Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012),
Guillain BarreSyndrome (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem
kekebalan seseorang menyerangsistem syaraf tepi dan menyebabkan
kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadikelumpuhan. Hal ini terjadi
karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dansumsum belakang
dengan seluruh bagian tubuh kita rusak. Kerusakan sistem syaraf
tepimenyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada
penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf.1
Angka kejadian penyakit GBS kurang lebih 0,6-1,6 setiap 10.000-40.000
penduduk.Perbedaan angka kejadian di negara maju dan berkembang tidak
nampak. Kasus inicenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita.
Data RS Cipto Mangunkusumo(RSCM) Jakarta menunjukkan pada akhir
tahun 2010-2011 tercatat 48 kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai
varian jumlahnya per bulan. Pada Tahun 2012 berbagai kasus di RSCM
mengalami kenaikan sekitar 10%.2
Keadaan tersebut di atas menunjukkan walaupun kasus penyakit GBS
relatif jarangditemukan namun dalam beberapa tahun terakhir ternyata jumlah
kasusnya terus mengalami peningkatan. Meskipun bukan angka nasional
negara Indonesia, data RSCM tidak dapat dipisahkan dengan kasus yang
terjadi di negara ini, karena RSCM merupakan salah satu Rumah Sakit pusat
rujukan nasional. Berdasarkan fakta di atas kita perlu mengenal penyakit GBS
secara lebih rinci

1.2 Tujuan

Tujuan dari Laporan Kasus adalah untuk menguraikan teori-teori tentang


Guillain Barre Syndrome serta memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan
Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1
1.3 Manfaat

Manfaat dari Laporan Kasus adalah diharapkan dapat mengembangkan


kemampuan dan pemahaman tentang Guillain Barre Syndrome.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
GBS adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang
sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. GBS merupakan
suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara
akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,
radiks, dan nervus kranialis.Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk
penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective
Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending
paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.3

2.2 Epidemiologi
Insidens GBS berkisar antara 0,81-1,89 kasus per 100.000 penduduk per
tahun. GBS lebih jarang ditemukan pada anak dibandingkan dewasa dan insidens
GBS meningkat seiring bertambahnya usia, proporsi laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan. Karakteristik serta variasi klinis GBS beragam di
berbagai tempat. Acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP) lebih
sering terjadi di Amerika Utara, Arab, dan Eropa. Sementara Acute motor axonal
neuropathy (AMAN) lebih sering terjadi di wilayah Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Banglades, Jepang, dan Meksiko. Di Indonesia, penelitian di RSUPN
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan jumlah kasus baru GBS
yang dirawat di RSCM sekitar 7,6 kasus/tahun. Penderita GBS di RSCM terutama
dewasa muda dengan rerata usia 40 tahun dan rasio laki-laki:perempuan adalah
1,2:1.4

2.3 Etiologi
GBS dianggap sebagai penyakit pasca-infeksi, yang diperantarai oleh
kekebalan tubuh yang menargetkan saraf perifer. Hingga dua pertiga pasien
melaporkan penyakit bakteri atau virus pendahuluan sebelum timbulnya gejala

3
neurologis. Infeksi saluran pernapasan paling sering dilaporkan, diikuti oleh
infeksi saluran cerna. Administrasi vaksinasi tertentu dan penyakit sistemik
lainnya juga telah dikaitkan dengan GBS. Laporan kasus ada mengenai banyak
obat dan prosedur, namun, apakah ada hubungan kausal yang ada tidak jelas.5

Tabel 2.1 Infeksi akut yang berhubungan dengan GBS

Infeksi Definite Probable Possible


Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella-zoster Measles
Vaccinia/smallpox Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter Typhoid Borella B
Jejuni Paratyphoid
Mycoplasma Brucellosis
pneumonia Chlamydia
Legionella
Listeria

Dalam beberapa penelitian, Clostridium jejuni adalah patogen yang paling


umum ditemukan saat melakukan isolasi di GBS. Studi serologi dalam uji coba
GBS di Belanda mengidentifikasi 32% pasien telah mengalami infeksi
Clostridium jejuni baru-baru ini, sementara penelitian di Cina utara mencatat
tingkat infeksinya sebesar 60%. Gejala gastrointestinal dan saluran pernapasan
bagian atas dapat diamati dengan infeksi C. jejuni. Pasien yang mengalami GBS
setelah infeksi C jejuni anteseden sering memiliki perjalanan yang lebih berat,
dengan perkembangan yang cepat dan pemulihan yang lama dan tidak lengkap.
Virulensi C jejuni diduga disebabkan oleh adanya antigen spesifik dalam
kapsulnya yang masuk kedalam saraf. Respon imun yang melawan kapsul
lipopolisakarida menghasilkan antibodi yang bereaksi silang dengan myelin untuk
menyebabkan demielinasi. Infeksi C. jejuni juga menghasilkan antibodi anti-
ganglioside termasuk ke ganglioside GM1, GD1a, GalNac-GD1a, dan GD1b yang
umumnya ditemukan pada pasien dengan AMAN dan AMSAN, subtipe aksonal
GBS.5

4
Infeksi CMV adalah infeksi kedua yang paling sering dilaporkan
menyebabkan GBS, dengan CMV menjadi pemicu GBS yang paling viral. Infeksi
CMV berperan sebagai penyebab infeksi saluran pernafasan atas, pneumonia, dan
penyakit flu-like illness Pasien GBS dengan infeksi CMV sebelumnya sering
melibatkan saraf sensorik dan saraf cranial. Infeksi CMV secara signifikan terkait
dengan antibodi terhadap GM2 ganglioside.5
GBS dapat juga terjadi oleh penggunaan obat-obatan. Dalam studi kasus
kontrol, pasien dengan GBS melaporkan sering menggunakan obat penicillin dan
obat antimotilitas, jarang menggunakan obat kontrasepsi oral. Namun, tidak ada
hubungan sebab akibat yang pasti telah ditetapkan.6 Sebuah studi oleh Ali
menunjukkan bahwa terapi antibiotik dengan fluorokuinolon juga dikaitkan
dengan timbulnya GBS. Terdapat kasus yang dilaporkan antara 1997 dan 2012 ke
US Food and Drug Administration (FDA) Adverse Reporting , ia mendapatkan
bahwa dari 539 pasien neuropati perifer terkait dengan pengobatan
fluorokuinolon, 9% diantaranya adalah pasien dengan GBS.7
Berbagai kejadian, seperti pembedahan, trauma, dan kehamilan, telah
dilaporkan juga sebagai pemicu GBS, tetapi hubungan ini sebagian besar masih
tidak jelas.Laporan kasus menyebutkan hubungan antara operasi lambung
bariatrik dan lainnya, transplantasi ginjal, dan anestesi epidural.5

