkan beberapa tes item paralel untuk tujuan yang sama jika
kemungkinan menebak jawaban yang benar kecil kemungkinan, anda dapat
memutuskan satu atau dua item untuk menentukan kemampuan siswa.
Jika Anda mengkaji pertanyaan tentang berapa jumlah soal terkait konteks
domain pembelajaran dalam objektif, maka lebih mudah untuk menjadi lebih
spesifik. Untuk menilai pengetahuan intelektual biasanya perlu untuk
menyediakan tiga atau lebih kesempatan untuk mendemontrasikan keterampilan.
Dalam informasi verbal, bagaimanapunjuga, hanya satu item yang dibutuhkan
untuk memperoleh informasi spesifik dari ingatan.
Jika objektif informasinya melingkupi pengetahuan secara luas (misal:
identifikasi ibukota negara bagian), maka desainer harus menyeleksi sebuah
sampel acak (random sample) dari instansi-instansi, dan mengasumsikan bahwa
performa siswa mewakili proporsi objektif informasi verbal yang telah dikuasai.
Dalam kasus keterampilan psikomotor, juga terdapat satu cara khusus
untuk menguji pengetahuan siswa, yakni, meminta siswa mengerjakan skill terkait
untuk para penguji. Tujuan pendidikan dapat mengharuskan siswa untuk
mempraktekkan keterampilannya dalam beberapa kondisi berbeda. Menguji
keterampilan psikomotor sebaiknya dilakukan dalam performa berulang.
a) Tipe-tipe Soal
Pertanyaan penting lainnya adalah jenis tes item atau penilaian tugas apa yang
paling baik dalam menilai kinerja siswa? Perilaku tertentu dalam objektif
memberikan point-point penting terhadap jenis item atau tugas yang dapat
digunakan untuk menguji perilaku.
Contoh, jika point penting yang ditanyakan kepada siswa adalah mengingat
fakta, maka tanyakan kepada siswa tersebut dengan jawaban siswa yang
menyatakan fakta-fakta daripada memberikan pertanyaan yang meminta
reaksi siswa seperti pada pertanyaan pilihan ganda.gunakan objektif sebagai
guide, dalam menyeleksi jenis tes item yang memberi kesempatan kepada
siswa untuk mendemonstrasikan kinerja tertentu yang terdapat dalam
objektif. Setiap jenis test items mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Untuk meyeleksi jenis tes items yang baik dari beberapa
format test item yang ada, pertimbangkan beberapa faktor seperti faktor
waktu yang diperlukan oleh siswa dalam memberikan respon, waktu
penilaian yang diperlukan untuk menganalisis dan memutuskan jawaban,
suasana ujian, dan kemungkinan dalam menebak jawaban yang benar.
b) Pengaturan Posisi Soal-soal Ujian
Tidak ada ketentuan keras atau cepat yang mendasari susunan penempatan
soal dalam ujian pengetahuan intelektual atau informasi verbal, tetapi terdapat
saran dan masukan yang dapat menjadi pedoman bagi penempatan soal.
Strategi penempatan khusus untuk desainer, yang perlu untuk menghandle
nilai tanggapan tanggapan terbangun dan menganalisa respon dalam objektif,
adalah mengklaster soal untuk satu objektif bersamaan, tak peduli apapun
format soalnya. Tipe soal yang akan dikecualikan untuk strategi ini hanyalah
pertanyaan esai panjang. Beberapa pertanyaan khususnya berada di bagian
akhir ujian untuk membantu pelajar mengatur alokasi waktu mereka selama
ujian.
Sebuah ujian yang diorganisir dalam cara ini tidaklah seatraktif seperti yang
disusun berdasarkan format soal, namun jauh lebih fungsional bagi baik
pelajar dan pengajar. Metode sequencing items (pengaturan posisi soal)
membantu pelajar berkonsentrasi pada satu wilayah informasi dan
pengetahuan dalam satu waktu, dan membantu pengajar menganalisa
performa perorangan dan kelompok secara objektif tanpa mengatur kembali
(reorder) datanya.
c) Menulis Petunjuk
Test harus terdapat petunjuk yang jelas, singkat. Permulaan tes biasanya
menyebabkan kecemasan pada siswa yang akan dinilai. Oleh karena itu tes
seharusnya mengurangi keraguan pada pikiran siswa mengenai apa yang akan
mereka kerjakan dalam menyelesaikan test.
Dibawah ini informasi petunjuk test yang biasanya ditemukan dalam test :
 Judul test seharusnya memberikan kesan kepada siswa mengenai content
atau isi daripada kata-kata sederhana seperti Pretest atau Test I.
 Pernyataan singkat yang menerangkan objective atau performance yang
diujikan.
 Siswa diberitahu untuk menebak jawaban jika mereka tidak yakin dengan
jawaban yang benar.
 Petunjuk khusus seharusnya diucapkan dengan benar.
 Siswa diberitahu agar menulis nama mereka atau identitas mereka.
 Siswa seharusnya diberitahu mengenai penggunaan perlengkapan khusus
dalam menyelesaikan test seperti penggunan pensil, lembar jawaban
mesin, teks-teks tertentu atau perlengkapan khusus lainnya.

d) Mengevaluasi Test dan Item Test.


