Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dengue Haemoragic Fever (DHF)

1. Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD atau Dengue

Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri

sendi yang disertai leukopnia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan

ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang di tandai

dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan

cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock

syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan/syok (Sudoyono Aru, dkk 2009 dalam Nurarif & kusuma, 2015).

19
20

2. Klasifikasi Dengue Haemoragic Fever (DHF)

Tabel 2.1 Klasifikasi Dengue Haemoragic Fever (DHF)

DD/DBD Derajat Derajat Laboratorium


DD Demam disertai 2 atau Leukopnia, serologi
lebih tanda: mialgia, sakit trobositopenia, tidak
kepala, nyeri retrorbital, dengue, ditemukan bukti
artralgia ada positif kebocoran
plasma
DBD I Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia
bendung positif (<100.000/ul), bukti ada
kebocoran plasma)
DBD II Gejala di atas ditambah
perdarahan spontan
DBD III Gejala di atas ditambah
kegagalan sirkulasi (kulit
dingin dan lembab serta
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan
tekanan darah dan nadi
tidak terukur
(Nurarif & kusuma, 2015)

Klasifikasi derajad DBD menurut WHO:

Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat DBD menurut WHO

Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah uji torniquet positif
Derajat 2 Derajat 1 disertai perdarahan spontan diikuti dan/atau perdarahan
lain
Derajat 3 Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg atau hipotensi
disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah)
Derajat 4 Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur
Sumber: BA infeksi dan pediatri tropis hal: 164 dalam Nurarif & Kusuma, 2015.
21

3. Anatomi Fisiologi

a. Pengertian Darah

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan

interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya

terdapat unsur–unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara

keseluruhan kira–kira merupakan satu perdua belas berat badan atau

kira–kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45

persen sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai

hematokrit atau volume sel darah yang di padatkan yang berkisar

antara 40 sampai 47. Plasma darah adalah cairan berwarna kuning

yang dalam reaksi bersifat sedikit alkali. Fungsi plasma sebagai

medium (perantara) untuk penyaluran makanan, mineral, lemak,

glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan medium untuk

mengangkat bahan buangan: urea, asam urat, dan sebagian dari karbon

dioksida.

b. Sel darah terdiri atas tiga jenis, yaitu:

1) Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikonkaf,

cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping tampak

seperti dua buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Dalam

setiap milimeter kunik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Kalau

dilihat satu per satu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam

jumlah besar kelihatan merah dan memberi warna pada darah.

Strukturnya terdiri atas pembungkusan luar atau stroma, berisi

massa hemoglobin. Sel darah merah memerlukan protein karena


22

strukturnya terbentuk dari asam amino. Sel darah merah juga

memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk penggantinya

diperlukan diet seimbang yang berisi zat besi. Wanita memerlukan

lebih banyak zat besi karena beberapa di antaranya dibuang

sewaktu menstruasi. Sewaktu hamil diperlukan zat besi dalam

jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan

pembuatan susu. Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang,

terutama dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan, dari jaringan

kanselus pada ujung tulang pipa, dari sumsum dalam batang iga-

iga, dan dari sternum. Rata-rata panjang hidup darah merah kira-

kira 115 hari. Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistem

retikulo-endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dari

hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan

sebagai protein dalam jaringan-jaringan zat besi dalam hem dari

hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel

darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah menjadi

bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yang berwarna kehijau-

hijauan dan dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang

rusak pada luka memar. Bila terjadi perdarahan, sel merah dengan

hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen hilang. Pada perdarahan

sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu bebrapa minggu

berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau

di bawahnya, diperlukan transfusi darah. Hemoglobin adalah

protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin memiliki afinitas


23

(daya gabung) terhadap oksigen; dengan oksigen itu membentuk

oksihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi

ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.

Jumlah hemoglobin dalam darah normal ialah kira-kira 15 gram

setiap 100 ml darah, dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”.

Dalam berbagai bentuk anemia, jumlah hemoglobin dalam darah

berkurang. Dalam beberapa bentuk anemia parah, kadar itu bisa di

bawah 30 persen atau 5 g setiap 100 ml. Karena hemoglobin

mengandung besi yang diperlukan untuk bergabung dengan

oksigen, maka dapat dimengerti pasien semacam itu

memperlihatkan gejala kekurangan oksigen, seperti napas pendek.

Ini sering merupakan salah satu gejala pertama anemia kekurangan

zat besi.

2) Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya

lebih besar daripada sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil.

Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000

(rata-rata 8.000) sel darah putih. Granulosit atau sel

polimorfonuklear merupakan hampir 75 persen dari seluruh

jumlah sel darah putih. Granulosit terbentuk dalam sumsum merah

tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan

protoplasmanya berbulir, sehingga disebut sel berbulir atau

granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositipenia. Tidak

ada granulosit disebut agranulositosis, yang dapat timbul setelah

makan obat tertentu, termasuk juga beberapa antibiotika. Oleh


24

karena itu, apabila makan obat-obat tersebut, pemeriksaan darah

sebaiknya sering dilakukan untuk mengetahui keadaan ini seawal

mungkin. Fungsi sel darah putih, granulosit dan monosit

mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap

mikroorganisme. Dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago-

saya makan), kedua sel darah itu memakan bakteri-bakteri hidup

yang masuk ke peredaran darah. Melalui mikroskop adakalanya

dapat dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan sebutir

granulosit. Pada waktu menjalankan fungsi ini, sel darah itu

disebut fagosit. Dengan kekuatan gerakan amuboidnya, sel darah

itu dapat bergerak bebas di dalam dan dapat keluar pembuluh

darah serta berjalan mengitariselutuh bagian tubuh. Leukosis

adalah istilah untuk menunjukkan penambahan jumlah

keseluruhan sel putih dalam darah, yaitu kalau penambahan

melampui 10.000 butir per milimeter kubik. Leukopenia berarti

berkurangnya jumlah sel darah putih sampai 5000 atau kurang.

3) Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah

merah. Terdapat 300.000 trombosit dalam setiap milimeter kubik

darah. Peranannya penting dalam penggumpalan darah.

c. Fungsi darah (Pearce, 2011)

1) Bekerja sebagai sistem transpor dari tubuh, menghantarkan semua

bahan kimia, oksigen, dan zat makanan yang diperlukan untuk

tubuh supaya fungsi normalnya dapat dijalankan, serta

menyingkirkan karbondioksida dan hasil buangan lain.


25

2) Sel darah merah menghantarkan oksigen ke jaringan dan

menyingkirkan sebagian karbon dioksida,

3) Sel darah putih menyediakan banyak bahan pelindung dan karena

gerakan fagositosis beberapa sel maka melindungi tubuh terhadap

serangan bakteri.

4) Plasma membagi protein yang diperlukan untuk pembentukan

jaringan: menyegarkan cairan jaringan karena melalui cairan ini

semua sel tubuh menerima makanannya. Dan merupakan

kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke berbagai organ

ekskretorik untuk dibuang.

5) Hormon dan enzim diantarkan dari organ dengan perantaraan

darah.

4. Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4

serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempatnya

ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah

satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain

sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang

memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah

endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia ( Sudoyono Aru, dkk 2009 dalam Nurarif & Kusuma, 2015 ).
26

5. Insiden

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama

41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran

jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi

dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun

2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada

laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus

DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun

2009.

Puncak epidemi DBD berulang setiap 9 - 10 tahun. Pada tahun 2009

provinsi dengan AI tertinggi adalah DKI Jakarta (313 kasus per 100.000

penduduk), dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan AI

terendah (8 kasus per 100.000 penduduk). Terdapat 11 (33%) provinsi

berisiko tinggi dengan AI > 55 kasus per 100.000 penduduk. Pada tahun

2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan Bali berisiko tinggi (AI > 55 per

100.000 penduduk). Pada tahun 2009 hampir seluruh provinsi di pulau

Kalimantan beresiko tinggi (kecuali Kalimantan Selatan). Terjadi

perubahan kelompok umur yang terserang penyakit DBD, menjadi

seluruh kelompok umur, terutama pada usia produktif. Resiko terkena

DBD pada laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis

kelamin. AK nasional pada tahun 2009 adalah 0,89% telah berhasil

mencapai target (di bawah 1%), namun sebagian besar provinsi (61,3%)

belum mencapai target. AK dari tahun ke tahun mengalami penurunan


27

mulai dari 41,4% pada tahun 1968 menjadi 0,89% pada tahun 2009,

namun jumlah kematian terus meningkat tahun 1968 sebanyak 24 menjadi

1.420 kematian pada tahun 2009. Laporan kasus rawat inap dan kasus

rawat jalan pasien DBD di RS dari tahun 2004-2007 masih belum dapat

dianalisis dan diinterpretasi. Kasus cenderung meningkat pada musim

penghujan (Desember – Maret) dan menurun pada musim kemarau (Juni-

September), walaupun setiap daerah mempunyai variasi musim sesuai

regionalnya. Mulai tahun 2005, laporan kasus KLB dan jumlah kab/kota

yang melaporkan KLB menurun, berlawanan dengan jumlah kasus DBD

yang dilaporkan terus meningkat. Dari tahun 1994-2009, dari hasil survei

didapatkan ABJ masih di bawah target (>95%) (Fahmi, vol. 2, 2010).