2.4 Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa
imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada
sindroma ini adalah didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler
(cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi, adanya auto
antibodi terhadap sistem saraf tepi, didapatkannya penimbunan kompleks antigen
antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses
demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi

5
oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai
peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. 3
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting
disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang
(bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan
kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini
terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui
makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh
virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh
penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan
dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif
karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma
interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang
dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar
darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag.
Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin
disamping menghasilkan TNF dan komplemen.
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan
saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan
pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian
timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat
beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas,
poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan
selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh
enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Perubahan pertama yang terjadi
adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada
endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila
peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan
myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan
selubung myelin dari sel schwan dan akson.3

6
2.5 Klasifikasi

Guillain barre syndrome memilikibeberapaklasifikasi,


tergantungbagiandarisarafperifer yang terlibat, yaitu

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)


Merupakanvariasi GBD yang paling seringterjadi.Pada
AIDP,responimunmerusak myelin, yang merupakanpenutup yang
melindungiakson danmempromosikantransmisiimpulssaraf yang efisien.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
Dalamvarianini, yang mengalamikerusakanpada aksonmotorikitusendiri
yang diakibatkan oleh efek dari sistem imuntubuh.
3. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Memilikipersamaandengan AMAN tetapi pada AMSAN mengalami
kerusakan pada sistem saraf motorik juga sensorik.
Karenakerusakansarafsensorik,individu yang
terkenabisakehilangankemampuanuntukmerasakanposisianggotatubuhmer
eka dan dapatmemilikirefleks abnormal atautidakadarefleks (areflexia).
4. Miller Fisher Syndrome (MFS)
MFS merupakan tipe lain dari GBS yang melibatkan saraf kranial, yang
meluas dari otak ke berbagai area di kepala dan leher. MFS ditandai
dengan 3 karakteristik yaitu : kelemahan otot-otot untuk menggerakkan
mata (ophtalmoplegia), masalah dalam keseimbangan dan koordinasi
(ataxia), dan areflexia.
Sampai saat ini sudah ditemukan beberapa antibodi ganglioside dalam
serum pasien GBS, yaitu antibodi LM1, GM1, Gm1B, GM2< GD1a, GaINAc-
GD1a, GD1b, GD2, GD3, GT1a, dan GQ1b. Adanya perbedaan jenis antibodi
pada berbagai tipe GBS menunjukkan distribusi ganglioside berbeda- beda pada
jaringan saraf perifer, seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini

7
Tabel .Variasi Klinis Guillain Barre Syndrome dan Antibodi terkait
Subtipe dan Varian Antibodi IgG
Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP) Belum ditemukan
Varian :Facial diplegia and paresthesia, bifacialweakness with GM1, GD1a
parestesia GM1, GD1a
Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) GM1, GD1a
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) GT1a > Gq1b >>
2. Acute Motor Conduction Block Neuropathy GD1a
3. Pharyngeal-cervival-brachial weakness GM1, GD1a
4. Varian lain : GBS hiper-refleks, GBs Paraparesis
Miller Fisher Syndrome (MFS)
1. Acute ophtalmoparesis / ptosis/ mydrasis (without ataxia) GQ1b, GT1a
2. Acute ataxic neuropathy (without ophtalmoplegia) GQ1b, GT1a
3. Bickerstaff’s brain stem encephalitis GQ1b, GT1a
4. Acute ataxic hypersomnolencea GQ1b, GT1a

2.6 Diagnosis
Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks tendon dan
didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai
disosiasi sitoalbumin pada cairan serebrospinal dan gangguan sensorik dan
motorik perifer. Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari
National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke
(NINCDS), yaitu1,2,8
Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
1. Terjadinya kelemahan yang progresif. Parestesia yang bersifat bilateral
pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisis ke empat
ekstremitas yang bersifat ascendens. Pasien tidak dapat berdiri atau
berjalan.
2. Hiporefleks

8
Ciri-ciri yang mendukung diagnosis GBS:
a) Ciri-ciri klinis:
1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal
dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam
3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
2. Relatif simetris
3. Gejala gangguan sensibilitas ringan
4. Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral.
Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan
otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot
ekstraokuler atau saraf otak lain
5. Pemulihan dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,dapat
memanjang sampai beberapa bulan.
6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dangejala vasomotor.
7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

Gullain Barre Syndrome Disability Score (GBS Disability Socre) atau Hughes
Score

0 - sehat

1 - tanda dan gejala minimal dan mampu berlari

2 - mampu berjalan 10m atau lebih tanpa bantuan namun tidak mampu berlari

3 - mampu berjalan 10m dengan bantuan tongkat lari

4 - aktivitas terbatas pada tempat tidur atau kursi roda

5 - membutuhkan ventilator mekanik untuk bernafas

6 - kematian

Sumber : Hughes RAC, dkk. Brain 2007. h 2245-579

9
(b) Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang mendukung diagnosa:
1. Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial
2. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
3. Varian:
a) Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
b) Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Kelainan yang ditemukan dalam cairan serebrospinal sangat
berpengaruh karena GBS merupakan kelainan imunopatologik. Adapun
kelainan itu yang meningkatnya kadar protein, yang tidak diikuti dengan
peningkatan jumlah sel yang dinamakan dengan ‘disosiasi sitoalbumin’.
Kelainan ini menyimpang dari cairan serebrospinal yang mengarah kepada
proses infeksi, dimana peningkatan protein diikuti dengan kenaikan jumlah
sel. Selain itu, dapat ditemukan peningkatan imunoglobulin lain.
c) Gambaran elektromiografi (EMG) yang mendukung diagnosa:
Perlambatan konduksi saraf akan terjadi pada 80% kasus. Biasanya
kecepatan hantar saraf akan berkurang 60% dari normal
d) Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran
pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada
saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga
atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung
myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan
dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tiga
belas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara
progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks dan
saraf tepi telah hancur. Ada yang mengemukakan bahwa perubahan pertama
yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh
darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti
demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang
menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag

10
yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel
schwan dan akson.