Arah dan uji test item untuk tes objektif harus diujicobakan terlebih dulu
sebelum digunakan untuk evaluasi formatif. Agar tidak terjadi kesalahan pada
instrumen tes, desainer harus memastikan hal hal berikut:
1) arah tes jelas, sederhana, dan mudah diikuti;
2) masing-masing item tes jelas dan menyampaikan kepada peserta didik
yang dimaksud dipembentukan atau stimulus;
3) kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan yang realistis;
4) metode respon jelas bagi peserta didik; dan
5) ruang yang tepat, waktu, dan peralatan yang tersedia .
Ketika menyusun soal-soal ujian, dan ujian secara umum, desainer harus
mengingat bahwa ujian mengukur kesesuaian dari (1) ujian itu sendiri, (2) bentuk
respon terhadapnya, (3) material instruksional, (4) lingkungan pendidikan dan
sitkon, dan (5) pencapaian pelajar. Semua saran dan masukan yang disertakan
dalam diskusi ini akan membantu dalam pengembangan ujian berbasis-kriterion.
Jika Anda adalah seorang penulis ujian yang kurang (atau tidak) berpengalaman,
Anda dapat mencari referensi tambahan dalam bagian konstruksi ujian. Beberapa
referensi teknik pengujian disertakan di bagian akhir bab ini.

