Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan potensi alam yang
dimilikinya. Ada banyak potensi yang masih belum tereksplorasi yang bisa dimanfaatkan
demi kepentingan orang banyak. Seiring dengan perkembangan zaman maka
pembangunan secara fisik seperti pembangunan industri dan perumahan pun meningkat.
Salah satu potensi bahan galian mineral batuan (UU No. 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batubara) di kawasan Desa Sambeng Kecamatan Bantar
bolang Kabupaten Pemalang adalah pasir batu. Untuk mengetahui kuantitas cadangan
pasir batu tersebut perlu dilakukan penaksiran cadangan. Dalam penaksiran cadangan ada
beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengestimasi besarnya cadangan pasir
batu,yang dipergunakan dalam makalah ini adalah menggunakan metode cross section
dan metode contour dengan pedoman pada perubahan bertahap (rule of gradual change).
Besarnya suatu cadangan bahan galian merupakan ukuran atau dimensi bagi endapan
bahan galian tersebut. Perhitungan cadangan merupakan suatu pekerjaan yang penting
dan besar tanggung jawabnya dalam mengevaluasi suatu proyek pertambangan. Salah
satu penentuan layak atau tidak nya suatu kegiatan penambangan ditentukan oleh kualitas
dan jumlah cadangan endapan bahan galian. Hasil dari perhitungan cadangan yang baik
dapat menentukan investasi yang akan ditanam oleh investor, penentuan sasaran
produksi, cara penambangan yang diterapkan bahkan dalam memperkirakan waktu yang
dibutuhkan oleh perusahaan dalam melaksanakan usaha kegiatan penambangannya maka
perlu dilakukan beberapa tahapan. Tahapan awal dari kegiatan pertambangan yaitu
Penyelidikan umum yang berguna untuk mengetahuikondisi geologi regional dan
indikasi adanya bahan galian, kemudian hasil dari kegiatan Penyelidikan umum ini
digunakan sebagai bahan pertimbangan kegiatan selanjutnya yaitu Eksplorasi. Kegiatan
Eksplorasi dilakukan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang
lokasi, bentuk, dimensi, sebaran,kualitas dan sumberdaya terukur dari bahan galian, serta
informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Hasil kegiatan Eksplorasi
inilah digunakan untuk mengetahui potensi bahan galian yang ada dan digunakan pula

1
sebagai dasar pembuatan perencanaan pertambangan setelah dilakukannya kegiatan Studi
kelayakan dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Penambangan yang diikuti dengan
kegiatan Pengolahan serta Penjualan dan ditutup dengan kegiatan Pascatambang.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghitung besarnya cadangan pasir batu dengan menggunakan metode cross
section dan metode contour.
2. Menghitung perbedaan besarnya cadangan pasir batu dengan menggunakan
metode cross section dan metode contour dengan pedoman perubahan bertahap
(rule of gradual change).
3. Memberi masukan kepada perusahaan sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk melakukan proses selanjutnya.
4. Menambah referensi penelitian mengenai penaksiran cadangan pasir batu.

1.3 Metodelogi
Metode yang digunakan dalam penaksiran sumberdaya pasir batu di wilayah IUP
(Izin Usaha Pertambangan) Eksplorasi Ali Fathikin yang bertempat di Desa Sambeng
Kecamatan Bantar bolang Kabupaten Pemalang yaitu dengan cara membagi endapan
mineral menjadi blok-blok dengan interval tertentu. Blok penambangan dibatasi oleh dua
buah penampang atau sayatan serta membagi endapan mineral menjadi blok-blok
mendatar dengan interval tertentu yang dibatasi oleh dua buah penampang yang mewakili
elevasi yang telah ditentukan

2
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi dari daerah penelitian berada pada Desa Sambeng. Desa Sambeng merupakan
salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Provinsi
Jawa Tengah, Indonesia. Wilayah administrasi Kabupaten Pemalang terdiri dari 14 (tiga
belas) Kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Pemalang ini sekitar kurang lebih 111.530 Ha.
Jumlah penduduk pada daerah tersebut sekitar 1.263.271 jiwa. Kabupaten Pemalang memiliki
letak geografis yang berada pada 109° 17’ 30’– 109° 40’ 30’ Bujur Timur (BT) dan 8° 52’
30’– 7° 20’ 11’ Lintang Selatan (LS). Wilayah ini merupakan daerah dataran rendah dan
sedikit berbukit. Wilayah ini berjarak kira-kira 135 Km ke arah barat dari Semarang yang
dapat ditempuh dengan jalur darat. Secara administrasi Kabupaten Pemalang meiliki batas-
batas wilayah yaitu:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal.