2.7 Diagnosis Banding


Gejala klinis GBS biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus
dibedakan dengan keadaan lain, seperti2:
1. Mielitis akuta
2. Poliomyelitis anterior akuta
3. Porphyria intermitten akuta
4. Polineuropati post difteri

2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah terapi suportif
dengan mencegah dan mengatasi komplikasi yang fatal. Imunoterapi adalah
terapi spesifik untuk pengelolaan Sindrom Guillain-Barre dengan pilihan
pengobatan plasmaphereis atau intravena imunoglobulin (IVIG).

Terapi Suportif
Penanganan secara umum pada GBS adalah dengan melakukan pengawasan
pasien secara ketat. Pengawasan pasien dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
komplikasi yang fatal.
 Pengawasan ketat terhadap fungsi paru sebaiknya dikerjakan setiap 2-4 jam
pada fase akut, dan setiap 6-12 jam pada kondisi stabil. Jika terdapat
gejala gagal nafas, pertimbangkan transfer ke unit rawat intensif dan
pergunakan ventilasi mekanik.
 Pengawasan regular terhadap fungsi otonom juga sangat penting, terutama
pengawasan irama jantung, denyut nadi dan tekanan darah.
 Selalu periksa fungsi menelan untuk mencegah timbulnya komplikasi aspirasi.
 Selalu awasi dan cegah munculnya dekubitus dan kontraktur akibat tirah
baring lama.

11
 Pemberian low molecular weight heparin (LMWH) dibutuhkan untuk
mencegah terjadinya thrombosis vena dalam.
 Awasi kebutuhan dan kecukupan gizi pasien.

Imunoterapi dapat diberikan sejak onset gejala neuropati pertama kali muncul.
Manfaat terbaik muncul pada pemberian imunoterapi dalam 2 minggu pertama
onset pada pasien. Baik plasmafaresis dan imunoglobulin intravena (IV) memiliki
efektivitas yang sama dalam perbaikan kekuatan motorik pasien.10
1. IVIg: IVIgbekerja menghambat reseptor makrofag, menghambat
komplemen pengikat, dan menetralisir antibodi patologis.
Dosis: dewasa dan anak 2 g/ kg IV, umumnya dibagi dalam 5
dosis.Kontraindikasi: reaksi anafilaktik dapat terjadi pada pasien defisiensi
Ig A. Jika hal ini terjadi, pemberian IVIg dapat disertai dengan preparat Ig
A dosis rendah.
2. Plasmafaresisatau plasma ekspander. Mekanismenya adalah membuang
imunoglobulin dan antibodi dari serum dengan cara memindahkan darah
tubuh dan menggantinya dengan fresh frozen plasma, albumin, dan salin.
Dosis dewasa dan anak: 3-5 kali penggantian, 50 ml/kg plasma secara IV
selama 1-2 minggu. Jumlah maksimum pertukaran plasma sebanyak lima
kali dari volume plasma (200-250 ml/kgBB).
Kontraindikasi: septikemia, perdarahan aktif dan instabilitas kardiovaskular yang
berat.
Pemantauan fungsi paru dapat dilakukan setiap 1-4 jam untuk meminimalkan
risiko gagal napas berupa evaluasi frekuensi serta kedalaman napas, kapasitas
vital paru-paru, dan kemampuan reflex batuk.Indikasi pemasangan alat bantu
nafas pada Sindrom Guillain Barre adalah sebagai berikut:4
 Hiperkarbia / PaCO2> 48 mmHg
 Hipoksemia / PaO2, 56 mmHg pada udara ruangan
 Kapasitas vital paru-paru<15 ml/kgBB
Atau 2 kriteria minor sebagai berikut:
 Refleks batuk yang tidak efektif

12
 Gangguanmenelan
 Atelektasisparu

Terapi untuk Gejala Tambahan


1. Terapi Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang cukup sering ditemukan pada pasien GBS.
Sekitar 89% mengeluhkan nyeri selama proses perjalanan penyakit. Keluhan
nyeri yang muncul berbeda-beda sesuai dengan fase perjalanan penyakit,
mulai dari nyeri punggung, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri visceral.
Pemberian gabapentin, karbamazepin, dan opioid dianjurkan untuk mengatasi
nyeri pada pasien GBS, terutama pada fase akut.
2. Fisioterapi
Penderita GBS memiliki resiko terkena dekubitus, kontraktur serta
pneumonia orthostatik terkait dengan berkurangnya kemampuan untuk
mobilisasi. Kondisi ini dapat memperpanjang masa perawatan dan
menurunkan kualitas hidup setelah perawatan. Tidak jarang kelemahan otot
persisten dapat ditemukan pada penderita GBS setelah fase akut. Program
fisioterapi yang tepat diharapkan dapat mencegah dan mengendalikan
komplikasi-komplikasi tersebut.

2.9 Prognosis
Sebanyak 60-80% pasien Guillain Barre sembuh sempurna setelah 6
bulan, sisanya mengalami disabilitas, karena melibatkan otot pernapasan
dan gangguan fungsi otonom. Kematian penderita sindrom Guillain Barre
disebabkan kegagalan nafas dan infeksi.1Prognosis sindrom Guillain Barre
dapat ditentukan berdasarkan Erasmus GBS Outcome Score (EGOS).
EGOS ini dapat digunakan untuk menentukan probabilitas pasien dapat
berjalan mandiri enam bulan setelah onset.Semakin besar nilai EGOS yang
didapat maka semakin kecil kemungkinan pasien dapat berjalan setelah 6
bulan dari onset.4

13
Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)
Kategori Skor
Usia saat onset >60 1
41-60 0.5
<40 0
Diare (≤4 minggu) Ada 0
Tidak ada 1
GBS disability score 1-6

GBS disability score


0 = sehat
1 = tanda dan gejala minimal serta mampu berlari
2 = mampu berjalan 10 meter atau lebih tanpa bantuan namun tidak mamu
berlari
3 = dapat berjalan 10 meter dengan bantuan tongkat
4 = aktivitas terbatas pada tempat tidur atau kursi roda
5 = membutuhkan ventilator mekanik untuk bernafas
6 = kematian

14
BAB III

LAPORAN KASUS
3.1 Anamnesis
IdentitasPribadi
No. RekamMedis : 00.75.75.33
Nama : Zn
JenisKelamin : Laki-Laki
Usia : 19 tahun (lahir 03/03/1999)
SukuBangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Desa Karang Gading Dusun XI Kec. Labuhan Deli
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar / Petani
TanggalMasuk : 01 Oktober 2018

3.2 RiwayatPerjalananPenyakit
3.2.1. Keluhan
KeluhanUtama : Kelemahan keempat anggota gerak
Telaah :Hal ini dialami pasien sejak 2 bulan yang lalu, dan
terjadi secara perlahan-lahan. Keluhan diawali
dengan rasa kesemutan pada tungkai, lalu
dirasakan semakin melemah sampai tidak bisa
beraktivitas. Menurut pasien keluhan dirasakan
bersamaan di keempat ekstremitas. Nyeri tidak
dijumpai. Keluhan sakit kepala hebat, muntah
menyembur, dan kejang sebelumnya tidak
dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. Riwayat
batuk, pilek, mencret, tidak dijumpai. riwayat
trauma sebelumnya tidak dijumpai.BAK dan BAB
dalam batas normal, tidak dijumpai adanya

15
keluhan.Pasien merupakan rujukan dari rumah
sakit luar.