7. Mengembangkan Instrumen-Intrumen untuk Mengukur Performa, Produk,


dan Pola Pikir (Attitudes)
Hasil kerja (Produk) dan Sikap Pengembangan instrumen digunakan
untuk mengukur hasil kerja (produk) dan kinerja (performen), tidak termasuk
untuk mengukur hasil tes tentang materi yang diajarkan (kemampuan kognitif)
tetapi lebih menekankan pada kemampuan psikomotorik dan kemampuan afektif.
Untuk itu diperlukan pedoman yang dapat digunakan untuk memandu aktivitas
siswa dan rubrik untuk mengevaluasi dari hasil kerja dan kinerja siswa. Banyak
ketrampilan kompleks dari suatu pengetahuan yang bertujuan pada proses dan
hasil.
Misalkan dalam suatu desain proses pembelajaran tidak hanya
menggunakan buku teks, tapi lebih baik menggunakan desain proses pembelajaran
yang mencakup tentang mendisain, mengembangkan, dan mengevaluasi dalam
satu satuan materi pembelajaran. Dalam rancangan pembelajaran yang demikian
siswa memerlukan catatan dalam setiap langkah dalam proses pembelajaran
sehingga menghasilkan satu set material pembelajaran. Guru dapat menilai proses
dari kinerja siswa dari baik dari proses dan produk, kinerja dan hasil serta analisis
pembelajaran. Skala lajuan (rating scale) dapat digunakan untuk mengevaluasi
proses yang dilakukan siswa, selain itu juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
hasil pembelajaran.
a) Writing Directions (directions)
Untuk hasil kinerja dan kinerja siswa perlu diuraikan dengan jelas
tentang apa dan bagaimana cara yang akan dilakukan siswa dalam proses
pembelajaran. Pada kondisi khusus seperti sumber belajar atau batas waktu
pelaksanaan harus dijelaskan. Dalam penulis arahan, kita juga harus
mempertimbangkan jumlah bimbingan yang harus diberikan. Mungkin saja
ingin mengingatkan pada siswa untuk melaksanakan langkah-langkah tertentu
dan menginfor-masikan pada mereka tentang hal-hal yang akan digunakan
dalam mengevaluasi pekerjaan mereka, memberikan bimbingan dan jumlah
bim-bingan, menguji ketrampilan yang mencakup kompleksitasnya dan
kesempurnaan pengukuran kompetensi siswa dan situasi yang dialami dimana
siswa akan memperoleh ketrampilan sesuai dengan kontek analisa guru.
Instrumen pengukuran sikap berbeda dengan pengukuran kinerja dan
hasil kinerja siswa, karena evaluasi sikap lebih akurat, hal ini penting diujikan
pada siswa sehinnga merasakan bebas untuk " memilih" bertindak menurut
sikap mereka. Siswa yang diuji sadar bahwa mereka sedang diamati oleh guru
dan tidak boleh memperlihatkan perilaku yang mencerminkan sikap tidak
benar bagi guru. Pengamatan biasanya dilakukan secara diam-diam tanpa
disadari oleh siswa bahwa dia sedang dinilai sikapnya. Namun sebelumnya ada
persetujuan dulu antara guru dengan siswa tentang hal-hal apa saja yang akan
diukur dan diamati, bagaimana petunjuk dan aturan yang dapat digunakan
untuk mengukur sikap yang layak mereka lakukan.
b) Pengembangan Instrumen
Dalam pengembangan instrumen dibutuhkan panduan untuk observasi
yang disebut dengan rubrik . Fungsi rubrik adalah untuk panduan
mengevaluasi kerja dan sikap siswa dalam proses pembelajaran. Ada lima
langkah dalam mengembangkan instrumen:
1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang akan dievaluasi.
2. Menafsirkan masing-masing unsur.
3. Mengurutkan unsur-unsur
4. Memilih jenis alternatif pilihan jawaban yang dapat dipilih oleh evaluator.
5. Menentukan bagaimana instrumen akan di skor dicapai.
c) Mengidentifikasi, menafsirkan, dan Urutan Unsur-Unsur
Unsur-unsur penilaian diambil secara langsung dari perilaku yang
tercakup di dalam sasaran hasil kinerja siswa. Kategori unsur-unsur yang
khas meliputi aspek format phisik dari kinerja atau obyek, kegunaan dari
kinerja atau hasil kinerja, dan kualitas esteti dari hasil kerja atau kinerja.
Unsur-unsur yang dipilih merupakan hal yang dapat diamati selama proses
pembelajaran berlangsung. Masing-masing unsur yang telah diidentifikasi
kemudian ditafsirkan dan dituliskan dalam instrument. Waktu yang
disediakan untuk pengamatan dan penilaian, terutama kinerja aktif siswa,
apakah waktunya terbatas atau tanpa batas dalam pencapaian tujuan proses
pembelajaran.
d) Pengembangan format respon/tanggapan
Merupakan aktivitas yang keempat dalam mengembangkan instrumen
untuk mengukur kinerja, hasil kinerja, atau sikap harus menentukan
bagaimana penilaian akan dibuat dan dapat merekam tanggapan. Sedikitnya
ada tiga penilai format respon antara lain:
 Check list.
Jika dipilih checklist, maka instrument terdiri dari 2 kolom masing-
masing berisi unsur-unsur yang ditafsirkan, dengan mudah untuk diamati.
Kolom pertama untuk jawaban ya untuk menunjukkan bahwa masing-
masing unsur dilakukan. Kolom yang lain untuk jawaban tidak untuk
menunjukkan bahwa ada yang kurang/ tidak dilakukan untuk unsur-unsur
yang telah ditetapkan. Manfaat checklist adalah banyak unsur-unsur yang
berbeda yang dapat diamati dalam satu waktu tertentu, lebih cepat
dilakukan oleh evaluator, keandalan atau konsistensi alternatif jawaban
dapat diperoleh, dan kemudahan dalam pencapaian skor maksimal.
Keterbatasan dari checklist adalah ketidakhadiran informasi yang
disajikan pada siswa tentang “why a no judgment was assigned.”
 Rating Scale (skala lajuan)
Check list dapat dikonversi untuk skala lajuan (rating scale) maupun
dikembangkan dengan beberapa alternative jawaban yang memberikan
kemungkinan tingkat kualitas kinerja atau hasil kinerja siswa. Dalam
rating scale terdiri dari tiga kolom penilaian yang berisi skor, misalkan
jelek (1), cukup (2), dan yang baik (3). Penilaian tergantung pada
tergantung pada kinerja dan hasil kinerja siswa apakah dilakukan dengan
baik atau minimal atau maksimal.. Skala lajuan juga mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Positifnya evaluator memungkinkan untuk
mengevaluasi yang menyakut analisis subkomponen suatu hasil kerja
atau kinerja siswa dan guru dapat memberikan umpan balik yang lebih
baik kepada kinerja yang dilakukan siswa daripada menggunakan
checklist. Hal negatif dari rating scale butuh banyak waktu karena untuk
memberikan evaluasi yang berhubungan dengan kualitas suatu kinerja
atau hasil kerja pada tiap unsurnya. Tingkat kepercayaan terhadap skor
yang diberikan pada siswa kurang dapat dipercaya daripada checklist,
terutama ketika membedakan tingkatan kualitas suatu kinerja atau hasil
kinerja siswa terhadap konsistensi penilaian. Dua strategi untuk
mengembangkan penilaian dalam skala lajuan sehingga lebih dapat
dipercaya. Pertama memberikan suatu uraian atau diskripsi atau kriteria
yang jelas bersih dari tiap aspek kualitas yang akan diukur.
 Perhitungan frekuensi (Frequency Count)
Format respon yang ketiga untuk menilai hasil kerja, kinerja dan sikap
dengan menghitung frekuensi. penghitungan frekuensi (a frequency
count) diperlukan ketika mengamati unsur, apakah positif atau negatif,
dapat diulangi beberapa kali oleh siswa sepanjang performen atau produk
Dalam penilaian perilaku yang diperlihatkan dapat diamati selama
pembelajaran berlangsung. Performen tiap siswa berbeda dalam setiap
pembelajaran. Perilaku positif dan negatif dapat diperlihatkan selama
proses pembelajaran dari waktu ke waktu.
e) Prosedur penskoran.
Aktivitas terakhir dari pembuatan instrument untuk mengukur produk,
performen dan sikap adalah menetukan bagimana penskoran dari instumen,
hanya dengan paper and pencil test tidak cukup untuk serangkaian penilaian
yang obyektif. Untuk memenuhi tingkat obyektifitas, daftar check list paling
mudah digunakan dari ketiga jenis respon diatas. “Ya” respon untuk
menanggapi semua unsur-unsur berhubungan dengan tujuan dan dapat
dijumlahkan untuk memperoleh tingkatan skor objective dan respon “ya”
dapat dijumlahkan sebagai skor total instrumen untuk memperoleh suatu
keseluruhan penilaian guna mencapai tujuan pada latihan yang ada.
Tingkat Objectivitas skore dapat juga diperoleh dari rating scale
dengan menggabungkan angka-angka penugasan untuk masing-masing unsur
yang dinilai di dalam suatu tujuan khusus. Skor menandakan keseluruhan
performen telah dicapai oleh siswa dengan menilai semua unsure yang
tercakup di instrumen tersebut. Berbeda dengan tes objektif, check list dan
rating scale, penentuan prosedur penskoran pada a frequency count
instrument lebih menantang. Prosedur yang terbaik dengan menggunakan
situation-specific basis , dan hal tersebut tergantung pada pengaturan sifat
alami pengukuran sikap atau performen.