2.2 Keadaan Geologi


Keadaan geologi dari daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu
Fisiografi, Stratigrafi dan Struktur Geologi. Adapun bagian-bagian tersebut diuraikan sebagai
berikut:
2.2.1 Fisiografi
Menurut Van Bemmellen (1949) secara fisiografis daerah penelitian
termasuk pada zona depresi Jawa Tengah, yang berbatasan dengan
antiklinorium Bogor di sebelah Barat dan bagian dari antiklinorium Kendeng
di sebelah Timur. Depresi ini menerus sampai ke Jawa Barat, sedangkan
dibagian Timur menerus sampai ujung Jawa bagian Timur.

3
Gambar 2.1
Peta Adminsitrasi Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah

Menurut Van Bemmelen (1949), secara umum fisiografi Jawa Tengah mulai
dari Utara ke Selatan dapat dibagi ke dalam lima zona fisiografi, yaitu :
- Dataran pantai Utara.
- Pegunungan Serayu Utara.

4
- Zona Depresi Sentral.
- Pegunungan Serayu Selatan dan
- Dataran Pantai Jawa Tengah Selatan.

Gambar 2.2
Peta Fisiografi Jawa (Van Bemmellen, 1949)

Berdasarkan kondisi fisiografi Jawa Tengah tersebut maka Kabupaten


Pemalang termasuk dalam wilayah Gunung api kuarter, terletak pada zona
pegunungan Serayu Utara. Zona pegunungan Serayu Utara sebagian besar tertutup
oleh produk endapan Gunung Slamet.
Morfologi dari Kabupaten Pemalang secara umum dicirikan oleh perbukitan
dan Gunung serta pendataran yang semakin meluas ke arah Utara dan ke arah Selatan.
Keadaan morfologi ini erat hubungannya dengan struktur geologi yang terbentuk,
demikian pula halnya dengan pengaruh erosi dan pelapukan batuan yang terjadi pada
daerah tersebut. Batuan yang bersifat masif dan kompak membentuk bentang alam
yang berupa perbukitan, sedangkan bentang alam pendataran umumnya dibentuk oleh
batuan yang bersifat lunak dan tidak terkonsolidasikan (lepas) sehingga tidak tahan
terhadap proses-proses denudasi. Morfologi pada Kabupaten Pemalang dapat dibagi
menjadi tiga satuan bentang alam yaitu:
1) Satuan Bentang Alam Pendataran
Satuan ini menempati bagian Utara dan bagian Selatan Kawasan
Pertambangan Gunung Slamet dengan ketinggian kurang dari 250 m dpl.
Litologi dari daerah tersebut berupa endapan alluvial yang terdiri dari