RiwayatPenyakitTerdahulu : Tidak jelas


Riwayatpenggunaanobat :Tidak jelas

3.2.2 AnamnesaTraktus
Traktus Sirkulatorius : Nyeri dada (-), hipertensi (-)
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai gangguan, sesak (-), batuk (-)
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan, BAB normal
Traktus Urogenitalis : Tidak dijumpai kelainan, BAK normal
Penyakit Terdahulu :DM (-), HT (-), PenyakitJantung (-),
Hiperkolesterolemia (-), Stroke (-)
Intoksikasi dan Obat-obatan : Tidak jelas

3.2.3 Anamnesa Keluarga


Faktor Herediter : Tidak dijumpai adanya keluhan yang samadi
keluarga.
Faktor Familier : Tidak dijumpai adanya keluhan yang sama di
keluarga.
Lain-lain :-

3.2.4 Anamnesa Sosial


Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak diketahui
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pelajar/Petani
Perkawinan : Belum Menikah

16
3.3 Pemeriksaan Jasmani
3.3.1 Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,7°C
Kulit : akral hangat, CRT <2”
Leher : dalambatas normal
Persendian : tidak dijumpai pembengkakan
3.3.2 Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : Normocephali, simetris, bulat
Pergerakan : Dalam batas normal, bebas
Kelainan Panca Indera : Tidak dijumpai kelainan
Rongga Mulut dan Gigi : Tidak dijumpai kelainan
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak dijumpai
Dan Lain-lain :-

3.3.3 Rongga Dada dan Abdomen


Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris Fusiformis Simetris
Palpasi : SF ka=ki, kesan normal Soepel, H/L tidak teraba
Perkusi : Sonor Timpani
Auskultasi : SP vesikuler, ST (-), SJ normal Peristaltik (+)

3.4 Pemeriksaan Neurologis


3.4.1 Sensorium : Compos mentis
3.4.2 Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi a. temporalis (+), a. carotis (+),

17
Perkusi : Cracked pot sign (-)
Auskultasi : Desah(-)
Transilumnasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.3. Perangsangan Meningeal


KakuKuduk : (-)
TandaKernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

3.4.4 Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntahproyektil : (-)
SakitKepala : (-)
Kejang : (-)

3.4.5 Saraf Otak/Nervus Kranialis


Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : + +
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Hiposmia : - -

Nervus II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Visus : Normal Normal
Lapangan Pandang
Normal : + +
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : + +
Fundus Okuli

18
 Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Gerakan Bola Mata : Normal Normal
Nistagmus : - -
Pupil
Lebar : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk : bulat bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya tidak Langsung: (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate : - -
Fenomena Doll’s Eye : tdp tdp
Strabismus : (-) (-)

Nervus V Kanan Kiri


Motorik
Membuka dan menutup mulut : dalam batas normal dalam batas normal
Palpasi otot masseter dan temporalis : dalam batas normal dalam batas normal
Kekuatan gigitan : dalam batas normal dalam batas normal
Sensorik
Kulit : dalam batas normal dalam batas normal
Selaput lendir : dalam batas normal dalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Refleks Masseter : tdp tdp

19
Refleks bersin : tdp tdp

Nervus VII Kanan Kiri


Motorik
Mimik : (+) (+)
Kerut Kening : (+) (+)
Menutup Mata : (+) (+)
Meniup Sekuatnya : (+) (+)
Memperlihatkan Gigi : (+) (+)
Tertawa : (+) (+)
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : tdp tdp
Produksi Kelenjar Ludah : normal normal
Hiperakusis : tdp tdp
Refleks Stapedial : tdp tdp

Nervus VIII Kanan Kiri


Auditorius
Pendengaran : (+) (+)
Test Rinne : tdp tdp
Test Weber : tdp tdp
Test Schwabach : tdp tdp
Vestibularis
Nistagmus : (-)(-)
Reaksi Kalori : tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)

Nervus IX, X
Pallatum Molle : Medial
Uvula : Medial
Disfagia : (-)

20
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : tdp
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah :tdp
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : (+) (+)
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : (+) (+)

Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial

3.4.6 Sistem Motorik


Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : hipotonus
Kekuatan Otot : ESD : 44443/34444 ESS: 44443/34444
EID :22244/44222 EIS : 22244/44222
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring): Mampu -Tidak mampu - mampu
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetotis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)

21
Dan Lain-lain : (-)

3.4.7 Tes Sensibilitas


Eksteroseptif : nyeri (+), raba (+), suhu normal
Proprioseptif : dalam batas normal
Fungsi Kortikal untuk Sensibilitas
 Stereognosis : (+)
 Pengenalan Dua Titik : tidak dilakukan pemeriksaan
 Grafestesia : (+)

3.4.8 Refleks Kanan Kiri


Refleks Fisiologis
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)

3.4.9 Koordinasi
Bicara : Dapat berbicara dengan jelas

22
Menulis : Mampu
Percobaan Apraksia : Dalam batas normal
Mimik : Sudut mulut simetris
Test Telunjuk-Telunjuk : Tidakdilakukanpemeriksaan
Test Telunjuk-Hidung : Tidakdilakukanpemeriksaan
Diadokhokinesia : Tidakdilakukanpemeriksaan
Test Tumit-Lutut : Tidakdilakukanpemeriksaan
Test Romberg : Tidakdilakukanpemeriksaan

3.4.10 Vegetatif
Vasomotorik : Tidakdilakukanpemeriksaan
Sudomotorik : Tidakdilakukanpemeriksaan
Pilo-Erektor : Tidakdilakukanpemeriksaan
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.11 Vertebra
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Dalam batas normal
Pinggang : Dalam batas normal

3.4.12 Tanda Perangsangan Radikuler


Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)