6. Patofisiologi

Meskipun patofisiologi DBD belum diketahui secara pasti, tetapi pada

umumnya berlangsung melalui berbagai rangkaian dan menimbulkan

kelainan sebagai berikut :

a. Kerusakan pembuluh darah, disebabkan oleh invasi langsung virus ke

endotel, pengaruh aktivasi komplemen, aktivasi sitokin, dan desposisi

kompleks imun

b. Gangguan koagulasi, diakibatkan oleh trombositopenia akibat supresi

sumsum tulang oleh intervensi virus dan peningkatan kebutuhan.

Penyebab lain adalah gangguan fungsi trombosit, gangguan produksi

faktor pembekuan oleh sel hepatosit, dan koagulasi intravaskuler

diseminata (DIC)
28

c. Gangguan system imun, respon imun bekerja kurang afektif memicu

virus mengalami replikasi takk terkendali

d. Kerusakan target organ, akibat efek sitopatologi, pada beberapa kasus

akibat respon inflamasi.

Mekanisme sebenarnya tentang pathogenesis, patofisiologi,hemodinamika

dan perubahan biokimia pada DBD hingga kini belum diketahui secara

pasti oleh karena sukarnya mendapat model binatang percobaan yang

dapat digunakan untuk menimbulkan gejala klinis demam berdarah

dengue sperti pada manusia.

Sebagian besar ahli masih menganut The Secondary Heterologous

Infection Hypothesis atau The sequential Infection Hypothesis, bahwa

demam berdarah dengue yang dialami seseorang setelah terinfeksi virus

dengue pertama kali kemudian mendapat infeksi ulangan dengan tipe

virus dngue yang berlainan dalam waktu 6 bulan-5 tahun.

Pathogenesis terjadinya renjatan The Secondary Heterologous Infection

Hypothesis dapat dilihat dari rumusan yang dikemukakan oleh Suvatte

(1977), yaitu akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang lain pada seorang

penderita dengan kadar antibody antidenge yang rendah, respon antibody

anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan

proliferasi dan transformasi limfosit imun denganmenghasilkan titer

tinggi antibody IgG anti dengue. Disamping itu replikasi virus dengue

juga terjadi dalam limfosit yang bertransformasi akibat terdapatnya virus


29

dalam jumlah yang banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya

kompleks antigen-antibody (virus-antibodi kompleks) yang selanjutnya :

1) Akan mengaktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

akibat aktivasi C3 dan C5 yang menyebabkan meningkatnya

permeabilitas pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui

endotel dinding itu. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat

akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolic, dan bisa

berakhir dengan kematian,

2) Dengan terdapatnya virus-antibodi kompleks dalam sirkulasi darah,

akan mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan

mengalami metamorphosis sehingga akan dimusnahkan oleh RES

yang berakibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan. Di

samping itu trombosit yang mengalami metamorphosis akan

melepaskan faktor trombosit 3 yang mengaktivasi system koagulasi.

3) Akibat aktivasi faktor Hageman (faktor XII) yang selanjutnya juga

mengaktivasi system koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan

intravaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen

akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan

anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation

Product (FDP). Disamping aktivasi, faktor XII juga akan menggiatkan

system kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas

dinding pembuluh darah. Menurunnya faktor koagulasi dan kerusakan

hati akan menambah beratnya perdarahan.

(Kurniawan, 2014)
30

7. Manifestasi Klinis

a. Demam Dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan

dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

1) Nyeri kepala

2) Nyeri retro–orbital

3) Mialgia/artralgia

4) Ruam kulit

5) Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)

6) Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD

yang sudah dikonfirmasikan pada lokasi dan waktu yang sama

b. Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila

semua hal dibawah ini dipenuhi :

1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya

bersifat bifasik.