5
lempung, lanau, pasir dan kerikil. Pola aliran sungai pada daerah ini adalah
dendritic. Sungai-sungai utama yang bermuara di Laut Jawa (pantai Utara)
diantaranya adalah Sungai Pedis, Sungai Cacaban, Sungai Rambut dan Sungai
Comal, sedangkan yang bermuara di Samudera Indonesia diantaranya Sungai
Klawung, Sungai Serayu dan Sungai Tajum.
2) Satuan Bentang Alam Perbukutan
Satuan bentang alam ini dicirikan dengan bentuk perbukitan dengan
lereng sedang sampai terjal. Satuan ini terdiri dari material volkanik yaitu
breksi volkanik, aglomerat, tufa pasiran, tufa dan batuan sedimen Kuarter.
3) Satuan Bentang Alam Gunung
Satuan bentang alam ini dicirikan oleh bentuk bukit-bukit yang tinggi
dan lembah antara kedua bukit yang curam. Berelief sangat kasar, kemiringan
lereng dapat mencapai 75°, pola aliran sentral, lembah sungai berbentuk
hurufV. Puncak Gunungnya terletak pada ketinggian 3.428 m pal.
Di Kabupaten Pemalang sebagaian merupakan Cekungan Air Tanah
Subah, terdapat di Kecamatan Bodeh, Kecamatan Ampel gading, Kecamatan
Watu kumpul dan Kecamatan Bantar bolang.
Penentuan pola aliran sungai di daerah penelitian didasarkan pada
bentuk dan arah aliran yang saling berhubungan, secara individu atau
berkelompok dari kenampakan Peta Topografi.
Pola aliran di Kabupaten Pemalang, termasuk pola dendritic yang
dibentuk oleh cabang-cabang sungai yang alirannya menyudut. Pola aliran
sungai-sungai tersebut di atas bentuknya dipengaruhi oleh kemiringan lereng,
jenis litologi dan konrol struktur. Pada lembah-lembah sungai berbentuk huruf
“V” menandakan erosi vertikal relatif lebih besar dibandingkan dengan erosi
horizontal. Gradien sungai miring sehingga termasuk siklus erosi stadia muda.

6
Gambar 2.3
Peta Geologi Wilayah IUP Eksplorasi

2.2.2 Struktur Geologi


secara umum daerah ini merupakan daerah perbukitan dengan arah
umum barat – timur yang terletak pada Zona antiklinorium Bogor – Serayu
Utara –Kendeng, kemudian daerah Peguyangan dan sekitarnya disusun oleh
batuan sedimen yang mengalami perlipatan dan tersesarkan serta berada pada
umur Tersier. Perlipatan di daerah ini umumnya mempengaruhi batuan
Neogen Muda, dengan arah utama barat-timur. Sumbu lipatan yang arahnya
acak diduga merupakan lipatan seretan akibat sesar sesar regional. Sesar
utama berarah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya, dengan gerakan
miring. Terdapat beberapa sesar di Kecamatan Bodeh, Ampel gading, Bantar

7
bolang dan Randu dongkal. Selain itu terdapat pula sesar naik pada Kecamatan
Waktu kumpul dan sesar geser di Kecamatan Waktu kumpul dan Randu
dongkal.
2.2.3 Stratigrafi
Beradasarkan Peta Geologi Lembar Purwokerto – Tegal yang disusun
olehM.Juri, H. Samodra, T.C. Amin & S. Gafoer (1996) Stratigrafi pada
daerah penelitian yang terletak pada Kecamatan Bantar bolang memiliki 4
(empat) formasi yang membentuk wilayahnya dengan susunan stratigrafi dari
tua ke muda
a. Formasi Rambatan (Tmr)
Formasi ini tersusun dari serpih napal dan batu pasir
gampingan. Napal berselang-seling dengan batu pasir gampingan
berwarna abu-abu muda serta banyak dijumpai lapisan tipis kalsit yang
tegak lurus bidang perlapisan. Banyak mengandung foraminifera kecil.
Menunjukan umur Miosen Tengah. Tebal sekitar 300 m.
b. Lempung Pasiran (Tmph)
Umumnya satuan batuan ini tersusun dari perselingan antara
lempung pasiran dan breksi terutama di bagian bawah meliputi daerah
terluar atau bagian terendah dari Kabupaten Pemalang. Satuan ini
menempati luasan sekitar 45% luas Kabupaten Pemalang. Dalam
kaitannya dengan stratigrafi regional, maka satuan lempung pasiran ini
dapat disebandingkan dengan anggota Formasi Halang bagian atas
yang berumur Miosen Tengah – Miosen Atas (M. Djuri,1996). Tebal
satuan Lempung pasiran mencapai 300 meter.
c. Endapan Undak (Qps)
Satuan ini tersusun atas lapisan-lapisan batupasir tufan, pasir,
tufan, konglomerat dan lapisan breksi tufaan.
d. Lava Gunung api Slamet-Tak Terurai (Qvs)
Batuan terdiri dari aliran lava andesit berongga dari gunung api
slamet terutama lereng sebelah timur. Satuan lava flow ini mempunyai
pelamparan yang relatif sempit, mencapai sekitar 5% luas Kabupaten
Pemalang, membentang disepanjang dasar sungai. Ukuran lava flow
dengan ketebalan dan lebar berkisar antara 5 – 15 meter.