23
3.4.13 Gejala-GejalaSerebelar
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan Lain-lain : (-)

3.4.14 Gejala-Gejala Ekstrapiramidal


Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan Lain-lain : (-)

3.4.15 Fungsi Luhur


Kesadaran Kualitatif : Compos mentis
Ingatan Baru : Baik
Ingatan Lama : Baik
Orientasi
Diri : normal
Tempat : normal
Waktu : normal
Situasi : normal
Intelegensia : Tidakdilakukanpemeriksaan
Daya Pertimbangan : Tidakdilakukanpemeriksaan
Reaksi Emosi : Tidakdilakukanpemeriksaan
Afasia
Ekspresif : (-)
Reseptif : (-)
Apraksia : Tidakdilakukanpemeriksaan

24
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia Jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
DisorientasiKanan-Kiri : (-)

3.5Kesimpulan Pemeriksaan
KeluhanUtama : Kelemahan keempat anggota gerak
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 2 bulan yang lalu, dan
terjadi secara perlahan-lahan. Keluhan diawali
dengan rasa kesemutan pada tungkai, lalu
dirasakan semakin melemah sampai tidak bisa
beraktivitas. Menurut pasien keluhan dirasakan
bersamaan di keempat ekstremitas. Nyeri tidak
dijumpai. Keluhan sakit kepala hebat, muntah
menyembur, dan kejang sebelumnya tidak
dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. Riwayat
batuk, pilek, mencret, tidak dijumpai. riwayat
trauma sebelumnya tidak dijumpai. BAK dan BAB
dalam batas normal, tidak dijumpai adanya
keluhan. Pasien merupakan rujukan dari rumah
sakit luar.
RiwayatPenyakitTerdahulu : -
Riwayatpenggunaanobat :-

Status Presens
Tekanan Darah : 120/70mmHg
Nadi : 84x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperature : 36,7°C

25
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntahproyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal : (-)

Nervus Kranialis
N. I : normosmia
N. II,III : refleks cahaya +/+, pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : gerakan bola mata (+)
N. V : buka tutup mulut (+)
N. VII : sudut mulut simetris
N. VIII : pendengaran normal
N. IX, X : pallatum molle simetris, uvula medial
N. XI : mengangkatbahu (+/+)
N. XII : Lidah dijulurkan medial

Refleks Fisiologis Kanan Kiri


B/T : +/+ +/+
APR/KPR : +/+ +/+
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : -/- -/-
Kekuatan Motorik : ESD : 44443/34444 ESS: 44443/34444
EID : 22244/44222 EIS : 22244/44222
3.6. Diagnosis
DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Tetraparese tipe LMN
DIAGNOSIS ETIOLOGI : Autoimun
DIAGNOSIS ANATOMIK :Saraf Tepi
DIAGNOSIS BANDING : 1.Guillain Barre Syndrom

26
2. Paralysis Periodic Hipokalemic
DIAGNOSA KERJA : Tetraparese tipe LMN e.c GBS

3.7. Penatalaksanaan
3.7.1. Penatalaksanaan Awal
1. IVFD R-SOL 20 tetes/menit
2. Vitamin B kompleks 3x1
3.8. Rencana Pemeriksaan
1. PemeriksaanDarahLengkap
2. Pemeriksaan EMG
3. PemeriksaanLumbal Pungsi

27
BAB IV
FOLLOW UP
01 Oktober 2018
S:Lemah keempat anggota gerak
O: Sens: Compos mentis. TD: 110/80 mmHg. HR: 82x/i. RR: 18x/i. T: 36,1°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)
N. V: Buka tutup mulut (+) N. XII: Lidah dijulurkan medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44443/34444 ESS: 44443/34444
EID :22244/44222 EIS : 22244/44222
Otonom : dalam batas normal
A:Tetraparese tipe LMN ec. Susp GBS
P: - Mobilisasi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Vit B comp 2x1

R/ EMG

/EKG

/ foto thorax

28
Hasil Laboratorium 01 Oktober 2018
Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HGB) 16,4 g/dl 13-18 Normal
Eritrosit 5,60Juta/µL 4,50-6,50 Juta/µL Normal
Leukosit (WBC) 12,330 /µL 4,000-11,000 Meningkat
Hematokrit 47 % 39-54 Normal
Trombosit (PLT) 394 x 10³/mm³ 150-450 Normal
MCV 84 fL 81-99 Normal
MCH 29,3 pg 27,0-31,0 Normal
MCHC 34,7 g/dL 31,0-37,0 Normal
RDW 12,9% 11,5-14,5 Normal
MPV 9,2 fL 6,5-9,5 Normal
PCT 0,360 % 0,100-0,500 Normal
PDW 9,8 % 10,0-18,0 Normal
Hitung Jenis
Neutrofil 58,30 % 50,00-70,00 Normal
Limfosit 32,50 % 20.00-40.00 Normal
Monosit 4,90 % 2,00-8,00 Normal
Eosinofil 3,80 % 1,00-3,00 Meningkat
Basofil 0,50 % 0,00-1,00 Normal
Neutrofil absolut 7,19 x 103/µL 2,7-6,5 Meningkat
Limfosit absolut 4,01 x 103/µL 1,5- 3,7 Meningkat
Monosit absolut 0,60 x 103/µL 0,2-0,4 Meningkat
Eosinofil absolut 0,47 x 103/µL 0-0,10 Meningkat
Basofil absolut 0,06 x 103/µL 0-0,1 Normal

29
Metabolisme
Karbohidrat
Glukosa darah sewaktu 73 mg/dL <200 Normal
Ginjal
Blood Urea Nitrogen
13 mg/dL 9-21 Normal
(BUN)
Ureum 28 mg/dl 19-44 Normal
Kreatinin 0,50 mg/dl 0,7-1,3 Menurun
Elektrolit
Natrium (Na) 132 mEq/L 135-155 Normal
Kalium (K) 4,7 mEq/L 3,6-5,5 Normal
Klorida (Cl) 101 mEq/L 96-106 Normal

Hasil EKG 01 Oktober 2018

30
Sinus ritme, QRS rate 87x/i, normoaxis, gelombang P 0,08”, PR interval 0,16”,
QRS complex 0,06”, ST segment isoelektris, gelombang T inverted tidak
dijumpai, LVH tidak dijumpai, VES(+).
Kesan: sinus ritme + VES

Hasil Foto Thoraks 01 Oktober 2018

Kedua sudut costophrenikus lancip, kedua diafragma licin.