2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

a) Uji tourniquet positif

b) Petekie, ekimosis, atau purpura

c) Perdarah mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,

tempat bekas suntikan.

d) Hematemesis atau melena

3) Trombositopenia <100.000/ul

4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan


31

a) Peningkatan nilai hematokrit >20% dari nilai baku sesuai

umur dan jenis kelamin.

b) Penurunan nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan

yang adekuat.

5) Tanda kebocoran plasma seperti: hipoproteinemi, asites, efusi

pleura.

c. Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi

yaitu (Nurarif & kusuma, 2015):

1) Penurunan kesadaran, gelisah

2) Nadi cepat, lemah

3) Hipotensi

4) Perfusi perifer menurun

5) Kulit dingin-lembab

8. Tes Diagnostic Tes Diagnostic (Kurniawan, 2014)

a. Trombositopenia (100.000/mm3)

Trombosit menurun kurang dari 100.000/mm3 dengan nilai normal

150.000- 450.000/mm3

b. Ht dan PCV meningkat (20%)

Hematokrit/ PCV (Packed Cell Vollume) meningkat lebih dari 20%.

Nilai normal Ht/PCV = 3xHb), normal pria 40-48%, wanita = 38-

42%.

c. Leukopenia (memungkinkan normal atau lekositosis)


32

Menurunnya sel darah putih atau sel darah putih kurang dari

5000/mm3 dengan nilai normal 5000-10.000/mm3

d. Uji bendungan/ Rumpel Leede Test

Di lakukan dengan mempertahankan manset tensimeter pada tekanan

antara systole dan diastole selama 5 menit, kemudian dilihat apakah

timbul petekie atau tidak di daerah volar lengan bawah. Dengan

rumus sistole + diastole dibagi 2. Kriterianya adalah sebagai berikut:

(+) bila jumlah petekie ≥ 20, (±) bila jumlah petekie 10-20, (-) bila

jumlah petekie < 10.

e. Radiologi foto thorax: 50% dutemukan efusi pleura, efusi pleura

dapat terjadi karena adanya membran plasma.

9. Penatalaksanaan

a. Pengobatan

1) Pemberian cairan infus yang cukup dengan perhitungan volume

cairan yang adekuat dan tepat serta perlu memperhitungkan saat

kembalinya cairan yang pindah sehingga jumlah cairan perlu

dikurangi agar tidak berlebihan

2) Nutrisi : Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

3) Antipiretik, contohnya parasetamol dan kompres dingin

4) Mengatasi syok dengan pemberian cairan per infuse dengan

cairan kristaloid. Bila tetap syok diberikan cairan koloid

5) Diperbolehkan pulang jika setelah hari ke–7 sakit:

a) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

b) Nafsu makan membaik


33

c) Klinis tampak semakin baik

d) Hematokrit tetap stabil

e) Pernapasan berlangsung normal

f) Trombosit >50.000/mm3

b. Perawatan dirumah

1) Minum yang cukup, disertai minuman jus buah (tidak harus jus

jambu)

2) Ukur intake dan output

3) Upayakan cukupi kebutuhan nutrisi dari makanan

4) Istirahat cukup

5) Selama masa hipertermi dapat dilakukan kompres dingin dan

diberikan antipiretik: parasetamol 10mg/kgBB/kali, dapat

diberikan 4-5 kali perhari

6) Hindari pemberian obat–obatan golongan asetosal, aspirin,

NSAID oleh karena potensial menyebabkan terjadinya

perdarahan

7) Bila penderita tidak bersedia opname, maka hendaknya control

rutin ke dokter dan dilakukan pemeriksaan rutin setiap hari

meliputi pemeriksaan hematokrit, trombosit, serta faal

pembekuan darah

c. Perawatan dirumah sakit

Diagnosis ditegakkan krriteria WHO (1997 dalam Kurniawan, 2014)