8
Gambar 2.4
Susunan Stratigrafi Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah

2.3 Iklim dan Curah Hujan


Kabupaten Pemalang mempunyai iklim tropis dengan dua musim silih berganti
sepanjang tahun : yakni musim penghujan dan musim kemarau, dengan suhu rata-rata
berkisar 240 C sampai 310 C, dengan curah hujan rata-rata 3.500 s/d 6.000 mm/tahun.
Kondisi hidrologis di Kabupaten Pemalang secara umum mempunyai aliran air ke arah Laut
Jawa. Kecepatan aliran air di Pemalang termasuk sedang dan makin ke utara makin lambat.
Air di wilayah Pemalang merupakan air tanah dan sungai. Curah hujan tertinggi tahun 2010-
2014 di Kabupaten Pemalang pada januari 2013 dengan intensitas curah hujan sebesar 803
mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan intensitas curah
hujan sebesar 0 mm. Curah hujan rata-rata tahun 2010-2014 di Kabupaten Pemalang adalah
3531,6 mm. Bulan terkering adalah Agustus, dengan 17,2 mm curah hujan. Pada
Januari,curah hujan mencapai puncaknya, dengan rata-rata 718,2 m

9
BAB III
PERTAMBANGAN BATUAN SIRTU DI INDONESIA/ACEH

3.1 Pengertian Batuan Sirtu


Sirtu merupakan singkatan dari pasir diambil sir dan batu diambil tu sehingga
singkatannya menjadi sirtu. Istilah sirtu telah dikenal oleh orang teknik terutama yang
berkecimpung dan bidang fisik jalan maupun pembangunan gedung. Sirtu biasanya diambil
dari endapan sungai atau yang terdapat di gunung tetapi materialnya sudah berkomposisi
seperti sirtu dari sungai.
Sirtu terjadi karena akumulasi pasir dan batuan yang terendapkan di daerah-daerah
relatif rendah atau lembah. Sirtu biasanya merupakan bahan yang belum terpadukan dan
biasanya tersebar di daerah aliran sungai. Sirtu juga bisa diambil dari satuan konglomerat
atau breksi yang tersebar di daerah daratan (daerah yang tinggi).
Sirtu berasal dari dua bagian yang yang berukuran besar merupakan material dari
batuan beku, metamorf dan sedimen. Sedangkan berukuran halus terdiri pasir dan lempung.
Seluruh material tersebut tererosi dari batuan induknya bercampur menjadi satu dengan
material halus. Kuatnya proses ubahan atau pelapukan batuan dan jauhnya transportasi
sehingga material batuan berbentuk elip atau bulat dengan ukuran mulai kerikil sampai
bongkah.
Penggunaan sirtu terbatas sebagai bahan bangunan terutama untuk campuran beton,
sedang penggalian sering dilakukan dengan secara tradisional tanpa memperhatikan dampak
lingkungan. Sirtu yang lepas sangat baik untuk bahan pengeras jalan biasa maupun jalan tol,
dan airport. Selain itu dapat pula dipergunakan dalam campuran beton, aspal/hotmix, plester,
bahan bangunan

3.2 Eksplorasi Batuan Sirtu


Eksplorasi batuan sirtu tidak seperti eksplorasi mineral lainnya dikarenakan biasanya
sirtu tampak dipermukaan, jadi hanya diperlukan perhitungan cadangan bahan galian tersebut
untuk mengetahui seberaba banyak cadangan dan luasannya untuk mengetahui keekonomisan
dari cadangan tersebut.