Tidak tampak infiltrat pada kedua lapangan paru.
Jantung ukuran normal ctr < 50%
Trakea di tengah
Tulang-tulang dan soft tissue baik
Kesimpulan : Tidak terdapat kelainan pada cor dan pulmo

31
2-6 Oktober 2018
S: Lemah keempat anggota gerak, nyeri kepala (+)
O: Sens: Compos mentis. TD: 110/70 mmHg. HR: 86x/i. RR: 18x/i. T: 36,7°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)
N. V: Buka tutup mulut (+) N. XII: Lidah dijulurkan
medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44443/34444 ESS: 44443/34444
EID :22244/44222 EIS : 22244/44222
Otonom : dalam batas normal
A:Tetraparese tipe LMN ec. Susp GBS
P: - Mobilisasi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1

R/ Fisioterapi, Konsul HDU/ICU, Konsul UTD

Hasil Laboratorium 2 Oktober 2018

Metabolisme
Karbohidrat
Glukosa darah puasa 80 mg/dL 70-105 Normal
Glukosa darah 2 jam 111 mg/dL 76-140 Normal

32
PP
HbA1c 5,6% 4.0-6.0 Normal
Lemak
Kolesterol Total 132 mg/dL <200 Normal
Trigliserida 132 mg/dl <150 Normal
Kolesterol HDL 37 mg/dl >40 Menurun
Kolesterol LDL 64 mg/dl <100 Normal
Ginjal
Asam Urat 8,0 mg/dL 3,5-7,2 Meningkat

Hasil EMG 2 Oktober 2018

Kesan : Poliradikuloneuropati motorik dan sensorik

7 Oktober 2018
S : Lemah keempat anggota gerak
O: Sens: Compos mentis. TD: 100/70 mmHg. HR: 76x/i. RR: 20x/i. T: 37,6°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)
N. V: Buka tutup mulut (+) N. XII: Lidah dijulurkan medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44443/34444 ESS: 44443/34444

33
EID :22244/44222 EIS : 22244/44222
Otonom : dalam batas normal
A :Tetraparese tipe LMN ec. Susp GBS
P : - Mobilisasi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1

R/ Konsul Anestesi Pemasangan Double Lumen

Hasil Laboratorium 7 Oktober 2018

Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan


HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HGB) 13,7 g/dl 13-18 Normal
Eritrosit 4,69 Juta/µL 4,50-6,50 Juta/µL Normal
Leukosit (WBC) 11,190 /µL 4,000-11,000 Meningkat
Hematokrit 40 % 39-54 Normal
Trombosit (PLT) 284 x 10³/mm³ 150-450 Normal
MCV 86 fL 81-99 Normal
MCH 29,2 pg 27,0-31,0 Normal
MCHC 34,1 g/dL 31,0-37,0 Normal
RDW 13,3% 11,5-14,5 Normal
MPV 9,3 fL 6,5-9,5 Normal
PCT 0,260 % 0,100-0,500 Normal
PDW 9,6 % 10,0-18,0 Normal
Hitung Jenis
Neutrofil 65,90 % 50,00-70,00 Normal
Limfosit 20,20 % 20.00-40.00 Normal

34
Monosit 5,50 % 2,00-8,00 Normal
Eosinofil 8,00 % 1,00-3,00 Meningkat
Basofil 0,40 % 0,00-1,00 Normal
Neutrofil absolut 7,38 x 103/µL 2,7-6,5 Meningkat
Limfosit absolut 2,26 x 103/µL 1,5- 3,7 Normal
Monosit absolut 0,61 x 103/µL 0,2-0,4 Meningkat
Eosinofil absolut 0,90 x 103/µL 0-0,10 Meningkat
Basofil absolut 0,04 x 103/µL 0-0,1 Normal
Faal Hemostasis
Waktu Protombin 15,6 detik 14,00
INR 1,13 0,8-1,30
APTT 31,7 detik 27-39
Waktu Trombin 12,9 detik 19,0
Fibrinogen 860 mg/dL 150-400
Kimia Klinik
Elektrolit
Kalsium 7,60 mg/dL 8,4-10,2 Menurun
Natrium 139 mEq/L 135-155 Normal
Kalium 4,1 mEq/L 3,6-5,5 Normal
Klorida 105 mEq/L 96-106 Normal

8 Oktober 2018
S : Lemah keempat anggota gerak
O: Sens: Compos mentis. TD: 110/70 mmHg. HR: 84x/i. RR: 20x/i. T: 36,7°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial

35
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)
N. V: Buka tutup mulut (+) N. XII: Lidah dijulurkan medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44443/34444 ESS: 44443/34444
EID :33344/44333 EIS : 33344/44333
Otonom : dalam batas normal
A :Tetraparese tipe LMN ec. GBS
P : - Mobilisasi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1
- Therapeutic Plasma Exchange I

9-14 Oktober 2018


S : Lemah keempat anggota gerak
O: Sens: Compos mentis. TD: 110/70 mmHg. HR: 84x/i. RR: 20x/i. T: 36,7°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)
N. V: Buka tutup mulut (+) N. XII: Lidah dijulurkan medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-

36
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44443/34444 ESS: 44443/34444
EID :33344/44333 EIS : 33344/44333
Otonom : dalam batas normal
A :Tetraparese tipe LMN ec. GBS
P : - Mobilisasi
- Fisioterapi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1
- Therapeutic Plasma Exchange II (10 Oktober 2018) dan III (13
Oktober 2018)

Hasil Laboratorium 9 Oktober 2018

Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan


HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HGB) 15,3 g/dl 13-18 Normal
Eritrosit 5,09 Juta/µL 4,50-6,50 Juta/µL Normal
Leukosit (WBC) 22,210 /µL 4,000-11,000 Meningkat
Hematokrit 42 % 39-54 Normal
Trombosit (PLT) 435 x 10³/mm³ 150-450 Normal
MCV 83 fL 81-99 Normal
MCH 30,1 pg 27,0-31,0 Normal
MCHC 36,2 g/dL 31,0-37,0 Normal
RDW 12,9% 11,5-14,5 Normal
MPV 10,2 fL 6,5-9,5 Meningkat
PCT 0,440 % 0,100-0,500 Normal
PDW 11,1 % 10,0-18,0 Normal