1) Demam tinggi mendadak, berlangsung 2-7 hari, dan pola

demam seperti punggung pelana kuda


34

2) Adanya kecenderungan perdarahan

a) Uji bendungan/Rumpel Leede positif

b) Terdapat ptekie, purpura pada kulit

c) Epistaksis,perdarahan gusi, dan bekas suntukan

d) Terdapat perdarahan spontan berat yaitu hematemesis dan

melena

3) Jumlah trombosit menurun hingga kurang dari 100.000/mm3

4) Terdapat minimal satu dari tanda–tanda perpindahan plasma

(plasma leakage) akibat peningkatan permeabilitas pembuluh

darah kapiler

a) Hematokrit meningkat >20%

b) Hematokrit turun hingga >20% dari hematokrit awal

setalah pemberian cairan

c) Terdapat tanda–tanda perembesan plasma seperti efusi

cairan di rongga pleura, ascietas, hiponatremi, dan

hipoalbuminemia

10. Komplikasi

a. Sepsis

b. Pneumonia

c. Hidrasi berlebihan yang dapat menyebabkan gagal jantung

d. Perdarahan otak

e. Miokarditis dan konduksi jantung

f. DSS (Dengue Shock Syndrome)

(Kurniawan, 2014)
35

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

DHF atau demam berdarah dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue. Virus masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypty betina. (Nugroho, 2011)

a. Identitas Klien

Terdapat nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, bahasa,

pendidikan, pekerjaan, status, dan alamat

b. Keluhan utama

Klien datang dengan keluhan badannya demam, lemas, sakit kepala,

nyeri otot, mual, muntah, dan terdapat petekie diseluruh kulit.

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang menunjukkan demam terus menerus

selama 2-7 hari, lemah, sakit kepala, nyeri otot, terdapat peteie

diseluruh kulit, mual, muntah, dan nafsu makan menurun.

d. Riwayat penyakit dahulu

Ada kemungkinan penderita dahulu pernah terinfeksi DHF dan

sekarang terjangkit lagi.

e. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit DHF pada anggota keluarga sangat berpengaruh

pada penderita, karena virus dengue dibawa oleh gigitan nyamuk.

Maka kemungkinan besar apabila anggota keluarga pernah terjangkit

maka akan tertular pada anggota lainnya lewat gigitan nyamuk yang

terdapat virus dengue.


36

f. Keadaan Lingkungan Yang Memengaruhi Timbulnya Penyakit

Keadaan lingkungan yang memengaruhi adanya penyakit demam

berdarah dengue dengan lingkungan yang kotor, terdapat genangan air

dimana-mana, sampah berserakan dimana-mana, dan bak mandi yang

tidak pernah dikuras.

g. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan

Diisi dengan persepsi klien/keluarga terhadap konsep sehat sakit

dan upaya klien/keluarga dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan

perilaku yang menjadi gaya hidup klien/keluarga untuk

mempertahankan kondisi sehat.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pola nutrisi pada penyakit demam berdarah dengue biasanya

menurun dari saat klien sebelum sakit. Porsi klien yang menurun

dan terdapat keluhan sperti mual dan muntah.

3) Pola eliminasi

Pola eliminasi terdapat eliminasi urin dan eliminasi alvi. Pada

eliminasi urin tergantung klien minum, apabila minum klien

sedkiti maka buang air kecil klien juga sedikit begitupun

sebaliknya apabila minum klien banyak maka buang air besar

klien semakin sering. Pada eliminasi alvi tergantung pada makan

klien. Biasanya pada kasus demam berdarah dengue klien tidak

nafsu makan dan makanan yang masuk ke dalam tubuh sedikit,

maka eliminasi alvi klien tidak lancar seperti terjadi konstipasi.


37

4) Pola aktivitas dan kebersihan diri

Pola aktivitas pada klien demam berdarah dengue biasanya

dilakukan bedrest diatas tempat tidur. Dalam melakukan mandi,

makan minum, toileting, berpakaian di bantu oleh keluarga.

5) Pola istirahat tidur

Pada istirahat tidur pada klien demam berdarah dengue terganggu

karena badannya yang demam, sakit kepala, nyeri otot, mual dan

muntah. Biasanya klien tidak bisa tidur nyenyak.

6) Pola kognisi dan persepsi sensori

Diisi dengan kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan

mengerti pembicaraan) status mental dan orientasi, kemampuan

pengindraan yang meliputi indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, perabaan, dan pengecapan.

7) Pola konsepsi diri

Diisi hanya pada klien yang sudah dapat mengungkapkan

perasaan yang berhubungan dengan kesadaran akan dirinya

meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan

identitas diri.

8) Pola peran-berhubungan

Diisi dengan hubungan klien dengan anggota keluarga,

masyarakat pada umumnya. Perawat dan tim kesehatan yang lain,

termasik juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam

berhubungan dengan orang lain.