10
3.3 Penambangan Batuan Sirtu
Bahan galian pasir dan batu ini keterdapatannya namapak dipermukaan oleh sebab itu
sistem penambangan yang dilakukan adalah sistem tambang terbuka yang sangat mudah
dilakukan denhgan menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Perusahaan tambang sirtu
biasanya melakukan pemisahan antara batu dan pasir tersebut, karena biaanya menyesuaikan
permintaan dari konsumen tersebut. Tahapan penambangannya yaitu, pertama dalam
penambangan sirtu adalah mengambil atau memisahkan bsirtu dari tanah penutup, biasanya
menggunakan alat berat seperti backhoe. Setelah itu akan diangkut oleh dump truk untuk
dibawa ke tempat crrassing untuk membuat batu yang berukuran besar menjadi ukuran sama
seperti yang lain.

3.4 Pengolahan Batuan Sirtu


Pengolahan batuan sirtu sangat sederhana, yaitu dengan metode crasshing bongkahan
batuan yang masih besar dan hasil yang akan keluar adalah batuan-batuan berdiameter lebih
kecil dan beragam dan juga ada yang menjadi pasir setelah itu kita pisahkan pasir dan batuan
berdiameter sama sesuai dengan kebutuhan sendiri. Untuk pasirnya dapat digunakan sebagai
bahan campuran pembuatan bangunan, yaitu dengan cara mencampurkan pasir tersebut
dengan material lainnya seperti semen. Batu juga bisa dimanfaatkan untuk campuran
pembuatan bangunan. Perusahaan tambang sirtu membuat sirtu sendiri sesuai dengan
permintaan konsumen.

3.5 Pemanfaatan Batuan Sirtu


Sampai saat ini penggunaan sirtu terbatas sebagai bahan bangunan terutama untuk
campuran beton, sedang penggalian sering dilakukan dengan secara tradisional tanpa
memperhatikan dampak lingkungan. Sirtu yang lepas sangat baik untuk bahan pengeras jalan
biasa maupun jalan tol, dan airport. Selain itu dapat pula dipergunakan dalam campuran
beton, aspal/hotmix, plester, bahan bangunan.

3.6 Penyebaran Batuan Sirtu


Batuan Sirtu tersebar luas di wilayah Indonesia, terutama di sekitar daerah aliran
sungai dan pedataran.

11
Tabel 3.1 Lokasi keterdapatan Batuan Sirtu di Indonesia
Provinsi Lokasi

Sumatera Utara S. Alasa. S. Bogali, S. Moi, S.Oyo, S. Loou


Aceh Samadua, Sawang, Labuhan Haji Barat,
Kluet Utara, Pasie Raya, Kluet Selatan, Kluet
Tengah, Kluet Timur Desa Kampung
Baru,Desa Sikoran, Desa Biskan, Desa
Sianjo-anjo, Desa Lae Sipola, Desa Lae
Raso, Desa Kuala Makmur, Desa Luan Balu,
Desa Lasingalu, Desa Simpang Abail, Desa
Suak BuluDesa Enao, Desa Lataling, Desa
Labuan Bakti.
Lampung Way Seputih, Way Saru Balah, Way
Bambang, S. Semaka, Way Bandung, Way
Laa/Menterang, Waigalih, Merbau, Mataram
Way Tenumbang, Way Pedada, Way Laay,
Dusun Tembaka, Way Gedau, Way Baturaja,
Way Melesom, Way Kenda Way, Desa
Bambang, Way Malaya, Way Halami,
Sungai Manula, Way Mincang, Desa Putih
Doh, Way Cangkanan, Way Semaka, Way
Semuong, Desa Siring Betah, Way Belu,
Desa Belu, Way Maja II, Way Lalaan, Desa
Piabung, Way Tebu, Desa Puwodadi.
Riau Rantau Kasai, Bangun Purba Timur Jaya,
Sungai Napal, Menaming, Ujong Batu
Rokan, Batulangkah
Banten S.Cisimeut, S.Ciujung, S. Cidikit, S.
Cimandur, Cihara, Ciledes, S. Cilembar, S.
Cibubue, S. Ciliman, Cikapar, Teluk Naga,
Curug, Cikupa, Pasir Keris, Jatiuwung,

12
Balaraja, Sepatan, Legok, Serpong, Ciputat,
S. Ciujung, S. Cisadane, G.Karang, G. Gede,
Cimarga, Rajeg, Benda,Curug, Cipodoh