37
Hitung Jenis
Neutrofil 71,80 % 50,00-70,00 Meningkat
Limfosit 17,70 % 20.00-40.00 Menurun
Monosit 5,70 % 2,00-8,00 Normal
Eosinofil 4,30 % 1,00-3,00 Meningkat
Basofil 0,50 % 0,00-1,00 Normal
Neutrofil absolut 15,95 x 103/µL 2,7-6,5 Meningkat
Limfosit absolut 3,94 x 103/µL 1,5- 3,7 Meningkat
Monosit absolut 1,26 x 103/µL 0,2-0,4 Menurun
Eosinofil absolut 0,96 x 103/µL 0-0,10 Meningkat
Basofil absolut 0,10 x 103/µL 0-0,1 Normal
Faal Hemostasis
Waktu Protombin 14,5 detik 14,40
INR 1,01 0,8-1,30
APTT 28,2 detik 27-39
Waktu Trombin 14,0 detik 20,3
Kimia Klinik
Elektrolit
Kalsium 8,10 mg/dL 8,4-10,2 Menurun
Natrium 135 mEq/L 135-155 Normal
Kalium 3,9 mEq/L 3,6-5,5 Normal
Klorida 103 mEq/L 96-106 Normal

Hasil Laboratorium 11 Oktober 2018

Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan


HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)

38
Hemoglobin (HGB) 13,7 g/dl 13-18 Normal
Eritrosit 4,66 Juta/µL 4,50-6,50 Juta/µL Normal
Leukosit (WBC) 13,020 /µL 4,000-11,000 Meningkat
Hematokrit 39% 39-54 Normal
Trombosit (PLT) 267 x 10³/mm³ 150-450 Normal
MCV 85 fL 81-99 Normal
MCH 29,4 pg 27,0-31,0 Normal
MCHC 34,8 g/dL 31,0-37,0 Normal
RDW 13% 11,5-14,5 Normal
MPV 9,8 fL 6,5-9,5 Meningkat
PCT 0,260 % 0,100-0,500 Normal
PDW 10,2 % 10,0-18,0 Normal
LED 25 mm/jam 0-10 Meningkat
Hitung Jenis
Neutrofil 59,60 % 50,00-70,00 Normal
Limfosit 22,20% 20.00-40.00 Normal
Monosit 6,60% 2,00-8,00 Normal
Eosinofil 10,80% 1,00-3,00 Meningkat
Basofil 0,80% 0,00-1,00 Normal
Neutrofil absolut 7,76 x 103/µL 2,7-6,5 Meningkat
Limfosit absolut 2,89 x 103/µL 1,5- 3,7 Normal
Monosit absolut 0,86 x 103/µL 0,2-0,4 Meningkat
Eosinofil absolut 1,41 x 103/µL 0-0,10 Meningkat
Basofil absolut 0,10 x 103/µL 0-0,1 Normal
Faal Hemostasis
Waktu Protombin 14,6 detik 14,00
INR 1,04 0,8-1,30
APTT 29,7 detik 27-39

39
Waktu Trombin 15,6 detik 20,0
Kimia Klinik
Hati
Albumin 3,5 g/dL 3,5-5,0 Normal
Elektrolit
Kalsium 7,70 mg/dL 8,4-10,2 Menurun
Natrium 135 mEq/L 135-155 Normal

Kalium 3,4 mEq/L 3,6-5,5 Menurun


Klorida 106 mEq/L 96-106 Normal

15-17 Oktober 2018


S : Lemah keempat anggota gerak
O: Sens: Compos mentis. TD: 110/70 mmHg. HR: 82x/i. RR: 20x/i. T: 37,1°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)
N. V: Buka tutup mulut (+) N.XII:Lidah dijulurkan medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44444/44444 ESS: 44444/44444
EID :44344/44344 EIS : 44344/44344
Otonom : dalam batas normal
A :Tetraparese tipe LMN ec. GBS
P : - Mobilisasi

40
- Fisioterapi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1
- Therapeutic Plasma Exchange IV (16 Oktober 2018)

R/ Cek Feses Rutin

Hasil Laboratorium 15 Oktober 2018

Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan


HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HGB) 13,7 g/dl 13-18 Normal
Eritrosit 4,68 Juta/µL 4,50-6,50 Juta/µL Normal
Leukosit (WBC) 19,750 /µL 4,000-11,000 Meningkat
Hematokrit 40 % 39-54 Normal
Trombosit (PLT) 295 x 10³/mm³ 150-450 Normal
MCV 85 fL 81-99 Normal
MCH 29,3 pg 27,0-31,0 Normal
MCHC 34,3 g/dL 31,0-37,0 Normal
RDW 13,6% 11,5-14,5 Normal
MPV 9,2 fL 6,5-9,5 Normal
PCT 0,220 % 0,100-0,500 Normal
PDW 10,1 % 10,0-18,0 Normal
Hitung Jenis
Neutrofil 68,40 % 50,00-70,00 Normal
Limfosit 15,20 % 20.00-40.00 Menurun
Monosit 4,40 % 2,00-8,00 Normal
Eosinofil 7,50 % 1,00-3,00 Meningkat

41
Basofil 9,50 % 0,00-1,00 Meningkat
Neutrofil absolut 13,51 x 103/µL 2,7-6,5 Meningkat
Limfosit absolut 3,80 x 103/µL 1,5- 3,7 Meningkat
Monosit absolut 9,87 x 103/µL 0,2-0,4 Meningkat
Eosinofil absolut 1,48 x 103/µL 0-0,10 Meningkat
Basofil absolut 0,09 x 103/µL 0-0,1 Normal
Faal Hemostasis
Waktu Protombin 17,5 detik 14,00
INR 1,10 0,8-1,30
APTT 32,0 detik 27-39
Waktu Trombin 12,0 detik 20,3
Kimia Klinik
Hati
Albumin 3,6 g/dL 3,6-5,0 Normal
Elektrolit
Kalsium 7,50 mg/dL 8,4-10,2 Menurun
Natrium 133 mEq/L 135-155 Normal
Kalium 3,5 mEq/L 3,6-5,5 Normal
Klorida 100 mEq/L 96-106 Normal

18 Oktober 2018
S : Lemah keempat anggota gerak
O: Sens: Compos mentis. TD: 110/70 mmHg. HR: 82x/i. RR: 20x/i. T: 37,1°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)

42
N. V: Buka tutup mulut (+) N. XII: Lidah dijulurkan medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44444/44444 ESS: 44444/44444
EID :44344/44344 EIS : 44344/44344
Otonom : dalam batas normal
A :Tetraparese tipe LMN ec. GBS
P : - Mobilisasi
- Fisioterapi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1
- Therapeutic Plasma Exchange V (18 Oktober 2018)