9) Pola seksual dan seksualitas


38

Pada anak usia 0-12 tahun diisi sesuai dengan tugas

perkembangan psikoseksual. Usia remaja-dewasa-lansia dikaji

berdasarkan jenis kelaminnya. Pada wanita: menarche,

menstruasi, hubungan seksual. Pada laki-laki: sirkumsisi, mimpi

basah, hubungan seksual.

10) Pola mekanisme koping

Diisi dengan mekanisme koping yang biasa digunakan klien

ketika menghadapi masalah/konflik/stres/kecemasan. Bagaimana

klien mengambil keputusan (sendiri/dibantu)?

11) Pola nilai dan kepercayaan

Diisi dengan nilai-nilai dan keyakinan klien terhadap sesuatu dan

menjadi sugesti yang amat kuat sehingga memengaruhi gaya

hidup klien, dan berdampak pada kesehatan klien. Termasuk, juga

praktik ibadah yang dijalankan klien sebelum sakit sampai saat

sakit. Untuk mengkaji pola ini, sebaiknya perawat yang

melakukan pengkajian seagama dengan klien sehingga mampu

mendapatkan data yang lengkap.

(Rohmah & Walid, 2012)

h. Pemeriksaan Fisik

1) Status kesehatan umum

Keadaan/penampilan umum: lemah, sakit ringan, sakit berat,

gelisah, dan rewel.


39

Kesadaran: dapat disi dengan tingkat kesadaran secara kualitatif

atau kuantitatif yang dipilih sesuai dengan kondisi klien dan

derajat pada demam berdarah dengue.

Secara kuantitatif, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan

pengukuran Glasgow Coma Skala (GCS). Sedangkan, secara

kualitatif tingkat kesdaran dimulai dari compos mentis, apatis,

samnolen, sopor, dan koma.

BB ideal: TB-100x90%

Perkembangan BB: BBI- BBS/BBI x 100%

Keterangan : TB (tinggi badan), BBI (berat badan ideal), BBS

(berat badan sekarang).

Tanda-tanda vital:

Tensi: tekanan sistole/tekanan diastole mmHg, biasanya terjadi

penurunan.

Nadi: frekuensi per menit, denyut kuat/tidak, reguler/irreguler.

Biasanya terjadi peningkatan pada nadi.

Suhu: pada kasus demam beradrah dengue suhu klien tinggi. Pada

orang dewasa ataupun anak-anak 38̊C atau lebih.

Frekuensi pernapasan: frekuensi per menit, reguler/irreguler.

2) Kepala

a) Rambut: tidak tedapat masalah

b) Muka: terdapat petekie, muka pucat dan lemas, kulit kering,

kemerahan

c) Mata: tidak terdapat masalah


40

d) Hidung: biasanya terjadi epistaksis

e) Mulut : perdarahan gusi, mukosa bibir kering, lidah kotor,

susah untuk menelan

f) Gigi : perdarahan pada gusi

g) Telinga : tidak terdapat masalah

3) Leher: hyperemia pada tenggorakan

4) Dada

a) Paru-paru

(1) Inspeksi: pernafasan dangkal

(2) Palpasi: tidak ada nyeri tekan

(3) Perkusi: bunyi redup karena efusi fleura

(4) Auskultasi: terdengar ronchi

b) Jantung

(1) Inspeksi : pergerakan dada simetris

(2) Palpasi: tidak ada nyeri tekan

(3) Perkusi: bunyi sonor

(4) Auskultasi: katub jantung terdenga

c) Abdomen

(1) Inspeksi: tidak ada masalah

(2) Auskultasi: tidak ada masalah

(3) Palpasi: nyeri tekan pada epigastrik adanya pembesaran

hepar dan limpa

(4) Perkusi: tidak ada masalah

d) Ekstremitas
41

(1) Ekstremitas atas: adanya nyeri sendi, terdapat petekie di

kulit, akral dingin

(2) Ekstremitas bawah: adanya nyeri sendi, terdapat petekie

di kulit, akral dingin

e) Integumen

Terdapat petekie di seluruh kulit, ekimosis, atau purpura,

hematoma, hyperemia pada tenggorakan, cyanosis.

i. Pemeriksaan Penunjang

Pada Demam berdarah dengue

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Trombositopenia <100.000/ul

b) Peningakatan hematokrit >20%

c) Leukopenia

d) Hb dan PCV meningkat 20%

e) Serologi (Uji H): respon antibody sekunder

f) SGOT/SGPT meningkat

g) Waktu perdarahan memanjang

2) Pemeriksaan radiologi

a) Thorax foto: efusi fleura

(Nugroho, 2011)

2. Dampak Terhadap KDM

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, disebabkan masuknya

virus dengue yang dapat meningkatkan metabolesme tubuh yang

timbul panas sebagai kompensasi tubuh akan terjadi evaporasi tubuh.