Maluku Utara Jiku Merasa, Batunuhan, Wae Poti, Wae


Nibe, Wae Sepait, Wae Tabi, Wamlana, Wae
Mana, Wae Puda Liku Hoson, Wae Mangi
Fena Kute, Wae Ili Waha Wahi, Wae Langa
Walnetata, Wae Bebek, Wae Duma, Wae
Apu, Wae Lata, Wae Kajeli, Wae Kawa, Wae
Fana, Wae Hanua, Wae Sapalewa, Wae
Mala, Wae Kaputih, Wae Uli, Wae Hau, Wae
Marina, Wae Ela, Wae Sarisa, Wae Samu,
Wae Hatu, Wae Mital, Wae Ira, Wae Ama,
Wae Tala
Sulawesi Utara Ratatotok, Donowudu, Marisa, Lamilo,
Bulantio
Papua Remu, Holmaffin, S. Woske, Sewan
Papua Barat P. Waigeo, P. Batanta, P. Salawati, Desa
Aman, Distrik Timbuni, Distrik Maskona,
Distrik Jagiro, Distrik Bintuni, Distrik
Bintuni
Sulawesi Barat Tallu Banua, Pu Awang, Gentungan
Gorontalo Leatu Utara, Sungai Paguyaman, Sungai
Bone, Sungai Bilonga, Sungai Bone, Muara
Sungai Bilungala, Patilanggio
Maluku S. Takoma, Susupu, S. Sidangol, S. Loko, P.
Seram
Jawa Barat Lembang, Nanjung, Banjaran, Cililin, Garut,
Tarogong, Cileungsi, Cicurug, Cibatu,
Cimalaka, Cibulu, Cipeles, Tomo, Sinar
Galih, Cikondang, Cimarta, Wirareja,
Purwakarta, Pacing, Kalimanti, S.
Cisanggarung, S. Cilutung, S. Cisadane,

13
Cibarusah, Toklet, Cisereh, Sekitar kawasan
sayap Gn. Galunggung, Cipatujah, Cianjur,
Sukabumi, Bogor, Purwakarta, Karawang,
Subang, Tasikmalaya
Jawa Tengah Bantar Kawung, Kaligung, Sendang, Bantir,
K. Pemali, K. Serayu, K. Patebon, K. Progo,
Tegarejo, K. Pabean, Mojosari, K. Jebol,
Sungai Tajum, Logawa, Krukut, Banjaran
Jawa Timur K. Perang, K. Bangkok, K. Lesti, Pronojiwo,
Petajun, Penanggal, Jaglo, K. Mujur, Padang
Sari, K. Porong, K. Bengawan Solo, K.
Musir, K. Brantas, K. Gumbalo, K. Porong,
K. Baru
Kalimantan Tengah S. Kahayang, Tewah
Kalimantan Selatan Beroyong, Pagar, Padang Batung, S. Kentep,
Binuang, S. Batang Alai
Kalimantan Barat Sungai Kelewai, Sungai Pinoh bagian hulu,
Desa Ambayo Selatan, Desa Keranji
Panjang, Desa Anik, Desa Muara Behe,
Sungai Tayan, Sei Ilai
Bali Gumaksa
Nusa Tenggara Timur Sungai Kadengar, Desa Kananggar, Desa
Hambautang
Sulawesi Tenggara Ranomuto, S. Koneweha, Unaaha
Sulawesi Selatan S. Minahasa, Babru, Mangassa, Tompobulu,
Logora, Bikeru, Labettang, Lembang Lohe
Biroro, Bonto, Kanrung, Bongki
Batumimbalo, Biringere, Sungai Bone-Bone,
Sungai Kanjiro, Sungai Uraso, Mata air
panas Pincara, Sungai Baliase, Sungai
Radda, Sungai Rongkong, Sungai Tomoni,
Sungai Kalaena, Sungai Singgeni, Sungai
Bambalu,

14
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Penampang Metode Cross Section