f) Penggunaan Penilaian Portofolio


Portofolio adalah koleksi penilaian criterion-referenced yang
menggambarkan pekerjaan siswa. Penilaian ini meliputi objective-style test
yang menunjukkan kemajuan dari yang pretest sampai dengan post test, yang
dikembangkan adalah produk siswa selama pembelajaran, atau kecakapan
hidup dari performen. Portofolio juga meliputi penilaian tentang sikap siswa
tentang kawasan belajar atau pembelajaran.
Penilaian portofolio menggambarkan sebagai proses meta-evaluating
koleksi dari contoh pekerjaan siswa untuk pengembangan atau perubahan yang
terjadi dalam diri siswa. Tes objektif menilai kemajuan atau perubahan pelajar
dari pretests sampai post test, jejak produk dan performen serta pembandingan
untuk bukti kemajuan dari siswa. Ada beberapa corak kualitas penilaian
portofolio.
Pertama, contoh pekerjaan siswa harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang spesifik dan performen khusus. Kedua, contoh pekerjaan
siswa harus merupakan penilaian yang criterion-referenced yang dikumpulkan
sepanjang proses pembelajaran. Pretests dan posttests mengabaikan format
test, dan secara khas tidak ada test khusus yang diciptakan untuk penilaian
portofolio.
Ketiga, masing-masing penilaian disertai rubrik dengan evaluasi
terhadap respon, siswa mengevaluasi dan melakukan penskoran, hal ini
menunjukkan kekuatan dan problems di dalam suatu performen. Dengan
pengumpulan dan pengurutan satu set contoh pekerjaan, penilai siap untuk
mulai proses menaksir kemajuan siswa. Penilaian kemajuan sering terpenuhi
pada dua tingkatan.
Tingkatan pertama adalah learner self-assessment, dimana salah satu
ajaran dari gerakan penilaian berpusat pada siswa (learner-centered). Pelajar
menguji kemampuan material mereka sendiri, termasuk skore test , produk,
performen , dan membuat skore rubrik, dan mereka merekam pertimbangan
mereka tentang permasalahan dan kekuatan dalam material itu. Mereka juga
menguraikan apa yang mereka dapat lakukan untuk meningkatkan material itu.
Instruktur kemudian menguji set material, tanpa menguji evaluasi
yang dilakukan oleh siswa sendiri yang pertama kali, dan merekam
pertimbangan mereka. Setelah instruktur menyelesaikan evaluasinya, instruktur
dan siswa membandingkan hasil evaluasi mereka, mendiskusikan perbedaan
antara kedua evaluasi. Sebagai hasilnya, mereka merencanakan bersama-sama
langkah-langkah berikutnya yang perlu dilakukan siswa untuk meningkatkan
mutu pekerjaannya.
Penilaian portofolio tidak sesuai dengan semua pembelajaran karena
mahal dan sangat memakan waktu. Pembelajaran perlu memutar waktu
sedemikian rupa sehingga siswa sempat mengembangkan dan menyuling
ketrampilan. Pembelajaran perlu juga menghasilkan performen atau produk
yang diperlukan untuk penilaian.
Oleh siswa meliputi tujuan instruksional, analisa instruksional, analisa
konteks dan pelajar, sasaran performen, instrumen dan prosedur penilaian,
strategi instruksional, satu set material instruksional, evaluasi formatif material,
dan uraian tentang kekuatan dalam instruksional seperti perbaikan untuk
permasalahan yang ditemukan.
Selama proses pengembangan dan desain, rubrik akan digunakan
untuk penskoran masing-masing unsur di dalam proses tersebut. Kesimpulan
meta-evaluation dari semua material dan rubrik yang dibuat ini sering
dikatakan oleh pelajar " seandainya aku mengenal apa yang aku ketahui
sekarang."