42

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, akibat adanya respon

peningkatan suhu tubuh yang merangsang medula vomiting center

sehingga menimbulkan mual dan muntah.

c. Gangguan pola istirahat- tidur,disebabkan karena adanya stimulus

demam yang tinggi akan merangsang susunan saraf otonom.

d. Gangguan rasa nyaman, disebabkan adanya penekanan di intra

abdomen sehingga menyebabkan nyeri.

e. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL, disebabkan masuknya virus

dengue merangsang antigen antibodi untuk meningkatkan

metabolisme tubuh sehingga energi berkurang dan menyebabkan

kelemahan.

3. Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

b. Nyeri akut berhubungan dengan keletihan, malaise sekunder akibat

DHF

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, perdarahan, muntah demam

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan

yang menurun (Mubarak, Chayatin & Susanto, 2015).


43

4. Perencanan

a. Diagnosis: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus

dengue

Tabel 2.3 Perencanaan Diagnosis Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi


virus dengue

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasioanal


Hasil
Tujuan: suhu badan 1. Kaji saat timbulnya 1. Identifikasi pada
klien dibatas demam demam pasien yang
normal dalam 2. Observasi tanda- bersifat akut
waktu 3x24 jam tanda vital (suhu, (mendadak) disertai
nadi, tekanan darah, menggigil
Kriteria Hasil: pernafasan) tiap 3 jam 2. Tanda vital merupakan
1. TTV dalam atau lebih sering acuan untuk
batas normal : 3. Berikan penjelasan mengetahui keadaan
TD 110 – 120/ tentang penyebab umum pasien
80mmHg, nadi demam atau 3. Penjelasan tentang
70-80x/mnt, RR peningkatan suhu kondisi yang dialami
17-20x/mnt tubuh pasien dapat membuat
2. Membran 4. Anjurkan pasien pasien/ keluarga
mukosa basah untuk minum banyak mengurangi kecemasan
1-2 liter dalam 24 jam yang timbul
5. Berikan kompres 4. Peningkatan suhu tubuh
hangat (pada daerah mengakibatkan
aksila dan lipatan penguapan tubuh
paha) meningkat sehingga
6. Kolaborasi dengan perlu diimbangi dengan
tim medis pemberian asupan yang banyak
antipiretik 5. Kompres air hangat
dapat menghindari
kekacauan
termoregulasi karena
pembuluh darah
mengalami vasolidasi
6. Pemberian antipiretik
dapat menurunkan suhu
tubuh pasien
44

b. Diagnosis Nyeri akut berhubungan dengan keletihan, malaise

sekunder akibat DHF

Tabel 2.4 Penatalaksanaan Diagnosis Nyeri Akut berhubungan dengan Keletihan,


Malaise Sekunder akibat DHF

Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
Tujuan: nyeri 1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Mengetahui seberapa
dapat teratasi dialami pasien dengan berat nyeri yang
dalam waktu memberi rentang nyeri dialami pasien
3x24 jam (0-10) sehingga perawat dapat
2. Kaji faktor- faktor yang menentukan cara
Kriteria Hasil: memengaruhi reaksi mengatasinya
1. TTV dalam pasien terhadap nyeri 2. Mengetahui faktor-
batas normal : 3. Berikan posisi nyaman faktor tersebut maka
TD 110 – 120/ dan ciptakan suasana perawat dapat
80mmHg, ruangan yang tenang melakukan intervensi
Nadi:70- 4. Berikan suasana gembira yang sesuai dengan
80x/mnt, bagi pasien, alihkan masalah klien
RR:17- perhatian pasien dari 3. Posisi yang nyaman
20x/mnt rasa nyeri dengan dan situasi yang tenang
2. Wajah rileks mainan, atau membaca dapat membuat
3. Tidak ada buku cerita perasaan yang nyaman
nyeri tekan di 5. Kolaborasi dengan tim pada pasien
abdomen medis pemberian 4. Dengan melakukan
4. Skala nyeri 1- analgetik aktivitas lain pasien
2 dapat sedikit
5. Tidak ada mengalihkan
keluhan nyeri perhatiannya terhadap
nyeri
5. Obat analgetik dapat
menekankan rasa nyeri
45