Pada prinsipnya metode ini adalah membuat garis sayatan yang memotong topografi
mulai dari batas yang sudah ditentukan dan mengikuti arah persebaran arah endapan dan
kemudian didapatkan gambar penampang dari sayatan tersebut berupa model endapan
pasir batu dan bentuk topografi. Luas model endapan pasir batu dari tiap penampang
dihitung dan akhirnya dapat didapatkan volume dengan mengalikan jarak antar sayatan.
Dalam pembuatan Penampang ini ditarik garis lurus mengenai dari titik batas yg telah
ditentukan dan mengikuti arah persebaran endapan pasir batu tersebut. Jarak antara
penampang adalah 25 m dan dibuat beberapa penampang dari titik batas yang sudah
ditentukan sampai daerah berpotensi dengan mengikuti arah persebaran endapan pasir
batu. Setelah pembuatan penampang selesai dilakukanakan dapat dilakukan perhitungan
besarnya luas penampang untuk mengetahui besarnya volume dan tonnage pasir batu
dengan menggunakan software Autocad.

Gambar 4.1
Metode Cross Section

15
4.2 Pembuatan Penompang Metode Countour
Pada metode ini pemembuatan penampang dilakukan dengan cara membuat garis
sayatan yang memotong topografi sesuai dengan elevasinya. Pembuatan garis sayatan
dimulai dari batas ketinggian terendah sampai dengan batas elevasi tertinggi yang telah
ditentukan, lalu diplotkan pada peta topografi dan kemudian didapatkan gambar
penampang dari sayatan tersebut berupa model endapan pasir batu. Kemudian dihitung
luas model endapan pasir batu dari tiap penampang dan akhirnya dapat didapatkan luas
dan volume dengan mengalikan jarak antar sayatan. Jarak antara penampang adalah 2 m
dan dilakukan perhitungan besarnya luas penampang untuk mengetahui besarnya volume
dan tonnage pasir batu dengan menggunakan software Autocad.

Gambar 4.2
Metode Countour
4.3 Penaksiran Cadangan dengan Metode Cross Section
Penaksiran cadangan pasir batu dengan metode cross section berdasarkan Rule of
Gradual Change digunakan perhitungan luas setiap penampang yang dibuat memotong
tegak lurus memotong bukit, sehingga perhitungan ini tergantung pada ketebalan,
panjang, massa jenis pasir batu di setiap penampang dan jarak interval setiap penampang.
Hasil penaksiran cadangan pasir batu dengan menggunakan Metode Cross Section
dengan pedoman Rule of Gradual Change dapat dilihat pada tabel berikut ini.

16
Tabel 4.1
Hasil Penaksiran Cadangan Metode Cross Section

4.4 Penaksiran Cadangan dengan Metode Cross Countour


Penaksiran cadangan pasir batu dengan metode contour berdasarkan Rule of Gradual
change digunakan perhitungan luas setiap penampang yang dibuat memotong sesuai
dengan elevasi yang telah ditentukan, perhitungan ini juga tergantung pada ketebalan,
panjang, massa jenis pasir batu disetiap penampang dan jarak interval setiap penampang.

17
Hasil penaksiran cadangan pasir batu dengan menggunakan Metode Contour dengan
pedoman Rule of Gradual Change dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Hasil Penaksiran Cadangan Metode Contour

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Endapan pasir batu pada daerah penelitian cukup merata dikarenakan media pembawa
material (sungai) memiliki debit yang relatif rendah.
2. Perbedaan metode Cross Section dengan contour terletak pada penempatan sayatan.
Penampang pada metode cross section pembuatan sayatannya dilakukan dengan cara
membuat sayatan dengan menyayat dari Barat – Timur tegak lurus memotong bukit,
sedangkan penampang pada metode contour pembuatan gambarnya dilakukan dengan
cara membuat sayatan dengan mengikuti lekukan kontur interval tertentu pada daerah
penelitian.
3. Dari hasil perhitungan volume cadangan dengan menggunakan metode cross section
dan metode contour dapat diketahui selisih penaksiran cadangan pasir batu, yang
diperoleh dengan dilakukan pengurangan Hasil perhitungan cadangan terbesar – Hasil
perhitungan cadangan terkecil, maka didapat selisih volume sebesar 7.673 m3.
6.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan perhitungan cadangan pasir batu di
Desa sambeng, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengahadalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam penaksiran cadangan dengan metode
cross section dan metode contour sebaiknya dibuat jarak antar sayatan yang lebih
rapat sehingga penaksiran dapat menjadi lebih teliti.
2. Sayatan hendaknya dapat mewakili daerah topografinya yaitu adanya puncak bukit
dan lembah sehingga penaksiran volume cadangan dapat mendekati kebenaran dan
ketelitian yang maksimal