g) Evaluasi Proses Desain Pendekatan sistem


Dalam pendekatan sistem desain pendidikan, output dari satu tahap
adalah input tahap berikutnya. Karena itulah masalahnya, maka penting untuk
berhenti secara bertahap/periodik untuk menentukan apakah produk yang
dibuat konsisten pada langkah ke langkah berikutnya di dalam proses.
Pada poin ini dalam proses desain, tujuan telah dianalisis, skill turunan
teridentifikasi, pelajar dan pokok bahasan teranalisa, objektif sudah ditulis, dan
penilaian telah dikembangkan. Merupakan hal yang sangat penting bahwa skill,
objektif, dan penilaian semuanya mengacu pada skill yang sama, sehingga
review yang hati-hati diperlukan untuk memastikan kongruensi ini.
Bagaimana Anda mengorganisir paling baik dan mengadakan material
Anda sehingga Anda dapat mengevaluasi mereka di titik ini di dalam proses
desain pendidikan? Satu kriterion adalah bahwa tiap komponen terbangun
sebelumnya di dalam produk, dan, oleh karena itu, material harus disajikan di
dalam cara yang mendukung pembandingan di antara ragam komponen pada
desain Anda. Desainer harus, secara cepat, mampu melihat apakah komponen
paralel dan sesuai. Satu cara untuk memperoleh hal ini adalah mengorganisir
material yang terkait satu sama lain bersama-sama. Perhatikan tabel 7.2. Setiap
segmen dalam tabel berisikan skill-skill dari analisis pendidikan, analisis
objektif, dan penilaian sampel. Baris terakhir seharusnya berisi tujuan
pendidikan, objektif terminal, dan soal ujian untuk objektif terminal. Evaluator
dapat, secara cepat, menemukan apakah soal-soal ujian yang disertakan akan
bisa dikerjakan pelajar entah apakah mereka telah menguasai objektifnya.
Catat bahwa Anda harus membuat sebuah penilaian untuk objektif
terminal. Perhatikan bagaimana Anda akan merespon jika seseorang bertanya
bagaiamana pelajar akan mendemonstrasikan bahwa mereka sudah mencapai
tujuan pendidikan Anda. Apakah yang akan Anda minta pelajar
demonstrasikan jika mereka telah mencapai penguasaan materi? Jawabannya
harus menjelaskan sebuah penilaian yang mewajibkan pelajar menggunakan
laangkah utama supaya tujuannya berhasil dicapai. Secara kusus terdapat juga
penilaianj terpisah untuk setiap langkah dalam proses sehingga akan menjadi
mungkin untuk menentukan, selagi pendidikan berlangsung, apakah melajar
sedang menguasai setiap tahap materi seperti yang diperkirakan.
DAFTAR RJUKAN

Dick & Carey. 2009. The Systematic Design of Instruction 7th Edition. New
York: Pearson

Anda mungkin juga menyukai