c. Diagnosis: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, perdarahan, muntah

demam

Tabel 2.5 Penatalaksanaan Diagnosis Kekurangan volume cairan berhubungan


dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, perdarahan, muntah
demam

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Tujuan: volume 1. Kaji keadaan umum 1. Menetapkan data
cairan dapat teatasi pasien dasar pasien untuk
dalam waktu 3x24 2. Observasi ( turgor kulit mengetahui dengan
jam menurun, ubun- ubun cepat penyimpangan
cekung, produksi urin dari keadaan
Kriteria hasil: turun) normalnya
1. Menunjukkan 3. Monitor tanda- tanda 2. Mengetahui tanda
keseimbangan dehidrasi ( turgor kulit syok sedini mungkin
volume cairan menurun, ubun- ubun sehingga dapat segera
2. Tidak ada tanda- cekung, produksi urin dilakukan tindakan
tanda dehidrasi ( turun) 3. Mengetahui derajat
turgor kulit 4. Berikan hidrasi peroral dehidrasi (turgor kulit
menurun, ubun- secara adekuat sesuai turun, ubun-ubun
ubun cekung, dengan kebutuhan cekung, produksi urin
produksi urin tubuh turun)
turun) 5. Kolaborasi pemberian 4. Asupan caairan sangat
3. Tidak ada tanda- cairan intravena Ringer diperhatikan untuk
tanda syok ( Laktat, Glukosa 5%, menambah volume
turgor kulit NaCl 0,9%, dan cairan tubuh
menurun, ubun- Dextran L 40 5. Pemberian cairan ini
ubun cekung, sangat penting bagi
produksi urin pasien yang
turun) mengalami defisit
volume cairan dengan
keadaan umum yang
berubah karena cairan
ini langsung masuk ke
pembuluh darah
46

d. Diagnosis: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan

nafsu makan yang menurun

Tabel 2.6 Penatalaksanaan Diagnosis Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun

Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
Tujuan: nutrisi 1. Kaji keluhan mual, 1. Mengetahui keluha
klien terpenuhi muntah dan sulit pasien, perawat dapat
dalam waktu menelan yang dialami segera menentukan
3x24 jam pasien cara mengatasinya
2. Berikan makanan yang 2. Membantu mengurangi
Kriteria Hasil: mudah ditelan seperti kelelahan pasien dan
1. Klien tidak bubur,nasi tim, dan meningkatkan asupan
mual dan hidangkan selagi masih makanan karena mudah
muntah hangat ditelan
2. Menghabiskan 3. Berikan makanan dalam 3. Pemberian makanan
makan 1 porsi porsi kecil dan frekuensi dalam porsi kecil dan
3. Nafsu makan sering frekuensi sering dapat
membaik 4. Jelaskan manfaaat meringankan aktivitas
4. BB klien naik makanan/nutrisibagi lambung serta usus
Rambut tidak pasien terutama saat halus sehingga dapat
kusam, mukosa pasien sakit mengurangi keluhan
bibir basah, 5. Catat jumlah/porsi mual dan muntah dari
turgor kulit < 2 makanan yang pasien
detik dihabiskan oleh pasien 4. Meningkatkan
setiap hari pengetahuan pasien
tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan
meningkat
5. Mengetahui
pemenuhan yang
dibutuhkan
(Mubarak, et, al., 2015)
47

C. Kerangka Masalah Keperawatan

Arbovirus (melalui nyamuk


Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue (viremia)
Aedes aegypti)

Membentuk & melepaskan zat Mengaktifasi sistem komplemen


PGE2 Hipothalamus C3a, C5a

Hipertermi Peningkatan reabsorbsi Na dan Permeabilitas membran meningkat


H2O

Agregasi trombosit Kerusakan endotel pembuluh darah Resiko Syok Hipovolemik

Trombositopenia Merangsang & mengaktivasi faktor Renjatan hipovolemik dan


pembekuan hipotensi

DIC Kebocoran plasma

Perdarahan

Resiko perfusi jaringan tidak efektif

Hipoksia jaringan
48

Asidosis metabolik

Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler


Resiko syok (hipovolemik)

Hepar Abdomen

Hepatomegali Ascites

Mual, muntah

Penekanan intraabdomen
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Nyeri kebutuhan tubuh

(Nurarif & Kusuma, 2015)


49

Anda mungkin juga menyukai