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Rauf, 1998 , Perhitungan Cadangan Endapan Mineral, Jurusan Teknik


Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.
2. Abdul Rauf, 1998, “Teknik Eksplorasi”, Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas
Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.
3. Abdul Rauf, (1998), “Genesa Bahan Galian”, Jurusan Teknik Pertambangan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

20
LAMPIRAN A
CURAH HUJAN BULANAN

Tabel A.1
Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarbolang Tahun 2010-2014

21
LAMPIRAN B
PENAMPANG SAYATAN
MENGGUNAKAN METODE CROSS SECTION

Gambar B.1
Penampang Sayatan A-E

22
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN METODE CROSS SECTION DENGAN PEDOMAN RULE Of
GRADUAL CHANGE

Pada daerah penelitian metode yang digunakan adalah metode cross section dengan
pedoman pada perubahan bertahap (rule of gradual change) digunakan interval sebesar 25m
dengan menggunakan rumus:
a. Jika luas sayatan L1 berbanding L2 ≥ 0,5 maka perhitungan dilakukan dengan
menggunakan rumus mean:
𝐕 =(𝑳𝟏 + 𝑳𝟐)/ 𝟐 × 𝒕
b. Jika luas sayatan L1 berbanding L2 ≤ 0,5 maka perhitungan dilakukan dengan
menggunakan rumus frustum:
𝐕 =𝒕/𝟑 × (𝑳𝟏 + 𝑳𝟐 + √𝑳𝟏 × 𝑳𝟐)
Keterangan:
V = Volume Sumberdaya
L1, L2 = Luas sayatan
t = Interval sayatan

Dengan menggunakan rumus diatas maka dapat diperoleh hasil perhitungan


sumberdaya pasir batu menggunakan metode cross section dengan pedoman perubahan
bertahap (rule of gradual change), seperti uraian dibawah ini:
1. Blok 1 Sayatan A – A’ dengan sayatan B – B’
𝐕 =(𝑳𝟏 + 𝑳𝟐)/𝟐 × 𝒕
 Luas sayatan A – A’ = 391,92 m3.
 Luas sayatan B – B’ = 434,02 m3.
 𝐕 = (391,92+434,02) 𝟐 × 𝟐𝟎 = 8.259,40 m3.
2. Blok 2 Sayatan B – B’ dengan sayatan C – C’
𝐕 =(𝑳𝟏 + 𝑳𝟐) /𝟐 × 𝒕
 Luas sayatan B – B’ = 434,02 m3.
 Luas sayatan C – C’ = 484,66 m3.
 𝐕 = (434,02+484,66) 𝟐 × 𝟐𝟎 = 9.186,80 m3.

23
3. Blok 3 Sayatan C – C’ dengan sayatan D – D’
𝐕 = (𝑳𝟏 + 𝑳𝟐) /𝟐× 𝒕
 Luas sayatan C – C’ = 484,66 m3.
 Luas sayatan D – D’ = 908,20 m3.
 𝐕 = (484,66+908,20) 𝟐 × 𝟐𝟎 = 13.928,60 m3.

4. Blok 4 Sayatan D – D’ dengan sayatan E – E’


𝐕 = (𝑳𝟏 + 𝑳𝟐)/ 𝟐× 𝒕
 Luas sayatan D – D’ = 908,20 m3.
 Luas sayatan E – E’ = 1.034,88 m3.
 𝐕 = (908,20+1.034,88) 𝟐 × 𝟐𝟎 = 19.430,80 m3.

24

Anda mungkin juga menyukai