R/ Pindah Ruangan

19 Oktober 2018
S : Lemah keempat anggota gerak
O: Sens: Compos mentis. TD: 110/70 mmHg. HR: 82x/i. RR: 20x/i. T: 37,1°C
Tanda peningkatan TIK: (-) R. Meningeal: (-)
N. Kranialis:
N. I: Normosmia N VIII: Pendengaran normal
N. II, III: RC +/+, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm N. IX, X: Uvula medial
N. III, IV, VI: Gerakan bola mata +/+ N. XI: Angkat bahu (+/+)
N. V: Buka tutup mulut (+) N.XII:Lidah dijulurkan medial
N VII: Sudut mulut simetris
R. Fisiologis: R. patologis:
B: +/+ KPR: +/+ H/T: -/-

43
T: +/+ APR: +/+ Babinski: -/-
K. motorik: ESD :44444/44444 ESS: 44444/44444
EID :44444/44444 EIS : 44444/44444
Otonom : dalam batas normal
A :Tetraparese tipe LMN ec. GBS
P : - Mobilisasi
- Fisioterapi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1

44
BAB V
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Anamnesis Anamnesis :
-Terjadinya kelemahan yang progresif.  Kelemahan keempat anggota gerak
Parestesia yang bersifat bilateral pada
Hal ini dialami pasien sejak 2 bulan
bagian distal dan diikuti secara cepat
yang lalu, dan terjadi secara
oleh paralisis ke empat ekstremitas
perlahan-lahan. Keluhan diawali
yang bersifat ascendens. Pasien tidak
dengan rasa kesemutan pada tungkai,
dapat berdiri atau berjalan.
lalu dirasakan semakin melemah
- Tidak ada demam saat onset gejala
sampai tidak bisa beraktivitas.
neurologis
Menurut pasien keluhan dirasakan
bersamaan di keempat ekstremitas.
Nyeri tidak dijumpai. Keluhan sakit
kepala hebat, muntah menyembur, dan
kejang sebelumnya tidak dijumpai.
Riwayat demam tidak dijumpai.
Riwayat batuk, pilek, mencret, tidak
dijumpai. riwayat trauma sebelumnya
tidak dijumpai. BAK dan BAB dalam
batas normal, tidak dijumpai adanya
keluhan. Pasien merupakan rujukan dari
rumah sakit luar.

Pemeriksaan Fisik
Kekuatan Motorik :
ESD : 44443/34444
EID : 22244/44222
Pemeriksaan Fisik
- Kelemahan progresif ESS: 44443/34444
EIS : 22244/44222

45
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Darah
 Normal
Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan cairan CSS
 Tidak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan Darah

- EKG
- Pemeriksaan Cairan Serebrospinal  Dalam batas normal
 Peningkatan protein CSS - EMG
 Poliradikuloneuropati motorik
 Jumlah sel CSS < 15 MN/mm3
dan sensorik
- EKG

- EMG

Tatalaksana - Mobilisasi
IVIg: IVIgbekerja menghambat - Fisioterapi
reseptor makrofag, menghambat - IVFD RSOL 20 gtt/i
komplemen pengikat, dan menetralisir - Allopurinol 1 x 100mg
antibodi patologis. - Vit B comp 2x1
Dosis: dewasa dan anak 2 g/ kg IV, - Therapeutic Plasma
umumnya dibagi dalam 5 dosis. Exchange

Plasmafaresisatau plasma ekspander.


Mekanismenya adalah membuang
imunoglobulin dan antibodi dari serum
dengan cara memindahkan darah tubuh
dan menggantinya dengan fresh frozen
plasma, albumin, dan salin.
Dosis dewasa dan anak: 3-5 kali
penggantian, 50 ml/kg plasma secara
IV selama 1-2 minggu. Jumlah
maksimum pertukaran plasma sebanyak

46
lima kali dari volume plasma (200-250
ml/kgBB).

Fisioterapi
Penderita GBS memiliki resiko terkena
dekubitus, kontraktur serta pneumonia
orthostatik terkait dengan berkurangnya
kemampuan untuk mobilisasi. Kondisi
ini dapat memperpanjang masa
perawatan dan menurunkan kualitas
hidup setelah perawatan. Tidak jarang
kelemahan otot persisten dapat
ditemukan pada penderita GBS setelah
fase akut. Program fisioterapi yang
tepat diharapkan dapat mencegah dan
mengendalikan komplikasi-komplikasi
tersebut.

47
BAB VI

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien dengan diagnosa tetraparese tipe LMN e.c Guillain
Barre Syndrome. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pasien selanjutnya diberikan tatalaksana terapi :
- Mobilisasi
- Fisioterapi
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Allopurinol 1 x 100mg
- Vit B comp 2x1
- Therapeutic Plasma Exchange

48
DAFTAR PUSTAKA
1. Center for disease control (CDC). 2012. Guillain Barre Syndrome (GBS)
http://www.cdc.gov/flu/protect/vaccine//guillainbarre.htm. Diakses pada
tanggal 16 Oktober 2018.
2. Mikail B.2012. Penderita Guillain Barre Syndrome (GBS) meningkat di
Kalangan Usia Produktif.
http://health.kompas.com/read/2012/04/14/09265323/Penderita Guillain
Barre Syndrome(GBS).Meningkat. di.Kalangan.Usia.Produktif. Diakses
pada tanggal 16 Oktober 2018 pada pukul 14:34
3. Japardi I. 2005. Guillain-Barre Syndrome. Fakultas Kedokteran Bagian
Bedah Universitas Sumatera Utara;.p.1-6
4. Ahmad Yanuar Safri.
5. Andary M. 2018. Guillain-Barre Syndrome. Department of Physical
Medicine and Rehabilitation, Michigan State University College of
Osteopathic Medicine
6. Awong IE, Dandurand KR, Keeys CA, Maung-Gyi FA. Drug-associated
Guillain-Barre Syndrome: a literature review. Ann Pharmacother. 1996
Feb. 30(2): 173-80
7. Ali AK. Peripheral neuropathy and Guillain-Barre Syndrome risks
associated with exposure to systemic fluoroquinolones: a
pharmacovigilance analysis. Ann Epidemiol. 2014 Jan 2
8. Davids HR. Guillain-Barre syndrome. (cited on 2018 Sep 25). Available
from: http://emedicine.medscape.com/ article/315632-overview#showall
9. Dimachkie MM dan Barohn RJ. Guillain-Barre Syndrome. Current
Treatment Options in Neurology 2013; 15(3):338-349
10. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis
dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: ECG; 2009

49

Anda mungkin juga menyukai